Disusun Oleh :
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur tim penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan Hadiyah-Nya laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan. Sholawat
serta salam tidak lupa senantiasa dilimpahkan kehadirat Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa umat Nya dari zaman gelap gulita meuju ke zaman yang
terang benderang. Laporan ini disusun untuk mengetahui hubungan sanitasi
lingkungan, pengetahuan dan tindakan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD). Laporan ini berjudul “Hubungan Sanitasi Lingkungan, Pengetahuan dan
Tindakan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Tapos
Kota Depok” dapat selesai dengan baik berkat bantuan dari bebrbagai pihak. Oleh
karea itu, kami tim penulis ucapkan terima kasih dituturkan secara ikhlas dan
penuh kerendahan hati atas terselesaikannya tugas laporan ini.
Tim penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
sendiri, mahasiswa, peneliti lainnya, Pihak masyarakat pada umumnya. Namu
dalam laporan ini tentu tidak lepas dari kekuranga. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................. 1
BAB II ............................................................................................................. 7
ii
F. Instrumen Dan Cara Pengumpulan Data ............................................... 21
G. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama
Aedes aegypti (infodatin, 2016). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat
muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur.
Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku
masyarakat (Kemenkes RI, 2016).
Penyakit Demam Berdarah Dengue atau disingkat DBD merupakan salah satu
masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) di dunia pada tahun 2010 mencapai 2.204.516 kasus dan jumlah
ini meningkat mendekati dua kali lipat dari tahun 2009 yang sebesar 1.451.083
kasus. Jumlah tersebut juga meningkat sebesar 50 kali lipat dalam 5 dekade
terakhir. Menurut data dari WHO mengenai jumlah kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) selama tahun 2004-2010 didapatkan negara Brazil merupakan
negara dengan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terbesar yaitu
447.446 kasus. Negara dengan jumlah kasus terbesar kedua dan ketiga adalah
Indonesia dan Vietnam sebesar 129.435 kasus dan 91.321 kasus. (WHO, 2012).
World Health Organization (2013) memperkirakan 2,5 milyar masyarakat
dunia memiliki risiko terkena virus dengue dan lebih dari 50-100 juta infeksi
dengue diseluruh dunia setiap tahunnya. Infeksi dengue yang berat juga
diperkirakan menyerang kurang lebih 500.000 penduduk dunia dan 2,5%
diantaranya meninggal dunia (WHO, 2013). Jumlah kasus Deman Berdarah
Dengue (DBD) di kawasan Asia Tenggara meningkat dari tahun 2011 sebesar
100.278 kasus menjadi 257.024 kasus di tahun 2012 (WHO, 2012).
Menurut data WHO (2014) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina,
selanjutnya menyebar keberbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara
1
yang mengalami wabah Demam Berdarah Dengue (DBD), namun sekarang
Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100
negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara
dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD). Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah
melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada
tahun 2012 terjadi lebih 2000 kasus DBD pada lebih dari 10 negara di eropa.
Setidaknya 500.000 penderita DBD memerlukan rawat inap setiap tahun nya,
dimana proporsi penderita sebagian besar adalah anak anak dan 2,5% diantaranya
dilaporkan meninggal dunia. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35
juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan Demam Berdarah Dengue
(DBD) berat. Perkembangan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di tingkat
global semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) yakni dari 980 kasus di hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi
1.016.612 kasus di hampir 60 negara tahun 2000-2009 (WHO, 2014).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh virus
dengue telah dikemukakan oleh David Bylon yang meneliti epidemi Demam
Berdarah Dengue (DBD) yang berjangkit di Batavia pada tahun 1779 dan
Benyamin Rush yang menulis tentang epidemi break bone fever ganas yang
terjadi di Philadelphia pada tahun 1780.4 Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) merupakan salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat
mengakibatkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah.
Penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 dan
selanjutnya menyebar ke berbagai negara, di antaranya Hanoi (1958), Malaysia
(1962-1964), Calcutta (1963), dan Saigon (1965). Selanjutnya, dari kawasan Asia
Tenggara Demam Berdarah Dengue (DBD) menyebar ke India, Maldivia, dan
Pakistan, serta ke arah Timur ke Republik Rakyat Tiongkok. Pada saat ini Demam
Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas di kawasan Pasifik Barat dan
daerah Karibia. Antara tahun 1975 dan 1995, Demam Berdarah Dengue (DBD)
terdeteksi keberadaannya di 102 negara di lima wilayah WHO, yaitu: 20 negara di
Afrika, 42 negara di Amerika, tujuh negara di Asia Tenggara, dan empat negara di
2
Mediterania Timur, serta 29 negara di Pasifik Barat. Seluruh wilayah tropis di
dunia saat ini telah menjadi hiperendemis (keberadaan penyakit dengan tingkat
insidensi yang tinggi dan terus menerus melebihi angka prevalensi normal dalam
populasi dan ternyata menyebar merata pada semua usia dan kelompok) dengan
ke empat serotipe virus dengue di wilayah Amerika, Asia Pasifik dan Afrika.
