Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II ATRESIA ANI

Untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu: Natalia Devi Oktrarina,S.Kep.,Ns,M.Kep.,Sp.Kep.

Disusun Oleh :

1. Fira Ila Mafa Ida (010117A034)


2. Liyan Andriani (010117A050)
3. Luluk Fuadah (010117A051)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2019

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur terhadap kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah yang berjudul
“makalah asuhan keperawatan anak II atresia ani” tugas ini dibuat untuk memenuhi syarat
pembelajaran Mata Kuliah Keperawatan Anak II.

Penulis menyadari bahwa makalah yang ditulis ini masih banyak kesalahan dan
kekurangannya. Oleh sebab itu penulis penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Semoga tugas ini dapat memberikan maanfat bagi pembaca dan terutama bagi penulis
sendiri. Apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan bagi pembaca kami mohon maaf
sebesar-besarnya.

Ungaran, 13 September 2019

Kelompok 9

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi fisiologi
B. Pengertian
C. etiologi
D. Manifestasi Klinis
E. Klasifikasi
F. Patofisiologi
G. Phatway
H. Pemeriksaan Penunjang
I. Komplikasi
J. Penatalaksanaan

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
B. Diagnosa keperawatan
C. Intervensi

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk
Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1: 5000 kelahiran yang dapat
muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (Vertebra,
Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital
pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan
lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak
ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang tergolong rendah angka
kejadiannya dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadian di
Amerika Serikat 600 anak lahir dengan atresia ani. Data yang didapatkan kejadian
atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran hidup, dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani. Kartono
mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN
CiptoMangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki: perempuan adalah 4:1. Insidensi
ini dipengaruhi oleh group etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000
kelahiran, Caucassian 1,5 dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran.
Menurut catatan Swenson,81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.
Sedangkan Richardson danBrown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit
ini yakni ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga.
B. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian
2. Menjelaskan tentang tanda gejala
3. Menjelaskan tentang klasifikasi
4. Menjelaskan tentang etiologi
5. Menjelaskan tentang manifestasi klinis
6. Menjelaskan tentang patofisiologi
7. Menjelaskan tentang komplikasi
8. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang
9. Menjelaskan tentang penatalaksanaan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi fisiologi
Pencernaan adalah proses pemecahan molekul-molekul zat makanan dari yang
lebih besar menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga dapat diserap oleh
dinding usus halus. Proses pencernaan makanan dibantu oleh HCl, garam empedu dan
berbagai enzim pencernaan yang disekresikan oleh kelenjar pencernaan. Selain kelenjar
pencernaan, proses ini juga memerlukan alat-alat pencernaan.

Berikut dijelaskan proses pencernaan makanan secara berurutan dari mulut hingga usus
besar:
a. Mulut
Di dalam rongga mulut, makanan dicerna secara mekanik dan kimiawi. Pencernaan
mekanik dibantu beberapa organ yaitu gigi dan lidah. Gigi berfungsi untuk
memotong dan penghalus makanan. Lidah digunakan untuk mengatur letak makanan
dalam mulut, sebagai indra perasa dan mendorong makan masuk ke kerongkongan.
Adanya kelenjar ludah di sekitar mulut dapat membantu pencernaan secara kimiawi.
Kelenjar tersebut menghasilkan enzim ptialin yang berfungsi memecah amilum
menjadi disakarida.
b. Kerongkongan (Oesophagus)
Organ ini berfungsi menghubungkan mulut dengan lambung (panjang: sekitar 20
cm). Selama di kerongkongan makanan tidak mengalami proses pencernaan, karena
di kerongkongan hanya terjadi gerak peristable.
c. Lambung (Gaster)
Lambung berbentuk seperti kantung yang terdiri dari fundus, kardiak dan pilorus. Di
organ ini makanan dicerna secara kimiawi dengan bantuan getah lambung. Sekresi
getah lambung dipacu oleh hormon Gastrin.
d. Usus Halus (Intestin)
Saluran usus halus merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari duodenum (usus
dua belas jari), jejunum (usus kosong) dan ileum (usus penyerapan). Dalam usus
duodenum bermuara dua saluran dari pankreas dan hepar. Hepar akan mengirimkan
getah empedu ke duodenum untuk mengemulsikan lemak. Usus halus juga bisa
mensekresi enzim antara lain erepsinogen dan enterokinase. Enterokinase adalah
enzim pengaktif, yang dapat mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin dan
erepsinogen menjadi erepsin.
Hasil pencernaan di usus halus akan diserap oleh jonjot usus (villi) yang ada di
illeum dan kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Sebelum beredar, sari makanan
dialirkan dulu ke hepar melalui vena porta hepatica. Khusus untuk lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak tidak diangkut melalui darah tapi melalui pembuluh getah
bening.
e. Usus Besar (Colon)
Di dalam colon tidak ada lagi proses pencernaan. Dengan adanya Escherichia coli,
sisa pencernaan akan dibusukkan dan diperoleh vitamin K dari proses tersebut.
Fungsi utama colon adalah mengatur keadaan air sisa makanan.
f. Rektum
Rektum ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai dari pertengahan sakrum sampai
kanalis anus.
Rektum terletak dalam rongga pelvis didepan os sarkum dan os koksigis.
Rektum terdiri atas dua bagian yaitu :
1) Rektum propia : bagian yang melebar disisa sebut ampula rekti, jika terisi
makanan akan timbul hasrat defekasi
2) Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos (muskulus
spingter ani internus dan muskulus sfingter ani eksternus). Kedua otot ini
berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum mengandung pembuluh
darah, jaringan mukosa dan jaringan otot yang membentuk lipatan disebut
kolumna rektalis. Bagian bawah terdapat vene rektalis (hemoroidalis
superior dan inferior) yang sering mengalami pelebaran atau varises yang disebut
wasir (ambeyen).
g. Anus
Anus merupakan saluran pencernaan yag berhubungan dengan dunia luar terletak
didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh spingter ani yang terdiri atas :
1) Spingter ani internus : terletak disebelah dalam bekerja tidak menurut kehendak
2) Spingter lefatomi : bagian tengaah bekerja tidak menurut kehendak
3) Spingter ani eksternus : sebelah luar bekerja menurut kehendak

Defekasi adalah hasil refleks. Apabila bahan feses masuk kedalam rektum, dinding
rektum akan meregang menimbulkan impuls aferens disalurkan melalui pleksus
mesentrikus sehingga menimbulkan gelombang peristaltik pada kolon desenden dan
kolon sigmoid yang akan mendorong feses ke arah anus. Apabila gelombang
peristaltiik sampai di anus, spfingter ani internus akan menghambat feses sementara
dan sfingter ani eksternus melemas sehingga terjadi defekasii.
B. Defenisi Atresia Ani
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar (Walley,1996)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna L. Wong, 2003).

