Anda di halaman 1dari 10

Tugas individu

DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK


( Sifat-Sifat Daging Segar )

Oleh :

NAMA : DHARMA SANJAYA


NIM : L1A1 17 036
Kelas : A

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Daging segar diperuntukkan bagi otot yang sudah mengalami perubahan
menjadi daging melalui perubahan-perubahan biokimia dan biofisik setelah
penyembelihan ternak termasuk yang sudah mengalami pengolahan secara
minimal melalyui prosedur seperti fabrikasi menjadi retail cuts, potongan-
potongan kubik, pencincangan, marinating atau pembekuan.
Sifat-sifat daging segar menjadi pertimbangan bagi konsumen rumah
tangga maupun bagi para pengolah ditingkat restaurant atau hotel pada saat
membeli daging. Pengolahan lebih lanjut daging segar bisa dikaitkan dengan sifat-
sifat daging tersebut pada saat masih segar
Beberapa sifat daging segar yang menjadi pertimbangan adalah sifat fisik
dan kimia daging. Hal inilah yang melatarbelakangi dibuatnya makalah mengenai
sifat fisik dan kimia daging.

I.2. Tujuan dan Kegunaan


Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
metode uji fisik,kimia dan mikroorganisme pada daging,Untuk menambah
wawasan mahasiswa tentang sifat fisik, dan kimia daging.
Adapun kegunaan dalam pembuatan makalah ini adalah agar dapat
mengetahui metode uji fisik,kimia dan mikroorganisme pada daging,Untuk
menambah wawasan mahasiswa tentang sifat fisik, dan kimia daging.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Daging


Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh
lapisan masyarakat karena rasanya lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi.
Daging juga merupakan sumber protein hewani yang mengandung asam–asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang, serta mudah dicerna. Daging yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah daging sapi.
Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan pedoman untuk memilih daging
segar antara lain warna, bau, tekstur, dan penampakannya. Daging segar
mempunyai warna merah cerah dan mengkilap. Adapun daging yang mulai rusak
berubah warna menjadi coklat kehijauan, kuning, dan akhirnya tidak berwarna.
Daging yang segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbau khas daging segar.
Daging segar bertekstur kenyal, padat, dan tidak kaku, bila tertekan dengan
tangan, bekas pijatan cepat kembali ke posisi semula. Selain itu, daging segar
tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa kebasahannya.
Komposisi daging relative mirip satu sama lain, terutama kandungan
proteinnya yang berkisar 15-20 persen dari berat bahan. Protein merupakan
komponen kimia terpenting yang ada di dalam daging. Protein yang terkandung di
dalam daging, seperti halnya susu dan telur. Protein daging lebih mudah dicerna
dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati.Nilai protein
daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino esensialnya yang
lengkap dan seimbang.

