Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA PASIEN PNEUMONIA

OLEH :

Kelompok VI
GDE ARYYA ASTAWA PUTRAYANA P07120216076

NI LUH KOMANG MEGA RATNASARI P07120216077

IDA AYU PUTU APSARI DEWI P07120216078

I GUSTI AYU ARI PURNAMAWATI P07120216079

NI MADE RAI WIDIASTUTI P07120216080

I DEWA AYU DWI APRIANI P07120216081

4B /D4 KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2019
KASUS KEGAWATDARURATAN PADA SISTEM PERNAPASAN
PNEUMONIA

A. Pengertian
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru
yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut. Dengan gejala
batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti
virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang
paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui
gambaran radiologis (Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015).
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi
jaringan paru (alveoli) (Depkes, 2006).
Pneumonia ini adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus jamur, dan benda asing. Tubuh
mempunyai daya tahan yang berguna untuk melindungi dari bahaya infeksi
melalui mekanisme daya tahan traktus respiratorius yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis dari rongga hidung
2. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius
dan secret yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
3. Reflex batuk
4. Reflex epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi secret yang
terinfeksi
5. Drainase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
6. Fagositas, aksi enzimatik dan respons imunohumoral terutrama dari
IgA.
7. Jaringan limfoid di naso-ofaring
(Ngastiyah, 2005)
Jaringan yang meradang ini akan mengeluarkan lendir, cairan, dan sel-sel
yang sudah rusak, yang memenuhi saluran udara, sehingga menyebabkan sulit
bernapas. Infeksi itu bilamana sudah menyebar, disebut sebagai
bronchopneumonia. Penyakit ini bisa terjadi mengikuti selesma dan merupakan
komplikasi cacar air ( chickenpox), campak, dan batuk rejan. Jika penyakit itu
menyerang satu atau lebih bagian (lobus) paru-paru, maka dia disebut lobar
pneumonia. (Hardinge, 2009).

B. Etiologi
Menurut Misnadiarly (2008) , pneumonia yang ada di kalangan
masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk
peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.

1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai
usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum
adalah Streptococcus pneumonia sudah ada di kerongongan manusia sehat.
Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri
segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang
terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah
dan denyut jantungnya meningkat cepat.
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus
yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus
(RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan
bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada
umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam
waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza,
gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian.
3. Mikoplasma
Mikoplasia adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit
pada manusia. Mikoplasia tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun
bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan
biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala
jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka
kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabhkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang
prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu
sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.
Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carini pada jaringan paru atau
specimen yang berasal dari paru.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Misnadiarly (2008), tanda dan gejala pneumonia adalah sebagai berikut :
1. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat mencapai 40o celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu
makan, dan sakit kepala.
2. Tanda-tanda pneumonia pada balita antara lain :
- Batuk nonproduktif - Kekakuan dan nyeri otot
- Ingus (nasal discharge) - Sesak napas
- Suara napas lemah - Menggigil
- Penggunaan otot bantu napas - Berkeringat
- Demam - Lelah
- Sianosis (kebiru-biruan) - Terkadang kulit menjadi
- Thorax photo menunjukkan lembab
infiltrasi melebar - Mual dan muntah
D. Klasifikasi
1) Klasifikasi berdasarkan anatomi.

a) Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”
b) Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir
bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus yang berbeda didekatnya, disebut juga
pneumonia loburalis.
c) Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi pada
dinding alveolar (intrastisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular
2) Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan :

1) Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada H. influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada
lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya
PPOK, penyakit penyerta kardiopolmonal/jamak, atau paska terapi
antibiotika spectrum luas.
2) Pneumonia Nosokomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu : tingkat berat sakit, adanya resiko untuk
jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
Faktor utama untuk pathogen tertentu :
Patogen Factor resiko
Staphylococcus aureus Methiciliin Koma, cidera kepala, influenza,
resisten S.aureus pemakaian obat IV, DM, gagal
ginjal
Ps. Aerugionsa Pernah dapat antibiotic, ventilator>2
hari lama dirawat di ICU, terapi
steroid/antibiotic kelanianan
struktur paru (bronkiektasis, kritik
fibrosis), malnutrisi
Anaerob Aspirasi, selesai oprasi abdomen
Acinobachter spp Antibiotic sebelum onset
pneumonia dan ventilasi mekanik
Sumber : IPD hal 2199

Faktor resiko pneumonia yang didapat dari Rumah Sakit menurut Morton.
Pneumonia yang didapat dari Rumah Sakit
Factor resiko terkait-pejamu
− Pertambahan usia
− Perubahan tingkat kesadaran
− Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
− Penyakit berat, Malnutrisi, Syok
− Trauma tumpul, Trauma kepala berat, Trauma dada
− Merokok, Karang gigi
Factor resiko terkait-pengobatan
− Ventilasi mekanik, Reintubasi atau intubasi sendiri
− Bronkoskopi, Selang nasogastrik
− Adanya alat pemantauan tekanan intracranial (TIK)
− Terapi antibiotic sebelumnya
− Terapi antacid
− Peningkatan pH lambung
− Penyakit reseptor histamine tipe-2
− Pemberian makan enternal
− Pembedahan kepala, pembedahan thoraks atau abdomen atas
− Posisi telentang
Factor resiko terkait-infeksi
− Mencuci tangan kurang bersih
− Mengganti selang ventilator kurang dari 48 jam sekali
Sumber : Kritis vol 1 hal:723
3) Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi bahan
toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung
edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
4) Pneumonia pada Gangguan Imun
Terjadi akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat
disebabkan oleh kuman phatogen atau mikroorganisme yang biasanya
nonvirulen,berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur, dan cacing.
E. POHON MASALAH
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan dominasi netrofil sering
didapatkan pada pneumonia bakteri. Didapatkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di atas
2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat
menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen : usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah,
aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme
penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan
sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru
atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran
konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambaran radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus
atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat
adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan
penyakit. Infiltrat mula-mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan
mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumnya
penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Misnadiarly (2008) dan Effendy (2001), penatalaksanaan pneumonia dilakukan
berdasarkan penentuan klasifikasi pada anak, yaitu :
1. Pneumonia Berat
Tanda : tarikan dinding dada ke dalam
Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai tanda lain, seperti :
- Nafas cuping hidung
- Suara rintihan
- Sianosis
Tindakan : cepat dirujuk ke rumah sakit ( diberikan satu kali dosis antibiotika dan kalau ada
demam atau wheezing diobati lebih dahulu)
2. Pneumonia
Tanda : tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, disertai nafas cepat
Tindakan :
a. Nasehati ibunya untuk tindakan perawatan di rumah
b. Beri antibiotik selama 5 hari
c. Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat apabila keadaan
memburuk
d. Bila demam, obati
e. Bila ada wheezing , obati
WHO menganjurkan penggunaan antibiotika untuk pengobatan pneumonia yakni
dalam bentuk tablet atau sirup ( kortimoksazol, amoksisilin, ampisilin ) atau dalam bentuk
suntikan intra muskuler ( prokain penisilin )

3. Bukan Pneumonia
Tanda : tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, tidak ada nafas cepat

Tindakan :
a. Bila batuk > 30 hari, rujuk
b. Obati penyakit lain bila ada
c. Nasehati ibunya untuk perawatan di rumah
d. Bila demam, obati
e. Bila ada wheezing , obati