C. Etiologi
Atresia ani terjadi karena adanya kelainan kongenital dimana saat proses
perkembangan embrionik di dalam janin tidak sempurna pada proses perkembangan anus
dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya, ujung ekor belakang berkembang menjadi
kloaka yang juga akan berkembang menjadi genitourinaria dan struktur anorektal. Atresia
ani disebabkan karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon
antara 7-10 minggu selama perkembangan fetal, kegagalan migrasi tersebut juga terjadi
karena gagalnya agenesis sacral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga
pada proses obstruksi ada anus imperforate yang dapat terjadi karena tidak adanya
pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga menyebabkan feses tidak dapat
dikeluarkan. (Hidayat,2009)
Secara pasti belum diketahui penyebab atresia ani namun ada sumber yang
mengatakan kelainan anus bawaan disebabkan oleh, kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karenan gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik. Putusnya saluran pencernaan dari atas sampai dengan dubur,
sehingga bayi lahir tanpa lubang anus. Gangguan urogenesis dalam kandungan
menyebabkan atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu. Kelainan bawaan, dimana sfingter internal mungkin tidak memadai.
(Betz,2009)
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang
tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari
bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
D. Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejala menurut Betz tahun 2009 yaitu:
a. Mekonium tidak keluar dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran.
Mekonium adalah feses pertama bayi. Normalnya, feses ini akan
dikeluarkan bayi setelah lahir, kira-kira 24 jam pertama setelah bayi lahir. Feses
pertama bayi mengandung bahan-bahan yang terdapat dalam cairan ketuban
yang ditelan bayi saat dalam kandungan. Beberapa yang dapat Anda temukan
dalam mekonium adalah sel-sel kulit yang telah dibuang, sel-sel usus, lendir,
empedu, air, dan lanugo (bulu halus yang menutupi bayi).
b. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
c. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (apabila tidak ada
fistula).
Obstruksi usus adalah terjadinya sumbatan pada saluran cerna. Secara
umum gejala dari obstruksi usus halus adalah nyeri abdominal periumbilikal,
muntah (berwarna hijau apabila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus,
berwarna gelap jika obstruksi terjadi di bagian bawah distal usus halus),
konstipasi/diare, serta kembung. Adapun gejala dari obstruksi usus besar antara
lain nyeri di daerah pinggang, kembung, dan diare.
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membrane anal.
g. Perut kembung.
(Betz,2009)
2. Tanda dan gejala yang dikutip dalam jurnal Penanganan kejadian atresia ani pada
anak yaitu :
a. Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
c. Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi (bila tidak ada fistula)
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membrane anal
g. Perut kembung

E. Klasifikasi Atresia Ani


Menurut Ladd dan Gross anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam
jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung

Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di mana tidak


lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara
abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. Anus
imperforata ini dapat meliputi bagian anus, rektum, atau bagian diantara keduanya.

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi,
maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
 Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal
dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
 Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
 Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebih dari 1 cm.
Klasifikasi anatomic anomaly anorektum :
Atresia ani biasanya mencakup kelainan di area tubuh yang lain, termasuk kelainan yang
terjadi pada organ-organ pencernaan, saluran kemih, hingga kelamin. Tingkat anomali
yang terjadi pun berbeda-beda dan umumnya dikategorikan sebagai berikut:
a. Kelainan Tingkat Tinggi
Posisi usus besar yang terletak di rongga panggul bagian atas dan terbentuknya fistula
yang menghubungkan rektum dan kandung kemih, uretra, atau vagina. Fistula adalah
terowongan abnormal yang muncul antara dua saluran normal seperti antara
pembuluh darah, usus, atau organ tubuh. Pada bayi perempuan sering ditemukan
fistula rektovaginal dengan gejala bila bayi buang air besar/feses keluar dari vagina.
Jika pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius.
a. Kelainan Tingkat Bawah
Berupa lubang anus yang menyempit atau sama sekali tertutup akibat usus rektum
yang masih menempel pada kulit. Lubang anus yang tertutup umumnya disertai
dengan cacat lahir lain, seperti gangguan jantung, masalah pada sistem saraf pusat,
atau anomali pada tangan dan kaki.
b. Lubang posterior atau kloaka yang persisten
Pada kelainan ini, rektum, saluran kemih, dan lubang vagina bertemu pada satu
saluran yang sama.
F. Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.
Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang
juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon
antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena
abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus
imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju
ke urethra (rektourethralis). (Mediana,2011)

G. Pathway
Faktor kongenital dan faktor lain Yang
tidak diketahui / Idiopatik

ATRESIA ANI

Ujung rektum buntu

Ketidakmampuan fekal dikeluarkan

Pre operasi Fekal menjadi menumpuk diatas

Kurang pengetahuan Obstruksi


Colostomy
ttg tindakan Operasi
Distensi abdomen
Perubahan
Respon psikologis
Mendorong diafragma Merangsang peningkatan Konsep diri
Pasien dan keluarga Peristaltik usus
Complience paru terganggu HDR
cemas
Kebutuhan O2 tidak adekuat Penumpukan feses
Pergerakan makanan Mk : Body
Mk : Ansietas Pernafasan tdk optimal lambat Image
Proses peradangan
Sesak Rasa penuh diperut
Pengeluaran
Peningkatan HCL inter Leukin I
(asam lambung)
Mk: Ketidakefektifan Pola Set point Temperature
Nafas Anoreksia, mual , meningkat
muntah
Febris
Mk:
Muntah berlebihan
Mk : Peningkatan
Mk: Ketidakseimbangan
suhu tubuh /
nutrisai kurang dari
Hipertermi
kebutuhan tubuh Mk : Deficit
Volume Cairan Amin Huda Nu
H. Pemeriksaan penunjang
1. Untuk memperkuat dan menambah yakin dalam mengambil diagnosis sering
diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan
bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari
sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal
terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti
obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi
adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
(Betz,2009)
2. Pemeriksaan penunjang pada atresia ani adalah:
a. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan ketinggian kantong rectum.
Ultrasonografi perineum bermanfaat untuk menentukan jarak antara kantong
rectum dan kulit anus, walaupun ultrasonografi juga dapat terpengaruh oleh hal-
hal yang mempengaruhi invertogram. Secara umum, lesi dapat dianggap terletak
rendah apabila jarak antara kantong rectum ke kulit, berdasarkan ultrasonografi
kurang dari 1 cm.
b. Pemeriksaan Radiografi
Evaluasi anomaly terkait harus mencakup radiografi foto polos toraks dan tulang
belakang untuk menyingkirkan kelainan jantung serta vertebra dan sacrum.
c. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk melihat keadaan jantung jika
dicurigai adanya defek jantung, dan dilakukakn pemeriksaan ekokardiograi
sebelum prosedur pembedahan apapun.
(Rudolph,Abraham M,2006)

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Asidosis hiperkioremia.
2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi jangka panjang.
a. Eversi mukosa anal
b. Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
c. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
d. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
e. Prolaps mukosa anorectal
f. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

(Nayastiyah,2005)

Factor-faktor yang dapat mem[pengaruhi terjadinya komplikasi pada atresia ani adalah
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, dan keterampilan operator yang kurang serta
perawatan post operasi yang buruk.

J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pada klien dengan atresia Ani :
a. Penatalaksanaan medis
 Terapi pembadahan pada bayi yang baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomy beberapa hari
setelah lahir, pembedahan definitifnya yaitu anoplasti parineal (prosedur
penarikan perineum abdominal). Untuk lesi rendah diatasi dengan menarik
kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula bila
ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan pembedahan
yang minimal yaitu membrane tersebut dilubangi dengan hemostat atau
scalpel.
 Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
 Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah
infeksi pada pasca operasi.
 Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
b. Ada beberapa penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani, meliputi :
 Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang
biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk
anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
 PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik
status nutrisinya.
 Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak
padat.
c. Penanganan pembedahan :
1) Neonates dengan lesi letak rendah dapat menjalani prosedur perbaikan
primer satu tahap di perineum tanpa memerlukan kolostomi. Dapat
digunaakan tiga pendekatan dasar.
 Dilatasi Sederhana
Untuk stenosis anus dengan lokasi lubang anus yang normal yang
diperlukan hanyalah dilatasi sederhana. Hal ini harus dilakukan setiap
hari, dan ukuran dilator harus diperbesar secara progresif. Setelah
beberapa bulan, anus akhirnya akan dapat menerima telunjuk dengan
mudah, dan dilatasi dapat dihentikan.
 Anoplasti penyusutan
Apabila lubang anus terletak anterior dari sfingter eksternus (anus yang
tergeser ke anterior dengan jarak anatara lubang dan pusat sfingter
eksternus pendek, sedangkan korpus perineum juga utuh, maka
dilakukan anoplasti penyusutan. Dibuat sebuah sayatan dari orifisium
anus kebagian tengah sfingter anus sehingga lubang anus diberlebar.
 Transposisi dan Rekontruksi
Apabila jarak anatara lubang anus dan bagian tengah sfingter anus
eksternus jauh, lubnag anus yang menyimpang tersebut
ditransposisikan ke posisi yang benar dan dilakukan rekontruksi korpus
perineum.

2) Bayi dengan lesi terletak sedang atau tinggi memerlukan kolostomi sebagai
bagian pertama dari rekontruksi tiga tahap :
 Tahap pertama ( kolostomi )
Kolon dipotong putus di region sigmoid, dengan usus bagian proksimal
sebagai kolostomi, sedangkan usus distal sebagai fistula mukosa.
Pemutusan total usus memperkecil kontaminasi feses ke dalam daerah
fistula rektourinaria serta mengurangi risiko utosepsis, selain itu usus
distal dapat di evaluasi secara radiografis untuk menentukan local
fistula rektourinaria.
 Tahap kedua (Pemotongan Fitsula)
Prosedur tahap kedua biasanya dilakukan 3 sampai 6 bulan kemudian
setelah kolostomi. Tahap ini terdiri dari pemotongan fistula
rektourinaria atau rektovagina disertai pull throught ujung kantong
rectum kedalam posisi anus normal. Pendekatan sagittal posterior
memungkinkan kita mengidentifikasi posisi sentral sfingter anus
dengan stimulasi listrik terhadap perineum. Dibuat sebuah insisi digaris
tengah dari koksigeus sampai ke sfingter eksternus. Rectum
diidentifikasi dan fistula ke vagina atau saluran kemih dipotong.
Rectum kemudian dimobilisasi dan otot perineum rekontstruksikan.
 Tahap Ketiga (Penutupan kolostomi)
Dilakukan setelah beberapa bulan stelah tahap kedua dilakukan, dan
berupa penutupan kolostomi. Dilatasi anus dimulai 2 minggu stelah
prosedur pull through dan dilanjutkan selama beberapa bulan setelah
kolostomi ditutup.
3) Pada pasien dengan kloaka persisten, pendekatan bedah pada umumnya
sama dengan pendekatan pada anus imperforatus letak tinggi. Uretra
diciptakan dari sinus urogenetalis lama, dan vagina serta rectum secara hati-
hati dipisahkan dan diletakkan dilokasinya sesuai. Vagina sering tidak dapat
mencapai kulit perineum, dan dapat dilakukan prosedur penambahan vagina
dengan menggunakan flap kulit perineum atau labium atau sebuah segmen
usus halus.
(Rudolph,Abraham M,2006)

2. Penatalaksanaan keperawatan :
a. Monitor status hidrasi (keseimbangan cairan tubuh intake dan output) dan
pengukuran TTV setiap 3 jam.
b. Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit, bising
usus, jumlah asupan parental dan enteral
c. Lakukan perawatan kolostomi, ganti kolostomi bag, bila ada produksi, jaga kulit
tetap kering.
d. Atur posisi tidur bayi kearah letak kolostomi.
e. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang perawatan kolostomi dengan cara
membersihkan dengan kapas air hangat kemudian keringkan dan daerah sekitar
ostoma diberi zing zalf, kolostomi bag diganti segera setiap ada produksi.
(Azis Alimul,2010)
3. Penatalaksanaan Pasca Pembedahan
Penatalaksanaan pasca pembedahan pada klien :
a. Melakukan pemantauan bising usus, apabila sudah mulai terdengar suaranya,
berikan cairan.
b. Memberikan diet lanjutan lengkap sesuai dengan toleransi
c. Memantau asupan parenteral atau oral
d. Melakukan pemantauan berat badan
e. Melakukan penggantian pada balutan dan perhatikan adanya drainase,
kemerahan serta inflamasi
f. Membersihkan daerah anus untuk mencegah kontaminasi fekal
g. Mengganti posisi bayi setiap 2 jam
h. Memantau tanda-tanda vital
i. Melakukan pemberian antibiotic
j. Memberikan rendam duduk pasca bedah 1 minggu lebih
k. Memberikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan pasien
l. Memberikan zinkum oksida pada daerah kulit yang mengalami iritasi
m. Pemberian analgetik
(Hidayat,2009)
4. Penatalaksanaan yang dikutip dalam jurnal Penanganan kejadian atresia ani pada
anak yaitu :
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk
kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti
perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal)
dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan dilakukan pada usia 12 bulan
dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot – otot
untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat
badan dan bertambah baik status nutrisinya.
Penanganan secara preventif antara lain :
5. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati
terhadap obat-obatan, makanan pengawet dan alcohol yang dapat meningkatkan
resiko terjadi atresia ani.
6. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam, jika sampai 3
hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau
tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
7. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan sekarang.
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus (anus tidak
normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi muntah pada 24-
48 jam setelah lahir. Atau pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan
mekonium pada urin, dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital
ditemukan mekonium pada vagina.
2. Riwayat Kesehatan dahulu
a) Riwayat Parental
Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid terakhir (HPHT),
imunisasi TT, nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan atau perilaku ibu
sewaktu hamil yang merugikan bagi perkembangan dan pertumbuhan janin,
seperti : kebiasaan merokok, minum kopi, minum minuman keras,
mengkonsumsi narkoba dan obat obatan secara sembarang.
b) Riwayat Intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan
persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya
pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.
c) Riwayat neonatal
Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang berlebihan
paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital, kesulitan menghisap,
kesulitan pemberian makan atau ASI.
3. Riwayat kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga uang mengalami gangguan
seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan langsung
dengan gangguan system gastrointestinal.
a) Riwayat Psikologis.
Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
b) Riwayat tumbuh kembang anak.
1) BB lahir abnormal.
2) Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit.
3) Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
4) Saat kelahiran tidak keluar mekonium.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak bermasa/tumor, tidak
terdapat perdarahan pada umbilicus, usus melebar, kadang – kadang tampak
ileus obstruksi, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik
b. Genetalia
Pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin,
dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium
pada vagina.
c. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah,. Thermometer yang dimasukan
kedalam anus tertahan oleh jaringan, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah
bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina.
(FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).

