Anda di halaman 1dari 7

TUGAS LITERATURE REVIEW

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran yang dibina oleh
Bapak Dr. Burhanuddin, M.Ed, Ph.D

Oleh :
BIANCA ERRICO PUTRA S. (180311612628)
DIAN WAHYU ALFIANANDA (180311612571)
REFAH MAULIDIYAH (180311612604)
UMMI LATHIFAH (180311612658)
UMMY LATIFAH (180311612536)
VIA AGUSTINA (170341615085)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MIPA
2019
Daftar Pertanyaan:

1. Apa tujuanmu menjadi guru?


2. Apa yang menjebabkanmu ingin menjadi guru?
3. Tanggung jawab apa saja yang diemban oleh guru?

Tidak ada solusi sederhana untuk mengubah pendidikan dan tidak ada formula ajaib untuk
mengajar generasi muda. Mengajar adalah kerja keras. Keberhasilan dalam pengajaran
membutuhkan pemahaman tentang anak-anak, visi untuk masa depan mereka, dan strategi
untuk menghubungkan siswa dengan visi itu, diantaranya dengan cara menarik perhatian siswa
dengan pelajaran yang terkait dengan minat siswa,melibatkannya dalam kegiatan sehingga rasa
ingin tahu dan keaktifan siswa meningkat. Dan meningkatkan kemampuan bersosial. Kegiatan
belajar adalah kegiatan sosial. Siswa mampu mendapatkan nilai akademis yang baik ketika
mereka bisa membangun komunikasi yang baik dengan guru dan teman.

Fingerpointing sudah tidak asing lagi bagi kita. Kita tahu bahwa hal itu tidak membantu.
Universitas menyalahkan sekolah menengah. Guru sekolah menengah menyalahkan guru
sekolah dasar. Guru sekolah dasar menyalahkan prasekolah dan orang tua. Orang tua
menyalahkan sekolah dan guru. Daripada berfokus untuk saling menyalahkan satu sama lain
atas apa yang tidak berhasil, alangkah lebih baik jika kita perlu menemukan dan menerapkan
ide yang akan membuat perubahan dan menghapuskan fingerpointing.

Untuk mendapatkan ide tersebut mari kita tinjau filosofi pendidikan dari beberapa tokoh

1. Filosofi Pendidikan oleh John Dewey


John Dewey, salah satu pemikir paling penting tentang pendidikan dalam sejarah A.S.,
membuat daftar keyakinan dasarnya pada tahun 1890-an. Dia menyebutnya “pedagogic
creed”. Menurut Dewey, siswa belajar dari seluruh pengalaman mereka di sekolah, bukan
hanya hal khusus yang mereka pelajari di kelas. Mereka belajar dari apa yang mereka
pelajari, bagaimana mereka belajar, dengan siapa mereka belajar, dan bagaimana mereka
diperlakukan. Bagi Dewey, penerapan kebebasan dalam masyarakat demokratis tergantung
pada pendidikan. Dia mengidentifikasi kebebasan dengan "kekuatan untuk mencapai
tujuan" atau mencapai tujuan individu dan sosial. Kebebasan semacam ini membutuhkan
kebiasaan berpikir yang kritis, kritis, dan disiplin. Itu mencakup kecerdasan, penilaian, dan
pengendalian diri. Dewey percaya bahwa gerakan demokratis untuk pembebasan manusia
diperlukan untuk itu mencapai distribusi kekuatan politik yang adil dan "sistem kebebasan
manusia yang adil."
2. Filosofi pendidikan yang disampaikan oleh Paulo Freire, Pendidikan adalah proses diskusi
berkelompok secara berkelanjutan yang membuat masyarakat cukup memungkinkan untuk
memperoleh ilmu pengetahuan secara kolektif sehingga bisa memberi perubahan untuk
kehidupan sosial. Freire juga mengutip pada teori Dewey untuk mengarahkan mindset siswa
menjadi makhluk yang selalu kritis pada asal-muasal atau sebab dari terjadinya sesuatu hal.
Beliau juga cukup prihatin ketika mengetahui bahwa keadaan pendidikan yang sedang eksis
saat ini justru menghasilkan ketidaksetaraan esensi didalamnya.
3. Filosofi Pendidikan oleh Septima Clark. Menurut Clark, salah satu kegagalan dalam
hidupnya adalah ketika memaksa siswa menjadi sesuatu yang tidak mereka inginkan dan
tidak pernah mereka sanggupi sebelumnya. Ketika kita harus membuat siswa menuruti dan
membersamai, padahal kita tidak bisa memaksa mereka terjun ke berbagai hal. Termasuk
menuruti apa yang kita arahkan.
4. Filosofi Pendidikan oleh Penggagas Lain
Michael Apple (1979) menawarkan sebuah gagasan didalam project “kurikulum
tersembunyi”.
Howard Gardner menjelaskan teori miliknya, yakni “mulitple intelligences” atau yang
seringkali disebut tentang penyediaan dan pengembangan potensi siswa secara menyeluruh.
Sleeter juga menyampaikan tentang pendekatan multi-budaya yang menjunjung tinggi
perbedaan dan status sosial
Kohl menunjukkan bagaimana cara mengarahkan sistem yang belaku dan
mengembangkannya dengan memanfaatkan “kreatifitas ketika tidak mampu untuk
menyesuikan diri.”

