Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS


“PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI”
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG

I. MASALAH UTAMA
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
B. Rentang Respon

Adaptif
Maladaptif

Persepsi Akurat Ilusi


Halusinasi

 Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra


perasaan, dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain
dan mengenai kualitasnya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
 Ilusi adalah penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-
benar terjadi karena rangsangan panca indera.
 Halusinasi adalah persepsi yang salah, meskipun tidak ada stimulus
tetapi klien merasakannya.
C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada
system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan
dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
D. Tanda dan gejala
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 2005).
E. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
 Masalah keperawatan : perubahan persepsi sensori : Halusinasi
 Data yang perlu dikaji
1. Data subjektif :
a. Klien mengatakan mendengar sesuatu mengatakan melihat
bayangan putih
b. Klien mengatakan kepalanya melayang di udara cemas dan
khawatir
2. Data objektif :
a. klien terlihat berbicara/tertawa sendiri saat dikaji
b. Disorentasi
c. Kosentrasi rendah
e. Kekacauan alur pikiran
f. Pikiran cepat berubah-ubah
F. Klasifikasi
1. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulus yang nyata/lingkungan. Dengan kata lain yang berada
disekitar klien tidak mendengar bunyi atau suara yang didengar klien
tersebut.
2. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus
yang nyata dari lingkungan
3. Halusinasi penciuman
Klien mencium sesuatu yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata
4. Halusinasi pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak
5. Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata
G. Masalah Keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
d. HDR Kronis
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di
sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien diajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
I. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Gangguan persepsi sensori ; halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

J. Diagnosa
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
K. Rencana Tindakan
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rencana :
1. Bina hubungan saling percaya dengan komunikasi terapeutik
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap pasien
- Jelaskan tujuan pertemuan
TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Rencana :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandanya
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri
4. Bereikan pujian terhadap kemapuan klien mengungkapkan
perasaan
TUK 3 : Klien dapat menyebutkan .keuntungan b/d orang lain dan
kerugian tidak b/d
orang lain
Rencana :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat keuntungan/ kerugian b/d
orang lain
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan b/d orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
persaan tentang keuntungan/kerugian b/d orang lain
TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
Rencana :
1. Kaji kemapuan klien membina hubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu klien untuk b/d orang lain
3. Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang dicapai
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan
orang lain
5. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
Daftar Pustaka
http://io-note.blogspot.com/2016/10/laporan-pendahuluan-lp-keperawatan-jiwa-
halusinasi-perubahan-persepsi-sensori.html
Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 : ECG :
Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
‘’PERILAKU KEKERASAN’’
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG

A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat,
2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
C. Rentang respon marah
Adaptif maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif
Marah/Amuk
Keterangan :
1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan
2. Frustasi : individu gagal mencapai kepuasaan saat marah dan tidak
menemukan alternatif
3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif : perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk
menuntut tertapi masih terkontol.
5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol
D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa
anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa
menjadi pelaku perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan
yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan
diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan
adalah hal yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut
menyumbang terjadi perilaku kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

E. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

F. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Phenotizin
b. Obat anti depresi : Amitriptyline
c. Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian :
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialami
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan
dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien.
H. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perilaku Kekerasan

Perubahan sensori perseptusl: halusinasi


I. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
 Masalah keperawatan : perilaku kekerasan
 Data yang perlu dikaji :
- Subjektif :
a. Klien mengancam
b. Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
c. Klien mengatakan dendam dan jengkel
d. Klien mengatakan ingin berkelahi
e. Klien menyalahkan dan menuntut
f. Klien meremehkan
- Obyektif :
a. Mata melotot/pandangan tajam
b. Tangan mengepal
c. Rahang mengatup
d. Suara keras
J. Masalah Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. HDR kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka fungsional
7. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
8. Koping keluarga inefektif
K. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan
L. RencanaTindakan
 Perilaku kekerasan
- Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain
dan lingkungan
- Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya :salam terapeutik,
empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel /
kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan
bermusuhan klien dengan sikap
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan
dirasakan saat jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal
yang dialami
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan
masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang
sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik :tarik
nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul
bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah
atau kesal / tersinggung
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon
kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
Tindakan:
a. Bantu memilihcara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang
dicapai dalam
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel / marah.
8. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai
program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis,
frekuensi, efek dan efeksamping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5
benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek
samping obat yang dirasakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2
: ECG : Jakarta
3. www.google.com

LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
“ISOLASI SOSIAL”
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG

A. Masalah Utama
Isolasi Sosial
B. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito,
2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).
C. Tanda dan gejala

1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.


2. Menghidar dari orang lain (menyendiri)
3. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat
makan.
4. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
5. Komunikasi kurang / tidak ada.
6. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
7. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
8. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam
mobilitas.
9. Menolak berhubungan dengan orang lain.
10. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

D. Rentang Respon Sosial

Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif
(Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :

Respon Adaptif Respon


Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Bekerjasama Tergantung
Narcissisme

Saling tergantung
Gambar 1. Rentang respon sosial

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan


dengan cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut
Sujono & Teguh (2009) respon adaptif meliputi :

a. Solitude atau menyendiri


Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang
telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam
menentukan rencana-rencana.

b. Autonomy atau otonomi


Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu
menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.

c. Mutuality atau kebersamaan


Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi,
dan menerima dalam hubungan interpersonal.

d. Interdependen atau saling ketergantungan


Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan


masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma
agama dan masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009) respon
maladaptif tersebut adalah :

a. Manipulasi
Gangguan sosial dimana individu memperlakukan
orang lain sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah
mengendalikan orang lain dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol
digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau
frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang
lain.
b. Impulsif
Respon sosial yang ditandai dengan individu
sebagai subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat
dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk
belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki
tingkah laku egosentris, harga diri yang rapuh, terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah
marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.

Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada


rentang respon maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :

a. Menarik diri ; individu menemukan kesulitan dalam


membina hubungan dengan orang lain.

b. Tergantung (dependen) ; individu sangat tergantung


dengan orang lain, individu gagal mengembangkan rasa
percaya diri.

c. Manipulasi ; Individu tidak dapat dekat dengan orang lain,


orang lain hanya sebagai objek.

d. Curiga ; tertanam rasa tidak percaya terhadap orang lain


dan lingkungan.

E. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu /
pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan /
hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan anak. Ekspresi
emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering berteriak,
marah untuk persoalan kecil / spele, sering menggunakan kekerasan
fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan,
anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya
tidak memberi pujian atas keberhasilan anak .
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Contoh : Individu yang
berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia.
Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak
keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan isolasi sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa,
insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang
anggota keluarga menderita skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
Internal maupun eksternal meliputi.
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien
psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stres. Hal
ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase sinibiotik sehingga perkembangan psikologis individu
terhambat.
1) Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan
kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan suara yang
tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat
mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
2) Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan
konflik, di satu sisi anak ingin mengembangkan kemandiriannya.
F. Akibat
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila
tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan
persepsi sensori : halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain juga
bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap
kemempuan untuk melakukan perawatan secara mandiri
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
1. Obat anti psikosis : Penotizin
2. Obat anti depresi : Amitripilin
3. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
4. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi
1. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian
a. BHSP
b. Jangan memancing emosi klien
c. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
d. Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat
e. Dengarkan , bantu dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialaminya
2. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan sosial, atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena masalah sebagian orang merupkan perasaan
dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi music
Dengan musik klien terhibur, rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran pasien.
H. Pohon Masalah

Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial ; menarik diri


Gangguan konsep diri : HDR

I. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


1. Isolasi sosial
2. HDR kronis
3. Perubahan persepsi sensori
4. Koping individu tidak efektif
5. Koping keluarga tidak efektif
6. Intoleransi aktifitas
7. Defisit perawatan diri
8. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
J. Data yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
Subyektif :
 klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain
 klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan
meminta untuk sendiri
 klien mengatakan tidak mau berbicara
 klien mengatakan tidak mau berkomunikasi
 data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui
keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman baik)
Obyektif
 kurang spontan
 apatis (acuh terhadap lingkungan)
 ekspresi wajah kuarang berseri
 tidak merawat diri dan tidak menjaga kebersihan diri
 tidak ada atau kurang komunikasi verbal
 mengisolasi diri
 tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
 asupan makanan dan minuman terganggu
 retensi urine dan feses
 aktifitas menurun
 kurang berenergi atau bertenaga
 rendah diri
 postur tubuh berubah, misal sikap fetus atau janin (khususnya pada
posisi tidur )
K. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial: Menarik diri
L. Rencana Tindakan
1. Rencana tindakan keperawatan untuk klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien
 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
 Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
 Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
 Mengajarkan kepada klien tentang cara berkenalan dengan
satu orang
 Menganjurkan kepada klien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian

Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien


 Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara
berkenalan dengan satu orang
 Membantu memasukkan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian

Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien

 Mengevaluasi jadwal kegiatan harin klien


 Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan
dua orang/lebih
 Menganjurkan kepada klien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
2. Rencana tindakan keperawatan untuk keluarga
Strategin pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga
 Mendiskusikan masalah yang dirasakanb keluarga dalam
merawat klien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial
beserta proses terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat klien isolasin sosial

Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga

 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien


isolasi sosial
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
klien isolasi sosial

Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga

 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah


termasuk minum obat
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2
: ECG : Jakarta
3. www.google.com
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
‘’DEFISIT PERAWATAN DIRI’’
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG

I. Masalah Utama
Defisit Perawatan diri
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan
dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri
( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit
peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan
akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis.
B. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

Pola perawatan Kadang Tidak


diri seimbang perawatandiri melakukan
kadang tidak perawata diri
Gambar 1 : Rentang Respon Defisit Perawatan Diri
Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan
stresor dan mampu untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan
yang dilakukan klien seimbang , klien masih melakukan perawatan
diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien
mendapatkan stresor kadang-kadang klien tidak memperhatikan
perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia
tidak peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat sensor.
C. Tanda dan Gejala
1. Fisik:
 Badan bau, pakaian kotor
 Rambut dan kulit kotor
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut yang bau
 Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif
 Menarik diri, isolasi diri
 Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina
3. Social
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berprilaku sesuai norma
 Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat ,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
D. Penyebab
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Penotizin
b. Obat anti depresi : Amitripilin
c. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian.
 BHSP
 Jangan memancing emosi klien
 Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan
dengan keluarga
 Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat
 Dengarkan , bantu dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialaminya
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan sosial,
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan keadaan klien karena masalah sebagian orang
merupkan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi musik
Dengan musik klien terhibur, rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran pasien.
F. Pohon Masalah

Deficit perawatan diri

Gangguan konsep diri : HDR


G. Masalah Keperawatan
a. Defisit Perawatan Diri
b. Gangguan konsep diri : HDR
c. Isolasi Sosial
H. Data yang perlu dikaji
Masalah K eperawatan : Defisit Perawatan Diri
Data yang perlu dikaji :
 Subyektif :
a. Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya
dingin, atau di RS tidak tersedia alat mandi
b. Klien mengatakan dirinya malas berdandan
c. Klien mengatakan ingin disuapin
d. Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya
setelah BAB/BAK
 Obyektif :
a. Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai
dengan rambut kotor, gigi kotor kulit berdaki, dan berbau serta
kuku panjang dan kotor
b. Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan
rambut acak-acakan, pakaian kotor, dan tidak rapi, pakaian
tidak sesuai tidak bercukur/tidak berdandan
c. Ketidakmapuan makan secara mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada tempatnya
d. Ketidakmapuan BAB/BAK secara mandiri ditandai
BAB/BAK tidak pada tempatnya,tidak membersihkan diri
dengan baik setelah BAB/BAK.
I. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Rencana tindakan keperawatan untuk klien
 Untuk Klien
Tujuan: Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara
mandiri seperti mandi,berpakaian, makan, dan BAB/BAK
Intervensi:
a. Mengkaji kemampuan melakukan perawatan diri secara
mandiri
b. Memberikan cara melakukan mandi/membersihkan diri,
berhias, makan/minum, BAB/BAK secara mandiri
c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
mengawali masalah kurang perawatan diri
 Untuk Keluarga
a. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan
diri yang dibutuhkan oleh klien agar dapat menjaga kebersihan
diri
b. Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat dan
memantau klien dalam merawat klien
c. Anjurkan klien untuk memberikan pujian atas keberhasilan
klien dalam merawat diri.
Strategi Pelaksanaan Tindakan
SP Pada Pasien SP Pada Keluarga
SP 1 SP I k
1. Menjelaskan pentingnya
1. Mendiskusikan masalah yang
kebersihan diri dirasakan keluarga dalam merawat
2. Menjelaskan cara menjaga pasien
kebersihan diri 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Melatih pasien cara menjaga gejala defisit perawatan diri, dan jenis
kebersihan diri defisit perawatan diri yang dialami
4. Membimbing pasien pasien beserta proses terjadinya
memasukkan dalam jadwal
3. Menjelaskan cara-cara merawat
kegiatan harian. pasien defisit perawatan diri
SP 2 p SP 2 k
1. Memvalidasi masalah dan
1. Melatih keluarga mempraktekkan
latihan sebelumnya. cara merawat pasien dengan defisit
2. Menjelaskan cara makan yang perawatan diri
baik 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Melatih pasien cara makan merawat langsung kepada pasien
yang baik defisit perawatan diri
4. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP 3 p SP 3 k
1. Memvalidasi masalah dan
1. Membantu keluarga membuat jadual
latihan sebelumnya. aktivitas di rumah termasuk minum
2. Menjelaskan cara eliminasi obat (discharge planning)
yang baik 2. Menjelaskan follow up pasien
3. Melatih cara eliminasi yang setelah pulang
baik.
4. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2
: ECG : Jakarta
3. www.google.com
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
“HARGA DIRI RENDAH”
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG

A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan
merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga
dan tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas,
2010).
B. Klasifikasi
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana
individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami
perasaan negatif mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu
kejadian (kehilangan, perubahan).
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau
kemampuan dalam waktu lama.
C. Etiologi
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat
terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba).
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan
fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan
life span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh
kembang, misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep, 2007).
C. Rentang respon

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya
sepanjang rentang respon konsep diri, yaitu adaptif dan maladaptif.

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersonalisasi

diri positif rendah identitas

Gambar 1.1 Skema Rentang Respon Konsep Diri (sumber: Stuart, et


al, 1988: 320)

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam buku Nur Fajariyah (2012: 7)
respon individu terhadap konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep diri
yaitu adaptif dan maladaptif:

a. Aktualisasi adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang


pengalaman nyata yang sukses diterima.
b. Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri.

c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan
konsep diri maladaptif.

d. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan


aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.

e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri


sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan, serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks,
tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak
percayaan orang tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam
stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
sakit dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran
bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan
dengan tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan
E. Tanda dan gejala
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1 Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
2 Mengkritik diri sendiri dan orang lain
3 Gangguan dalam berhubungan
4 Rasa diri penting yang berlebihan
5 Perasaan tidak mampu
6 Rasa bersalah
7 Pandangan hidup yang pesimis
8 Penolakan terhadap kemampuan personal
9 Menarik diri secara social
10 Khawatir dan menarik diri dari realitas
F. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).

G. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
 Obat anti psikosis: Penotizin
 Obat anti depresi: Amitripilin
 Obat Anti ansietas: Diasepam, bromozepam, clobozam
 Obat anti insomnia: Phneobarbital
b. Terapi modalitas
♦ Terapi keluarga

Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi


masalah klien dengan memberikan perhatian
1. BHSP
2. Jangan memancing emosi klien
3. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
4. Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat
5. Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialaminya
♦ Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial,
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan keadaan klien karena masalah sebagian orang
merupakan persaan dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi musik
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengebalikan
kesadaran klien
H. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : HDR

Berduka disfungsional
I. Diagnosa Keperawatan
 Harga diri rendah
J. Rencana Tindakan Keperawatan
 Diagnosa I : harga diri rendah.
 Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
 Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki.
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap
bertemu klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat
dilakukan.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi
klien.
c.
d. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat
klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba
kegiatan yang telah direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
cara merawat klien dengan harag diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien
dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2
: ECG : Jakarta
3. www.google.com
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
“WAHAM”
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG

A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidakai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
normal. (Stuart dan sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan. (Harold K, 2004).
B. Rentang Respon

C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan
korteks limbic.
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan
glutamat.
d. Virus : paparan virus influensa pada trimester III
e. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik abnormal
c. Adanya gejala pemicu
D. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan
secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan
kedalam fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan.
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan
walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan
secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.
E. Tanda dan gejala
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan
waham, yaitu:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung
F. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis: Penotizin
b. Obat anti depresi: Amitripilin
c. Obat Anti ansietas: Diasepam, bromozepam, clobozam
d. Obat anti insomnia: Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian.
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial,
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan keadaan klien karena masalah sebagian orang
merupakan persaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi music
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengebalikan
kesadaran klien

G. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan


lingkungan

Perubahan proses pikir : waham

Isolasi sosial : menarik diri

H. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir : waham
I. Rencana Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :

a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik,


perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan
yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan
anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan
terlindungi: katakan perawat akan menemani klien dan klien
berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan
kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian
dan perawatan diri
 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :

a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang


realistis.
b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan
untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari -
hari dan perawatan diri).
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan
sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien
bahwa klien sangat penting.
 Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik
selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas,
marah).
c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan
timbulnya waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan
klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika
mungkin).
e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
 Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang
lain, tempat dan waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan
klien
 Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis,
frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar
(nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
 Klien dapat dukungan dari keluarga

Tindakan :
a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2
: EC
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
“RESIKO BUNIH DIRI”

DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG

A. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
A. Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman,
Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara
lain:
a) Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b) Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c) Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d) Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel
kereta api.
Tanda dan gejala :

a) Sedih
b) Marah
c) Putus asa
d) Tidak berdaya
e) Memberikan isyarat verbal maupun non verbal
2. Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan
masalah. Terbagi menjadi:

1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan

1. Faktor genetik (berdasarkan penelitian):


a) 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada
individu yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang
mengalami gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya
bunuh diri.
b) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada
kembar dizigot.
2. Faktor Biologis lain:
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:

a) Stroke
b) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
c) DiabetesPenyakit arteri koronaria
d) Kanker
e) HIV / AIDS
3. Faktor Psikososial & Lingkungan:
a) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu
bahwa kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan,
perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
b) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif
negatif yang berkembang, memandang rendah diri sendiri
c) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga,
penipuan, kurangnya sistem pendukung social
3. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :

a) Keputusasaan
b) Menyalahkan diri sendiri
c) Perasaan gagal dan tidak berharga
d) Perasaan tertekan
e) Insomnia yang menetap
f) Penurunan berat badan
g) Berbicara lamban, keletihan
h) Menarik diri dari lingkungan social
i) Pikiran dan rencana bunuh diri
j) Percobaan atau ancaman verbal

C. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga diri rendah

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU


DIKAJI
1. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
a) Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
b) Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
c) Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko,
hidup sendiri merupakan masalah.
d) Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan
percobaan bunuh diri / penyalahgunaan zat.
e) Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan
orang yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan
social.
f) Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian
introvert/menutup diri.
g) Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih
lebih beresiko mengalami perilaku bunuh diri.
2. Masalah keperawatan

a) Resiko Perilaku bunuh diri


DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada
gunanya hidup.

DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.

b) Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.

DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol


impuls.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri

Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri

Tujuan khusus :

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan:

a) Perkenalkan diri dengan klien


b) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d) Bersifat hangat dan bersahabat.
e) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Tindakan :
a) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).

b) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh


perawat.

c) Awasi klien secara ketat setiap saat.

3) Klien dapat mengekspresikan perasaannya

Tindakan:

a) Dengarkan keluhan yang dirasakan.

b) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,


ketakutan dan keputusasaan.

c) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana


harapannya.

d) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,


kematian, dan lain lain.

e) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan


keinginan untuk hidup.

4) Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan:

a) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi


keputusasaannya.

b) Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.

c) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan


antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).

5) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

Tindakan:
a) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)

b) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.

c) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang


mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif

Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan

Tujuan khusus :

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan:

a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut


nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki.

Tindakan:

a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


b) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c) Utamakan pemberian pujian yang realitas
3) Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga

Tindakan:

a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4) Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki

Tindakan :

a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap


hari sesuai kemampuan.

b) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.

c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan

Tindakan :

a) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

b) Beri pujian atas keberhasilan klien

c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

Tindakan :

a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat


klien
b)Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d)Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Diagnosa 3 : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan

Tujuan umum :

Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Tujuan khusus :

a) Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya


b) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
c) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
d) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang
baik
Tindakan :

1) Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan
2) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
a) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan
perasaannya
b) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan
yang positif
c) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
d) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri
oleh pasien
e) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
3) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :

a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan


masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing
cara penyelesian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik
F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
a) Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.

b) Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan cara:

1) Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat


dipindahkan ke tempat yang aman
2) Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya:
pisau, silet, gelas, dan tali pinggang)
3) Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum
obatnya jika pasien mendapatkan obatnya.
4) Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda
akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh
diri.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta:


Nuha Medika Press.

Anda mungkin juga menyukai