Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKTIF

A. Konsep Dasar Medis

1. Anatomi fisiologi

a. Anatomi

Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus sekitar 12 kaki
atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan rongga abdomen. Ujung proksimalnya
berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah garis tengahnya semakin berkurang sampai
menjadi sekitar dua cm. usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum.

Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai jejunum. Pemisahan duodenum dan
jejunum ditandai oleh adanya ligamentum treitz yaitu suatu pita muskulo fibrosa yang berperan
sebagai Ligamentum Suspensorium (penggantung). Sekitar 2/5 dari usus halus adalah jejunum,
Jejunum terletak diregio mid abdominalis sinistra dan ileum terletak di regio mid abdominalis
dextra sebelah bawah. Tiga perlima bagian akhir adalah ileum. Masuknya kimus kedalam usus
halus diatur oleh spingther pylorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna kedalam usus
besar yang diatur oleh katup ileus sekal. Katup illeus sekal juga mencegah terjadinya refluk dari
usus besar ke dalam usus halus. Apendik fermivormis yang berbentuk tabung buntu berukuran
sebesar jari kelingking terletak pada daerah illeus sekal yaitu pada apeks sekum.

Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk oleh peritoneum.
Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal. Ruang yang terletak diantara lapisan-lapisan
ini disebut sebagai rongga peritoneum. Omentum memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu
mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang menggantung
jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan
leluasa. Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari kurva tura
mayor lambung dan berjalan turun kedepan visera abdomen. Omentum biasanya mengandung
banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi peritoneum terhadap infeksi.
Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian
atas duodenum menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan
ligamentum hepatoduodenale .

Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut longitudinal yang
lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkuler. Penataan yang demikian
membantu gerakan peristaltic usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan
lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang
berfungsi sebagai absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn sirkuler
yang disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan kercking yang menonjol kedalam lumen sekitar
tiga sampai sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari yang
jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di sepanjang usus halus, dengan panjang 0,5 sampai
1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm
pada permukaan luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama sama-menambah
luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.b. Fisiologi

Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat
tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai
dari mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase lambung terhadap
makanan yang masuk. Proses ini berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim
pancreas yang menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Mucus memberikan perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari hati membantu
proses pemecahan dengan mengemulsikan lemak. Sehingga memberikan permukaan yang lebih
luas bagi kerja lipase pancreas.

Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan karbohidrat, lemak dan protein melalui
dinding usus kedalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga
diabsorbsi air, elektrolit dan vitamin. Walaupun banyak zat yang diabsorbsi disepanjang usus halus
namun terdapat tempat tempat absorbsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu. Absorbsi gula, asam
amino dan lemak hampir selesai pada saat kimus mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium
sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan jejunum. Dan absorbsi kalium memerlukan vitamin
D, larut dalam lemak (A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum dengan bantuan garan-garam empedu.
Sebagian besar vitamin yang larut dalam air diabsorbsi dalam usus halus bagian atas. Absorbsi
vitamin B12 berlangsung dalam ileum terminalis melalui mekanisme transport usus yang
membutuhkan factor intrinsic lambung. Sebagian asam empedu yang dikeluarkan kantung empedu
kedalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak akan di reabsorbsi dalam ileum terminalis
dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi entero hepatic garam empedu, dan
sangat penting untuk mempertahankan cadangan empedu.(Sabara, 2007)

2. Definisi

a. Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus
intestinal (Price & Wilson, 2007).

b. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana

merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara,
2007).
c. Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran normal
isi usus sedangkan peristaltiknya normal (Reeves, 2005).

d. Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh adanya mekanik
dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus.

3. Etiologi

a. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-
70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar
5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga
dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.

b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal )


merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan
hernia.

c. Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan


tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi
eksternal.

d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai
petunjuk awal adanya intususepsi.

e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa
infeksi atau karena striktur yang kronik.

f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.
Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.

g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.

h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau
trauma operasi.

i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.

j. Benda asing, seperti bezoar.

k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.

l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon
kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium
4. Patofisiologi

Pathway

5. Manifestasi Klinik

a. Mekanik sederhana – usus halus atas


Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah,
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b. Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyeri
tekan abdomen.
c. Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian
terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
d. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri
abdomen, distensi ringan dan diare.
e. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir, distensi
sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir
hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung
darah samar. (Price &Wilson, 2007)
 Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet,2002;
Sabiston,1995).
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid
yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan
hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum
amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.