Lantas bagaimana sebuah ide membentuk pembelajaran? Banyak orang berpikir bahwa
bahasa adalah sesuatu yang statis, tidak berubah, dan seperti fotografi. Namun bahasa
sepertinya lebih mengarah ke film yang di dalamnya terdapat gambar bergerak. Kosa kata baru
banyak diciptakan, ditemukan, atau diserap bahkan tata bahasa pun ikut berkembang. “ Guru
baru secara tipikal mampu memberikan tugas mengajar paling menantang dan dibiarkan
tenggelam tanpa dukungan. Kemudia guru baru juga ditempatkan di sekolah pedalaman dan
mengajar siswa yang sulit diajar, serta gutu baru sering menghadapi permasalahan sendiri tanpa
bantuan kolega”. Universitas Pendidikan Hofra memberikan suatu cara yaitu bahwa menjadi
guru yang sukses diperlukan kemampuan berempati pada siswa dan memiliki ikatan pribadi
untuk meningkatkan hubungan sosial antara guru dan siswa agar tercipta kondisi kelas yang
baik.

Beberapa contoh kasus mungkin akan meningkatkan pemahaman dan membantu kita untuk
mendapatkan jawaban atas pertanyaan kita di awal.

1. “Mimpi dan harapan saya” oleh Christina Agosti-Dircks


Chris adalah seorang guru pendidikan khusus di suatu sekolah perkotaan. Ia besar
di lingkungan pinggiran kota yang makmur. Orang tuanya adalah imigran Italia dan
keluarganya adalah Katolik Roma yang sangat religius. Sebagai mahasiswa, Chris
memutuskan bahwa dia perlu bertindak berdasarkan keyakinannya. Dia menjadi
relawan literasi di sekolah anak-anak migran yang mengalami kesulitan bahasa inggris,
menjadi seorang sahabat dari remaja bolos yang membutuhkan seseorang yang peduli
kepadanya, menjadi relawan dapur umum yang mengantarkan makanan dan seorang
relawan di Rumah Sakit Palang Merah setempat untuk para tunawisma. Pengalaman-
pengalaman ini menyadarkannya bahwa kemiskinan materi dan spiritual benar – benar
ada untuk pertama kali di hidupnya. Terlebih ketika ia melihat wajah seorang anak kecil
yang dengan penuh perhatian mengintip keluar dari balik jendela kotor sebuah rumah
reyot. Pemandangan itu membangkitkan Chris untuk mengubah peluang hidup anak-
anak yang merasa terjebak dan pasrah pada kehidupan mereka. Dia ingin menggunakan
hidupnya untuk “membantu mereka menemukan cahaya di dalam diri mereka” seperti
yang ditulis Paulo Freire. Namun pada saat itu, Chris sempat kehilangan kepercayaan
diri. Apakah sebagai seorang kulit Putih, perempuan kelahiran pinggiran kota dia bisa
menjadi guru di perkotaan? Untuk menghilangkan keraguannya Chris mendaftar di
sebuah kursus dengan seorang guru yang memberinya kesempatan untuk mencoba
mengajar selama 2 minggu di sekolah menengah tempat guru tersebut mengajar di
Brooklyn. Saat memasuki kelas, berinteraksi dengan siswa, dan mulai terbiasa dengan
atmosfer kehidupan sekolah di kota. Hal itu menghilangkan keraguannya dan
membangkitkan kepercayaan dirinya.
2. “Ras dan Politik dan Pendidikan A.S.” oleh Howard Fuchs
Howard Fuchs tumbuh dalam keluarga Yahudi yang religius di lingkungan
pinggiran kota kelas menengah kulit putih. Ia menuntut ilmu di sebuah perguruan tinggi