Selain penatalaksanaan diatas ada beberapa penatalaksaan pada penderita pneumonia,


diantaranya:
1. Oksigen 1-2 L/menit
Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmhg atau saturasi 95-96% berdasarkan
pemeriksaan AGD
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak
3. Fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak , khususnya dengan clapping dan vibrasi
4. Pemberian kortikosteroid , diberikan pada fase sepsis
5. Ventilasi mekanis , indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila terjadi
hipoksemia persisten, gagal nafas yang disertai peningkatan respiratory distress dan
respiratory arrest
6. IVFD Dextrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1,+ KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai
BB, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
7. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat di mulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
8. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis
untuk memperbaiki transport mukosilier.
9. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
10. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia Community base :
- Ampisilin 100mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
- Kloramfenikol 75mg/Kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia Hospital base :
- Sefotaksim 100mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasin 10-15mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
- Antipiretik : Paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
- Mukolitik : Ambroxol 1,2 -1,6 mg/kgBB/2 dosis/ oral
Tabel Pemilihan Antibiotika berdasarkan Etiologi
Mikroorganisme Antibiotika
Streptokokus Penisilin G 50.000 unit/hari IV atau
Stafilokokus Penisilin Prokain 600.000U/kali/hari IM atau
Ampisilin 100mg/Kg BB/hari atau
Seftriakson 75-200 mg/Kg BB/hari
M.Pnemoniae Eritromisin 15mg/Kg BB/hari atau derivatnya
H.Influenzae Kloramfenikol 100mg/Kg BB/hari atau
Klebsiella Sefalosforin

Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Komplikasi dari pneumonia /
bronchopneumonia adalah :
1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke
dalam dan timbul efusi.
2. Efusi pleura.
3. Abses otak.
4. Endokarditis.
5. Osteomielitis.
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik.
 Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
 Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
H. Pengkajian Keperawatan
I. Identitas
Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal masuk,
pekerjaan, status perkawinan, no. MR, diagnose medis, dan keluhan utama.

II. Pengkajian Primer


Airway :
Pada pengkajian airway pada pasien pneumonia akan mengalami obstruksi jalan napas
yang disebabkan oleh adanya sekret. Terdapat suara nafas ronchi.
Breathing :
Pada pengkajian, breathing, pasien pneumonia mengalami sesak nafas, terdapat pernapasan
cuping hidung, terdengar suara ronchi perkusi pekak, ada retraksi dinding dada dan
peningkatan frekuensi nafas, kualitas nafas lemah, pernapasan cepat dan dangkal
Circulation :
Pada pengkajian circulation, pasien dengan pneumoni tingkat kesadaran normal, letargi,
stupor, koma, apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit. Akral teraba dingin dan
adanya sianosis perifer.
Disability :
Pada disability pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolis sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
Eksposure :
Setelah kita mengkaji secara menyeluruh dan sistematis, mulai dari airway, breathing,
circulation, dan disability sekarang kita mengkaji secara menyeluruh untuk melihat apakah
ada organ lain yang mengalami gangguan. Sehingga kita dapat cepat memberikan
perawatan.
III. Pengkajian Sekunder
1. Wawancara
a. Pasien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir, usia.
Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang,
riwayat tumbuh kembang serta riwayat sosial klien
b. Anamnesa
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, dan sesak nafas.
2. Pemeriksaan fisik
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada
auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Gejala lain adalah dull (redup) pada
perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles
(ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri
dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas.
b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar, fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang, ronkhi halus
pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronkial,
egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
nafas ditandai dengan sputum yang berlebihan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas yang ditandai
dengan penggunaan otot bantu pernapasan.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan ditandani
dengan nafsu makan menurun.
4. Risiko hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan secara aktif.
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi di tandai
dengan menanyakan masalah yang dihadapi
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
mengeluh nyeri.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan mengeluh
lelah.
8. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal.
B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Bersihan jalan SLKI) : bersihan jalan SIKI: Bersihan jalan nafas
nafas tidak efektif jalan nafas tidak efektif tidak efektif
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengansekresi yang Label : Bersihan jalan nafas Label: Manajemen jalan
tertahan setelah dilakukan intervensi nafas
selama ..x..24jam, diharapkan Observasi:
bersihan jalan nafas 1) Monitor pola nafas
meningkat dengan kriteria (frekuensi, kedalaman,
hasil: usaha nafas)
- batuk efektif meningkat 2) Monitor bunyi nafas
- produksi sputum menurun tambahan (mis.
- mengi, wheezing menurun Gurgling, mengi
- meconium meurun wheezing, ronkhi
- Dispneaa meurun kering)
- ortopnea menurun 3) Monitor sputum
- sulit bicara menurun (jumlah warna aroma)
Terapeutik:
1) Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan
head tilt chin lift (
jawthrust jika curiga
trauma servical)
2) Posisikan
semifowler/fowlee
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
6) Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep mcgill
8) Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
1) njurkan asupan
2000ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

