PANDUAN PELATIH
PB. 2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA
DESKRIPSI SINGKAT :
Bagian ini merupakan panduan bagi pelatih yang
membahas tentang kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan desa terkait dengan kewenangan
desa, perencanaan pembangunan desa,
pengelolaan keuangan desa dan pengelolaan aset
desa.
POKOK BAHASAN :
RENCANA PEMBELAJARAN
(LESSON PLAN)
PERSIAPAN :
1. Persiapan ruang
2. Persiapan perlengkapan kelas
3. Persiapan peralatan dan bahan
PROSES PENYAJIAN
SUB-POKOK URAIAN KEGIATAN METODE ALAT ALOKASI
BAHASAN PERAGA WAKTU
Memahami I. Pembukaan / Motivasi - Ceramah - LCD 5’
Kewenangan 1. Fasilitator Menbukan Sesi - Tanya - Slide
Desa Dengan Salam jawab power
2. Fasilitator Memeriksa daftar point
hadir
3. Fasilitator menyampaian judul
dan tujuan sesi pembelajaran
II. Menjelaskan Jenis-Jenis - Ceramah - LCD 10’
Kewenangan Desa - Tanya - Slide
1. Fasilitator menjelaskan jenis- jawab power
jenis kewenangan desa point
menggunakan bahan tayang
berdasarkan UU nomor 6
tahun 2014 tentang desa
beserta peraturan turunan
nya (PP 43 dan Permendagri
No 44 tahun 2016)
2. Fasilitator memberikan
kesempatan kepada peserta
untuk bertanya atau
memberikan tanggapan
terhadap meteri yang
dijelaskan oleh Fasilitator
3. Fasilitator memberikan
penjelasan tambahan
terhadap tanggapan yang
disampaikan oleh peserta
4. Fasilitator mengevaluasi
apakah jenis-jenis
kewenangan desa tersebut
telah dipahami oleh peserta
dengan meminta beberapa
orang peserta untuk
menyebutkan jenis-jenis
kewenangan desa sesuai
dengan yang telah dijelaskan
2. Fasilitator memberi
kesempatan kepada peserta
untuk memberikan tanggapan
atau bertanya bila ada hal-hal
yang belum jelas
3. Fasilitator memberikan
penjelasan tambahan
terhadap tanggapan atau
pertanyaan peserta
V. Evaluasi 5’
1. Pelatih memberikan
penegasan terhadap materi
yang dibahas
2. Memastikan tujuan
pembelajaran telah tercapai
3. Membagikan lembar evaluasi
SPB
Bahan Bacaan
UU Pemerintahan Daerah yang lama (UU No. 32/2004) pada Pasal 206 hanyalah
membagi kewenangan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa.
Berdasarkan ketentuan ini dapat dilihat bahwa titik berat UU No. 32/2004 tidak
secara spesifik memberikan perhatian kepada kewenangan desa, tetapi lebih
memberikan titik tekan pada pembagian urusan pemerintahan saja.
Sedangkan pembagian urusan pemerintahan yang berlaku saat ini, dan relasinya dengan
kewenangan desa, dapat dilihat dalam UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
yang menyatakan bahwa urusan pemerintah dibagi menjadi tiga yakni urusan absolut,
urusan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Urusan absolut adalah urusan yang
hanya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat; urusan konkuren adalah urusan
pemerintah pusat yang dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah; dan urusan
pemerintahan umum adalah urusan yang dijalankan kewenangannya oleh Presiden.
Dalam semesta pembagian urusan ini, Desa dapat menjalankan urusan konkuren yang
dijalankan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan gubernur jika yang
memberikan tugas adalah pemerintah provinsi dan peraturan bupati/walikota jika yang
memberikan tugas adalah pemerintah kabupaten/kota.
Huruf a: Yang dimaksud dengan “hak asal usul” adalah hak yang merupakan
warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa
sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem
organisasi masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas
Desa, serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa.
Huruf b: Yang dimaksud dengan “kewenangan lokal berskala Desa” adalah
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang
telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau
yang muncul karena perkembangan Desa dan prakarsa masyarakat Desa, antara
lain tambatan perahu, pasar Desa, tempat pemandian umum, saluran irigasi,
sanitasi lingkungan, pos pelayanan terpadu, sanggar seni dan belajar, serta
perpustakaan Desa, embung Desa, dan jalan Desa.