jurusan hukum dan politik. Ketika dia selesai kuliah, orang tuanya berharap dia menjadi
pengacara. Sebaliknya, ia memutuskan untuk mengajar sekolah menengah.
Awalnya Howard percaya bahwa mereka yang miskin atau yang diklaim diskriminasi
adalah orang-orang yang tidak ingin bekerja keras. Namun kepercayaan itu berubah
ketika ia memasuki dunia perkuliahan. Howard adalah seorang mahasiswa jurusan
politik, namun ketika ia duduk di kelas untuk membahas ras dan politik ia merasa bahwa
kelas tersebut kelas paling tidak nyaman yang pernah ia ambil. Ketika seorang profesor
kulit putih berbicara tentang rasisme di Amerika, siswa kulit putih di kelas memilih kata-
kata dengan hati-hati ketika menjawab pertanyaan dan melihat pelajar kulit hitam untuk
memastikan bahwa mereka tidak mengatakan hal yang salah. Tetapi dia bingung ketika
melihat profesor malah bertindak lebih buruk daripada siswa. Pelajar kulit hitam
memberitahunya bahwa kelas ini adalah pertama kalinya dia merasa seperti orang kulit
hitam, pertama kalinya ia diperlakukan berbeda karena warna kulitnya.
Howard berusaha mencari cara bagaimana ia akan memberi tahu orang tuanya
bahwa sekolah hukum bukan untuk dirinya. Dia juga telah menemukan apa yang ingin
dia lakukan dengan hidupnya. Hal ini bermula ketika sekolah hukum mengirimnya
untuk bersosialisasi dengan siswa sekolah menengah tentang sistem peradilan pidana.
Dia mengunjungi sebuah sekolah di salah satu lingkungan termiskin di Brooklyn, New
York. Howard merasa prihatin sebab situasi sosial ekonomi seorang anak menentukan
kualitas pendidikan yang mereka terima. Dimana anak-anak yang sebenarnya
membutuhkan sumber daya tambahan malah tidak mendapatkannya. Pengalaman ini
menginspirasinya untuk ingin mengajar dan dia memutuskan untuk mendaftar di
sekolah program pendidikan. Selama magang untuk mengajar, howard mengenal salah
satu guru terbaik yang sangat kooperatif. Guru tersebut mengajari semua tentang
organisasi kelas kepada howard dengan selalu memberikan motivasi. Dari situ howard
paham bahwa tugasnya adalah memotivasi siswa agar mau belajar dan bersikap
kooperatif dengan apa yang akan kami pelajari. “Dalam pengalaman saya, banyak guru
meremehkan pentingnya motivasi.” Kata Howard.
3. Saya ingin memberi timbal balik ke lingkungan saya oleh Pedro Sierra
Pedro Sierra adalah seorang guru ilmu sosial di sekolah menengah tengah kota
yang bermasalah. Perdro tinggal di Ghetto, disana ibunya menjadi pecandu narkoba dan
pecandu alkohol yang terinfeksi dengan HIV. Setelah ibunya meninggal pada saat
usianya 14 tahun Pedro dan adik laki-lakinya hidup sebatang kara. Mereka tinggal di
kamar berperabotan yang tidak lebih dari lubang tikus. Mereka bertahan dengan
menjual narkoba, nomer togel, senjata atau merampok rumah. Meskipun awalnya dia
berusaha keras untuk keluar ghetto, Pedro memutuskan untuk kembali ke
lingkungannya itu untuk mengajar, hidup, dan membesarkan keluarga. Dia merasa
bahwa dia telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menghancurkan
lingkungannya. Sekarang saatnya Pedro mendedikasikan sisa hidupnya untuk