Indonesia, Myanmar dan Thailand termasuk kategori A yaitu: KLB (wabah siklis)
terulang pada jangka waktu antara 35 tahun. Dalam 50 tahun terakhir, kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan
ekspansi geografik ke negara-negara baru, dan dalam dekade ini, dari kota ke
lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis
dan subtropis terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika, dan Karibia.
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di
daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian
lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang
terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di
rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5
miliar orang atau hampir 40% dari populasi dunia tinggal di daerah endemis
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang memungkinkan terinfeksi virus dengue
melalui gigitan nyamuk setempat.
Demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai terjangkit di Surabaya
pada tahun 1968, sedangkan di Jakarta pertama dilaporkan mulai terjangkit
demam berdarah dengue pada tahun 1969, di Bandung dan Yogyakarta terjangkit
Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 1972. Pada daerah luar jawa seperti
Sumatera Barat, Lampung, Riau, Sulawesi dan Bali berturut-turut dilaporkan
terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 1972-1973. Pada tahun
1974 dilaporkan terjadi wabah DBD di Kalimantan Selatan dan di NTB pada
tahun 1994dan telah menyebar ke 27 propinsi di Indonesia. Di Indonesia sendiri
pengaruh musim terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak begitu
jelas tetapi dalam garis besarnya dapat di kemukakan jumlah penderita Demam
Berdarah Dengue (DBD) terus meningkat. Vektor atas pembawa dari virus
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah nyamuk aedes aegypti, sedangkan agent
3
penyakitnya sendiri adalah virus dengue (Misnadiary,2009 dalam Abdul Rohim,
2015)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia sendiri masih
menjadi salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang utama. Jumlah
penderita dan luas daerah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
semakin bertambah seiring dengan meningktanya mobilitas dan kepadatan
penduduk, terutama di daerah tropis dan subtropis (Kemenkes RI,2010). Data
Profil Kesehatan Indonesia (2016) menunjukan bahwa terdapat peningkatan dan
penurunan jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam lima tahun
terakhir yaitu pada tahun 2011-2015. Angka incidence rate (IR) atau angka kasus
baru Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2011 adalah 27,67 per 100.000
penduduk, terjadi peningkatan pada tahun 2012-2013. Angka incidence rate
menjadi 37,27 per 100.000 penduduk ditahun 2012 dan 45,85 per 100.000
penduduk pada tahun 2013. Di tahun 2014 kasus Demam Berdarah Dengue
(DBD) mengalami penurunan dengan incidence rate sebesar 39,8 per 100.000
penduduk. Ditahun 2015 angka kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
mengalami kenaikan kembali yaitu sebesar 50,75 per 100.000 penduduk dan pada
sampai tahun 2016 angka Demam Berdarah Dengue (DBD) bertambah menjadi
77,96 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017
di dapatkan data bahwa di Propinsi Jawa Barat sendiri dengan kepadatan
penduduk sebanyak 48.037.827 dengan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue
(DBD) sebanyak 3.538 kasus dengan incidence rate sebesar 7,37 per 100.000
penduduk, termasuk kasus meninggal akibat Demam Berdarah Dengue (DBD)
sebanyak 21 kasus dengan CFR 0,59%. Kejadian kasus Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Jawa Barat sendiri tersebar di beberapa kota, seperti pada tahun 2015
kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi di 27 kota, pada tahun 2016
sebanyak 27 kota yang terjangkit dan pada tahun 2017 kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) di propinsi Jawa Barat sebanyak 20 kota yang terjangkit.
Sedangkan data kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di kota Depok
berdasarkan Profil Dinas Kesehatan kota Depok, jumlah kasus Demam Berdarah
4
Dengue (DBD) yang dilaporkan pada tahun 2013 sebanyak 1.450 kasus dengan
jumlah meninggal sebanyak 2 orang, tahun 2014 terdapat sebanyak 980 kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD), meninggal sebanyak 4 orang, tahun 2015
sebanyak 1.784 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD), meninggal 3 orang.
