Anda di halaman 1dari 7

KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM

A. Pendahuluan
Manusia merupakan puncak ciptaan Allah, karena manusia merupakan makhluk
yang mulia. Kemuliaan manusia akan sirna jika dirinya tidak mampu memahami potensi
diri dan tugas yang diembannya. Sebagai Abdullah dan kekhalifatullah pada diri manusia,
ia mampu membuat kedamaian dan kemakmuran dengan cara memahami dan mengola
alam semesta dengan perangkat iman dan ilmu pengetahuan.
B. Hakikat Manusia Dalam Islam

Membicarakan manusia berarti bertanya kepada diri sendiri, siapa sesungguhnya


diri kita, dari mana, untuk ada dan hendak kemana kita ini. Sesungguhnya pertanyaan ini
sah-sah saja untuk dijadikan bahan renungan hidup untuk mengantisipasi dan
mengevaluasi peran manusia di masa mendatang.

“Hendaklah manusia memperhatikan dari apa ia diciptakan (Q.S.86:5), dan juga


pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Q.S. 51:21).

Dalam pandangan Al-Qur’an dan sunnah rasul, manusia diciptakan Allah dari
tanah lalu ditiupkan roh. (Q.S. 15:28-28), dan sudah menjadi pemahaman manusia
pertama (Q.S. 2:30-35), walaupun dalam Al-Qur’an tidak menerangkan secara konkrit
tentang manusia pertama. Dari kisah Adam dapat diperoleh pemahaman tentang eksistensi
manusia dari kemanusiaan. Menurut Al-Qur’an bahwa manusia dilahirkan secara individu
dan berakhir (mati) secara individu pula dengan kata lain menghadap Allah secara
individu (Q.S. 2:156)

Manusia dijadikan khalifah di muka bumi (Q.S. 2:30:6:165). Hal ini menunjukkan
bahwa Allah telah memberikan status dan martabat yang tinggi kepada manusia (Q.S.
17:70;95:4), sekaligus manusia telah dipercaya Allah memegang amanah (Q.S. 33;72).
Penciptaan tugas kemanusiaan (kekhalifaan) manusia menyebabkan makhluk yang lain
(malaikat) menjadi risau (Q.S. 2:30), bahkan iblis sampai menentang tidak mau
menghormati kemuliaan manusia (Q.S. 15:31-33).

Kelebihan dan keunggulan manusia dengan makhluk yang lain adalah penerimaan
pendidikan dari Allah, karena manusia memiliki fitrah dan akal (Q.S. 30:30). Dengan
pengembangan potensi akal dan fitrah ini manusia akan mencapai kebahagiaan dan
kemuliaan. Kenyataan lain yang tidak kalah pentingnya, bahwa didalam diri manusia juga
ada kelemahannya (insan dhaif) yang berwawasan pendek, karena memang manusia
diciptakan sebagai makhluk yang lemah (Q.S. 4:28;70:19-210).

Dari konsep dasar tentang manusia tersebut diatas, maka dapat dirumuskan bahwa
eksistensi dan esensi manusia dalam pandangan islam adalah sebagai berikut:

 Manusia merupakan “Khalifah fil ardhi”, yaitu pemimpin di muka bumi,


sekaligus sebagai mandataris Allah yang memegang dan melaksanakan amanah-
Nya. Untuk melaksanakan tugas kekhalifahanmaka manusia diberi petunjuk
berupa Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
 Hakikat dan kualitas manusia terletak dalam hubungannya dengan Allah, yang
berarti juga hubungannya dengan sesama manusia dana lam (iman dana mal
shaleh). Dengan kemerdekaannya manusia akan melebihi malaikat dan bisa lebih
rendah dari hewan.
 Manusia merupakan kesatuan yang memiliki empat dimensi yakni Fisik-biologis,
mental psikis, sosio kultural, dan spiritual. Dengan dimensi rohani, manusia
memungkinkan dirinya mengadakan hubungan dan mengenal Tuhannya
(ma’rifatullah). Ditinjau dari dimensi lain manusia dianggap sebagai makhluk
berakal, berilmu pengetahuan dan normative.
 Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Ajaran islam tidak
mengenal dosa keturunan atau waris. Setiap orang harus bertanggung jawab
sendiri atas perbuatannya.
C. Potensi dalam Diri Manusia
 Roh
 Fitrah
 Qalb
 Aql
 Nafs
a. Roh
Persoalan roh merupakan hak paten Tuhan
Allah berfirman :
“dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah bahwa roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (Q.S. 17:85)
b. Fitrah
Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan
principil membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain. Dengan memenuhi hati
nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati (insan Kamil).
Fitrah manusia pada dasarnya menghendaki adanya kebaikan, karena dalam fitrah
itu terdapat dhamier yang selalu rindu akan kebenaran mutlak, yakni Allah SWT.
Firman Allah:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui” (QS.30:30).
Dalam konsepsi Al-Qur’an bahwa “Fitrah” dapat disamakan dengan “Nafsu
Muthmainnah” (jiwa yang tenang) adlah suatu dorongan atau jalan untuk dekat dan
mendekati Allah, yaitu jalan “ketaqwaan”.
Firman Allah
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah
ke dalam syurga-Ku”. (QS. Al-Fajar (89): 27-30).
Juga dalam firman-Nya:
“dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan, sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya”. (QS. Asy-Syams (91):7-10).
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa fitrah yang ada dalam diri manusia itu sama
dengan Nafsu Muthmainnah yang cenderung mengikuti jalan Tuhan (jalan kebenaran,
kebaikan) yakni iman dan taqwa.
c. Qalb
Qalb (kalbu, daya rasa), yakni alat untuk mencapai ma’rifatullah dengan mengenal
Allah sebagai dzat pencipta, pemelihara dan penyanyang atas sekalian manusia alam.
(QS.26:192-194;22:46;47:24).
Qalb merupakan unsur jiwa yang memiliki rasa kebaikan, pusat penalaran,
pemikiran dan kehendak yang berfungsi untuk berfikir (QS. 22:46) dan memahami
sesuatu (QS.7:179) yang bertugas untuk aktualisasi sesuatu. Qalb merupakan wadah fitrah
yang sehat (QS.26:89) dapat memperingatkan serta memberi pemahaman dan petunjuk
untuk semua manusia (QS.50:37; 64:11; 5:41; 49;7),alat penerimaan keimanan dan
menimbulkan pahala dan dosa (QS.2:283; 15:12), tumpuan dari segala perasaan manusia
(QS.2:74; 3:151, 156; 57:27). (Muhaimin dan Abd.Mujib, 1993:39-40).
d. Al-Aql
Aql (akal atau daya nalar). Al-Qur’an memberikan perhatian khusus terhadap
penggunaan akal dalam berpikir sebagaimana yang dinyatakan dalam (QS.3:191). Al-
Qur’an juga menjelaskan bahwa Islam tegak di atas pemikiran (QS.6:50). Allah
mengingatkan dalam Al-Qur’an bahwa penggunaan akal memungkinkan manusia untuk
terus berdzikir dan merenung (kontemplasi) ciptaan Allah (QS.13:19). Dengan
penggunaan akal memungkinkan manusia mengetahui tanda-tanda kebesaran Allah serta
mengambil pelajaran darinya (QS.20:53-54).
Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, akal mempunyai daya-daya khusus yakni daya
untuk berkognisi, persepsi dan komprehensif, daya-daya itu dikategorikan sebagai An-
Nadhor. Akal juga memiliki daya Al-Irodah yang mempunyai daya emosi dan daya
menilai. Bagi Ibnu Taimiyah daya akal ini mampu mengantarkan manusia pada
ma’rifatullah, menentukan manusia yang iman dan yang kufur serta dapat membedakan
antara yang benar dan yang salah. (Juhaya S. Praja, 1990:76).
e. Nafs

Nafsu adalah dorongan-dorongan yang bersemayam pada jiwa manusia. Dorongan


ini menimbulkan aktifitas pada manusia yaitu aktifitas jelek (menjauh dari rahmat Allah)
dan aktifitas yang baik (mendekati rahmat Allah).

Firman Allah:

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya


nafsu itu selalu menyuruh pada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Allah Tuhanku, sesungguhnya Tuhanku Maha pengampun lagi Maha penyayang”.
(QS. Yusuf 12:53)

Dengan demikian nafsu bias digolongkan menjadi 3 yaitu:


1) Nafsu muthmainnah (jiwa tentram, tenang)
2) Nafsu ammarah (jiwa labil)
3) Nafsu ammarah bis suu’ (jiwa hina)

Sebagai contoh, manusia memiliki nafsu makan, nafsu seksual. Jika makan
berlebihan dan apa saja dimakan tidak mengenal batas-batas yang ditentukan Tuhan,
maka sama dengan binatang. Nafsu seksual berlebihan tidak terkontrol, maka akan
menjadi budak nafsu biologis. Di sinilah pentingnya puasa itu dengan menahan diri dari
hawa nafsu.

“Ismail bin Sayid Muhammad Said al Qadiri”, membagi nafsu menjadi 7 (tujuh)
yaitu nafsu :

1) Ammarah
2) Lawwamah
3) Mulhammah
4) Muthmainnah
5) Radiyyah
6) Mardhiyah
7) Kamilah

Dari tujuh nafsu tersebut diklasifikasikan menjadi dua yaitu pertama nafsu tercela dan
kedua nafsu terpuji. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1) Yang tergolong nafsu tercela, meliputi nafsu ammarah dan lawwamah. Ciri-ciri
nafsu ammarah (lengkapnya ammarah bissu’) ada tujuh macam yaitu; kikir,
tamak, dengki, jahl(bodoh), takabbur, syahwat (hedonistik), dan pemarah
(ghadhab). Sedangkan ciri-ciri nafsu lawwamah berjumlah sembilan macam yaitu
suka mencerca (laum), mengumbar nafsu(hawa), menipu, bangga dengan amalnya
(ujub), mengumpat, riya, dhalim, dusta, dan lupa mengingat Allah.
2) Nafsu yang terpuji meliputi lima macam, yaitu Mulhammah, Muthmainnah,
Radhiyah, Mardhiyah, dan Kamilah. Ciri-ciri nafsu Mulhammah adalah pemurah ,
qona’ah, hilm (bijak), tawaddu’ (rendah hati), taubat, sabra dan tahan uji (at-
tahammul). Ciri-ciri nafsu muthmainnah adalah sifat dermawan, tawakkal, ibadah
dengan ikhlas, syukur ridha, dan takut berbuat maksiat. Ciri-ciri nafsu Radhiyah
meliputi dermawan zuhud, ikhlas, menjauhi subhat dan haram (wara’), mengganti
perilaku tercela dengan terpuji (riyadhah) dan menepati janji (al-wafak). Ciri-ciri
nafsu Mardiyah meliputi, berbudi luhur, meninggalkan apa saja selain Allah, kasih
sayang sesama makhluk, mengajak kebaikan, memaafkan, mencintai sesamanya
dan memasukkan sifat terpuji. Sedang ciri nafsu Kamilah ialah ilmul-yakin, ‘ainul
yakin, dan haqqul yakin. (Ahmad Syafi’I Mufid, 1992:25-26)
D. Segi Positif dan Negatif Manusia

Dalam kitab suci disebutka walaupun manusia telah diciptakan dalam bentuk yang
sebaik-baiknya (positif) tetapi secara intern di dalam diri manusia itu punya kelemahan
(negatif).

Adapun segi positif manusia adalah

a. Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi (QS. 21:30; 6:165)


b. Manusia punya intelegensi/bias dididik (QS. 2:31-33)
c. Manusia punya potensi dekat dengan Tuhan (QS. 7:172; 30:43)
d. Dalam fitrahnya memiliki unsur syurgawi (QS. 32:7-9)
e. Manusia adalah pilihan Tuhan (QS. 20:122)
f. Memiliki kemerdekaan (QS. 33:73), amanah (QS. 76:2-3)
g. Mempunyai martabat pembawaan Mulia (QS. 17:70)
h. Memiliki kesadaran moral, baik dan buruk (QS. 91:70)
i. Jiwa manusia bisa damai dengan mengingat Tuhan (QS. 13:28; 84:6)
j. Segala yang di alam untuk manusia (QS. 2:29; 45:13)
k. Tuhan menciptakan adalah untuh menyembahnya (QS. 51:56)
l. Kalau lupa Allah akan lupa diri dan sebaliknya (QS. 59:19)
m. Hidup untuk mencapai ridha Allah (QS. 89:27-28; 9:72)

Sedangkan segi negatif (kelemahan manusia adalah

a. Bersifat tergesa-gesa (QS. 17:11)


b. Suka membantah (QS. 18:54)
c. Sifat keluh kesah dan kikir (QS. 70:19-21)
d. Bersifat susah payah (QS. 90:4)
e. Sifat ingkar (QS. 100:6)
f. Berlebih-lebihan dan melampaui batas (QS. 10:21)
g. Zhalim dan bodoh (QS. 33:72)
h. Bersifat lalai (QS. 7:179)

Anda mungkin juga menyukai