Anda di halaman 1dari 21

1

LAPORAN KASUS
HEARING LOSS EC MEMBRAN
TIMPANI PERFORASI
Abstrak

Latar Belakang : Prevalensi gangguan pendengaran penduduk di atas 5 tahun


sebanyak 2,6 dari seluruh wilayah di Indonesia. Angka gangguan pendengaran
yang cukup tinggi mengancam terjadinya tuli sedang, berat sampai dengan sangat
berat. Selain itu, tuli kongenital terjadi pada 1-2 kelahiran. Ketulian bersifat
sensorineural dari ringan sampai sangat berat. Tujuan : Menambah kajian ilmu
hearing loss ec membran timpani perforasi. Hasil : Didapatkan keluhan
pendengaran berkurang telinga sebelah kanan, sejak kurang lebih 1 bulan yg lalu.
Pasien juga sering meminta lawan bicaranya untuk mengulang kata-katanya, serta
sulit untuk mengenali kata kata jika sedang di dalam keramaian, sehingga
mengganggu aktifitas sehari hari karena dirasakan penurunan pendengaran
semakin memberat. Pada pemeriksaan otoskop didapatkan adanya perforasi
membran timpani. Kesimpulan : Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
pasien didiagnosis dengan hearing loss ec membran timpani perforasi, sehingga
dilakukan operasi timpanoplasti.
Kata Kunci : hearing loss ec membran timpani perforasi
2

I. Latar Belakang

Prevalensi OMSK secara global masih sedikit dilaporkan, tetapi


diperkirakan 65-330 juta individu menderita OMSK. Prevalensi OMSK di
Indonesia secara umum adalah 3,9%. 4
OMSK paling banyak dilaporkan di negara-negara berkembang.
WHO membagi prevalensi OMSK secara global berdasarkan klasifikasi
regional. Negara dengan prevalensi paling tinggi (›4%) yaitu Tanzania,
India, Solomon Islands, Australia Aborigin dan Greenland. Negara dengan
prevalensi tinggi (2-4%) adalah Nigeria, Angola, Korea, Thailand,
Filipina, Malaysia, Vietnam, China dan Eskimo. Negara dengan prevalensi
rendah (1-2%) yaitu Brazil dan Kenya. Negara dengan prevalensi paling
rendah (‹1%) adalah Gambia, Saudi Arabia, Israel, Australia, Inggris,
Denmark, Finladia dan Amerika. 4
Otitis Media Supuratif Kronik Otitis media supuratif kronik
(OMSK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP) atau dalam sebutan
sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif kronik ialah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret
yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. 2
3

II. Laporan Kasus

Seorang wanita usia 30 tahun, datang ke poli THT-KL dengan


keluhan pendengaran berkurang telinga sebelah kanan, kemudian
mengeluhkan disertai keluar cairan sejak 11 tahun yang lalu SMRS. Pasien
mengeluh keluar cairan terus menerus dari telinga, cairan yang keluar dari
telinga tidak berbau, cairan berwarna kekuningan dan tidak terdapat darah,
keluar cairan semakin banyak pada saat pasien demam dan flu.
Pasien mengaku hobi berenang, riwayat sebelumnya pasien
mengaku sudah keluar cairan sejak sd, riwayat berobat kedokter
disangkal, riwayat minum obat disangkal, riwayat keluarga yang sakit
seperti ini disangkal, riwayat hipertensi, kolesterol, asam urat juga
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien compos mentis, keadaan
umum sakit sedang, tekanan darah 120/80 mmhg, respirasi 20x/m, nadi 88
x/m, spo2 98, suhu 36,4 0c. Inspeksi aurikula sinistra/dextra simetris +/+,
CAE sinistra/dextra tenang +/+, tidak didapatkan sekret, tidak didapatkan
nyeri tekan tragus, dan tidak didapatkan adanya serumen, pada
pemeriksaan otoskop didapatkan adanya perforasi membran timpani total.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan neutrofil batang
berjumlah 0. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien
didiagnosis dengan perforasi membran timpani etc barotrauma. Dan
direncanakan untuk dilakukan operasi timpanoplasti.
Setelah dilakukan operasi timpanoplasti aurikula dextra,
pendengaran pasien dirasa sudah tidak berkurang lagi, nyeri tekan daerah
mastoid juga disangkal, hanya nyeri tekan dibagian bekas jahitan operasi,
terdapat bercak darah pada bagian CAE aurikula dextra, tidak didapatkan
darah atau pun sekret dikapas penutup bekas operasi.
4

kemudian pasien ditatalaksana sebagai berikut :