2.2. Sifat Fisik Daging


Sifat-sifat fisik tersebut meliputi nilap pH daging, daya ikat air (DMA),
susut masak, dan keempukan. Selanjutnya, dari nilai sifat-sifat fisik ini dapat
dilihat kualitas daging tersebut.
a. Ph Daging
Pengaruh stres sesaat sebelum pemotongan terhadap bermacam-macam
otot sapi sangat bervariasi. Misalnya, sejumlah otot mengalami peningkatan
cairan daging, sementara otot lain dapat menjadi kering. Stres sebelum
pemotongan, seperti iklim, tingkah laku agresif diantara ternak sapi atau gerakan
yang berlebihan, juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau
habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH
yang tinggi (lebih besar dari 5,9)
Setelah pH menurun pasca pemotongan, kemudian pH akan mencapai
konstan pada beberapa waktu dan waktu ini bertambah meskipun daging dalam
keadaan dingin dan akan naik lagi pH-nya pada kontaminasi dan kondisi
membusuk. Bila pH mencapai 6,7 atau lebih, secara objektif pembusukan telah
terjadi dan akan terbentuk perubahan bau, warna, dan susunan komposisinya.
Nilai pH pasca mati akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang
dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan hal ini akan terbatas
bila glikogen terdeplesi karena lelah, kelaparan, atau takut pada hewan sebelum
dipotong. Berhubung pH adalah faktor penentu pertumbuhan bakteri yang
penting, maka jelas bahwa pH akhir daging memang penting untuk ketahannya
terhadap pembusukan. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH
sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH
untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel
lain di luar faktor keasaman itu sendiri.
b. Daya Mengikat Air
Nilai daya mengikat air oleh protein daging ditentukan dengan metode
pengepresan menurut Hamm (Swatland, 1984). Penurunan nilai daya ikat air oleh
protein daging, dan pada saat penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi
kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi
atau keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan Lawrie, 1979).
Proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga
daya ikat air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan
menyebabkan nilai daya ikat air (Bhattacharya et al., 1988). Hal ini juga akan
terlihat pada banyaknya cairan yang keluar (drip) pada saat daging beku tersebut
di thawing. Semakin tinggi cairan yang keluar dari daging menunjukkan bahwa
nilai daya ikat air oleh protein daging tersebut semakin rendah (Soeparno, 1998).
Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut masak.
c. Susust Masak
Susut masak merupakan persentase berat daging yang hilang akibat
pemasakan dan merupakan fungsi dari waktu dan suhu pemasakan. Daging
dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik
daripada daging dengan persentase susut masak yang tinggi, hal ini karena
kehilangan nutrisi selama proses pemasakan akan lebih sedikit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi(P<0,05) antara
jenis ternak dan lama postmortemnterhadap susut masak daging. Rataan susut
masak daging sapi pada 4 jam postmortemnyata lebih tinggi.
Menurut Lawrie (2003), nilai susut masak daging cukup bervariasi yaitu
antara 1,5% sampai 54,5% dengan kisaran 15% sampai 40%. Hal ini
menunjukkan bahwa susut masak yang diperoleh pada berbagai jenis ternak
dengan lama postmortem yang berbeda adalah bervariasi. Susut masak merupakan
indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu
banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara otot. Daging dengan susut
masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging
dengan persentase susut masak yang tinggi, karena kehilangan nutrisi selama
proses pemasakan akan lebih sedikit. Menurut Shanks et al. (2002), besarnya
susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya
air yang keluar dari daging, degradasi protein dan kemampuan daging untuk
mengikat air.
Susut masak daging sapi dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air.
Semakin tinggi daya ikat air, semakin rendah kadar air daging sapi. Hal ini diikuti
oleh turunnya persentase susut masak daging sapi. Rataan susut masak daging
sapi yang didapatkan dari penelitian ini menurun sebanding dengan penurunan
kadar air. Daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas
yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga
rendah.
Nilai susut masak daging sapi yang disimpan beku selama 0 sampai 6
bulan pada temperatur -180 C menunjukkan peningkatan secara nyata sampai
dengan lama penyimpanan 2 bulan dan tidak berbeda nyata pada penyimpanan
beku selama 3 sampai 6 bulan). Hal ini dikarenakan selama penyimpanan beku
terjadi perubahan-perubahan protein otot, yang menyebabkan berkurangnya nilai
daya ikat air protein otot dan meningkatnya jumlah cairan yang keluar (drip) dari
daging akibat dari pembekuan dan penyimapan beku daging .
d. Keempukan
Nilai keempukan daging ditentukan dengan metode shear press menurut
Warner-Blatzer (Bouton et al., 1971). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penyimpanan beku dapat menurunkan nilai daya putus atau meningkatkan
keempukan daging secara nyata pada penyimpanan beku selama 0 sampai 2 bulan,
dan tidak berbeda nyata pada penyimpanan beku selama 3 sampai 6 bulan . Hal
ini disebabkan karena selama proses pembekuan dan penyimpanan beku terjadi
kerusakan protein-protein daging, misalnya protein miofibrilar dan sarkoplasmik
(Awad et al., 1968 cit Soeparno, 1998). Pembekuan cepat dapat meningkatkan
keempukan daging, karena struktur jaringan mengalami perubahan, misalnya
denaturasi protein.
Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya yang
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging
ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan
pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging serta
rigor mortis daging yang terjadi setelah ternak dipotong. Faktor yang
mempengaruhi keempukan daging digolongkan menjadi faktor antemortem
(sebelum pemotongan) seperti genetik (termasuk bangsa, spesies, dan status
fisiologi), umur, manajemen, jenis kelamin, serta stres, dan faktor postmortem
(setelah pemotongan) yang meliputi metode chilling, refrigerasi,
pelayuan/pemasakan (aging), pembekuan (termasuk lama dan temperatur
penyimpanan), dan metode pengolahan (termasuk metode pemasakan dan
penambahan bahan pengempuk). Keempukan daging dapat diketahui dengan
mengukur daya putusnya, semakin rendah nilai daya putusnya, semakin empuk
daging tersebut. Tujuan dari tinjauan ini adalah memberikan informasi mengenai
keempukan daging dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2.3. Sifat Kimia Daging