Tahun 2016 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) meningkat dari tahun
sebelumnya, dimana ditemukan sebanyak 2.827 kasus Demam Berdarah Dengue
(DBD), meninggal sebanyak 7 orang.
Berdasarkan data penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di beberapa
kecamatan kota Depok pada tahun 2016 didapatkan informasi bahwa di
kecamatan Tapos terdapat kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) sebanyak 112
kasus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, menunjukan bahwa kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD) di kecamatan Tapos kota Depok tahun 2016 terdapat
112 kasus. Angka tersebut tergolong kasus tertinggi dibandingkan 3 kecamatan
lainnya. Berdasarkan keadaan tersebut penulis merumuskan masalah sebagai
berikut Bagaimana Hubungan Sanitasi Lingkungan, Pengetahuan dan Tindakan
dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Tapos Kota
Depok?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan sanitasi lingkungan,
pengetahuan dan tindakan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
kecamatan Tapos kota Depok?
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD).
5
b. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD).
c. Untuk mengetahui hubungan tindakan dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti :
Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan
penelitian terhadap beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
2. Manfaat Bagi Masyarakat :
Memberikan informasi dan pengetahuan pada masyarakat yang
memerlukan hasil penelitian ini guna menunjang kegiatan bagi pihak yang
memerlukan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rapid Survai
Survai merupakan kegiatan atau usaha pengumpulan informasi dari sebagian
populasi yang dianggap dapat mewakili populasi. Informasi dari masyarakat dapat
diperoleh dengan alat bantu atau dikenal sebagai instrumen penelitian baik yang
berupa kuesioner maupun peralatan lain untuk pengukuran misalnya timbangan
untuk mengukur berat, meteran untuk mengukur panjang atau tinggi subyek
penelitian. Informasi yang bisa didapat berupa informasi tentang cakupan atau
prevalensi suatu kejadian, bisa juga informasi mengenai hubungan antar variabel.
Kegiatan survai seringkali memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang besar
maupun prosedur yang rumit apabila mencakup pada skala yang luas. Tentunya
tehnik survai tersebut menjadi kurang memadai apabila harus dilakukan, terutama
apabila informasi yang dibutuhkan adalah bersifat segera. Untuk itu perlu
dikembangkan adanya suatu bentuk metode survai yang sederhana, relatif murah,
cepat dan tepat sehingga informasi yang didapatkan adalah informasi yang cukup
akurat. Bagaimanapun informasi yang cepat tetapi didapatkan hanya berdasarkan
laporan kegiatan rutin saja kurang dapat memenuhi kebutuhan informasi yang
dibutuhkan.
World Health Organization (WHO) telah mengembangkan satu tehnik survai
yang cepat dan murah untuk mengevaluasi program imunisasi. Tehnik survai ini
dikenal sebagai metode survai cepat (Rapid Survey Method) dan ternyata ini juga
dapat digunakan untuk evaluasi program kesehatan lain.
Metode survai cepat pertama kali dikembangkan pada proyek Expanded
Programme on Immunization dari WHO. Metode ini menerapkan rancangan
sampel klaster dua tahap, dengan pemilihan klaster pada tahap pertama secara
probability proportionate to size. Pemilihan sampel pada tahap kedua, yaitu
pemilihan sampel rumah tangga dilakukan dengan cara acak sederhana (simple
random) atau dengan menerapkan rumah terdekat.
Dalam perkembangannya metode survai cepat telah cukup banyak
digunakanterutama dikalangan peneliti dan praktisi untuk perencanaan dan
7
mengevaluasi keberhasilan program. Setelah melalui berbagai uji coba maka
secara garis besar dapat disimpulkan bahwa metode ini layak untuk diterapkan
sebagai metode pengumpulan informasi yang berasal dari masyarakat (population
based information) pada skala tingkat kabupaten. Ciri khas dari survai cepat
adalah:
1. Digunakan untuk mengukur kejadian yang sering terjadi di masyarakat.
2. Pengambilan sampel secara cluster dua tahap, dimana untuk tiap
kabupaten diambil sebanyak 30 klaster dan masing-masing klaster diambil
sebanyak 7 sampai dengan 10 responden saja.
3. Jumlah pertanyaan cukup 20 - 30 pertanyaan saja dan bersifat sederhana,
(Hal ini karena survai ini bersifat cepat).
