Anda di halaman 1dari 17

GERAKAN-GERAKAN PENDIDIKAN

Materi Diskusi Kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan

Hari Senin, Pukul 05.15 WIB, Kelas A, Ruang 3

Oleh:

Kelompok 4

1. Mila Afriana Agustin NIM 110210201028


2. Linda Wagiati Ningsih NIM 140210101030
3. Rif’atul Hasanah NIM 140210101031
4. HabibyRidwani NIM 140210101032
5. Yulia Tri Susanti NIM 140210101034
6. Kholif Fatujs Jahro NIM 140210101036
7. Novia Islachul Laily NIM 140210101039

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
Semester Gasal 2016/2017
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki
nuansa berbeda antara daerah satu dengan daerah lain, sehingga banyak
bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses
pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan.
Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia
memerlukan wawasan yang sangat luas, karena pendidikan menyangkut
seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam pemikiran maupun dalam
pengalamannya. Pengkajian filosofis terhadap pendidikan mutlak diperlukan,
karena kajian seperti ini akan melihat pendidikan dalam suatu realitas yang
komperhensip.
Mutu pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses pelaksanaan
pembelajaran yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kurikulum,
tenaga pendidik, proses pembelajaran, sarana dan prasarana, alat bantu dan
bahan, manajemen sekolah, lingkungan sekolah dan lapangan latihan kerja
siswa. Sarana dan prasarana, kemampuan guru dan kurikulum juga harus
disesuaikan dengan perkembangan pendidikan agar pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran dapat optimal.

Masyarakat kadang terombang-ambing diantara dua kecenderungan. Di


satu pihak ada yang mau mempertahankan nilai-nilai budaya lama, di pihak
lain ingin mengadakan perubahan atau menciptakan hal-hal baru. Seperti
terdapat pergolakan yang tak kunjung reda antara tradisi dan perubahan, yang
terus saja berimplikasi terhadap pendidikan. Berdasarkan apa yang terjadi di
masyarakat, sebagai akibat dari pendidikan yang telah dilaksanakan, dan
berlandaskan pada pandangan filsafat tertentu, reaksi terhadap konsep dan
praktik pendidikan yang mendahuluinya, yang menawarkan solusi demi
permasalahan yang timbul. Setiap aliran memiliki pandangan yang berbeda-
beda mengenai pendidikan dalam kaitannya dengan masyarakat dan
kebudayaannya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pandangan filsafat pendidikan Progresivisme?
1.2.2 Bagaimana pandangan filsafat pendidikan Esensialisme?
1.2.3 Bagaimana pandangan filsafat pendidikan Perenialisme?
1.2.4 Bagaimana pandangan filsafat pendidikan Konstruktivisme?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pandangan filsafat pendidikan Progesivisme.
1.3.2 Mengetahui pandangan filsafat pendidikan Esensialisme.
1.3.3 Mengetahui pandangan filsafat pendidikan Perenialisme.
1.3.4 Mengetahui pandanagn filsafat pendidikan Konstruktivisme.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Progresivisme
2.1.1 Latar belakang

Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu


perkumpulan yang dilandasi konsep-konsep filsafat tertentu, dan sangat
berpengaruh pada pendidikan bangsa Amerika pada permulaan abad kedua
puluh. Perkumpulan Progresivisme (The Progressive Education
Association) didirikan pada tahun 1918 yang selama dua puluh tahun
Progresivisme masuk kedalam jiwa bangsa Amerika.

Progresivisme menolak pendidikan yang bersifat otoriter, menolak


penekanan atas disiplin yang keras, menolak cara belajar yang bersifat pasif,
menolak konsep dan cara-cara yang hanya berperan untuk mentransfer
kebudayaan masyarakat kepada generasi muda, merupakan contoh
penolakan terhadapformalisme yang berlebihan dan membosankan dari
sekolah atau pendidikan tradisional. Progresivisme menyampaikan seruan
kepada para guru “We all desireprogress, and hope for progress ran high
immediately after the first World”. Kita semua butuh kemajuan, dan
berharap untuk maju secara cepat setelah perang dunia
pertama(Henderson,1959).