2. Polanafas tidak (SLKI) : Polanafas tidak SIKI: Polanafas tidak


efektif efektif efektif
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengan hambatan Label : Pola napas Label: Manajemen jalan
upaya nafas setelah dilakukan intervensi nafas
selama ..x..24jam, diharapkan Observasi:
pola napas membaik dengan 4) Monitor pola nafas
kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman,
- Ventilasi semenit usaha nafas)
meningakat 5) Monitor bunyi nafas
- Kapasitas vital tambahan (mis.
meningkat Gurgling, mengi
- Dispnea menurun wheezing, ronkhi
- Penggunakan otot bantu kering)
nafas menurun 6) Monitor sputum
- Pemanjangan fase (jumlah warna aroma)
ekspirasi menurun Terapeutik:
- Pernapasan cuping 9) Pertahankan kepatenan
hidung menurun jalan nafas dengan
head tilt chin lift (
jawthrust jika curiga
trauma servical)
10) Posisikan
semifowler/fowlee
11) Berikan minum hangat
12) Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
13) Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
14) Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
15) Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep mcgill
16) Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
3) njurkan asupan
2000ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
4) Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3. Defisit nutrisi (SLKI) : deficit nutrisi SIKI: Deficit nutrisi
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengan ketidak Label : status nutrisi Label: Manajemen nutrisi
mampuan menelan setelah dilakukan intervensi Observasi:
makanan selama ..x..24jam, diharapkan 1) Identifikasi status
status nutrisi membaik nutrisi
dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi alergi
- porsi makanan yang dan intoleransi
dihabiskan meningkat makanan
- Kekuatan otot 3) Identifikasi makanan
menelan meningkat yang disukai
- Kekuatan otot 4) Monitor asupan
pengunyah meningkat makanan
- Verbalisasi keinginan 5) Identifikasi
untuk meningkatkan kebutuhan kalori dan
nutrisi meningkat jenis nutrient
- Frekuensi makan 6) Monitor berat badan
membaik 7) Monitor hasil
- Nafsu makan pemeriksaan
membaik laboratorium
Terapeutik:
1) Lakukan oral
hygiene sebelum
makan jika perlu
2) Vasilitasi
menentukan
pedoman diet
(misalnya piramida
makanan)
3) Berikan makanan
tinggi serat
mencegah konstipasi
4) Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
5) Berikan suplemen
makanan jika perlu
Edukasi:
1) Anjurkan posisi
duduk jika mampu
2) Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
1) Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan (mis
peredam nyeri,
antiemetic jika
perlu)
2) Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan jika
perlu

4. Risiko hipovolemia (SLKI) : Risiko SIKI: Risiko Hipovolemia


dibuktikan dengan Hipovolemia Intervensi Utama
kehilangan cairan Luaran Utama Label: Manajemen
secara aktif. Label : Status Cairan Hipovolemia
setelah dilakukan intervensi Observasi:
selama ..x..24jam, diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala
pola napas membaik dengan hipovolemia (mis.