4. Rancangan sampel, memasukkan data, pengolahan dan analisis data
dilakukan dengan bantuan komputer (Program yang bisa digunakan adalah
Epi Info dan CSurvey).
5. Waktu sejak pelaksanaan sampai pelaporan bisa dilaksanakan secara
singkat.
6. Analisis data, penyajian data dan hasil survai disajikan dengan memakai
tehnik statistik yang sederhana dengan tetap memperhatikan kaidah
statistik yang berlaku.
8
nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka
gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3
- 4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara
mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya
nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya (Ditjen PP & PL, 2014
dalam Abdul Rohim, 2015).
9
langsung berhubungan dengan tanah seperti : bak mandi/wc, minuman
burung, air tendon, air tempayan/ gentong, kaleng ban bekas, dll. Tempat
istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada di
dalam rumah , seperti gorden , kelambu dan baju/pakaian di kamar yang
gelap dan lembab ( Sri dan Hindra, 2004 dalam Abdul Rohim, 2015).
Nyamuk yang menjadi vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah nyamuk yang terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan
viremia (terdapat virus dalam darahnya). Virus berkembang dalam tubuh
nyamuk selama delapan sampai sepuluh hari terutama dalam kelenjar air
liurnya dan jika nyamuk menggigit orang lain maka virus Dengue akan
dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan
berkembang empat sampai enam hari dan orang tersebut akan mengalami
sakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue memperbanyak diri
dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu
(Widoyono, 2008 dalam Abdul Rohim, 2015).
4. Gejala klinis
Penderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada umumnya
disertai tanda-tanda sebagai berikut :
a. Hari pertama sakit : panas mendadak, badan lemah atau lesu. Pada
tahap Ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.
b. Hari kedua atau ketiga : timbul bintik perdarahan, lebam atau ruam
pada kulit muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati. Gejala
perdarahan seperti mimisan, berak darah atau muntah darah. Bintik
perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk
membedakannya kulit direnggangkan, bila hilang bukan tanda
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
c. Antara hari ketiga sampai ketujuh : panas turun secara tiba- tiba.
kemungkinan yang selanjutnya :
1) Penderita sembuh
10
2) keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan
dan kaki dingin, banyak mengeluarkan keringat (Kemenkes RI,
2011 dalam Abdul Rohim, 2015).
11
Keberadaan tempat penampungan air (TPA) atau kontainer
memiliki hubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD). Keberadaan TPA merupakan faktor risiko untuk terjadinya
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD), dimana rumah yang
mempunyai kontainer >3 berisko 6,75 kali lebih besar dibandingan
yang mempunyai kontainer <3. Dengan adanaya kontainer atau TPA,
baik di dalam atau di luar rumah yang menjadi perindukan vektor
nyamuk penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), merupakan faktor
yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya KLB
Demam Berdarah Dengue (DBD). (Gama dan Betty, 2010 dalam
Abdul Rohim 2015).
2) Lingkungan biologi
Keadaan jentik aedes aegypti sp pada tempat penampungan air,
baik di dalam atau di luar rumah memiliki hubungan dengan kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD). Karakteristik jentik nyamuk juga
memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD). (Parida. S, 2012 dalam Abdul Rohim 2015)
Keberadaan predator alami pada lingkungannya juga menjadi
faktor yang mempengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD), namun keberadaan predator alami tidak secara langsung
mempengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) melainkan
mempengaruhi keberadaan jentik yang ada di tempat penampungan
air. Adapun salah satu predator alami yang paling mudah ditemui dan
cukup efektif adalah ikan pemakan jentik. Di Indonesia terdapat
beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan bisa
digunakan sebagai ikan pemakan jentik, antara lain seperti ikan
cupang, ikan kepala timah, ikan cetul, ikan nila, ikan guppy, dan
masih ada lainnya. (Taviv et al, 2010 dalam Abdul Rohim 2015).
Pemanfaatan ikan pemakan jentik yaitu ikan cupang dan pemantau
jentik lebih efektif dalam meningkatkan angka bebas jentik (ABJ) dan
12
menurunkan House index (HI), container index(CI) dan breteau index
(BI) di bandingkan dengan yang tidak memanfaatkan ikan pemakan
jentik dan hanya pemantau jentik saja. (Taviv et al, 2010 dalam Abdul
Rohim 2015).
