SULINDAC
Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH :
AFRIAN RAHMANDA
I 211 10 021
FAKULTAS KDOKTERAN
UNIVESITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
1. Latar Belakang
Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) merupakan salah satu golongan obat yang
banyak digunakan oleh masyarakat baik yang diresepkan oleh dokter maupun yang dijual
bebas. Golongan obat AINS dapat digunakan untuk pengobatan inflamasi dan nyeri.
Nyeri merupakan suatu keadaan tidak nyaman yang ditimbulkan oleh aktivasi dan
sensitisasi sistem nosiseptif, baik perifer maupun sentral. Dalam keadaan normal,
reseptor tersebut tidak aktif. Dalam keadaan patologis, misalnya inflamasi, nosiseptor
munculnya nyeri.
NSAIDs adalah singkatan dari Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs. Obat ini
merupakan obat yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri (analgetik) dan
menurunkan demam (antipiretik). Jika diberikan dalam dosis yang lebih tinggi, obat ini
memiliki efek anti radang atau anti inflamasi. Kata “non-steroidal” membedakan obat ini
dengan obat steroid yang memiliki efek yang sama. Obat ini bukan golongan obat
narkotika.
Mekanisme utama obat golongan NSAIDs adalah menghambat enzim COX dan
menurunkan produksi prostaglandin di seluruh tubuh, sehingga proses radang, nyeri, dan
dan pembekuan darah pun menurun sehingga penggunaan NSAIDs dapat mengakibatkan
Berdasarkan hal ini, maka para ahli membuat obat NSAIDs yang hanya
menghambat enzim COX-2 saja (karena enzim COX-1 memiliki peranan positif dalam
tubuh). Obat ini dinamakan COX-2 inhibitor. Sebelum obat ini ditemukan, obat golongan
NSAIDs mengakibatkan ulkus lambung. Dengan ditemukannya obat ini, diharapkan
peradangan dan rasa nyeri dapat dikurangi tanpa mengakibatkan ulkus lambung atau
gangguan pembekuan darah. Namun memang tidak ada obat yang sempurna. Obat
NSAIDs COX-2 inhibitor ini ternyata mengkibatkan efek samping buruk bagi jantung
sehingga ada beberapa golongan yang ditarik dari pasaran. Penggunaan obat COX-s
inhibitor hanya terbatas pada pasien yang memiliki risiko tinggi terbentuknya ulkus
lambung, dan tidak digunakan pada pasien yang memiliki penyakit jantung.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
tubuh manusia.
4. Tinjauan Pustaka
a. Sulindac / Clinoril
molekul 356,42. Sulindac merupakan senyawa kristal kuning, merupakan asam organik
lemah praktis tidak larut dalam air di bawah pH 4.5, tapi sangat larut sebagai garam
2001) :
a. Osteoarthritis
ditunjukkan oleh pengukuran klinis yang meliputi : penilaian oleh kedua pasien dan
bantalan berat dan nyeri pada gerak aktif dan pasif ; peningkatan mobilitas sendi ,
Dalam studi klinis di mana dosis yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien ,
CLINORIL 200 hingga 400 mg per hari terbukti sebanding dalam efektivitas aspirin
2400-4800 mg per hari . CLINORIL secara umum ditoleransi dengan baik , dan
pasien itu memiliki insiden lebih rendah secara keseluruhan dari total efek samping ,
b. Rhematoid Arthritis
sulindac ditunjukkan oleh pengukuran klinis yang meliputi: penilaian oleh kedua
pasien dan penyidik respon secara keseluruhan; pengurangan nyeri sendi secara
pengurangan rasa nyeri pada siang dan malam; penurunan waktu yang dibutuhkan
untuk berjalan kaki 50; peningkatan kekuatan pegangan; pengurangan nyeri sendi;
pengurangan bengkak yang terjadi; dan peningkatan fleksi dan ekstensi pergelangan
tangan.
Pada awalnya, mekanisme kerja obat ini belum jelas. Namun setelah dilakukan
berbagai penelitian, para ahli memiliki gambaran mengenai mekanisme kerja NSAIDs.