menjadikan tempat itu lebih baik. Itu panggilan hatinya. Itulah sebabnya Pedro ada di
sana.
4. Kewajiban moral untuk peduli tentang orang lain oleh Gayle Meinkes-Lumia
Dari beberapa cerita yang telah disampaikan. Dapat disimpulkan bahwa ketika
seseorang pertama kali mulai mengajar, ia mencoba melakukan semua hal-hal seperti
yang pernah ia pelajari di kelas, mulai dari metode, teknik, strategi dicoba namun tidak
ada yang berhasil. Mereka pikir mereka gagal. Namun seiring berjalannya waktu
mereka mulai menemukan cara mereka sendiri untuk menjadi seorang guru yang baik.
Anda tidak bisa menjadi orang lain. Anda harus menjadi diri Anda sendiri.
5. Mengajar sebagai tindak an perlawanan oleh Michael Pezone
Michael Pezone telah mengajar di sekolah menengah pertama dan sekolah
menengah di New York City. Dia adalah laki-laki kulit putih, dari keluarga Amerika-
Italia kelas pekerja, yang tumbuh di komunitas pinggiran dengan orang-orang dari latar
belakang yang sama. Dia kuliah di perguruan tinggi Ivy League, bekerja di dunia
korporat, dan di usia pertengahan 30-an, memutuskan untuk memulai karier kedua
sebagai guru sekolah menengah. Sebuah radikal politik dan intelektual, ia tidak puas
dengan tingkat akademik dan keterbatasan ideologis sebagian besar siswa dan profesor
dalam program pendidikan guru yang ia hadiri. Karena kepercayaan politiknya, ia
memilih untuk mengajar siswa di distrik sekolah pinggiran kota yang mayoritasnya
minoritas. Setelah serangkaian wawancara kerja yang gagal, ia memilih posisi mengajar
di ”kota.”
6. Iman kepada tuhan memberi aku keyakinan pada diri sendiri oleh Deon Gordon Mitchell
Deon Gordon Mitchell lahir di komunitas pedesaan di pulau Jamaika di Karibia.
Dia dibesarkan oleh kakek-neneknya sampai dia bergabung dengan ibunya di New
York City ketika dia berusia 14 tahun. Deon adalah seorang guru sekolah menengah
dan sangat berkomitmen pada Gereja Pentakosta-nya. Dia bekerja dengan kelompok
pemuda gereja dan menulis artikel untuk buletin membahas pentingnya pendidikan.
Deon percaya bahwa dengan Tuhan di sisinya, "hidupku dipenuhi dengan harapan dan
cinta." Dia mengajar kaum muda di sekolah dan di gereja "untuk mengisi hidup mereka
dengan harapan dan cinta”.
Seseorang ingin menjadi guru karena adanya kesadaran dan dorongan dari hatinya untuk
menciptakan perubahan, mengabdikan dirinya pada masyarakat, terinspirasi seseorang, berbagi
pengetahuan, sebagai salah satu cara untuk menjadi manusia yang berguna sesuai ajaran
agama, dan masih banyak lagi. Dan tujuan utama guru adalah setiap siswa di kelas saya harus
menjadi manusia yang berpikir, peduli, terpelajar, dan warga negara aktif yang membantu
membentuk komunitas, masyarakat, dan dunia kita. Jika ini tidak realistis dan merusak apa
yang benar-benar penting dalam pendidikan, saya dengan senang hati mengaku bersalah.

Daftar Pustaka
Singer, J. Alan. 2003. Teaching to Learn, Learning to Teach: A Handbook for Secondary

School Teachers. London : Lawrence Erlbaum Associates.

Anda mungkin juga menyukai