Huruf c: Cukup Jelas
Huruf d: Cukup Jelas
Pembahasan di DPR
Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang mewakili pemerintah dalam
rapat Pansus 4 April 2012, dalam rangka menunjang kemandirian Desa maka
Desa perlu diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakatnya.
Menurut RUU Pemerintah, kewenangan Desa meliputi dua hal, yakni (1)
kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa dan kewenangan
lokal berskala Desa yang diakui kabupaten/kota. Terhadap kewenangan ini,
Desa berhak mengatur dan mengurusnya; dan (2) kewenangan Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dilimpahkan
pelaksanaannya kepada desa sebagai lembaga dan kepada Kepala Desa sebagai
Penyelenggara Pemerintah Desa dan kewenangan lainnya yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan. Terhadap pelaksanaan kewenangan ini,
Desa hanya memiliki kewenangan mengurus atau melaksanakan, sehingga
Modul Pelatihan BPD Tahun 2018
8
Kementerian Dalam Negeri
Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa
Rapat Tim Perumus (Timus) Pansus RUU Desa pada 12 September 2013
menyepakati rumusan menjadi “Kewenangan Desa/Desa Adat mencakup
kewenangan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan
berdasarkan prakarsa masyarakat, asal usul, dan adat istiadat setempat.”
Rumusan ini masih mencantumkan Desa Adat, sehingga dalam rumusan
turunannya, terdapat dua ruang lingkup kewenangan, yaitu ruang lingkup
kewenangan Desa dan Desa Adat.
Tidak diketahui secara pasti mengapa pada rumusan yang disahkan menjadi UU,
kewenangan Desa Adat tidak dicantumkan. Mengacu pada proses ini, maka
dapat dimaknai bahwa kewenangan yang dimaksud pada bagian ini adalah
khusus untuk Desa dan bukan Desa Adat. Sedangkan Kewenangan Desa Adat
dalam UU ini secara khusus diatur pada Bab XIII pasal 103 UU Desa.
Tujuan pengaturan kewenangan desa yang berdasarkan pada asas rekognisi dan
asas subsidaritas adalah untuk pencapaian kemandirian desa agar masyarakat
desa menjadi subyek pembangunan. Selain itu diharapkan Desa bisa berperan
dalam perbaikan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteran masyarakat.
Undang-Undang Desa adalah hasil dari evaluasi terhadap implementasi atas UU
No. 32/2004 yang belum memberikan kejelasan tentang kewenangan Desa.
Dalam Naskah Akademik RUU Desa (Direktorat Pemerintahan Desa dan
Kelurahan, Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam
Negeri, 2007) dinyatakan bahwa dalam mengatur tentang Desa, UU No.
32/2004 mengandung ambivalensi. Di satu sisi, ia mengakui dan menghormati
kewenangan asli yang berasal dari hak asal usul. Di sisi lain, ia memposisikan
Desa sebagai subsistem dari pemerintah kabupaten/kota, karena konsepsi dasar
yang dianut UU ini menempatkan otonomi hanya berhenti di kabupaten/kota.
Kewenangan yang dimiliki oleh Desa menurut UU No. 32/2004 adalah
kewenangan kabupaten/kota yang dilimpahkan kepada Desa.
Pencantuman klausul khusus tentang Kewenangan Desa pada UU Desa ini
seakan ingin memberikan kejelasan terhadap kewenangan yang dimiliki oleh
Desa. Jika dicermati, keberadaan klausul khusus ini juga masih menyisakan
ambivalensi. Hal ini terlihat jelas pada Pasal 19 huruf (c) dan (d), dimana
kewenangan Desa merupakan limpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat dan
Daerah, meskipun Desa juga diberikan kewenangan berdasarkan hak asal usul
dan kewenangan lokal berskala desa (huruf (a) dan (b). Dalam bagian ini
tampak pula bahwa ternyata kewenangan untuk menyelenggarakan
pemerintahan desa bukan hanya kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa yang dimiliki oleh Desa, namun juga
Modul Pelatihan BPD Tahun 2018
10
Kementerian Dalam Negeri
Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa
Sumber:
http://kedesa.id/id_ID/wiki/kedudukan-dan-kewenangan-desa/kewenangan-
desa/