1. Ceftriakson 3x1 gr cc
2. Ketorolac 3x30 gr cc
3. Ranitidin 2x1 gr cc
4. Observasi ttv
5. Observasi perdarahan
6. Mengganti kapas bekas operasi
5

III. Diskusi
A. Definisi
Otitis Media Supuratif Kronik Otitis media supuratif kronik
(OMSK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP) atau dalam sebutan
sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif kronik ialah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret
yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. 2
B. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal
dari nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga
tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal
merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft
palate dan down syndrome. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi
nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika
Serikat. 2
Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif
tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat bermanifestasi sebagai sekresi telinga kronis.2
C. Patofisiologi
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu.
Patofisiologi dari OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari
mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya
infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi
tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi.
Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya anak mendapat infeksi
telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda dengan dewasa
dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila
terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga
tengah berupa Otitis Media Akut (OMA). 1
6

Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika


proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh
penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya
jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di
ruang telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi,
infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan
merusak jaringan sekitarnya. 1
D. Anatomi Telinga Tengah
a) Telinga tengah berbentuk kubus dengan :5
b) Batas luar : membran timpani
c) Batas depan : tuba eustakhius
d) Batas bawah : vena jugular (bulbus jugularis)
e) Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
f) Batas atas :tegmen timpani (meningen/ otak)
g) Batas dalam :berturut-turut dari atas ke bawah kanalis
semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval
window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Gambar 1. Anatomi Telinga Tengah


7

Gambar 2. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani,
prosesus mastoideus, dan tuba eustakhius.5
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani
dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini
memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior
kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran
timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring
yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut
450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani berbentuk
kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum
timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak
refleks cahaya (cone of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :5
1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum
timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara
stratum kutaneum dan mukosum.
8

Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1


a. Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan
permukaan yang tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan
melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang
dari tulang temporal.
b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa.
Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
a) Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
b) Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat
sulkus ini dan bagian ini disebut insisura timpanika (rivini). Permukaan
luar dari membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis
dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh
nervus timpani cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan
dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang
merupakan cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa
telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri
maksilaris interna dan oleh stilomastoid cabang dari arteri aurikula
posterior.
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang
temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter
antero-posterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal
2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap,
lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :
a) Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus
(hammer/martil), inkus (anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
9

b) Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani)


dan otot stapedius (muskulus stapedius).
c) Saraf korda timpani.
d) Saraf pleksus timpanikus.
3. Prosesus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak
mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding
medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid
terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior
mastoid terdapat aditus ad antrum.
4. Tuba eustakhius.
Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba
faringotimpani berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran
yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang
dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan
medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5
mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3
bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).
Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga
tengah.Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan di telinga tengah
selalu sama dengan tekanan udara luar. Adanya fungsi ventilasi tuba
dapat dibuktikan dengan melakukan perasat Valsava dan perasat
Toynbee.
Perasat Valsava meniupkan dengan keras dari hidung sambil
mulut dipencet serta mulut ditutup. Bila Tuba terbuka maka akan
terasa ada udara yang masuk ke telinga tengah yang menekan
10

membran timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak boleh dilakukan


kalau ada infeksi pada jalur nafas atas.
Perasat Toynbee dilakukan dengan cara menelan ludah sampai
hidung dipencet serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan
terasa membran timpani tertarik ke medial. Perasat ini lebih fisiologis.
E. Fisiologi Pendengaran
Pendengaran bergantung pada kemampuan telinga mengubah
gelombang suara di udara menjadi deformassi mekanis sel-sel rambut
reseptif, yang kemudian memicu sinyal saraf.gelombang suara di salurkan
memalui saluran telinga luar ke membran timpani yang bergetar singkron
dengan gelombang tersebut. Tulang-tulang telinga tengah menjembatani
celah antara membran timpani dengan telinga dalam untuk memperkuat
getaran membran timpani dan menyalurkan ke jendela oval, yang
getarannya menimbulkan perabatan gelombang ke cairan koklea. Getaran
diteruskan melalui membran reissener yang mendorong endolimfa dan
membran basal ke arah bawah, perilimfa dalam skala timpani akan
bergerak sehingga tingkap (foramen rotundum) terdorong ke arah luar.
Deformasi mekanis sel rambut spesifik di daerah membrane basilaris yang
bergetar maksimal ini diubah menjadi sinyal saraf yang di transmisikan ke
korteks pendengaran di lobus temporalis otak untuk persepsi suara.5
F. Faktor Resiko
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal
dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai
telinga tengah melalui tuba eustakhius. Fungsi tuba eustakhius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
palatoskisis dan sindrom down. Adanya tuba patulous, menyebabkan
refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di
Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang
relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral, seperti
hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul
sebagai infeksi telinga kronik.2
11

Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :1,2,3


1) Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum
jelas, tetapi terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK
dan sosio ekonomi, dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki
insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal
ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat
tinggal yang padat.
2) Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama
apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih
kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.

3) Otitis media sebelumnya


Secara umum dikatakan otitis media kronik merupakan
kelanjutan dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi,
tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan
berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronik
4) Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronik sering
disebabkan oleh campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik
yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini. Kuman
penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas
aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp.20% dan Staphylococcus
aureus 25%. Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit
berbeda dengan kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang
ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal dari luar yang masuk
ke lubang perforasi tadi.
12

5) Infeksi saluran nafas atas


Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi
infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa
telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap
organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6) Gangguan fungsi tuba eustakhius
Hal ini terjadi pada otitis kronik aktif, dimana tuba eustakhius
sering tersumbat oleh edema. Beberapa faktor-faktor yang
menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang
mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustakhius yang mengurangi
penutupan spontan pada perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan
melalui mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami
pertumbuhan yang cepat di atas sisi medial dari membran timpani
yang hal ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
G. Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronik.
1. Tipe Tubotimpani (Tipe Jinak)
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral
atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan
keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan
ini terutama patensi tuba Eustachius, infeksi saluran nafas atas,
pertahankan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan
daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob
dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi
sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan
dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah
pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. 1
13

Penyakit tubotimpani terbagi berdasarkan aktivitas sekret yang


keluar : 1
a) penyakit aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari
kavum timpani secara aktif.
b) Penyakit tidak aktif (tenang) ialah keadaan kavum timpani
terlihat basah atau kering.
2. Tipe Atikoantral (Tipe Ganas)
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya.
Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya
dengan terbentuknya 8 kantong retraksi yang mana bertumpuknya
keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Bentuk perforasi membran
timpani adalah : 1
1. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero-
inferior, postero-inferior dan posterosuperior, kadang-
kadang sub total.
2. Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran timpani
dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan
dengan kolesteatoma.
3. Perforasi atik Terjadi pada pars flasida, berhubungan
dengan primary acquired cholesteatoma .
Primary acquired cholesteatoma adalah
kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi
membran timpani. Kolesteatoma timbul akibat proses
invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat
adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya
gangguan tuba (teori invaginasi).
Secondary acquired cholesteatoma terbentuk setelah
perforasi membran timpani. Kolesteatoma terbentuk
sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga
atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga
14

tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa


kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama
(teori metaplasia) .
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna: 1
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari
kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatoma)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatoma.
H. Penegakan diagnosis Otitis Media Supuratif Kronik
Pada prinsipnya berpedoman atas hasil dari pemeriksaan klinis
(anamnesis dan pemeriksaan fisik) serta dapat dibantu dengan
pemeriksaan penunjang lain. Dari anamnesis didapatkan riwayat otorea
menetap atau berulang lebih dari 2 bulan. OMSK yang terbatas di telinga
tengah hanya menyebabkan tuli konduktif. Bila terdapat tuli campur dapat
menandakan komplikasi ke labirin. 3
I. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi,
dimana pengobatan dapat dibagi atas : 3
1. Konservatif
2. Operasi
a. OMSK Benign Tenang, keadaan ini tidak memerlukan
pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air
jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila
fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang
serta gangguan pendengaran.
b. OMSK Benign Aktif, prinsip pengobatan OMSK adalah:
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani. Tujuan
pembersihan telinga adalah membuat lingkungan yang tidak
sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret
15

telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan


mikroorganisme.
2. Pemberian antibiotika :
a. topikal antibiotik ( antimikroba)
b. sistemik.
c. OMSK Maligna
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi.
Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah
merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada
beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat
dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benign
atau maligna, antara lain:1
1.Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach
tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara
permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang
lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
16

Gambar 3.Alogaritma Tatalaksana OMSK

Gambar 4. Alogaritma 1
17

F. Jenis Pembedahan
Pada OMSK Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi
yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronik, baik tipe
aman atau bahaya, antara lain mastoidektomi sederhana, mastoidektomi
radikal, mastoidmodifikasi, miringoplasti, timpanoplasti, pendekatan
ganda timpani plasti . 1
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya
infeksi atau kolesteatoma, sarana yang tersedia serta pengamanan operator.
Sesuai dengan luasnya infeksi atau luas kerusakan yang sudah terjadi,
kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau
dimodifikasinya. 1
a. Mastoidektomi Sederhana

Mastoidektomi dilakukan untuk menghilangkan sel-sel udara


mastoid yang sakit. Sel-sel ini berada di suatu rongga di tengkorak, di
belakang telinga. Sel-sel yang sakit sering hasil dari infeksi telinga
yang telah menyebar ke dalam tengkorak. Operasi ini dilakukan pada
OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh.
Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid
dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan
telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki (Soepardi, 2007). Ahli bedah membuka tulang mastoid,
menghilangkan sel-sel udara yang terinfeksi, dan menguras telinga
tengah.

b. Mastoidektomi Radikal

Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau


kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan
kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding
batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi
satu ruangan. Operasi untuk pengelolaan kolesteatoma luas
18

melibatkan exenteration dari sisa sel mastoid udara dan penghapusan


posterior dan dinding superior kanal auditoriektomi radikal dengan.

c. Mastoidektomi Radikal dengan Modifikasi (operasi Bondy)

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di


daerah atik, tetap belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga
mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Ini adalah bentuk kurang parah dari mastoidektomi radikal. Tidak
semua tulang telinga tengah dikeluarkan dan gendang telinga tersebut
dibangun. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yag
masih ada.

d. Miringoplasti Miringoplasti

Operasi khusus dirancang untuk menutup membran timpani


yang rusak. Pendekatan untuk telinga dapat dilakukan dengan
transkanal, endaural, atau retroauricular. Pendekatan transkanal
membutuhkan pencahayaan yang lebih sedikit bedah dan
menyebabkan penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah
keterbatasan potensi eksposur. Pendekatan endaural dapat
meningkatkan eksposur di telinga dengan jaringan lunak lateral atau
tulang rawan tumbuh dengan cepat, tapi sekali lagi, ia cenderung
untuk membatasi pandangan bedah. Pendekatan retroauricular
memungkinkan untuk eksposur maksimal tetapi membutuhkan
sayatan kulit eksternal.

e. Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan


kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa
ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah
untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Timpanoplasti dilakukan untuk memberantas penyakit dari telinga
19

tengah dan merekonstruksi mekanisme pendengaran, dengan atau


tanpa okulasi dari membran timpani. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi
tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe
II, III, IV dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu
dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang
pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan operasi ini
terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.

f. Timpanoplasti dengan Pendekatan Ganda (Combine Approach


Tympanoplasty)

Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang


dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman
dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa
melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding
posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatoma dari jaringan
granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined
approach) yaitu melalui liang telinga dari rongga mastoid dengan
melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK
tipe bahaya belum disepakati para ahli. Oleh karena sering terjadi
kambuhnya kolesteatoma kembali.
20

IV. Kesimpulan
Pasien wanita usia 30 tahun, dengan keluhan penurunan
pendengaran serta disertai keluar cairan terus menerus dan tidak berbau
ataupun berdarah sejak 11 tahun yang lalu, pasien mengaku hobi berenang,
pada saat pemeriksaan otoskop didapatkan adanya perforasi membran
timpani. Dan pasien ditatalaksana sesuai alogaritma terapi.
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti R D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam :


Soepardi EA, Iskandar HN editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2014.
2. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.
3. Suardana W. Patogenesis dan diagnostik Otitis Media Supuratif Kronik.
Dalam Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik,
Sinusitis dan Demo Operasi Timpanoplasti. Denpasar: Lab/SMF THT FK
Unus/RS Sanglah; 2003.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Panduan praktik klinis bagi
dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2014.
5. Sherwood,Lauralee. 2014. Fisiologi manusia :dari sel ke sistem. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai