Anda di halaman 1dari 5

KAJIAN PADJADJARAN LAW RESEARCH &

DEBATE SOCIETY

Pemutusan Aliran Internet Pencegah Hoax: Solusi atau Ilusi?


Oleh: Maudy Andreana Lestari

Pendahuluan
Berada dalam era industri 4.0 ternyata telah menjadikan perkembangan teknologi utamanya
internet sebagai salah satu konsumsi pokok bagi masyarakat dalam menunjang kehidupan sehari-
hari. Luasnya dunia internet memicu masyarakat untuk bergantung kepada canggihnya teknologi
modern dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, meski secara faktual Indonesia dinyatakan
sebagai negara dengan pengguna internet terbesar ke-6 di dunia1 dengan ketergantunan akan
penggunaannya pemutusan aliran internet secara sepihak yang dilakukan oleh negara melalui
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia kerap terjadi.
Menilik berbagai alasan mengapa pemerintah melakukan pembatasan akses internet di
Indonesia ternyata menimbulkan Pro-Kontra dalam praktiknya. Sebagian orang beranggapan bahwa
ini adalah bentuk perlindungan dari pemerintah kepada masyarakat dalam beberapa situasi tertentu
agar tidak termakan berita-berita yang dianggap negatif atau hoax oleh pemerintah. Namun, sebagian
orang pula beranggapan bahwa ini adalah bentuk dari sikap semi-otoriter pemerintah dalam
membatasi kebebasan berpendapat, padahal kebebasan untuk mengakses informasi seperti yang telah
jelas terenumerasi dalam Pasal 28F UUD 1945 merupakan hak konstitusonal. oleh sebab itu
kalangan pemerhati HAM pun berpendapat bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh Kominfo adalah
tindakan extra-constitusional.
Melihat adanya Pro dan Kontra dalam situasi tersebut PLEADS FH Unpad merasa ada
beberapa hal yang harus dipahami oleh khalayak tentang situasi Pemutusan Aliran Internet Pencegah
Hoax ini. Apakah berhasil memberikan solusi atau justru berakhir ilusi?

Penyebaran Penggunaan Internet di Indonesia


Berdasarkan data yang diperoleh dari Digital Marketing 2019, terkait Data Statistik Digital dan
Pengguna Internet di Dunia tahun 2019 Kuartal Kedua jika dilihat secara keseluruhan, jumlah
pengguna internet di seluruh dunia diproyeksikan 4,437 milyar dari total populasi (penduduk) 7,697
milyar.2 Dari data tersebut, Indonesia menempati peringkat 6 dunia sebagai pengguna internet
terbesar yang mana berdasar pada hasil studi Polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dituliskan bahwa dari 264 juta jiwa penduduk
Indonesia ada sebanyak 171,17 juta jiwa atau sekitar 64,8% yang sudah terhubung pada internet.3

1
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. 2014. Pengguna internet indonesia nomor 6 dunia. Diakses dari
https://kominfo.go.id/content/detail/4286/pengguna-%20internet-indonesia-nomor-enam-dunia/0/sorotan_media.
pada 24 Agustus 2019 pukul 15.45.
2
Digital Marketing. 2019. Data Statistik Digital dan Pengguna Internet di Dunia tahun 2019. Diakses dari
https://andi.link/data-statistik-digital-dan-pengguna-internet-di-dunia-tahun-2019-kuartal-kedua-q2/. pada 24 Agustus
2019 pukul 15.48.
3
Intan Rakhmayanti. 2019. Dari 264,16 Juta Penduduk Indonesia, 171,17 Juta Jiwa Gunakan Internet. Diakses dari
https://autekno.sindonews.com/newsread/1404565/207/dari-26416-juta-penduduk-indonesia-17117-juta-jiwa-
gunakan-internet/ pada 24 Agustus 2019 pukul 21.34.