a. Malachit Green Test


Pada uji Malachit Green test ini untuk mengetahui hewan disembelih
dengan sempurna atau tidak. Hasil uji yang dilakukan memberikan hasil negatif,
yang berarti daging tersebut berasal dari hewan yang disembelih sempurna.
Penyembelihan dan pengeluaran darah yang tidak sempurna akan diketahui,
karena akan dijumpai banyak Hb dalam daging sehingga O2 dari H2O2 3% tidak
mengoksidasi Malachit Green menyebabkan warna larutan hijau. Sebaliknya, jika
tidak ada Hb, maka O2 akan mengoksidasi Malachit Green menjadi warna biru.
Pengeluaran darah yang tidak sempurna mengakibatkan daging cepat membusuk
serta mempengaruhi proses selanjutnya. Pengeluaran darah yang efektif hanya
dapat dikeluarkan 50% nya saja dari jumlah total darah.
Pengeluaran darah yang tidak sempurna mengakibatkan daging cepat
membusuk serta mempengaruhi proses selanjutnya. Pengeluaran darah yang
efektif hanya dapat dikeluarkan 50% nya saja dari jumlah total darah.
b. Pengukuran pH Ekstrak Daging
Standar pH daging hewan sehat dan cukup istirahat yang baru disembelih
adalah 7-7,2 dan akan terus menurun selama 24 jam sampai beberapa hari. Jika
terjadi pembusukan maka pH nya akan kembali ke 7. Jarak penurunan pH tersebut
tidak sama untuk semua urat daging dari seekor hewan dan antara hewan juga
berbeda. Nilai pH daging post mortem akan ditentukan oleh jumlah asam laktat
yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan akan terbatas
bila hewan terdepresi karena lelah. Setelah hewan disembelih, penyedian oksigen
otot terhenti. Dengan demikian persediaan oksigen tidak lagi di otot dan sisa
metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi dari otot. Jadi daging hewan yang sudah
disembelih akan mengalami penurunan pH.
Hasil perhitungan Ph daging segar adalah 7,2 yang berarti daging tersebut
berasal dari hewan yang sehat. Setelah 24 jam di dalam refrigerator Ph daging
mengalami penurunan karena adanya aktivitas mikroba yang menyebabkan proses
glikolisis menghasilkan asam laktat. Begitu pula yang terjadi pada daging beku.
Namun, pada daging busuk Ph meningkat karena penurunan aktivitas mikroba
penghasil asam karena persediaan glikogen yang semakin terbatas dan diikuti
aktivitas mikroba penghasil senyawa basa
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah bahwa Sifat-sifat
daging segar menjadi pertimbangan bagi konsumen rumah tangga maupun bagi
para pengolah ditingkat restaurant atau hotel pada saat membeli daging.
Pengolahan lebih lanjut daging segar bisa dikaitkan dengan sifat-sifat daging
tersebut pada saat masih segar. Nilai pH, DMA, susut masak, dan keempukan
daging saling terkait satu sama lain dan sangat menentukan kualitas dari daging
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Ika, 2010. Analisa Sifat Fisik Daging http://ikaa083. student. ipb. ac.id
academic/analisis-sifat fisik daging. Diakses pada tanggal 01
Desember 2014.

Joni, I. 2013. Ilmu Dan Teknologi Pengolahan Dagng. http://indra joni


ilmupeternakan uin suskariau. blogspot. com/2013/06/ilmu-dan-
tekhnologi-pengolahan daging.html. Diakses pada tanggal 01
Desember 2014.

Komariah, dkk. 2009. Sifat Fisik Daging Sapi, Kerbau Dan Domba Pada Lama
PostmortemYang Berbeda. Jurnal. Departemen Ilmu Produksi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. vol. 33(3):
183-189, Oktober.

Rais, H .2013. Uji Sifat Daging. https://harfinad24090112. wordpress.


com/2012/09/14/laporan-4-uji-sifat-fisik-daging/html. Diakses pada
tanggal 01 Desember 2014.

Anda mungkin juga menyukai