B. Diagnose keperawatan
1. Pre operasi
a) Ketidakseimbangan Nutrisi : kurang daari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan makan
b) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan denga menurunnya intake,
muntah
c) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penekanan diafragma
2. Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik
b) Pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi
c) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

C. Intervensi Keperawatan
1. Pre operasi
No Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakseimbangan Status Nutrisi (1004) Manajemen Nutrisi (1100)
Nutrisi : kurang Definisi:
Setelah dilakukan tindakan
daari kebutuhan Menyediakan dan
2 x 24 diharapkan:
tubuh (00002) b.d meningkatkan intake nutrisi
 Asupas gizi
ketidakmampuan yang seimbang
12345
makan  Tentukan status gizi
 Asupan makan pasien dan kemampuan
12345 untuk memenuhi
 Asupan Cairan kebutuhan gizi
12345  Tentukan jumlah kalori
 Energy dan jenis nutrisi yang
12345 dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi
 Ciptakan lingkunagn
yang aman pada saat
mengkonsumsi
makanan
 Atur diet yang
diperlukan
2. Resiko kekurangan Keseimbangan cairan Monitor cairan (1130)
volume cairan (0601) Definisi :
(00028) Pengumpulan dan analisis
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan denga data pasien dalam
2 x 24 diharapkan:
menurunnya intake, pengaturan keseimbangan
muntah cairan
 Tekanan darah
 Tentukan jumlah dan
12345
jenis intake/ asupan
 Denyut nadi radial
cairan serta kebiasaan
12345
eliminasi
 Keseimbangan intake
 Monitor berat badan
dan output dalam 24
 Batasi alokasikan
jam
asupan cairan
12345
 Catat dengan akurat
 Turgor kulit
asupan dan pengeluaran
12345
3. Ketidakefektifan Status pernafasan (0415) Monitor pernafasan (3350)
pola napas (00032) Setelah dilakukan tidakan Definisi: sekumpulan data
Berhubungan 2x24 jam diharapkan : dan analisis keadaan pasien
dengan penekanan  Frekuensi pernafasan untuk memastikan
diafragma 12345 kepatenan jalan nafas dan
 Irama pernafasan kecukupan pertukaran gas
12345  Monitor kecepatan
 Kedalaman inspirasi irama, kedalaman dan
12345 kesulitan bernafas
 Perasaan kurang  Catat pergerakan dada,
istirahat kesimetrisan,
12345 penggunaan oto-otot
bantu nafas dan literaksi
pada otot suprakafikula
dan interkosta
 Monitor peningkatan
kelelahan, kecemasan
dan kekurangan udara
pada pasien
 Monitor keluhan sesak
nafas pasien termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak
nafas tersebut