Biro Kajian Padjadjaran Law Research & Debate Society


Sekretariat: Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung 40132 - Indonesia
e-mail: pleads@fh.unpad.ac.id line: @pbk1075i
CP: Maudy Andreana L (line: maudyyy26)
KAJIAN PADJADJARAN LAW RESEARCH &
DEBATE SOCIETY

Besarnya jumlah pengguna internet di Indonesia membuat masyarakat tidak bisa dengan
mudahnya untuk terlepas dari kegunaan internet tersebut. Tidak hanya dipakai sebagai akses mencari
informasi, tapi penggunaan internet kini sudah meluas sebagai sumber mata pencaharian dan
pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Bagi sebagian masyarakat yang bergantung pada
dunia internet di dalam kehidupannya jelas akan ada kerugian yang mendalam apabila suatu waktu
akses internet tersebut tiba-tiba terputus dan tidak dapat di akses walau hanya dalam beberapa waktu
saja.

Pemutusan Aliran Internet oleh Kominfo serta dampaknya


Masih hangat rasanya di telinga kita ketika kominfo memberitahukan bahwa akan ada
pembatasan akses sosial media untuk meminimalisir tersebarnya berita-berita yang dianggap hoax
oleh pemerintah. Namun sayangnya, langkah tegas untuk mengadakan pembatasan akses media
sosial agar hal-hal negatif tidak terus disebarkan pada masyarakat justru dilakukan pada momen atau
situasi tertentu yang notabenya memerlukan pengawalan dari masyarakat luas. Contohnya,
pemutusan serta pembatasan akses internet menjelang sidang MK pemilu serentak 2019, aksi people
power (demonstrasi 22-23 Mei 2019) dan lagi, baru terjadi pembatasan akses internet di Papua.
Tak hanya kehilangan perkembangan informasi, bagi sebagian orang yang bekerja langsung
bersentuhan dengan internet seperti bisnis online jelas sangat mengalami kerugian yang tinggi.
Seperti halnya dengan pembatasan beberapa akses platform di internet menyebabkan terhalangnya
interaksi antara penyedia jasa dengan konsumen.
“Yang dilakukan pemerintah adalah pembatasan akses, bukan pemutusan akses internet. Publik
masih bisa berkomunikasi menggunakan fitur komunikasi yang lain, seperti teks. Baik WhatsApp
(WA) maupun pesan teks (SMS). Jadi tidak mengekang hak publik untuk mendapatkan informasi,”
itulah yang dikatakan oleh Ferdinandus Setu selaku Pelaksana Tugas Kepala Humas Kemenkominfo.
Namun, menilik isu lebih lanjut pada praktisnya, hampir seluruh pengguna jaringan internet di
Indonesia kehilangan akses dan jaringannya, sehingga tak jarang masyarakat mengakali semua itu
dengan menggunakan akses VPN gratis mana kala hal tersebut terjadi.
Pemutusan aliran internet oleh pemerintah, atau lebih tepatnya “pembatasan” yang dimaksud,
justru minim menimbulkan solusi pencegahan hoax di masyarakat. Tanpa disadari, pemerintah hanya
berfokus dalam mematikan sebagian jaringan akses pada platform tertentu di situasi tertentu pula.
Ketika ada situasi yang dianggap telah usai, masyarakat bisa kembali mengakses informasi serta
menggunakan internet seperti sediakala. Namun, apakah tindakan sepihak tersebut dapat menjamin
masyarakat tetap tidak mendapatkan hoax? Fakta atau opini yang dilontarkan oleh masyarakat pasti
akan tetap bisa berputar walau ada sedikit waktu yang berhenti. Itulah sebuah kenyataan yang tidak
bisa dibungkam oleh pemerintah. Maka, apakah “pembatasan” aliran internet pencegah hoax tersebut
adalah solusi yang tepat?