Progresivisme melancarkan suatu gerakan untuk perubahan sosial budaya


dengan penekanan pada perkembangan individual dan mencakup cita-cita,
seperti cooperation yaitu kerjasama dalam berbagai aspek kehidupan,
sharing yaitu berbagai peran dan turut ambil bagian dalam berbagai
kegiatan, dan adjustment yaitu fleksibel untuk dapat menyesuaikan diri
dengan berbagai perubahan yang terjadi.
2.1.2 Filsafat Pendukung yang Mendasari

Progresivisme didukung atau dilandasi oleh filsafat pragmatisme dari John


Dewey.
2.1.3 Pandangan Ontologi
2.1.3.1 Evolusi dan Pluralistis

Menurut Progresivisme tidak ada realitas yang umum, yang ada hanyalah
realitas yang khusus atau individual. Realitas diyakini tidak menetap atau
selalu dalam proses perubahan. Realitas pada dasarnya pluralitas karena
terus berubah maka ia memiliki akhir dalam proses perubahannya sendiri.

2.1.3.2 Manusia

Manusia dipandang sebagai subyek yang bebas dan memiliki potensi


inteligensi (akal dan kecerdasan) sebagai instrumen untuk mampu
menghadapi dan memecahkan masalah untuk menghadapi dunia dan
lingkungan hidupnya yang multikompleks, berubah dan berkembang.

2.1.3.3 Pengalaman sebagai Realitas

Menurut Dewey, “pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas


segala sesuatu.....”. pengalaman adalah suatu realita yang telah meresap
dan membina pribadi, ciri dinamika hidup, dan perjuangan. Pengalaman
manusia mempunyai empat karakteristik:

 Spatial: pengalaman yang selalu terjadi di suatu tempat tertentu dalam


lingkungan hidup manusia.
 Temporal: pengalaman yang mengalami perkembangan dan perubahan
dari waktu ke waktu.
 Dinamis: pengalaman menuntut adaptasi dan readaptasi dalam semua
variasi perubahan yang terjadi terus-menerus.
 Pluralitas: pengalaman yang terjadi seluas adanya hubungan antar
individu yang terlibat.
2.1.3.4 Pengalaman dan Pikiran

Manusia memiliki fungsi-fungsi jiwa yang dikenal sebagai pikiran.


Pengalaman merupakan bagian perjuangan untuk hidup, untuk itu
pengalaman harus diolah oleh pikiran.

2.1.4 Pandangan Epistemologi

2.1.4.1 Sumber Pengetahuan

Progresivisme mengajarkan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui


pengalaman dimana manusia kontak langsung dengan segala realita dalam
lingkungan hidupnya atau juga melalui pengalaman secara tidak langsung,
yaitu melalui catatan-catatan yang diwariskan seperti buku atau litelatur
lainnya.

2.1.4.2 Kriteria “Kebenaran”

Pengetahuan dikatakan benar apabila dapat diverivikasi dan diaplikasikan


atau diimplementasikan dalam kehidupan, adapun kriteria kebenarannya
adalah dapat dipraktikkan , memuaskan, dan memberikan hasil.

2.1.4.3 Sifat Pengetahuan: Relatif dan Berubah

Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman tentang fenomena karena


fenomena realitas hakikatnya berubah, maka pengetahuan dan kebenaran
pengetahuanpun akan berubah, dan ini yang disebut bersifat relatif dan
berubah.

2.1.5 Pandangan Aksiologi

2.1.5.1 Sumber nilai: kondisi riil manusia/ pengalaman

Progresivisme menafsirkan hakikat nilai (etika) secara empiris, yaitu


berdasarkan pengalaman atau kondisi riil manusia.

2.1.5.2 Sifat nilai: berada dalam proses, relatif, kondisional, memiliki kualitas
sosial dan individual, serta dinamis.
Nilai ada dalam perbuatan manusia yang selalu diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu.

2.1.5.3 Kriteria nilai: berguna adalah baik

Sesuatu dikatakan baik apabila berguna dalam praktik hidup dan


kehidupan, adapun sesuatu dikatakan berguna jika bermakna untuk
kehidupan.

2.1.5.4 Demokrasi sebagai nilai

Progresivisme memandang demokrasi sebagai nilai ideal yang wajib


dilaksanakan dalam semua bidang kehidupan. Demokrasi adalah nilai
individual sekaligus nilai sosial.

2.1.6 Pandangan tentang Pendidikan

2.1.6.1 Pendidikan

Menurut Prograsivisme pendidikan selalu dalam proses perkembangan


yang merekontruksi pengalaman yang terus-menerus. Progresivisme
menekankan enam prinsip mengenai pendidikan dan atau belajar, yaitu:

 Pendidikan seharusya adalah hidup itu sendiri bukan persiapan untuk


kehidupan.
 Belajar harus langsung berhubungan dengan minat anak.
 Belajar melalui pemecahan masalah lebih diutamakan daripada
pemberian bahan pelajaran.
 Guru berperan sebagai pemberi nasehat bukan untuk mengarahkan.
 Sekolah harus menggerakkan kerjasama daripada kompetisi
 Demokrasilah satu-satunya yang memberi tempat dan menggerakkan
pribadi-pribadi saling menukar ide secara bebas.

2.1.6.2 Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan bagi penganut Progresivisme adalah agar peserta didik


(individu) memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru
dalam kehidupan sosial atau berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang
berada dalam proses perubahan.

2.1.6.3 Sekolah

Sekolah yang baik adalah masyarakat yang baik dalam bentuk kecil,
sedangkan pendidikan yang mencerminkan keadaan dan kebutuhan
masyarakat perlu dilakukan secara teratur sebagaimana halnya dalam
lingkungan sekolah (Imam Barnadib, 1984).

2.1.6.4 Kurikulum

Kurikulum tidak ada yang universal, melainkan berbeda-beda sesuai


kondisi yang ada. Child centere adalah kurikulum sesuai dengan sifat-sifat
peserta didik, Community centered adalahkurikulum hendaknya berbasis
pada masyarakat sedangkan Flexible adalahkurikulum disesuaikan dengan
tempat dan jamannya.

2.1.6.5 Metode

Metode yang digunakan dalam Progresivisme adalah Problem


solvingmethod (pemecahan masalah) dan Inquiry and discovery method
(penyelidikan dan penemuan). Dalam pelaksanaan dibutuhkan guru yang
memiliki karakteristik: permissive (pemberi kesempatan), friendly
(bersahabat), a guide (seorang pembimbing), open minded (berpandangan
terbuka), creative (kreatif), social aware (sadar bermasyarakat),
enthusiastic (antusias), cooperative and sincare (bekerja sama dan
sungguh-sungguh).
2.1.6.6 Peranan guru dan peserta didik

Edward J. Power menyimpulkan bahwa guru berperan untuk memimpin


dan membimbing belajar tanpa ikut terlalu jauh atas minat dan kebutuhan
peserta didik, sedangkan peserta didik berperan sebagai organisme yang
memiliki kemampuan yang luar biasa untuk tumbuh.

2.2 Esensialisme
2.2.1 Latar Belakang

Esensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial,


yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak
yang menentukan keberadaan sesuatu. Menurut Esensialisme pendidikan
harus bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan.

2.2.2 Filsafat Pendukung/Yang Mendasari

Esensialisme didukung atau didasari oleh filsafat Idealisme dan Realisme.


Filsuf-filsuf besar Idealisme pelatak dasar asas-asas Essensialisme yang
hidup pada jaman klasik yaitu Plato, sedangkan para filsuf Idealisme
modern adalah : Leibniz, Immanuel Kant, Hegel, dan Schopenhauer.
2.2.3 Pandangan Ontologis