2. Post operasi
No Diagnose NOC NIC
1. Nyeri akut (00132) Kontrol nyeri (1605) Pemberian analgesic
berhubungan Setelah dilakukan tindakan (2210)
dengan agens 2x24 diharapakan: Definisi: penggunaan agen
cidera fisik farmakologi untuk
 Mengenali kapan nyeri mengurangi atau
terjadi menghilangkan nyeri
12345  Tentukan lokasi,
 Menggunakan mkarakteristik,
analgesic yang kualitas, dan keparahan
direkomendasikan nyeri sebelum
12345 mengobati pasien
 Laporkan gejala yang  Cek perintah
tidak terkontrol pada pengobatan meliputi
professional kesehatan obat, dosis dan
12345 frekuensi obat
 Melaporkan nyeri yang analgesic yang
terkontrol diresepkan
12345  Dokumentasikan
respon terhadap
analgesic dan adanya
efek samping
 Kolaborasikan dengan
dokter apakah obat,
dosis, rute pemberian
atau perubahan anterfal
dibutuhkan buat
rekomendasi kusus
berdasarkan prinsip
analgesik
2. Gangguan pola Tidur (0004) Peningkatan tidur (1850)
tidur (00198) Setelah dilakukan tindakan Definisi: memfasilitasi
berhubungan 2x24 diharapkan: tidur atau siklus bangun
dengan nyeri post  Jam tidur yang teratur
oprerasi 12345  Tentukan pola tidur
 Pola tidur  Monitor atau catat pola
12345 tidur pasien atau
 Tidur yang terputus jumlah jam tidur
12345  Anjurkan pasien untuk
 Nyeri memantau pola tidur
1 2345  Diskusikan dengan
pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk
meningkatkan pola
tidur
3. Resiko infeksi Keparahan infeksi (0703) kontrol infeksi (6540)
(00004) Setelah dilakukan 2x24 definisi: meminimalkan
Berhubungan diharapkan: penerimaan dan transmisi
dengan prosedur  Nyeri agen infeksi
invasif 12345  Alokasikan
 Demam kesesuaian luar ruang
12345 pasien, seperti yang
 Ketidak setabilan suhu diindikasikan oleh
12345 pedoman pusat
 Kemerahan pengendalian dan
12345 pencegahan penyakit
 Bersihkan lingkungan
dengan baik setelah
digunakan setiap
pasien
 Ajarkan cara cuci
tangan bagi tenaga
kesehatan
 Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
mengenai dan
bagaiman
menghindari infeksi

BAB IV

PENUTUP

a. Kesimpulan
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani,
Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1: 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai
penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial,
Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada
anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus
akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan
yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,
yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

b. Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan dapat memberikan informasi
tentang asuhan keperawatan atresia ani. Kami mohon kritik dan saran yang membangun
dari pembaca agar dapat memberbaiki karta tulis dengan lebih baik lagi .
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat A, Aziz Alimul.2009.Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan


Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.

NANDA-I Edisi 11 Diagnosis Keperawatan. 2018 – 2020. Penerbit Buku kedokteran EGC

Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), Sixth Edition.
United States of America: Mosby Elsevier
Moorhead, Sue., [et al.]. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): measurement of health
outcomes, Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta
: EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta : Salemba Medika

Suriadi, SKp, Mns. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta, CV Agung Sentoso.

Anik Maryunani. 2010 Kamus Keperawatan. Jakarta. Trans Info Media.

Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Ed.5. Jakarta: EGC.

Rudolph,Abraham M.2006.Buku Ajar Pediatrik Rudolph. editor, Abraham M Rudolph, alih


bahasa A.Samik Wahab, Sugiarto;editor edisi bahasa Indonesia, Natalia Susi … [et
al].Ed.20.Jakarta.EGC
Nayastiyah, 2005, perawatan anak sakit. Edisi 2, EGC, jakarta

Anda mungkin juga menyukai