Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Abstract. Polidaktili is part of a baby born with a larger number of fingers, normally humans
have 5 fingers, both fingers and toes. The position of the extra finger can be on the little finger
(Ulnaris), next to the thumb (radial) or in the middle of the other finger (middle). In most of
these cases, these additional fingers cannot be fully developed by other fingers. Only a lump
of flesh (soft tissue) that grows from the side of the finger next to it. Labiopalatoskizis is one
place where patients have genetic abnormalities in the lips to the part of the sky. fingers on
hands or feet. Producing polydactyly in infants is a genetic factor. Babies born under
conditions that cannot be eliminated by the presence of labiopalatoskizis in general are rare.
With this condition it is not only disturbing to carry out daily activities but also affects the
mental condition of the sufferer or from the patient's parents. One solution to overcome this
problem is by conducting surgical medical operations for polydactyl and plastic surgery for
labiopalatoskizis.
PENDAHULUAN
Polidaktili merupakan kondisi dimana seorang bayi yang terlahir dengan jumlah jari
melebihi pada umumnya, normalnya manusia memiliki 5 jari, Baik itu jari tangan ataupun
jari kaki. Posisi tumbunya jari tambahan bisa jadi di samping kelingking (Ulnaris), di sebelah
ibu jari (radial) ataupun di tengah-tengah jari lain (central). terjadinya polidaktili pada bayi
merupakan faktor genetik, kelebihan kromosom, kebiasan ibu mengkonsumsi alkohol atau
obat obatan, paparan sinar radiasi, riwayat penyakit diabetes(Parwati, Lis S., 2015). Bayi
yang lahir dalam kondisi polidaktili disertai dengan adanya labiopalatoskizis pada umumnya
jarang terjadi. Labiospalatoskizis atau biasa yang disebut dengan cleft lip palate (CLP)
(Ayustina, prasetya.,2018). Labiopalatoskizis adalah suatu kondisi dimana pasien memiiki
kelainan genetik pada bibir hingga bagian langit langit rongga mulut. Masyarakat awam biasa
menyebutnya dengan bibir sumbing atau celah bibir (Zalnul, Cholid.,2013).
Labiopalatoskizis terjadi pada saat embrio dengan usia minggu ke-4 mengalami gangguan
yang di bagian depanya ada palatum primer. Palatum durum dan palatum mole ssebagian
besar dibentuk oleh palatum sekunder (Ayustina, prasetya, 2018). Di indonesia sendiri
labiopalatoskizis diperkirakan akan mengalami bertambahnya jumlah setiap tahunya dari
5000-6000 kemungkinan menjadi 6000-7000. dan setiap tahunya dokter akan menangani
operasi sekitar 1000-1500 meskipun penderita yang bisa di operasi jauh dari ideal dimana
minimnya tenaga dokter, kurangnya pengetahuan masyarakat, mahalnya biaya operasi
menjadi beberapa faktor dan kendalanya (Irawan, henry, kartika., 2014) Kelainan
labiopalatoskizis bersifat idiopatik karena hingga kini belum diketahui faktor dan
penyebabnya (Ayustina, prasetya., 2018).
Namun, beberapa penelitan kini mencurigai beberapa faktor yaitu dalam keadan hamil
mengonsumsi obat obatan, dan diet sembarangan. kebiasaan merokok dapat mempengaruhi
janin yang dalam kandungan (Little et.al., 2004). Tidak hanya itu saja, sekitar 22% dari
genetik karena bayi lahir dari riwayat keluarga yang mengalami mutasi genetik atau kelainan
pada kromosom. Dan sekitar 78% penyebabnya dari lingkungan yang memiliki pengaruh
terhadap kehamilan (Natalia Loho, Jilly., 2013). Pada penderita labiopalatoskizis mengalami
beberapa gangguan dalam menjalanin aktivitas sehari hari contohnya seperti gangguan
makan, gangguan berbicara,gangguan gigi dan mulut, iritasi telinga hingga gangguan
bernafas khususnya pada bayi (Ayustina, prasetya.,2018). Tidak hanya itu gangguan pada
aspek psikologis juga dapat mempengaruhi pada mental penderita, mental orang tua dan
keluarga (Sudiarsa, I ketut., 2009). Pada ibu yang memiliki anak yang menderita polidaktili
dengan labiopalatoskizis akan mendapatkan suatu mentoring yang dapat membangkitkan
mental ibu dan anak menjadi lebih baik, bahwa dengan keluhan polidaktili dan
labiopalatoskizis dapat di tangani dengan tindakan medis berupa operasi (Wijantisari, Tri,
Supriyanto, Stefanus., 2013). Alasan membuat artikel yaitu mengurangi dan mencegah angka
kelahiran dengan kasus tersebut dan mengedukasi pada calon ibu agar menjaga kesehatan
dari pola hidup kurang baik.
METODE
Metode yang digunakan untuk artikel ini adalah metode dengan wawancara terhadap
mahasiswa koas yang ikut andil menangani kasus bayi lahir dengan kondisi polidaktili
disertai dengan labiopalatoskizis.