Pandangan Ontologi Essensialisme merupakan suatu konsepsi bahwa dunia


atau realitas ini dikuasai oleh tata (order) tertentu yang mengatur dunia
beserta isinya.
2.2.3.1 Ontologis Idealis
Pendukung Essensialisme adalah idealisme obyektif atau idealisme absolut
yang meyakini adanya dunia (realitas) ideal yang abadi dan dunia (realitas)
material yang temporal serta fana. Dapat disimpulkan Idealisme hakikat
akhir realitas adalah ide, jiwa, pikiran atau kesadaran.
2.2.3.2 Ontologis Realisme
Pendukung Essensialisme adalah realisme obyektif yang hakikatnya
bersifat eksternal/obyektif, artinya berada diluar subyek atau manusia dan
independen dari pikiran manusia.Manusia memiliki intelegensi sehingga
mampu berpikir untuk dapat menyesuaikan diri terhadap dunia
eksternalnya. Dalam evolusi kehidupan intelegensi adalah alat adaptasi
manusia terhadap perubahan lingkungan.
2.2.4 Pandangan Epistemologis

2.2.4.1 Epistemologis Idealis


Kemampuan manusia untuk berpikir logis dapat mengambil kesimpulan
yang valid adalah suatu perwujudan proses yang sistematis yang juga kita
temukan dalam makrokosmos walau kesadaran manusia bersifat terbatas
tapi dapat memahami melalui mikrokosmos, yaitu realita dirinya sendiri,
pemahaman atau pengertiannya ini akan memberi kesadaran untuk
mengerti realita yang lain.
2.2.4.2 Epitemologis Realisme

Menurut realisme obyektif sumber pengetahuan adalah dunia luar subyek,


pengetahuan diperoleh melalui pengalaman pengamatan.
2.2.5 Pandangan Aksiologis

2.2.5.1 Aksiologis Idealisme

Para filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai hakikatnya diturunkan dari


realitas Yang Absolut, maka nilai-nilainya adalah abadi atau tidak
berubah.Hegel menyimpulkan karena negara manivestasi Tuhan maka
wajib bagi warga negara untuk setia dan menjunjung negara.Menurut
Immanuel Kant dasar nilai sosial itu adalah kemerdekaan individu yang
akan memberi dasar bagi kehidupan sosial yang adil dan sejahtera.
2.2.5.2 Aksiologis Realisme

Para filsuf Realisme percaya bahwa standar nilai tingkah laku manusia di
atur oleh hukum alam, dan pada taraf yang lebih rendah diatur melalui
konvensi atau kebebasan, adat istiadat di dalam masyarakat.
2.2.6 Pandangan tentang Pendidikan

2.2.6.1 Pendidikan

Bagi penganut Esensialisme pendidikan merupakan upaya untuk


memelihara kebudayaan. Mereka percaya bahwa pendidikan harus
didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal
peradaban umat manusia.

2.2.6.2 Tujuan Pendidikan


Pendidikan bertujuan mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin
solidaritas sosial dan kesejahteraan umum (E. J. Power, 1982).
2.2.6.3 Sekolah
Fungsi utama sekolah adalah memelihara nilai-nilai yang telah turun-
temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang (individu) kepada
masyarakat. (Imam Barnadib, 1984) Sekolah yang baik adalah sekolah
yang berpusat pada masyarakat yaitu sekolah yang mengutamakan
kebutuhan dan minat masyarakat. (Madjid Noor, dkk, 1987).
2.2.6.4 Kurikulum
Kurikulum (isi pendidikan) direncanakan dan diorganisasi orang dewasa
atau guru sebagai wakil masyarakat (society centered). Kurikulum terdiri
atas berbagai mata pelajaran yang berisi ilmu pengetahuan, agama dan seni
yang dipandang esensial.
2.2.6.5 Metode
Metode pendidikan essensialisme menyarankan agar sekolah-sekolah
mempertahankan metode-metode tradisional yang berhubungan dengan
disiplin mental.
2.2.6.6 Peranan Guru dan Peserta Didik
Guru atau pendidik berperan sebagai mediator atau jembatan antara dunia
masyarakat atau orang dewasa dengan dunia anak, sedangkan peran peserta didik
adalah belajar, bukan untuk mengatur pelajaran.
2.3Perenialisme
2.3.1 Latar Belakang

Perenialisme percaya mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang


bersifat abadi dalam kehidupan ini. Perenialisme mempunyai kesamaan
dengan Essensialisme dalam hal menentang Progrevisme yang
membedakan adalah prinsip perenialist yang relegius.
2.3.2 Filsafat Pendukung yang Mendasari