Prostaglandin adalah suatu senyawa kimia yang diproduksi oleh sel tubuh yang
mengakibatkan rasa nyeri, panas badan, peradangan, berperan dalam proses pembekuan
darah dan melindungi lambung dari asam. Dalam proses pembentukannya, prostaglandin
ini berperan menghasilkan prostaglandin yang memiliki fungsi tertentu. Enzim COX-1
lambung dari asam. Enzim COX-2 terdapat dalam sel darah putih; berfungsi mengontrol
Mekanisme utama obat golongan NSAIDs adalah menghambat enzim COX dan
menurunkan produksi prostaglandin di seluruh tubuh, sehingga proses radang, nyeri, dan
dan pembekuan darah pun menurun sehingga penggunaan NSAIDs dapat mengakibatkan
Berdasarkan hal ini, maka para ahli membuat obat NSAIDs yang hanya menghambat
enzim COX-2 saja (karena enzim COX-1 memiliki peranan positif dalam tubuh). Obat
ini dinamakan COX-2 inhibitor. Sebelum obat ini ditemukan, obat golongan NSAIDs
dan rasa nyeri dapat dikurangi tanpa mengakibatkan ulkus lambung atau gangguan
pembekuan darah. Namun memang tidak ada obat yang sempurna. Obat NSAIDs COX-2
inhibitor ini ternyata mengkibatkan efek samping buruk bagi jantung sehingga ada
beberapa golongan yang ditarik dari pasaran. Penggunaan obat COX-s inhibitor hanya
terbatas pada pasien yang memiliki risiko tinggi terbentuknya ulkus lambung, dan tidak
Setiap obat yang mengganggu proses dasar tubuh, seperti sintesis prostaglandin,
biasanya punya efek samping, dan NSAID pun tidak terkecuali. NSAID mempunyai efek
anti penggumpalan darah yang dapat bermamfaat untuk mencegah thrombosis dalam
arteri meski pada beberapa kasus bisa berbahaya. Sisi positifnya dosis kecil harian dari
obat, seperti aspirin, bisa menurunkan resiko serangan jantung, akan tetapi pada cedera
mata misalnya, dengan sedikitnya kebocoran darah ke dalam cairan mata, NSAID tidak
boleh diberikan. Pemakaiannya bisa beresiko perdarahan yang sangat parah di dalam
mata dan mengancam fungsi mata. Satu tablet Aspirin dapat menggandakan masa
Efek samping yang paling umum dan paling dikenal dari NSAID adalah sakit perut,
sering kali dengan mual dan diare. Gejala ini terutama akibat iritasi lambung karena
hilangnya efek pelindung prostaglandin dinding lambung. Kadang efek ini begitu parah
sehingga menyebabkan tukak lambung dan bahkan lubang. Karenanya, penderita dengan
riwayat sakit pencernaan dan tukak harus menghindari NSAID. Prostaglandin membantu
uterus berkontraksi saat persalinan. Jadi, pemakaian NSAID selama persalinan seperti
memperpanjang proses persalinan itu sendiri. Efek samping lainnya adalah ruam alergi,
gangguan tidur, sakit kepala, pening. Kadang kadang NSAID mengganggu produksi sel
darah putih dalam sistrem imun. Alergi aspirin jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada
orang dengan alergi lain. Keadaan ini dapat menybabkan reaksi yang mengejutkan dan
Dalam penanggulangan rasa sakit dan gejala inflamasi lainnya pada seorang
penderita, kesempatan untuk mengetahui apakah penderita rawan efek samping OAINS
setelah mendapat AINS lebih baik dari pada tidak mendapat pengobatan. AINS memiliki
berbagai efek yang merugikan, termasuk efeknya pada saluran cerna dan ginjal, namun
kejadian efek samping ini berbeda diantara AINS yang ada dipasaran. Perbedaan ini
sering menjadi factor utama dalam pemilihan AINS oleh para dokter. Efek samping
merupakan efek samping AINS yang paling penting. Bila yang menjadi
permasalahan adalah efek iritasi langsung pada lambung, dapat diberikan sediaan oral
celecoxib dan rofecoxib. Usaha lain adalah mengunakan sediaan AINS per-oral
topical (salep). Namun usaha ini belum mampu menurunkan kejadian tukak lambung.
Meskipun dinyatakan bahwa AINS yang selektif menghambat COX-2 celecoxib dan
rofecoxib sangat minimal mencederai mukosa saluran cerna, hasil kajian Fiorucci
dkk (2003) menunjukkan bahwa bila celecoxib digabung dengan asetosal maka
saluran cerna.