7. Komplikasi
a. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama
pada organ intra abdomen.
b. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
c. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
d. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena absorbsi
toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat
pada intra abdomen.
e. Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
f. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit pada usus.
g. Kematian ( Brunner and Suddarth, 2002 )

B. Konsep Dasar Keperawatan

PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien

2) Keluhan utama pasien


Nyeri pada daerah luka post operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
Klien masuk RS tanggal 28 Mei 2003 jam 18.00 Wita dan langsung dilakukan operasi cyto
jam 21.00 Wita. Saat pengkajian tanggal 29 Mei 2003 klien mengeluh nyeri pada daerah
luka post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-tusuk, nyeri terasa sampai ke samping kiri/
kanan perut nyeri lebih terasa apabila klien melakukan pernafasan perut. Nyeri ilang
apabila klien tenang dan tidak merasa tegang pada daerah perut. Intensitas nyeri ± 3 – 5
menit.
4) Riwayat penyakit dahulu.
Klien pernah menderita penyakit yang sama dengan riwayat operasi 2 kali yaitu pada tahun
2001 di RSUD Ulin, 2002 di RS Islam dan yang terakhir di RSUD Ulin, tidak ada riwayat
hypertensi, penyakit menular ataupun keganasan.

5) Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada diantara anggota keluarga yang mengalami sakit seperti klien, tidak ada diantara
keluarga yang mempunyai riwayat hypertensi, penyakit menular atau keganasan.

 Diagnostik Test
1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan
dalam usus.
2) Pemeriksaan simtologi
3) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4) Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
6) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,
hernia).
8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.

Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi


1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus (Gambar 2.4) yang bisa
bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara,
2007)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter
atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007).
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus
di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising
usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa
juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata
(Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum
dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak
adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus
halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam
rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi
intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot;
penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya mual,
muntah, demam dan diaforesis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Perencanaan Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya mual,
muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat dengan
bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda-
tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat.
 Kriteria hasil:
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80 mmHg)
2. Intake dan output cairan seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl: 94-
111 mmol/L).

Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan
pasien.

2. Observasi tanda-tanda vital: N, TD, 2. Perubahan yang drastis pada tanda-


P, S tanda vital merupakan indikasi
kekurangan cairan.

3. Observasi tingkat kesadaran dan 3. kekurangan cairan dan elektrolit


tanda-tanda syok dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan syok.

4. Observasi bising usus pasien tiap 1- 4. Menilai fungsi usus


2 jam
5. Monitor intake dan output secara 5. Menilai keseimbangan cairan
ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum 6. Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit, hematokrit elektrolit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan 7. Meningkatkan pengetahuan pasien
keluarga tentang tindakan yang dan keluarga serta kerjasama antara
dilakukan: pemasangan NGT dan perawat-pasien-keluarga.
puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk 8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
 Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual 1. Mempengaruhi pilihan
yang mempengaruhi intervensi.
kemampuan untuk mencerna
makanan, mis: status puasa,
mual, ileus paralitik setelah
selang dilepas. 2. Menentukan kembalinya
2. Auskultasi bising usus; peristaltik ( biasanya dalam 2-4
palpasi abdomen; catat pasase hari ).
flatus. 3. Meningkatkan kerjasama
3. Identifikasi kesukaan / pasien dengan aturan diet.
ketidaksukaan diet dari pasien. Protein/vitamin C adalah
Anjurkan pilihan makanan kontributor utuma untuk
tinggi protein dan vitamin C. pemeliharaan jaringan dan
perbaikan. Malnutrisi adalah
fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.
4. Sindrom malabsorbsi dapat
terjadi setelah pembedahan usus
4. Observasi terhadap terjadinya halus, memerlukan evaluasi
diare; makanan bau busuk lanjut dan perubahan diet, mis:
dan berminyak. diet rendah serat.
5. Mencegah muntah.
Menetralkan atau menurunkan
5. Kolaborasi dalam pemberian pembentukan asam untuk
obat-obatan sesuai indikasi: mencegah erosi mukosa dan
Antimetik, mis: proklorperazin kemungkinan ulserasi.
(Compazine). Antasida dan
inhibitor histamin, mis:
simetidin (tagamet).

c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
pola nafas menjadi efektif
 Kriteria hasil :
pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 18-20x/menit

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, N,S 1. Perubahan pada pola nafas
akibat adanya distensi abdomen
dapat mempengaruhi
peningkatan hasil TTV.