Gagasan-gagasan perenialisme merupakan integritas antara asas-asas


filosofis Yunani klasik dengan asas-asas religius Kristen yang berkembang
pada abad pertengahan. Tokohnya adalah Plato dan Aristoteles. Pada abad
kedua puluhan perenialisme dipengaruhi dan didukung oleh filsafat
Humanisme Rasional dan Supernaturalisme yang tokoh-tokohnya adalah :
Robert M. Hutchins dan Mortimer J. Adler, yang mempunyai reputasi
internasional sebagai perenialist.
2.3.3 Pandangan Ontologis

Menurut Perenialisme manusia membutuhkan jaminan bahwa realitas


bersifat universal-realitas itu ada dimanapun dan sama di setiap waktu.
Realitas bersumber dan bertujuan akhir kepada realitas Supernatural/Tuhan
(asas Supernatural).
2.3.4 Pandangan Epistemologi

Manusia sebagai makhluk berpikir akan dapat memperoleh pengetahuan


tentang diri kita dan dunia sebagaimana adanya. Memang Perenialisme
mengakui bahwa impresi atau kesan melalui pengamatan tentang individual
thing adalah pangkal pengertian tentang kebenaran. Prinsip self-evidence (
bukti diri ) amat penting dalam perenialisme yang merupakan asas bagi
suatu kebenaran dan untuk membuktikan kebenaran. Berpikir dalam rangka
memperoleh pengetahuan yang benar hanya mungkin atas dasar hukum-
hukum berpikir secara deduktif (syllogisme). Perenialisme mengakui
adanya hubungan antara science dan filsafat, namun science memiliki
kedudukan lebih tinggi.
2.3.5 Pandangan Aksiologi

Pandangan tentang hakikat nilai menurut Perenialisme adalah pandangan


mengenai hal-hal yang bersifat spiritual atau Absolut atau Ideal (Tuhan)
adalah sumber nilai dan oleh karena itu nilai selalu bersifat teologis. (Imam
Barnadib, 1984).
2.3.6 Pandangan tentang Pendidikan
2.3.6.1 Pendidikan
Parenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti kebudayaan masa
lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal.
2.3.6.2 Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk membantu peserta didik menyingkap dan
menginternalisasikan nilai-nilai kebenaran yang abadi agar tercapai
kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
2.3.6.3 Sekolah
Sekolah merupakan peraturan-peraturan yang artificial dimana peserta
didik berkenalan dengan hasil yang paling baik dari warisan sosial budaya.
2.3.6.4 Kurikulum
Isi kurikulum menitik beratkan pada pelajaran sastra, matematika, bahasa
dan humaniora termasuk sejarah.
2.3.6.5 Metode
Metode yang digunakan adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan
mendiskusikan karya-karya besar yang tertuang dalam The Great Books
dalam rangka mendisiplinkan pikiran.
2.3.6.6 Peranan Guru dan Peserta Didik
Peran guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak,
melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar
sementara mengajar.
2.4 Konstruktivisme
2.4.1 Latar Belakang

Konstruktivime adalah aliran filsafat yang tema utamanya berkenaan


dengan hakikat pengetahuan. Ada 3 jenis konstruktivisme, yaitu:
a.Konstruktivisme Psikologis Pribadi – yang menekankan bahwa pribadi
(subyek) sendirilah yang mengonstruksikan pengetahuan.
b.Konstruktivisme Sosiologis – yang lebih menekankan masyarakat sebagai
pembentuk pengetahuan.
c.Sosiokulturalisme – yang mengakui baik peranan aktif personal maupun
masyarakat dan lingkungan dalam pembentukan pengetahuan.
Tidak seperti aliran-aliran terdahulu, idealisme, rasionalisme, empirisme
atau Obyektivisme meragukan kebenaran paradigma lama. Konstruktivisme
menyatakan bahwa pengetahuan seseorang adalah konstruksi (bentukan)
orang yang bersangkutan karena itu transfer pengetahuan dari guru kepada
siswa tidak mungkin.
2.4.2 Filsafat yang Melandasi

