Anda di halaman 1dari 7

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit

Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Embryophyta Siphonagama
Kelas : Angiospermeae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil. Batangnya lurus, berbentuk
bulat panjang dengan diameter 25 - 75 cm dan tidak bercabang. Pada tanaman tua
pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas,
sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam meruas (Sunarko, 2007).
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu, yaitu bunga jantan dan
bunga betina terletak dalam satu pohon, tetapi terletak terpisah satu sama lain.
Masa masak atau anthesis bunga tidak serempak sehingga domiman terjadi
penyerbukan silang (Lubis, 2008).
Akar kelapa sawit berfungsi sebagai penunjang struktur batang, menyerap
air dan unsur hara dari dalam tanah, serta sebagai salah satu alat respirasi. Sistem
perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut yang terdiri atas akar
primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer panjangnya dapat mencapai
15 cm dan mampu bertahan hingga 6 bulan, keluar dari pangkal batang dan
menyebar secara horisontal dan vertikal hingga mencapai 15 - 20 m ke dalam
tanah. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder dengan diameter
2 - 4 mm yang mengarah ke atas mendekati permukaan tanah. Akar sekunder
bercabang membentuk akar tersier yang berdiameter 1 - 2 mm dan membentuk
akar kuartener yang berada di dekat pemukaan tanah dengan panjang 2 cm dan
berdiameter 0.5 mm (PT Tania Selatan, 1997).
5

Jumlah pelepah daun tanaman kelapa sawit bergantung pada umur tanaman.
Pada tanaman dewasa dapat dijumpai 40 - 56 pelepah. Setiap pelepah terdiri atas
100 – 160 pasang anak daun. Pada pelepah daun terbentuk dua baris duri pada
kedua sisinya dengan duri yang sangat tajam (PT Tania Selatan, 1997). Daun
kelapa sawit merupakan daun majemuk dan mempunyai filotaksi 1/8 yang
memutar ke kanan ataupun ke kiri, tetapi sebagian besar daun memutar ke kanan.
Stomata umumnya terletak pada permukaan anak daun saja (Lubis, 1992).
Buah kelapa sawit terdiri atas beberapa bagian, yaitu eksokarp, perikarp,
mesokarp, endokarp, dan kernel. Mesokarp yang masak mengandung 45 - 50 %
minyak dan berwarna merah kuning karena mengandung karoten.

Kondisi Iklim

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara 27 ºC
dengan suhu maksimum 33 ºC dan suhu minimum 22 ºC sepanjang tahun. Curah
hujan rata-rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan adalah 1 250 -
3 000 mm yang merata sepanjang tahun (dengan jumlah bulan kering kurang dari
3 bulan). Curah hujan optimal berkisar 1 750 - 2 500 mm. Kelapa sawit lebih
toleran dengan curah hujan yang tinggi dibandingkan dengan jenis tanaman
lainnya, meskipun demikian dalam kriteria klasifikasi kesesuaian lahan nilai
tersebut menjadi faktor pembatas ringan. Jumlah bulan kering lebih dari 3 bulan
merupakan faktor pembatas berat. Adanya bulan kering yang panjang dan curah
hujan yang rendah akan menyebabkan terjadinya defisit air (Pusat Penelitian
Kelapa Sawit, 2006).
Lama penyinaran matahari yang optimal adalah 6 jam per hari dengan
kelembaban nisbi pada kisaran 50 – 90 % (optimal pada 80 %). Aspek iklim
lainnya yang juga berpengaruh pada budidaya kelapa sawit adalah ketinggian
tempat dari permukaan laut atau elevasi. Elevasi untuk pengembangan tanaman
kelapa sawit adalah kurang dari 400 m dari permukaan laut (Pusat Penelitian
Kelapa Sawit, 2006).
6