Selain Merugi, Hak Kebebasan Berpendapat Dilanggar


Hak asasi manusia sebagai salah satu materi konstitutionalisme secara gamblang diatur dalam
pasal 28 UUD 1945, merupakan sebuah tindakan revolusiner dalam rangka menjamin hak asasi

Biro Kajian Padjadjaran Law Research & Debate Society


Sekretariat: Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung 40132 - Indonesia
e-mail: pleads@fh.unpad.ac.id line: @pbk1075i
CP: Maudy Andreana L (line: maudyyy26)
KAJIAN PADJADJARAN LAW RESEARCH &
DEBATE SOCIETY

masyarakat Indonesia yang merupakan imbas akibat minimnya penaturan hak asasi manusia secara
komprehensif dalam UUD 1945 sebelum perubahan dan tertentu berakibat pada banyaknya
penyelewenangan penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh oknum-oknum pemerintahan
yang korup.
Dalam tulisan Susi Dwi Harijanti dan Bagir Manan, sudah selayaknya hak asasi manusia diatur
secara gamblang dalam konstitusi. Dengan cara itu, hak asasi tidak sekedar sebagai natural rights
atau legal rights, melainkan juga sebagai constitutional rights. Hal ini sebagaimana fungsi konstitusi
itu sendiri yang menurut Murphy disebut sebagai Guardian od Fundamental Rights. Mendudukan
hak asasi sebagai constitutional rights adalah upaya untuk mewujudkan konstitusi sebagai Guardian
of Fundamental Rights karena langsung berkaitan dengan jaminan dan perlindungan hak asasi.4
John Stuart Mill mengatakan bahwa kebebasan berpendapat atau berekspresi dibutuhan untu
melindungi warga dari penguasa yang korup dan tiran. Suatu pemerintahan yang demokratis
mensyaratan warganya dapat menilai kinerja pemerintahannya. Dalam memenuhi kebutuhan kontrol
dan penilaian itulah warga semestinya memiliki semua informasi yang diperlukan tentang
pemerintahannya, lalu dapat menyebarluaskan informasi tersebut dan mendiskusikannya satu sama
lain. 5
Hak kebebasan berpendapat menjadi salah satu elemen penting dalam berlangsungnya
demokrasi dan partisipasi publik dalam melaksanakan haknya secara efektif. Hal ini dapat
direalisasikan dari berbagai macam kegiatan seperti perumusan kebijakan, pengambilan keputusan,
hingga proses pemilihan yang demokratis.
Konsep kebebasan berpendapat membawa suatu pertanyaan, apakah penggunaan media sosial
dapat dikatakan sebagai penggunaan hak kebebasan berpendapat? Bilamana merujuk pada pasal
yang mengatur hak kebebasan berpendapat pada UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
pada pasal 23 ayat (2) menyatakan bahwa
“Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai
hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan
memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”
Maka media eletronik merupakan kata yang merepresentasikan media sosial sebagai bagian
dari sarana menyampaikan pendapat. Dalam dua dasawarsa terakhir, media sosial sebagai bagian dari
internet telah menjadi salah satu kebutuhan individu dalam hal menunjang kehidupannya sehari-hari.
Maka tak dapat dipungkiri bahwa internet merupakan media penyalur informasi yang sangat efektif,
sebab dapat diakses publik secara luas serta memiliki bentuk yang beragam.

4
Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti. 2016. Konstitusi dan Hak Asasi Manusia. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum Volume 3
Nomor 3 Tahun 2016., hal. 456
5
Tony Yuri Rahmanto. 2016. Kebebasan Berekspresi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia: Perlindungan, Permasalahan
dan Implementasinya di Provinsi Jawa Barat. Jurnal Hak Asasi Manusia Vol. 7 No. 1, Juli 2016., hal. 48

Biro Kajian Padjadjaran Law Research & Debate Society


Sekretariat: Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung 40132 - Indonesia
e-mail: pleads@fh.unpad.ac.id line: @pbk1075i
CP: Maudy Andreana L (line: maudyyy26)
KAJIAN PADJADJARAN LAW RESEARCH &
DEBATE SOCIETY