Berdasarkan hasil wawancara dari mahasiswa koas yang terkait kasus di dapatkan hasil 45%
kasus bayi polidaktili dengan labiopalatoskizis. Gangguan pada pendertita polidaktili dengan
labiopalatoskizis , untuk keluhan polidaktili bukan masalah yang serius dan tidak terlalu
mengganggu aktivitas sehari hari . Dan dengan keluhan labiopalatoskizis mengalami
kesulitan pada saat makan dan minum dikarenakan adanya celah pada bibir dan celah pada
langit-langit rongga mulut sehingga kemungkinan terburuk pasien bisa terkena gizi buruk
karena kurangnya asupan cairan dan makanan yang masuk ke dalam tubuh. Pada keluhan
labiopalatoskizis tidak hanya kesulitan untuk makan dan minum saja tetapi masih memiliiki
Gangguan bicara karna ada celah di mulut atau bibir diakibatkan adanya penurunan fungsi
otot-otot bicara, infeksi telinga, akibat tidak berfungsinya saluran yang menghubungkan
telinga tengah dan kerongkongan, lalu bisa menyebabkan hilangnya pendengaran. Untuk
keluhan polidaktili dengan labiopalatoskizis dapat dilakukan dengan operasi jika orang tua
memiliki finansial lebih.
Pada wawancara yang telah dilakukan pada bayi penderita polidaktili dengan
labiopalatoskizis pada hasil wawancara terdapat 45% dengan kasus tersebut. Pada ibu yang
melahirkan bayi dalam kondisi polidaktili dengan labiopalatoskizis juga memiliki kecemasan
sehingga mental terguncang karena bayi lahir dalam kondisi fisik yang tidak seperti fisik bayi
yang lahir pada umumnya. Untuk itu, para dokter muda yang ikut menangani kasus tersebut
memberikan sedikit arahan pada orang tua penderita dengan tindakan yang tepat terkait kasus
yang dialami. Para dokter muda memberikan sedikit arahan tentang keluhan ploidaktili
dimana pada keluhan tersebut bukan masalah serius shingga tidak perlu mendapatkan
tindakan medis. Akan tetapi, dengan keluhan labiopalatoskizis dokter muda menyarankan
untuk lebih memperhatikan bayi saat makan dan minum karena sulit bagi bayi karena adanya
celah pada bibir dan langit-langit rongga mulut sehingga sulit untuk mengunyah dan
berbicara akibat dari mengendurnya fungsinya otot-otot bicara. Tidak hanya itu saja
menurutnya, juga bisa terkena infeksi telinga, akibat tidak berfungsinya saluran yang
menghubungkan telinga tengah dan kerongkongan, lalu bisa menyebabkan hilangnya
pendengaran bayi dengan kondisi tersebut, dimana orang tua yang memiliki finansial lebih
bisa ambil tindakan untuk operasi. Setelah banyaknya pasien yang mendapati pasien tersebut
diketahui bahwa faktor terjadinya kasus bayi penderita polidaktili dengan labiopalatoskizis
memiliki faktor dimana sang ibu menderita diabetes dan kemungkinan sang ibu merokok,
terinfeksi virus rubella, kelainan pada kromosom, keturunan, terpapar sinar radiasi serta
kekurangan beberapa vitamin. Untuk itu upaya pencegahan bisa dilakukan dengan menjaga
kesehatan tubuh, menjaga pola yang bergizi dan jauhi kebiasaan merokok pada saat hamil
maupun tidak hamil.
SIMPULAN
Bayi penderita polidaktili dengan labiopalatoskizis bisa disembuhkan dengan cara tindakan
medis seperti operasi. Upaya pencegahan bisa dilakukan dengan menjaga kesehatan tubuh,
menjaga pola makan yang bergizi dan jauhi kebiasaan merokok pada saat hamil maupun
tidak hamil.
SARAN
Diharapkan dapat menjadi masukkan kepada calon ibu sehingga lebih menjaga kesehatan tubuh dan
janin berupaya memliki calon anak yang sehat dan mencegah terjadinya peningkatan kelahiran bayi
dengan polidaktili serta labiopalatoskizis.
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Hendry, Kartika. 2014. “Technique of Labiopalatoschizis Surgery”. 41(4), hal 304-
308.
Natalia Loho, Jilly. 2013. “Prevalensi Labioschisis di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Periode Januari 2011 – Oktober 2012”. Jurnal e-Biomedik (eBM). 1(1), hlm. 396-401.
Prasetya, mia A. 2018. “CLEFT LIP AND PALATE”. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana Denpasar Bali.
Zalnul, Cholid. 2013. “Celah Palatum”. Stomatognatic (J,K,G Unej). 10(2). hal. 99-104.
Sudiarsa, I ketut. 2009. “Koreksi Bibir Sumbing Bilateral Komplit dan Tidak Komplit
dengan Barsky di Bawah Anestesi Umum”. 16(1). hal.63-68.
Wijantisari, Tri, Supriyanto, Stefanus. 2013. “Social for Parents of Children with Cleft
Lips”. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. 11(2). hal. 88-92.
Patmawati, Lis S. 2015. “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Polidaktili”
Little,Julian, Cardy,Amanda, Munger,R G. 2004. “Bulletin of the World Health
Organization:Tobacco Smoking and Oral Clefts:a Meta-Analysis”. 82(3). hal. 213-218