3) Lingkungan sosial
Kepadatan penduduk menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi penyebaran vektor penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD). Hal ini dikarenakan limgkungan yang padat penduduk lebih
memudahkan proses penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan menutupi keterbatasan jarak terbang nyamuk dan kepadatan
penduduk juga menghasilkan banyak gas CO2 pada lingkungan, gas
inilah yang kemudian memudahkan nyamuk Aedes Agepyti untuk
membantu mencari host potensial bagi perkembangabiakkan mereka.
(Satari dan Meiliasari, 2008 dalam Abdul Rohim 2015). Kepadatan
bersama pola iklim mempengaruhi tingkat endemik Demam Berdarah
Dengue (DBD) di suatu wilayah kabupaten kota dan merupakan faktor
resiko terjadinya tingkat endemik Demam Berdarah Dengue (DBD)
yang berat di suatu wilayah. (Hidayati, et al, 2008 dalam Abdul
Rohim 2015).
Selain kepadatan penduduk, aktivitas penduduk berupa tingkat
mobilitas yang tinggi juga dapat mempengaruhi kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD), hal ini dikarenakan mobilitas mampu
membantu dan mempercepat penyebaran virus penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD). Mobilitas peduduk merupakan salah satu
faktor resiko kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD), karena
mobilitas merupakan salah satu pembawa masuknya virus Demam
Berdarah Dengue (DBD) ke suatu daerah. (Gama dan Betty, 2010
dalam Abdul Rohim 2015).
13
b. Karakteristik Host
Terdapat beberapa faktor karakteristik host yang berpengaruh
terhadapat penyakit demam berdarah dengue, antara lain :
1) Usia
Pada dasarnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak
menyerang pada kelompok usia tertentu dan dapat menyerang semua
usia baik anak-anak maupun orang dewasa. Namun, diketahui bahwa
terdapat hubungan antara manusia dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD), dimana seseorang dengan usia <12 tahun memiliki
resiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi virus Demam Berdarah
Dengue (DBD) ketimbang orang dengan usia >- 12 tahun. Jumlah
kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak pernah menurun di
beberapa daerah tropik dan subtropik dan banyak menimbulkan
kematian pada anak, yang 90% di antaranya menyerang anak di
bawah 15 tahun. (Candra, 2010 dalam Abdul Rohim 2015).
Namun dalam beberapa tahun terakhir terjadi pergeseran kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kelompok usia, yaitu
terdapat peningkatan proporsi pederita pada kelompok usia 15-44
tahun, hal ini ditunjukkan oleh data kasus Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Indonesia dari tahun 1999 sampai 2009, dimana kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) saat ini cenderung lebih banyak
pada kelompok usia >- 15 tahun, sedangkan untuk proporsi penderita
Demam Berdarah Dengue (DBD) pada kelompok usia >45 tahun
sangat rendah sebagaimana yang terjadi di Jawa Timur yaitu hanya
berkisar sebesar 3,64%. (Kemenkes RI, 2010 dalam Abdul Rohim
2015).
2) Jenis Kelamin
Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jumlah kasus
penderita berdasarkan jenis kelamin, akan tetapi angka kematian lebih
banyak pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. (Ginanjar,
2008 dalam Abdul Rohim 2015).
14
3) Status Gizi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia
karena zat gizi mempengaruhi fungsi kinerja berabagai sistem dalam
tubuh. Secara umum berpengaruh pada fungsi vital yaitu kerja otak,
jantung, paru, ginjal, susu. Status gizi memiliki fungsi antara lain,
seperti fungsi aktivitas yaitu kerja otot bergaris, fungsi pertumbuhan
yaitu membentuk tulang, otot dan orang lain pada tahap tumbuh
kembang, fungsi immunitas yaitu melindungi tubuh agar tak mudah
sakit, fungsi perawatan jaringan yaitu mengganti sel yang rusak, dan
fungsi cadangan gizi yaitu mengganti sel yang rusak, dan fungsi
cadangan gizi yaitu persediaan zat gizi mengahdapai keadaan darurat.
(Candra, 2010 dalam Abdul Rohim 2015)
4) Pengetahuan
Penegtahuan adalah hasil ‘tahu’ dan terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu dan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behaviour), sehingga pengetahuan dapat mempengaruhi kondisi
kesehatan seseorang melalui tindakan (Notoadmojo, 2011 dalam
Abdul Rohim 2015).
Pengetahuan bersama dengan perilaku merupakan faktor resiko
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD). Pengetahuan juga
mempunyai hubungan dengan keberadaan jentik nyamuk aedes
aegypti. (Yuana, 2013 dalam Abdul Rohim 2015).