Penutup

Pada konsepnya, pembatasan hak asasi manusia yang bersifat derogable rights dapat
dilakukan, hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 28J UUD 1945 yang menyatakan bahwa dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk dalam pembatasan yang diatur oleh
undang-undang dengan maksud semata-mata menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis..
Namun, meski pembatasan hak tersebut diperbolehkan secara hukum, perlu adanya proses
pengambilan kebijakan yang tidak reaktif sehingga kebijakan yang diambil pemerintah bukanlah
kebijakan yang sewenang-wenang.
PLEADS FH Unpad mengharapkan proses pengambilan kebijakan yang menyangkut
pembatasan hak asasi manusia dilakuan secara rasional komprehensif dengan mengkaji alternatif-
alternatif terhadap pemberlakuan kebijakan yang mengedepankan dampak yang timbul, sehingga
tidak ada pihak yang dirugikan oleh kebijakan tersebut. Hoax bukanlah sesuatu yang dapat
disembunyikan karena ia adalah keniscayaan. Maka, jika dikatakan tepat atau tidak seharusnya
bukan media sosial atau internet yang harus terus menerus dibatasi, melainkan tiap pengguna
platform media sosial pun yang harus mulai di didik pula agar dapat memilah dan membatasi segala
informasi yang diterima. Sehingga untuk mencegah penyebaran berita dan informasi hoax di sosial
media dapat menghasilkan sebuah solusi tanpa merugikan masyarakat.

Biro Kajian Padjadjaran Law Research & Debate Society


Sekretariat: Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung 40132 - Indonesia
e-mail: pleads@fh.unpad.ac.id line: @pbk1075i
CP: Maudy Andreana L (line: maudyyy26)
KAJIAN PADJADJARAN LAW RESEARCH &
DEBATE SOCIETY

Referensi

Buku

Jimly Asshiddiqie. 2014. Kontutusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Jurnal

Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti. 2016. Konstitusi dan Hak Asasi Manusia. Padjadjaran Jurnal
Ilmu Hukum Volume 3 Nomor 3 Tahun 2016

Osgar S. Matompo. 2014. Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Keadaan
Darurat. Jurnal Media Hukum Vol. 21 No 1, Juni 2014

Tony Yuri Rahmanto. 2016. Kebebasan Berekspresi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia:
Perlindungan, Permasalahan dan Implementasinya di Provinsi Jawa Barat. Jurnal Hak Asasi
Manusia Vol. 7 No. 1, Juli 2016

Media Daring
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, 2014. Pengguna internet indonesia nomor 6 dunia.
Diakses dari https://kominfo.go.id/content/detail/4286/pengguna-%20internet-indonesia-nomor-
enam-dunia/0/sorotan_media pada 24 Agustus 2019 pukul 15.45.

Digital Marketing, 2019. Data Statistik Digital dan Pengguna Internet di Dunia tahun 2019. Diakses
dari https://andi.link/data-statistik-digital-dan-pengguna-internet-di-dunia-tahun-2019-kuartal-kedua-
q2/ pada 24 Agustus 2019 pukul 15.48.

Intan Rakhmayanti, 2019. Dari 264,16 Juta Penduduk Indonesia, 171,17 Juta Jiwa Gunakan
Internet. Diakses dari https://autekno.sindonews.com/newsread/1404565/207/dari-26416-juta-
penduduk-indonesia-17117-juta-jiwa-gunakan-internet/ pada 24 Agustus 2019 pukul 21.34.

Biro Kajian Padjadjaran Law Research & Debate Society


Sekretariat: Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung 40132 - Indonesia
e-mail: pleads@fh.unpad.ac.id line: @pbk1075i
CP: Maudy Andreana L (line: maudyyy26)

Anda mungkin juga menyukai