2. Kaji status pernafasan: pola, 2. Adanya distensi pada


frekuensi, kedalaman abdomen dapat menyebabkan
perubahan pola nafas.
3. Kaji bising usus pasien 3. Berkurangnya/hilangnya
bising usus menyebabkan terjadi
distensi abdomen sehingga
Intervensi Rasional
mempengaruhi pola nafas.
4. Tinggikan kepala tempat tidur 4. Mengurangi penekanan pada
40-60 derajat paru akibat distensi abdomen.
5. Observasi adanya tanda-tanda 5. Perubahan pola nafas akibat
hipoksia jaringan perifer: adanya distensi abdomen dapat
cianosis menyebabkan oksigenasi perifer
terganggu yang dimanifestasikan
dengan adanya cianosis.
6. Mendeteksi adanya asidosis
6. Monitor hasil AGD respiratorik.
7. Meningkatkan pengetahuan
7. Berikan penjelasan kepada dan kerjasama dengan keluarga
keluarga pasien tentang pasien.
penyebab terjadinya distensi
abdomen yang dialami oleh
pasien 8. Memenuhi kebutuhan
8. Laksanakan program medic oksigenasi pasien
pemberian terapi oksigen

d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi kembali normal.
 Kriteria hasil:
Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal: 5-35
x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna 1. Mengetahui ada atau tidaknya
dan konsistensi feces kelainan yang terjadi pada
eliminasi fekal.
2. Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau
tidaknya pergerakan usus.

3. Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan


perbaikan fungsi usus.
4. Kaji adanya distensi abdomen 4. Gangguan motilitas usus dapat
menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga
terjadi distensi abdomen.
5. Berikan penjelasan kepada 5. Meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga penyebab pasien dan keluarga serta untuk
terjadinya gangguan dalam meningkatkan kerjasana antara
BAB perawat-pasien dan keluarga.
6. Membantu dalam pemenuhan
6. Kolaborasi dalam pemberian kebutuhan eliminasi
terapi pencahar (Laxatif)

e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
rasa nyeri teratasi atau terkontrol

 Kriteria hasil:
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada
tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap 1. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
shif akibat adanya distensi abdomen
dapat menyebabkan peningkatan
hasih TTV.
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik 2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
dan skala nyeri yang dirasakan dirasakan pasien dan menentukan
pesien sehubungan dengan adanya tindakan selanjutnya guna mengatasi
distensi abdomen nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi 3. Posisi yang nyaman dapat
semi fowler mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik 4. Relaksasi dapat mengurangi rasa
relaksasi tarik nafas dalam saat nyeri
merasa nyeri
5. Anjurkan pasien untuk 5. Mengurangi nyeri yang dirasakan
menggunakan tehnik pengalihan saat pasien.
merasa nyeri hebat.
6. Kolaborasi dengan medic untuk 6. Analgetik dapat mengurangi rasa
terapi analgetik nyeri

f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan:
Kecemasan teratasi.
 Kriteria hasil :
pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini
dan mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi Rasional
1. Observasi adanya 1. Rasa cemas yang dirasakan
peningkatan kecemasan: wajah pasien dapat terlihat dalam
tegang, gelisah ekspresi wajah dan tingkah
laku.
2. Kaji adanya rasa cemas yang 2. Mengetahui tingkat
dirasakan pasien kecemasan pasien.
3. Berikan penjelasan kepada 3. Dengan mengetahui tindakan
pasien dan keluarga tentang yang akan dilakukan akan
tindakan yang akan dilakukan mengurangi tingkat kecemasan
sehubungan dengan keadaan pasien dan meningkatkan
penyakit pasien kerjasama
4. Berikan kesempatan pada 4. Dengan mengungkapkan
pasien untuk mengungkapkan kecemasan akan mengurangi
rasa takut atau kecemasan yang rasa takut/cemas pasien
dirasakan
5. Pertahankan lingkungan yang 5. Lingkungan yang tenang dan
tenang dan tanpa stres. nyaman dapat mengurangi
stress pasien berhadapan
dengan penyakitnya
6. Dorong dukungan keluarga 6. Support system dapat
dan orang terdekat untuk mengurani rasa cemas dan
memberikan support kepada menguatkan pasien dalam
pasien memerima keadaan sakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Donna Ignatavician, (2006). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri: Elsevier
Sounders

Lewis Heitkemper Diksen, (2007). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri:
Mosby Elsevier.

Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume1.
Jakarta: EGC.

Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen
Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jilid III edisi IV ;
2007. 1405-1410

Anda mungkin juga menyukai