Giambatista Vico yang merupakan cikal bakal konstruktivisme


mengungkapkan filsafatnya “ Tuhan adalah pencipta alam semesta dan
manusia adalah tuan dari ciptaan”. “Mengetahui” berarti “mengetahui
bagaimana membuat sesuatu”. Artinya, seseorang dipandang mengetahui
jika ia dpt menjelaskan unsur-unsur yang membangun sesuatu itu serta
bagaimana membuatnya.
2.4.3 Pandangan Ontologi

Konstruktivitas menolak pandangan Obyektivisme (Empirisme) yang


menyatakan bahwa realitas itu ada terlepas dari pengamat dan dapat
diketahui melalui pengalaman. Menurut konstruktivisme, manusia tidak
pernah dapat mengerti realitas yang sesungguhnya secara ontologis.
Konstruktivisme memandang manusia dituntut aktif membangun sendiri
pengetahuannya.
2.4.4 Pandangan Epistemologi
2.4.4.1 Sumber Pengetahuan
Penganut Empirisme (misalnya Aristoteles, John Locke), sumber
pengetahuan adalah “dunia luar”, semua pengetahuan diturunkan dari
pengalaman atau observasi atas alam semesta.
2.4.4.2 Kriteria Kebenaran
Kriteria kebenaran diletakkan pada viabilitas.
2.4.4.3 Sifat pengetahuan
 Subjektif, pengetahuan lebih menunjuk kepada pengalaman seseorang
akan dunia daripada dunia itu sendiri.
 Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada
orang lain.
 Pengetahuan bukan barang mati yang sekaligus jadi, melainkan suatu
proses yang terus berkembang.
 Pengetahuan bersifat relatif, sebab itu nilai bagi konstruktivis juga
bersifat relatif.
2.4.5 Pandangan tentang Pendidikan
2.4.5.1 Pendidikan
Bagi Konstruktivis mengajar bukan kegiatan memindahkan pengetahuan
dari guru kepada murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan
siswa membangun sendiri pengetahuannya.
2.4.5.2 Tujuan Pendidikan
Tujuan pengajaran Konstruktivisme lebih menekankan pada
perkembangan konsep dan pengertian (pengetahuan) yang mendalam, jika
seseorang tidak mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri secara aktif
meskipun ia berumur tua, pengetahuannya akan tetap tidak berkembang
(Paul Suparno, 1997).
2.4.5.3 Kurikulum
Kurikulum bukan sebagai tubuh pengetahuan atau kumpulan keterampilan,
melainkan lebih sebagai program aktivitas dimana pengetahuan dan
keterampilan dalam dikonstruksikan.
2.4.5.4 Metode
Setiap pelajar memiliki cara sendiri untuk mengerti karena itu mereka
perlu menemukan cara belajar yang tepat. Dalam Konstruktivisme ini tidak
ada satu metode yang tepat.
2.4.5.5 Peranan Guru dan Peserta Didik
Guru dan peserta didik atau pelajar lebih sebagai mitra yang bersama-sama
membangun pengetahuannya.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.1.1 Progresivisme

Menurut pendapat beberapa filsuf, progresivisme adalah gerakan


pendidikan yang dilakukan oleh suatu perkumpulan yang dilandasi
konsep-konsep filsafat tertentu, dan sangat berpengaruh pada
pendidikan bangsa Amerika pada permulaan abad kedua puluh.

3.1.2 Esensialisme

Menurut pendapat beberapa filsuf, esensialisme merupakan


pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan
kestabilan.

3.1.3 Perenialisme

Perenialisme percaya mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma


yang bersifat abadi dalam kehidupan ini.

3.1.4 Konstruktivisme

Menurut pendapat beberapa filsuf, konstruktivisme merupakan aliran


filsafat yang tema utamanya berkenaan dengan hakikat pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyudin Dinn,dkk (2011). Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka

Wahyudhi,”Ilmupendidikan”(online).(http://kumpulanpemakalah.blogspot.co.id/2
014/10/ilmu-pendidikan.html) (diakses 21 September 2016)

Anda mungkin juga menyukai