Topografi

Menurut Lubis (1992) tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada
ketinggian 0 – 400 m di atas permukaan laut. Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(2006) menambahkan bahwa bentuk wilayah yang sesuai untuk tanaman kelapa
sawit adalah datar sampai berombak, yaitu wilayah dengan kemiringan lereng
0 – 8 persen. Pada wilayah bergelombang sampai berbukit (kemiringan 8 - 30 %),
kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik melalui upaya
pembuatan teras. Pada wilayah berbukit dengan kemiringan lebih dari 30 % tidak
dianjurkan untuk kelapa sawit karena akan memerlukan biaya yang besar untuk
pengelolaannya, sedangkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan relatif rendah.
Bentuk wilayah merupakan faktor penentu produktivitas yang mempengaruhi
kemudahan panen, pengawetan tanah dan air, pembuatan jaringan jalan, dan
keefektivitasan pemupukan.
Menurut Dja’far et al. (2001) topografi lahan yang tidak disertai penerapan
kultur teknis yang standar berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit
dan penggunaan tenaga pemanen. Perbedaan produksi pada areal yang
bertopografi berombak dengan areal bertopografi berbukit bisa mencapai
3.96 ton TBS/ha/tahun. Pada daerah berbukit walaupun pemakaian tenaga panen
9.11 % lebih banyak dibandingkan di daerah berombak tetapi produksi yang
dihasilkan akan tetap rendah. Hal tersebut dikarenakan oleh sekitar 13.31 %
tandan buah segar (TBS) tidak dipanen serta kehilangan brondolan mencapai
51.36 persen.

Curah Hujan

Air hujan merupakan sumber air utama untuk tanaman perkebunan. Menurut
Mangoensoekarjo (2007) curah hujan optimal untuk tanaman kelapa sawit adalah
1 250 – 2 500 mm/tahun, sedangkan Hadi (2004) menyatakan bahwa curah hujan
yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah 2 500 –
3 000 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun serta tidak terdapat
7

bulan kering berkepanjangan dengan curah hujan di bawah 120 mm dan tidak
terdapat bulan basah dengan hujan lebih dari 20 hari.
Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan bahwa kekurangan air
pada tanaman kelapa sawit dapat mengakibatkan penurunan produksi tandan buah
segar. Hadi (2004) menambahkan kekurangan air pada tanaman kelapa sawit
dapat mengakibatkan buah terlambat masak, berat tandan buah berkurang, jumlah
tandan buah menurun hingga sembilan bulan kemudian, serta meningkatkan
jumlah bunga jantan dan menurunkan jumlah bunga betina.
Pengaruh musim kering dan defisit air (water deficit) sangat besar
pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit. Water deficit
merupakan suatu kondisi dimana suplai air tersedia tidak mampu memenuhi
kebutuhan air tanaman. Batas pengaruh water deficit pada tanaman kelapa sawit
adalah 400 mm, jika lebih besar dari 400 mm akan berpengaruh pada produksi
secara langsung, yaitu tandan bunga yang telah muncul akan terganggu proses
kematangannya serta dapat mengganggu munculnya bunga dan sex differentiation
(Risza, 2009).
Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2006) terdapat beberapa pengaruh
musim kering terhadap produksi kelapa sawit, yaitu sebagai berikut:
a. Pengaruh terhadap produksi semester II
1. Jika sampai batas stadia I (water deficit 200 – 300 mm), hal ini belum
berpengaruh terhadap produksi.
2. Jika sampai batas stadia II (water deficit 300 – 400 mm), maka
kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 10 – 20 persen.
3. Jika sampai batas stadia III (water deficit 400 – 500 mm), maka
kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 20 - 40 persen.
4. Jika sampai batas stadia IV (water deficit 500 mm), maka kemungkinan
kehilangan produksi semester II berkisar 40 - 60 persen. Akibat kekeringan,
buah menjadi lebih cepat matang tetapi akan berakibat turunnya rendemen
minyak dan jumlah buah parthenocarpi meningkat. Kemungkinan serangan
tikus juga meningkat yang akan merusak bunga jantan dan betina untuk
mengambil air dari tandan bunga.
8

b. Pengaruh terhadap produksi tahun II dan III


1. Jika sampai batas stadia I, maka pengaruhnya terhadap produksi tahun II
tidak ada.
2. Jika seluruhnya terkena stadia II, maka kemungkinan kehilangan produksi
tahun II mencapai 0 - 10 persen.
3. Jika seluruhnya terkena stadia III, maka kemungkinan kehilangan produksi
semester I tahun II mencapai 10 - 20 % karena mengganggu sex
differentiation.

Umur Tanaman

Tinggi rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit di suatu kebun


dipengaruhi oleh komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut. Semakin
luas komposisi umur tanaman remaja dan tanaman tua, semakin rendah pula
produktivitas per hektarnya. Komposisi umur tanaman berubah setiap tahunnya
sehingga juga berpengaruh terhadap pencapaian produksi per hektar per tahunnya
(Risza, 2009). Lubis (1992) menyatakan bahwa produktivitas maksimal tanaman
kelapa sawit dapat dicapai ketika tanaman berumur 7 – 11 tahun.

Populasi Tanaman

Susunan penanaman dan jarak tanam akan menentukan kerapatan tanaman.


Kerapatan tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
produktivitas tanaman kelapa sawit. Menurut Risza (2009) terdapat hubungan
antara penurunan produksi dan kerapatan tanam, kelapa sawit yang hidup di
tempat yang terlindung dan kurang mendapat cahaya matahari pertumbuhannya
akan meninggi, tidak normal, habitusnya kurus, lemah, jumlah daun sedikit, dan
produksi bunga betina berkurang. Intensitas cahaya matahari optimum yang
diperlukan oleh tanaman bervariasi menurut jenis tanaman. Salah satu dari
pengaruh kualitas dari intensitas dan lama penyinaran adalah perubahan morfologi
dan fisiologi tanaman. Lubis (1992) menyatakan bahwa populasi tanaman kelapa
sawit yang banyak digunakan di perkebunan di Indonesia adalah 143 pokok/ha.
9

Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu tindakan perawatan tanaman yang


berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Upaya
pemupukan pada tanaman kelapa sawit harus dapat menjamin pertumbuhan
vegetatif dan generatif yang normal sehingga dapat memberikan produksi TBS
yang maksimal serta menghasilkan minyak kelapa sawit (CPO) yang tinggi, baik
kualitas maupun kuantitasnya (Mangoensoekarjo, 2007). Dalam kegiatan
pemupukan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu tanaman yang
akan dipupuk, jenis tanah yang akan dipupuk, jenis pupuk yang akan digunakan,
dosis pupuk yang diberikan, cara aplikasi, dan waktu pemupukan (Hardjowigeno,
2003). Pengelolaan aplikasi pemupukan merupakan hal yang paling penting
karena merupakan kunci utama tercapainya target produksi yang diharapkan.
Adiwiganda (2002) menyatakan bahwa tidak kurang dari 50 % biaya
pemeliharaan adalah merupakan biaya pemupukan mulai dari biaya pengadaan,
transportasi, dan pengawasan. Sugiyono et al. (2005) menambahkan bahwa
pemupukan pada tanaman kelapa sawit membutuhkan biaya yang sangat besar
sekitar 30 % terhadap biaya produksi atau sekitar 60 % terhadap biaya
pemeliharaan. Akan tetapi dipihak lain pemupukan mempunyai peranan yang
sangat penting untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi. Pemupukan yang
tidak baik akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi. Manajemen
pupuk dan pemupukan harus direncanakan dengan baik, dipersiapkan dengan
matang, dilaksanakan secara terencana, dan diawasi dengan ketat sehingga
aplikasi pupuk dapat mencapai sasaran yang diinginkan.
Dewasa ini terjadi penggolongan jenis-jenis pupuk berdasarkan kandungan
unsur haranya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2005). Menurut Purwa (2007) pupuk tunggal adalah pupuk yang
hanya mengandung satu unsur hara primer (N, P, atau K), sementara itu unsur lain
yang terkandung di dalamnya hanya berperan sebagai pengikat atau juga sebagai
katalisator. Sedangkan pupuk majemuk merupakan pupuk yang mengandung dua
atau lebih unsur hara primer.
10

Buah Mentah dan Buah Busuk

Kehilangan hasil produksi dalam suatu perkebunan merupakan suatu


hal yang tidak dapat dihindarkan, tetapi hal tersebut dapat diminimalisir
dengan perbaikan teknik budidaya dan manajemen panen yang baik. Buah
mentah dipanen dan buah matang tidak dipanen (buah busuk) merupakan
faktor penyebab kehilangan hasil produksi. Semakin banyak buah mentah dipanen
dan buah busuk maka kehilangan hasil produksi semakin tinggi.

Anda mungkin juga menyukai