Pengembangan sediaan AINS dengan hambatan sangat selektif COX-2 celecoxib dan
rofecoxib membuat para dokter untuk lebih peduli dengan peran masing-masing
COX-1 dan COX-2 pada faal ginjal. Bukti menunjukkan bahwa hambatan aktivitas
COX-2 akan menyebabkan retensi natrium. Hal ini sudah tentu dapat meninggikan
tekanan darah penderita. Lebih lanjut, kejadian edema pada penderita osteoartritis
yang mendapat sediaan AINS dengan hambatan sangat selektif COX-2 menunjukkan
darah penderita hipertensi. Hal ini menjadi lebih berarti mengingat tingginya
analisis sebelumnya oleh Pope dkk (1993) menunjukkan bahwa peninggian mean
arterial pressure pada penderita hipertensi yang mendapat indometasin adalah 3.59
mean arterial pressure pada mereka yang mendapat ibuprofen (0.83 mm Hg),
piroxicam (0.49 mm Hg), dan sulindac (0.16 mm Hg) relatif sangat minimal. Data
yang ada berkaitan dengan penggunaan AINS dengan hambatan selektif COX-2 pada
tekanan darah penderita hipertensi sangat terbatas. Graves dan Hunder (2000)
tekanan darah sistol (18 - 51 mmHg) dan diastole (10 - 22 mmHg) yang cukup besar.
dan piroksikam) meskipun diberikan dalam bentuk salep (gel) tetap mampu
darah. Namun sampai saat ini baru Crofford dkk (2000) yang melaporkan temuan
mereka adanya trombosis pada penderita yang diobati dengan celecoxib. Bersamaan
sangat selektif.
5. Pembahasan
a. Farmakodinamik
aktivitas, analgesik dan antipiretik. Mekanisme aksinya seperti itu NSAID lainnya,
prostaglandin sintetase.
b. Farmakokinetik
i. Absorpsi
ii. Distribusi
terutama pada albumin. Protein plasma ini mengikat sulindang dalam rentang
sulindac dalam plasma. Konsentrasi plasma dalam plasenta dan janin kurang
iii. Metabolisme
hadir sebagai senyawa yang tidak berubah dalam plasma dan berfungsi sebagai
manusia.
hewan. Studi pada manusia juga menunjukkan bahwa resirkulasi dari sulindac
obat induk dan metabolit sulfon lebih luas dibandingkan dengan sulfida
metabolit aktif. Sulfida metabolit aktif menyumbang kurang dari enam persen
iv. Eliminasi
dalam urin bersama dengan metabolit sulfon yang terkonjugasi. Kurang dari
1% dari dosis yang diberikan dari sulindac muncul dalam urin sebagai
6. Kesimpulan
analgetika, Salah satu analgetika pilihan adalah AINS. Namun, tiap AINS memiliki
kekhasan farmakokinetik (ikatan protein dan waktu paruh) dan farmakodinamik
tidak lebih superior dibandingkan AINS yang ada, secara farmakologi menggunakan
AINS yang cepat diabsorpsi akan memberikan efek lebih dini, dan sediaan dengan
waktu paruh yang pendek akan terhindar dari kemungkinan akumulasi obat dan
COX-2 bebas dari efek samping pada saluran cerna dan berbagai efek samping
farmakologi dalam pemilihan AINS sebagai antinyeri rematik secara rasional adalah
1) AINS terdistribusi ke sinovium, 2) mula kerja AINS segera (dini), 3) masa kerja
AINS lama (panjang), 4) bahan aktif AINS bukan rasemik, 5) bahan aktif AINS
7. Saran
memiliki beberapa efek samping yang dapat membahayakan tubuh dan menyebabkan
apoptosis involves death receptor 5 and the caspase 8-dependent pathway in human
- Lelo A.: Pertimbangan yang muncul dari OAINS yang digunakan. Dalam, Naskah
Lengkap Temu Ilmiah Rematologi 2001. (eds. Setyohadi B, Kasjmir YI), Ikatan
- Pope JE, Anderson JJ, Felson DT. A meta-analysis of the effects of nonsteroidal anti-