5) Perilaku Berisiko
Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
(notoadmojo, 2011 dalam Abdul Rohim 2015). Perilaku kesehatan
yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) dapat
diklasifikasi sebagai berikut :
15
a) Perilaku kesehatan, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan
atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, seperti mencegah penyakit, personal hygiene,
memilih makanan, sanitasi, dan lain nya.
b) Perilaku sakit, yaitu segala tindakan atau kegiatan yag dilakukan
oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal
keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
c) Perilaku peran sakit, yaitu segala tindakan atau kegiatan yag
dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh
kesembuhan.
16
6. Kerangka Teori
Teori H.L.Bloom
Lingkungan
Sanitasi
Lingkungan
Cuaca
Suhu
Populasi dan
Kepadatan
Penduduk
Letak Geografis
Perilaku
Pengetahuan tentang
Demam Berdarah Kejadian
Dengue (DBD) Demam
Sikap tentang Berdarah
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Dengue (DBD)
Tindakan tentang
Demam Berdarah
Dengue (DBD)
Pelayanan Kesehatan
Fasilitas Kesehatan
Tenaga
kesehatan/SDM
Akses ke Pelayanan
Kesehatan
Jarak ke Pelayanan
Kesehatan
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang telah diuraikan diatas, faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD). Untuk itu
kerangka konsep ini hanya mengambil beberapa faktor saja dikarenakan
keterbatasan dalam hal biaya dan waktu. Oleh karena itu kerangka konsep dapat
diuraikan sebagai berikut:
Sanitasi Lingkungan
Pengetahuan tentang
Demam Berdarah Dengue Kejadian Demam
(DBD) Berdarah Dengue (DBD)
18
B. Definisi Operasional
19
C. Desain Penelitian
1. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tapos Kota Depok. Lokasi ini
dipilih karena di wilayah Tapos masih merupakan wilayah dengan kejadian
Demam Berdarah Dengue DBD yang tinggi.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2018- November 2018.
20
soal tentang sanitasi lingkungan, soal pengetahuan, soal tindakan dan soal
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).
21
untuk memudahkan dalam pengolahan data dan analisis data. Kegiatan yang
dilakukan, setelah data diedit kemudian diberi kode. Pada kuesioner ,
variabel sanitasi lingkungan akan diberikan kode 1 sanitasi lingkungan
responden baik dan akan diberikan kode 2 jika sanitasi lingkungan
responden kurang baik. Pada variabel pengetahuan, hasil jawaban diberikan
kode 1 jika pengetahuan baik, kode 2 jika pengetahuan kurang baik. Dan
pada variabel tindakan diberikan kode 1 pada tindakan baik dan kode 2 pada
tindakan kurang baik.
c. Processing
Setelah semua lembar obervasi terisi penuh serta sudah melewati
pengkodean maka langkah penelitian selanjutnya adalah memproses data
agar data yang sudah ada di-entry dapat dianalisis. Pemprosesan data
dilakukan dengan cara meng-entry dari data kuesioner ke paket program
computer.
d. Cleaning
Suatu kegiatan pembersian seluruh data agar terbebas dari kesalahan
sebelum dilakukan analisis data, baik kesalahan dalam pengkodean maupun
dalam membaca kode, kesalahan juga dimungkinkan terjadi pada saat kita
memasukan data ke komputer. Setelah data didapat kemudian dilakukan
pengecekan kembali apakah data yang ada salah atau tidak. Pengelompokan
data yang salah diperbaiki hingga tidak ditemukan kembali data yang tidak
sesuai sehingga data siap dianalisis :
1. Analisis Data
Untuk melakukan pengujian hipotesis, analisis data yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
a. Analisis univariat
Analisis univariat adalah analisis yang bertujuan untuk
menjelaskan/mendiskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang
diteliti. Variabel yang dianalisis secara univariat dalam penelitian ini
adalah sanitasi lingkungan, pengetahuan dan tindakan yang berhubungan
22
dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Data disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah analisis untuk menguji hubungan perbedaan
antara dua variabel. Pemilihan uji statistik yang akan digunakan untuk
melakukan analisis didasarkan pada skala data, jumlah populasi/sampel
dan jumlah variabel yang di teliti. Analisis untuk mengetahui hubungan
sanitasi lingkungan, pengetahuan dan tindakan dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Tapos Kota Depok dilakukan
dengan uji Spearman Rank karena kedua variabel berskala ordinal (Sabri
& Hastono, 2010). Pada penelitian ini penulis menggunakan Uji Epi Info.
23
DAFTAR PUSTAKA