kriteria hasil: Frekuensi nadi meningkat,


nadi teraba lemah, tekanan
- Kekuatan nadi
darah menurun, tekanan
meningkat
nadi menyempit, turgor
- Output urine
kulit menurun, membrane
meningkat
mukosa kering, volume
- Membrane mukosa urine menurun, hematokrit
lembab meningkat meningkat, haus, lemah ).
- Ortopnea menurun 2. Monitor intake dan output
- Disnea menurun cairan
- Paroxysmal nocturnal Terapeutik :
dysnea (PND) 1. Hitung kebutuhan cairan

penurun 2. Berikan posisi modified


trendelenburg
- Edema Ansarka
3. Berikan asupan cairan oral
menurun
Edukasi :
- Edema perifer
1. Anjurkan memperbanyak
menurun frekuensi
asupan cairan oral
nadi membaik 2. Anjurkan menghindari
- Tekanan darah perubahan posisi
membaik mendadak
- Tekanan nadi Kolaborasi :
membaik 1. Kolaborasi pemberian

- Turgor kulit membaik cairan IV isotonis (mis.


NaCl, RL )
- Jogular venous
2. Kolaborasi pemberian
pressure (JVP)
cairan IV hipotonis (mis.
membaik
Glukosa 2,5%, NaCl
- Hemoglobin membaik
0,4%)
- Hematokrit membaik 3. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian
produk darah

Label: Pemantauan
Cairan
Observasi:
1. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi nafas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu pengisian
kapiler
6. Monitor elastisitas atau
turgor kulit
7. Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
8. Monitor kadar albumin
dan protein total
Terapeutik :
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
1.
2.
5. Defisit (SLKI) : Defisit SIKI: Defisit Pengetahuan
pengetahuan Pengetahuan Intervensi Utama
berhubungan Luaran Utama Label: Edukasi Kesehatan
dengan kurang Label : Tingkat Observasi:
terpapar informasi Pengetahuan 1. Identifikaasi kesiapan dan
di tandai dengan setelah dilakukan intervensi kemampuan menerima

menanyakan selama ..x..24jam, diharapkan informasi


2. Identifikasi factor-faktor
masalah yang pola napas membaik dengan
yang dapat meningkatkan
dihadapi kriteria hasil:
dan menurunkan motivasi
- Kemampuan
perilaku hidup bersih dan
menjelaskan
sehat
pengetahuan tentang
Terapeutik :
suatu topic meningkat 1. Sediakan materi dan media
- Kemampuan pendidikan kesehatan
menggambarkan 2. Jadwalkan pendidikan
pengalaman kesehatan sesuai
sebelumnya yang kesepakatan

sesuai dengan topic 3. Berikan kesempatan untuk


bertanya
meningkat
Edukasi :
- Perilaku sesuai
1. Jelaskan factor risiko yang
dengan pengetahuan
dapat mempengaruhi
meningkat
- Pertanyaan tentang kesehatan
masalah yang 2. Ajarkan perilaku hidup

dihadapi menurun bersih dan sehat


3. Ajarkan strategi yang
- Persepsi yang keliru
dapat digunakan untuk
tehadap masalah
meningkatkan perilaku
menurun
hidup bersih dan sehat.
6. Nyeri akut (SLKI) : Nyeri Akut SIKI: Nyeri Akut
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengan agen Label : Tingkat Nyeri Label: Manajemen Nyeri
pencedera setelah dilakukan intervensi Observasi:
fisiologis ditandai selama ..x..24jam, diharapkan 1. Identifikasi lokasi,
dengan mengeluh pola napas membaik dengan karakteristik, durasi,

nyeri. kriteria hasil: frekuensi, kualitas,

- Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri.

- Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri

- Sikap protektif menurun 3. Identifikasi respon nyeri

- Kesulitan tidur menurun non verbal

- Frekuensi nadi membaik 4. Identifikasi factor yang


memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek saming
penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresure, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
7. Intoleransi aktivitas (SLKI) : Intoleransi SIKI: Intoleransi aktivitas
berhubungan aktivitas Intervensi Utama
dengan kelemahan Luaran Utama Label: Terapi aktivitas
Label : toleransi aktivitas Observasi:
setelah dilakukan intervensi 1) Observasi
selama ..x..24jam, diharapkan identifikasi deficit
toleransi aktivitas meningkat tingkat aktivitas
meningkat dengan kriteria 2) Indentifikasi
hasil: aktivitas dalam
- Frekuensi nadi aktivitas tertentu
meningkat 3) Identifikasi sumber
- Saturasi oksigen daya untuk aktivitas
meningkat yang diinginkan
- Kemudahan dalam Terapeutik
melakukan aktivitas 1) Fasilitasi memilih
sehari-hari meningkat aktivitas dan
- Keluhan lelah tetapkan tujuan
menurun aktivitas yang
- Dyspnea saat konsisten sesuai
melakukan aktivitas kemampuan fisik,
menurun psikologis, dan
- Dyspnea setelah social
aktivitas menurun 2) Kordinasikan
- Perasaan lemah pemilihan aktivitas
menurun sesuai usia
- Warna kulit membaik 3) Fasilitasi pasien
- Tekanan darah dan keluarga dalam
membaik menyesuaikan
- Frekuensi napas lingkungan untuk
membaik mengakomodasi
aktivitas yang
dipilih
4) Fasilitai aktivitas
fisik rutin (mis.
Ambulasi,
mobilisasi, dan
perawatan diri
5) Fasilitasi aktivitas
motoric untuk
merelaksasi otot
6) Libatkan keluarga
dalam aktivitas jika
perlu
7) Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas
sehari-hari
Edukasi:
1) Jelaskan metode
aktivitas fisik
sehari-hari jika
perlu
2) Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
Kolaborasi:
1) Kolaborasi dengan
terapis ukupasi
dalam mrencanakan
dan memonitor
program aktivitas
2) Rujuk pada pusat
atau program
aktivitas komunitas,
jika perlu
8. Hipertermia (SLKI) : Hipertermia SIKI: Hipertermia
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengan proses Label : Termoregulasi Label: Terapi aktivitas
penyakit setelah dilakukan intervensi Observasi:
ditandaidengan selama ..x..24jam, diharapkan 1. Identifikasi penyebab
suhu tubuh diatas toleransi aktivitas meningkat hipertermia (mis.
nilai normal. meningkat dengan kriteria Dehidrasi, terpapar
hasil: lingkungan panas,
- Menggigil menurun penggunaan incubator)
- Suhu tubuh membaik 2. Monitor suhu tubuh
- Suhu kulit membaik 3. Monitor kadar elektrolit
- Kadar glukosa darah 4. Monitor haluaran urine
membaik 5. Monitor komplikasi
- Pengisian kapiler akibat hipertermia
membaik Terapiutik :
- Ventilasi mebaik 1. Sediakan lingkungan
- Tekanan darah yang dingin
membaik 2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Betz & Sowden. 2004. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi: Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Jaypee Brothers. 2006. IAP Textbook of Pediatrics: Third Edition. India: Medical Publhishers.

Lippincott Williams & Wilkins. 2006. Oski’s Pediatrics: Principles & Practice: 4th Edition.
Philadelphia.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoniapada Balita, OrangDewasa, Usia
Lanjut. Pustaka. Jakarta: Obor Populer

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih bahasa: Peter
anugerah. Jakarta: EGC

Ridha, Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Roudelph. 2007. Buku Peditria Rubolph. Edisi , 20. Volume Jakarta : EGC

SDKI 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik
2016. Tim Pokja SDKI DPP PPNI.

SLKI 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan
2018. Tim Pokja SLKI DPP PPNI.

SIKI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan
2018. Tim Pokja SIKI DPP PPNI.

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 6. Jakarta : EGC

Zul Dahlan. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai