I. MASALAH UTAMA
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
B. Rentang Respon
Adaptif
Maladaptif
J. Diagnosa
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
K. Rencana Tindakan
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rencana :
1. Bina hubungan saling percaya dengan komunikasi terapeutik
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap pasien
- Jelaskan tujuan pertemuan
TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Rencana :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandanya
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri
4. Bereikan pujian terhadap kemapuan klien mengungkapkan
perasaan
TUK 3 : Klien dapat menyebutkan .keuntungan b/d orang lain dan
kerugian tidak b/d
orang lain
Rencana :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat keuntungan/ kerugian b/d
orang lain
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan b/d orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
persaan tentang keuntungan/kerugian b/d orang lain
TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
Rencana :
1. Kaji kemapuan klien membina hubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu klien untuk b/d orang lain
3. Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang dicapai
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan
orang lain
5. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
Daftar Pustaka
http://io-note.blogspot.com/2016/10/laporan-pendahuluan-lp-keperawatan-jiwa-
halusinasi-perubahan-persepsi-sensori.html
Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 : ECG :
Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
‘’PERILAKU KEKERASAN’’
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG
A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat,
2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
C. Rentang respon marah
Adaptif maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif
Marah/Amuk
Keterangan :
1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan
2. Frustasi : individu gagal mencapai kepuasaan saat marah dan tidak
menemukan alternatif
3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif : perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk
menuntut tertapi masih terkontol.
5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol
D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa
anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa
menjadi pelaku perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan
yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan
diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan
adalah hal yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut
menyumbang terjadi perilaku kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
F. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Phenotizin
b. Obat anti depresi : Amitriptyline
c. Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian :
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialami
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan
dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien.
H. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
“ISOLASI SOSIAL”
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG
A. Masalah Utama
Isolasi Sosial
B. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito,
2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).
C. Tanda dan gejala
Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif
(Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :
Bekerjasama Tergantung
Narcissisme
Saling tergantung
Gambar 1. Rentang respon sosial
a. Manipulasi
Gangguan sosial dimana individu memperlakukan
orang lain sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah
mengendalikan orang lain dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol
digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau
frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang
lain.
b. Impulsif
Respon sosial yang ditandai dengan individu
sebagai subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat
dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk
belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki
tingkah laku egosentris, harga diri yang rapuh, terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah
marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.
E. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu /
pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan /
hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan anak. Ekspresi
emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering berteriak,
marah untuk persoalan kecil / spele, sering menggunakan kekerasan
fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan,
anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya
tidak memberi pujian atas keberhasilan anak .
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Contoh : Individu yang
berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia.
Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak
keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan isolasi sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa,
insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang
anggota keluarga menderita skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
Internal maupun eksternal meliputi.
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien
psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stres. Hal
ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase sinibiotik sehingga perkembangan psikologis individu
terhambat.
1) Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan
kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan suara yang
tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat
mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
2) Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan
konflik, di satu sisi anak ingin mengembangkan kemandiriannya.
F. Akibat
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila
tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan
persepsi sensori : halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain juga
bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap
kemempuan untuk melakukan perawatan secara mandiri
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
1. Obat anti psikosis : Penotizin
2. Obat anti depresi : Amitripilin
3. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
4. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi
1. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian
a. BHSP
b. Jangan memancing emosi klien
c. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
d. Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat
e. Dengarkan , bantu dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialaminya
2. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan sosial, atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena masalah sebagian orang merupkan perasaan
dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi music
Dengan musik klien terhibur, rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran pasien.
H. Pohon Masalah
I. Masalah Utama
Defisit Perawatan diri
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan
dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri
( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit
peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan
akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis.
B. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2
: ECG : Jakarta
3. www.google.com
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
“HARGA DIRI RENDAH”
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG
A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan
merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga
dan tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas,
2010).
B. Klasifikasi
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana
individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami
perasaan negatif mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu
kejadian (kehilangan, perubahan).
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau
kemampuan dalam waktu lama.
C. Etiologi
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat
terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba).
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan
fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan
life span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh
kembang, misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep, 2007).
C. Rentang respon
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya
sepanjang rentang respon konsep diri, yaitu adaptif dan maladaptif.
Adaptif Maladaptif
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam buku Nur Fajariyah (2012: 7)
respon individu terhadap konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep diri
yaitu adaptif dan maladaptif:
c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan
konsep diri maladaptif.
D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks,
tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak
percayaan orang tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam
stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
sakit dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran
bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan
dengan tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan
E. Tanda dan gejala
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1 Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
2 Mengkritik diri sendiri dan orang lain
3 Gangguan dalam berhubungan
4 Rasa diri penting yang berlebihan
5 Perasaan tidak mampu
6 Rasa bersalah
7 Pandangan hidup yang pesimis
8 Penolakan terhadap kemampuan personal
9 Menarik diri secara social
10 Khawatir dan menarik diri dari realitas
F. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
G. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Obat anti psikosis: Penotizin
Obat anti depresi: Amitripilin
Obat Anti ansietas: Diasepam, bromozepam, clobozam
Obat anti insomnia: Phneobarbital
b. Terapi modalitas
♦ Terapi keluarga
Berduka disfungsional
I. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah
J. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : harga diri rendah.
Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki.
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap
bertemu klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat
dilakukan.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi
klien.
c.
d. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat
klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba
kegiatan yang telah direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
cara merawat klien dengan harag diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien
dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2
: ECG : Jakarta
3. www.google.com
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
“WAHAM”
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidakai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
normal. (Stuart dan sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan. (Harold K, 2004).
B. Rentang Respon
C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan
korteks limbic.
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan
glutamat.
d. Virus : paparan virus influensa pada trimester III
e. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik abnormal
c. Adanya gejala pemicu
D. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan
secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan
kedalam fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan.
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan
walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan
secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.
E. Tanda dan gejala
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan
waham, yaitu:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung
F. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis: Penotizin
b. Obat anti depresi: Amitripilin
c. Obat Anti ansietas: Diasepam, bromozepam, clobozam
d. Obat anti insomnia: Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian.
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial,
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan keadaan klien karena masalah sebagian orang
merupakan persaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi music
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengebalikan
kesadaran klien
G. Pohon Masalah
H. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir : waham
I. Rencana Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
Tindakan :
a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2
: EC
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
“RESIKO BUNIH DIRI”
A. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
a) Sedih
b) Marah
c) Putus asa
d) Tidak berdaya
e) Memberikan isyarat verbal maupun non verbal
2. Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan
masalah. Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
a) Stroke
b) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
c) DiabetesPenyakit arteri koronaria
d) Kanker
e) HIV / AIDS
3. Faktor Psikososial & Lingkungan:
a) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu
bahwa kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan,
perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
b) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif
negatif yang berkembang, memandang rendah diri sendiri
c) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga,
penipuan, kurangnya sistem pendukung social
3. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
a) Keputusasaan
b) Menyalahkan diri sendiri
c) Perasaan gagal dan tidak berharga
d) Perasaan tertekan
e) Insomnia yang menetap
f) Penurunan berat badan
g) Berbicara lamban, keletihan
h) Menarik diri dari lingkungan social
i) Pikiran dan rencana bunuh diri
j) Percobaan atau ancaman verbal
C. POHON MASALAH
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.
b) Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan khusus :
Tindakan :
a) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
Tindakan:
Tindakan:
Tindakan:
a) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
b) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
Tujuan khusus :
Tindakan:
Tindakan:
Tindakan:
Tindakan :
Tindakan :
Tindakan :
Tujuan umum :
Tujuan khusus :
b) Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan cara: