Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebirauan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata
glaucoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan
menciutnya lapang pandang.

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia. Terdapat


sejumalah 0,40% penderita glaucoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan pada
0,60% penduduk prevalensi penyakit mata di Indonesia adalah kelainan refraksi 24,72%,
pterigium 8,79%, katarak 7,40%, konjungtivitis 1,74%, parut kornea 0,34%, glaucoma
0,40%, retinopati 0,17%, strabismus 0,12%. Prevalensi dan penyebab buta kedua mata
adalah lensa 1,02%, glaukom dan saraf kedua 0,16%, kelainan refaksi 0,11%, retina 0,09%,
kornea0,06%, dan lain-lain0,03%, prevalensi total 1,47%. (Sidharta Ilyas, 2004).
Diperkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang yang menderita glaucoma. Diantaranya
mereka hamper setenganya mengalami gangguan penglihatan, dan hamper 70.000 benar-
benar buta, bertambah sebanyak 5.500 orang buta tiap tahun. Untuk itu kali ini penulis
memusatkan pada pencegahan dan penatalaksanaan glaukoma (Suzanne C. smeltzer.2001).

Namun sesungguhnya hal ini bisa di cegah dengan pemeriksaan tonometri rutin.
Sehingga tidak sampai terjadi hal fatal seperti kebutaan. Jika seseorang tidak pernah
melakukan pemeriksaan tonometri, sedang ia baru mendapati dirinya glaukoma yang sudah
fatal, maka tindakan yang bisa di ambil adalah operasi. Mendengar kata ini jelas kita sudah
merinding sebelum melakukannya. Apalagi hasil dari opersi belum tentu sesuai dengan
harapan kita. Misal, opersi tersebut berujung pada kebutaan seperti contoh di atas. Oleh
karena itu, kita perlu melakukan pengukuran tonometri rutin dan juga memahami proses
keparawatan pada klien glaukoma. Supaya sebagai perawat tentunya kita dapat
menegakkan asuhan keperawatan yang benar.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan glaukoma?

1.2.2 Apa saja klasifikasi dari glaukoma?

1
1.2.3 Apa etiologi dari glaukoma?

1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari glaukoma?

1.2.5 Apa saja manifestasi klinis glaukoma?

1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang glaukoma?

1.2.7 Apa saja penatalaksanaan dari glaukoma?

1.2.8 Apa saja komplikasi dari glaukoma?

1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gleukoma?

1.3 Tujuan

1.3.1 Agar mahasiswa mengetahui apa itu glaukoma

1.3.2 Agar mahasiswa mengetahui klasifikasi glaukoma

1.3.3 Agar mahasiswa mengetahui etiologi glaukoma

1.3.4 Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi glaukoma

1.3.5 Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinis glaukoma

1.3.6 Agar mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang glaukoma

1.3.7 Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan glaukoma

1.3.8 Agar mahasiswa mengetahui komplikasi glaucoma

1.3.9 Agar mahasiswa mangetahui asuhan keperawatan pada pasien glaukoma

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi Glaukoma

Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau
lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan
kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004).

Glaukoma merupakan suatu kumpulan penyakit yang mempunyai karakteristik


umum neuropatik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi penglihatan. walaupun
kenaikan tekanan intra okuler adalah satu dari resiko primer, ada atau tidaknya faktor
ini tidak merubah definisi penyakit. (Herman, 2010)

Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009),bahwa


Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan
intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan
pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang
dan penurunan tajam pengelihatan.

Jadi menurut kelompok kami glaukoma adalah suatu penyakit mata dimana
meningkatnya tekanan intra okuler baik akut atau kronis, sehingga menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan.

2.1.2 Klasifikasi Glaukoma

Klasifikasi dari glaukoma dalah sebagai berikut ( Sidarta Ilyas, 2003) :

1. Glaukoma Primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada glaukoma akut yaitu timbul
pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit
pada kedua mata. Pada glaukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga,
DM Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi
dan progresif dan lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Glaukoma sudut terbuka / simplek (kronis)
Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90 - 95%),
yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang

3
disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke
jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan
trabekular, saluran schleem, dan saluran yang berdekatan. Perubahan saraf
optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose
dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan
tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul
b. Glaukoma sudut tertutup / sudut semut (akut)
Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena ruang
anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan,
menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos mengalir ke
saluran schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan
vitreus, penambahan cairan diruang posterior atau lensa yang mengeras
karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba-tiba dan
meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang berat, penglihatan kabur.
Penempelan iris memyebabkan dilatasi pupil, tidak segera ditangani akan
terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma yang diakibatkan oleh penyakit mata lain atau trauma didalam bola
mata, yang menyebabkan penyempitan sudut /peningkatan volume cairan dari
dalam mata. Misalnya glaukoma sekunder oleh karena hifema, laksasi / sub
laksasi lensa, katarak instrumen, oklusio pupil, pasca bedah intra okuler.
3. Glaukoma Kongenital
Perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap
kelainan mata sistemik jarang (0,05 %) manifestasi klinik biasanya adanya
pembesaran mata (bulfamos), lakrimasi.
4. Glaukoma absolut
Stadium akhir glaukoma (sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total
akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma
absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi
glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. sering mata dengan
buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan
penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali
akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

4
Berdasarkan lamanya glaukoma dibedakan menjadi:

1. Glaukoma akut
Penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra okuler yang meningkat
mendadak sangat tinggi.
2. Glaukoma kronik
Penyakit mata dengan gejalah peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi
kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
2.1.3 Etiologi Glaukoma
Penyebab glaukoma antara lain :
1. Primer terdiri dari :
a. Akut : Dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik : Dapat disebabkan oleh keturunan keluarga.
2. Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain seperti : Katarak, perubahan lensa, kelainan uvea,
pembedahan, pemakai steroid secara rutin misalnya : pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita
asma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid
secara rutin lainnya.
3. Faktor Risiko
a. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2%
dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah
dengan bertambahnya usia.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
c. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena
glaukoma.Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih
rendah sudah dapat merusak saraf optik.Untuk mengukur tekanan bola mata
dapat dilakukan dirumah sakit mata dan/atau dokter spesialis mata.
d. Obat-obatan

5
Pemakai steroid secara rutin misalnya: Pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk
penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang
memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda mengetahui bahwa anda
pemakai obat-abatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan memeriksakan diri
anda ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian glaukoma.

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi glaukoma dapat dijelaskan berdasarkan klasifikasi di bawah ini :

1. Glaukoma Sudut Terbuka


Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma
sudut terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous
humor, sehingga menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses
degenerasi trabecular meshwork, termasuk pengendapan materi ekstrasel di
dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm (Salmon, 2009).

Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya


dengan tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama
memperkirakan bahwa adanya perubahan-perubahan elemen penunjang
struktural akibat tingginya tekanan intraokular di saraf optikus, setinggi dengan
lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung saraf optikus (Friedman dan Kaiser,
2007). Teori lainnya memperkirakan terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus
optikus (Kanski, 2007). Kelainan kromosom 1q-GLC1A (mengekspresikan
myocilin) juga menjadi faktor predisposisi (Kwon et al, 2009).

2. Glaukoma Sudut Tertutup


Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera
anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan
penglihatan yang kabur. Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil,
yang terjadi spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang (Salmon, 2009).

3. Glaukoma Sudut Tertutup Akut


Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan
tiba-tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini

6
menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus,
penglihatan kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut
tertutup akut merupakan suatu keadaan darurat (Salmon, 2009).

4. Glaukoma Sudut Tertutup Kronis.


Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa
gejala yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan jalur keluar
aqueous humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih
sering pada hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan
dangkal dan pada gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea (Salmon,
2009).

5. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma
ini disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata yang
menghalangi aliran keluar aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain anomali
perkembangan segmen anterior dan aniridia (iris yang tidak berkembang).
Anomali perkembangan segmen anterior dapat berupa sindrom Rieger /
disgenesis iridotrabekula, anomali Peters/ trabekulodisgenesis iridokornea, dan
sindrom Axenfeld (Salmon, 2009).

6. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit
mata yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain
glaukoma pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa,
fakolitik, uveitis, melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan
peningkatan tekanan episklera (Salmon, 2009).

7. Glaukoma Tekanan-Normal
Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan
tekanan intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang mungkin
adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan
vaskular atau mekanis di kaput nervus optikus, atau bisa juga murni karena
penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini sering terjadi di Jepang. Secara genetik,
keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-normal memiliki kelainan pada gen

7
optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai adanya perdarahan diskus, yang
menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang (Salmon, 2009).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala dari glaukoma adalah sebagai berikut :

1. Tekanan intraokuler (TIO) meningkat


Normal TIO berkisar antara 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). TIO dapat
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung pada nilai TIO, tahapan glaukoma
secara umum (tahap awal atau lanjut). TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya
menyebabkan kerusakan dalam hitungan tahun. TIO 40-50 mmHg dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi
pembuluh darah retina.
2. Defek lapang pandang yang khas
3. Pembesaran mata
Terlihat jelas pada anak-anak, yakni buftalmus.
4. Penggaungan patologis papil saraf optik.
a. Glaukoma primer
 Glaukoma sudut terbuka
- Kerusakan visus yang serius
- Lapang pandang mengecil
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optik menimbulkan kerusakan dari saraf retina yang biasanya
menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma).
- Perjalanan penyakit progresif lambat
 Glaukoma sudut tertutup
- Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
- Timbulnya halo disekitar cahaya
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian
cairan oleh sel-sel endotel. jika tekanan meningkat dengan cepat
(glaukoma akut sudut tertutup), kornea menjadi penuh air,
menimbulkan halo di sekitar cahaya.
- Pandangan kabur
- Sakit kepala

8
- Mual, muntah
- Kedinginan
b. Glaukoma sekunder
 Pembesaran bola mata
 Gangguan lapang pandang
 Nyeri didalam mata
c. Glaukoma kongenital
 Gangguan penglihatan
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Glaukoma Akut
Pengukuran dengan tonometrischiotz menunjukkan peningkatan tekanan,
parimetri genioskopi dan tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
2. Glaukoma Kronik
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan
peningkatan, nilai dianggap mencurigakan bila berkisar antara 21 – 25 mmHg dan
dianggap patologik bila berada diatas 25 mmHg.
3. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau
vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina
atau jalan optik.
4. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
5. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal
atau hanya meningkat ringan.
6. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus
optikus macula dan pembuluh darah retina.
7. Pemeriksaan lampu-slit. : Lampu-slit digunakan untuk mengevaluasi oftalmik
yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan
pandangan oblik ke dalam tuberkulum dengan lensa khusus.
a. Pengukuran tekanan okuler dengan tonometer : Nilai mencurigakan apabila
berkisar antara 21-25 mmHg dan dianggap patologi bila melebihi 25
mmHg (normal 11-21 mmHg). Pada glaukoma sudut terbuka kronis, TIO

9
biasanya sebesar 22-40 mmHg.pada glaukoma sudut tertutup TIO meningkat
hingga di atas 60 mmHg (Sidharta Ilyas, 2004).
b. Pemeriksaan sudut iridkornea dengan lensa gonioskopi untuk
mengkonfirmasi adanya sudut terbuka.
c. Pemeriksaan lempeng optik dan menentukan apakah mengalami cupping
patologis. Lempeng dinilai dengan memperkirakan cup to ratio. pada mata
normal. rasio ini biasanya tidak lebih besar dari 0,4. pada glaukoma kronis,
akson yang memasuki papil saraf mati.
8. Perimetri : Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan
yangkhas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat
diperiksa dengan tes konfrontasi.
9. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi
10. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi, PAK
11. Tes Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM.
12. Pemeriksaan Ultrasonografi : Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat
digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Terapi medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO terutama dengan menggunakan obat sistemik
(obat yang mempengaruhi seluruh tubuh)
2. Terapi obat-obatan
Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut. Terapi awal yang
diberikan adalah penyekat beta (timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol, dan
metipranolol) atau simpatomimetik (adrenalin dan depriverin).Untuk mencegah
efek samping obat diberikan dengan dosis terendah dan frekuensi pemberiannya
tidak boleh terlalu sering.Miotikum (pilocarpine dan carbachol) meski merupakan
antiglaukoma yang baik tidak boleh digunakan karena efek sampingnya.
a. Obat sistemik
- Inhibitor karbonik anhidrase. Pertama diberikan secara intravena
(acetazolamide 500mg) kemudian diberikan dalam bentuk obat minum
lepas lambat 250mg 2x sehari.
- Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat minum
adalah glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah
10
manitol. Obat ini diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika
acetazolamide sudah tidak efektif lagi.
- Untuk gejala tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti muntah.
b. Obat tetes mata lokal
- Penyekat beta. Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol,
levobunolol, carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna
untuk menurunkan TIO.
- Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna sebagai dekongestan
mata. Diberikan sekitar 30-40 menit setelah terapi sistemik.
- Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan jarak
15 menit kemudian diberikan 4x sehari.Pilokarpin 1% bisa digunakan
sebagai pencegahan pada mata yang lainnya 4x sehari sampai sebelum
iridektomi.
3. Terapi Bedah
a. Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata
belakang dan depan karena telah terdapat hambatan dalam pengaliran aqueus
humor. Hal ini hanya dapat dilakukan jika sudut yang tertutup sebanyak 50%.
b. Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih
dari 50% atau gagal dengan iridektomi.
4. Trabekulektomi (bedah filtrasi). merupakan prosedur pembedahan untuk
mengobati glaukoma dengan menurunkan tekanan mata (TIO). Dalam
prosedur ini, sepotong kecil dari dinding mata yang mungkin termasuk
trabecular meshwork (drainase alami) akan dihapus. pembedahan ini akan
membuka saluran baru dan menciptakan bypass ke trabecular meshwork
untuk mengurangi TIO.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat tekanan bola
mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada kebutan yaitu kornea
terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi dengan ekskavasi (penggaungan)
glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit
berupa neovaskularisasi pada iris yang dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat.
Pengobatan kebutaan ini dapat dilakukan dengan memberikan sinar beta pada badan
siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan
11
pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi dan memberikan rasa
sakit.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Identifikasi Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl MRS,
diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.
2. Keluhan Utama
Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi, nyeri hebat
di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai terjadi
nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan
bengkak.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan apakah
terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis vertikal
atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.
4. Pola – pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Persepsi klien dalam menilai / melihat dari pengetahuan klien tentang
penyakit yang diderita serta kemampuan klien dalam merawat diri dan juga
adanya perubahan dalam pemeliharaan kesehatan.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan. Pada
pola nutrisi dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji pola makan
dan komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis minum dan berapa banyak
jumlahnya.
c. Pola eliminasi
Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan tetapi tetap
dikaji konsestansi, banyaknya warna dan baunya.
12
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur karena
nyeri / sakit hebat menjalar sampai kepala.
e. Pola aktivitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan klien
mengalami penurunan.
f. Pola persepsi konsep diri
Meliputi : Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas terhadap
penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri.
g. Pola sensori dan kognitif
Pada klien ini akan menjadi / mengalami gangguan pada fungsi penglihatan
dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan. Penglihatan berawan/kabur,
tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer,
fotofobia(glaukoma akut). Perubahan kacamata/pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan. Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras
dengan kornea berawan.Peningkatan air mata.
h. Pola hubungan dan peran
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien
dengan keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena
penyakit yang dideritanya.
i. Pola reproduksi
Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan fungsi
penglihatannya serta koping mekanis yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan, kesadarannya, serta
pemeriksaan TTV.
b. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Kepala dan Leher

13
Meliputi kebersihan mulut, rambut, klien menyeringai nyeri hebat pada
kepala, mata merah, edema kornea, mata terasa kabur.
- Pemeriksaan Integumen
Meliputi warna kulit, turgor kulit.
- Pemeriksaan Sistem Respirasi
Meliputi frekwensi pernafasan bentuk dada, pergerakan dada.
- Pemeriksaan Kardiovaskular
Meliputi irama dan suara jantung.
- Pemeriksaan Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan glaukoma ditandai dengan mual muntah.
- Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
Meliputi pergerakan ekstermitas.
- Pemeriksaan Sistem Endokrin
Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya glaukoma dalam sistem
endokrin.
- Pemeriksaan Genetalia
Tidak ada disuria, retesi urin, inkontinesia urine.
- Pemeriksaan Sistem Pernafasan
Pada umumnya motorik dan sensori terjadi gangguan karena terbatasnya
lapang pandang.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau
penglihatan ke retina atau jalan optik.
b. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
c. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
d. Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glaukoma.
e. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal
atau hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
14
g. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosis.
i. Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

2.2.2 Analisa Data


No Data Fokus Penyebab/ Etiologi Masalah keperawatan

1 Ds : Obtruksi jaringan Gangguan rasa nyaman


Mengatakan mata trabekuler
nyeri

tegang. Nyeri hebat,
Hambatan pengaliran
lebih sakit untuk
aqueus humor
melihat. ↓
TIO meningkat
Do :

 Meringis, menangis
Nyeri
menahan nyeri.
 Sering memegangi
mata.

2 Ds: TIO meningkat Penurunan persepsi sensori


visual/penglihatan
Menyatakan ↓
penglihatan kabur, Gangguan saraf optik
tidak jelas, penurunan ↓
area penglihatan. Perubahan penglihatan
perifer
Do: ↓
 Pemeriksaan lapang Gangguan persepsi
pandang menurun.
sensori penglihatan
 Penurunan
kemampuan
identifikasi lingkungan
(benda, orang, tempat
3 Ds: TIO meningkat Cemas
 Mengatakan takut ↓
dioperasi
Gangguan saraf optik
 Sering menanyakan
tentang operasi ↓
Perubahan penglihatan
perifer

15
Do: ↓
 Perubahan tanda vital
Cemas
peningkatan nadi,
tekanan darah,
frekuensi pernapasan
 Tampak gelisah,
wajah murung, sering
melamun
4 Ds: Peningkatan tekanan Gangguan rasa nyaman
Mengatakan vitreus (nyeri)
nyeri/tegang. ↓
Pergerakan iris kedepan
Do: Gelisah, ↓
kecenderungan TIO meningkat
memegang daerah ↓
mata. Tindakan operasi

trabekulectomy

Nyeri
5 Ds: TIO meningkat Resiko infeksi
 Keinginan untuk ↓
memegang mata
Tindakan operasi
 Menyatakan nyeri
sangat ↓
trabekulectomy
Do: - Perilaku tidak ↓
terkontrol Resiko infeksi
- Kecenderungan
memegang darah
operasi

2.2.3 Diagnosa Keperawatan


1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan meningkatan TIO
2) Penurunan persepsi sensori visual/penglihatan berhubungan dengan serabut saraf
oleh karena peningkatan TIO

16
3) Cemas berhubungan dengan penurunan penglihatan/ kurang pengetahuan tentang
prosedur pembedahan
4) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan post tuberkulectomi
iriodektomi.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi operasi.

2.2.4 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
kepeawatan Hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan a. kaji tingkat nyeri. a) Memudahkan
rasa nyaman asuhan keperawatan tingkat nyeri
(nyeri) selama …x…. untuk intervensi
berhubungan
diharapkan nyeri selanjutnya.
dengan
peningkatan klien berkurang b. Pantau derajat nyeri b) Untuk
TIO Kriteria hasil: mata setiap 30 mengidentifikasi
1) Klien dapat mentit selama masa kemajuan atau
mengidentifikas akut. penyimpanan
i penyebab dari hasil yang
nyeri. diharapkan.
2) Klien c. Siapkan pasien c) Setelah TIO
menyebutkan untuk pembedahan pada glaukoma
faktor-faktor sesuai peranan. sudut terbuka,
yang dapat pembedahan
meningkatkan harus segera
nyeri. dilakukan secara
3) Klien mampu permanent
melakukan menghilangkan
tindakan untuk d. Pertahankan tirai blok pupil.
mengurangi baring ketat pada d) Pada tekanan
nyeri. posisi semi fowler. mata sudut
ditingkatkan bila
e. Berikan lingkungan sudut datar.
gelap dan terang.
e) stress dan sinar
menimbulkan TIO
f. Berikan analgesic yang mencetuskan
yang diresepkan nyeri.
peran dan evaluasi
efektifitasnya
f) untuk mengontrol
nyeri, nyeri berat
menentukan

17
menuvervalasava,
menimbulkan TIO.

2. Penurunan Tujuan: a. Kaji dan catat a) menentukan


persepsi Peningkatan ketajaman kemampuan
visual.
sensori visual persepsi sensori penglihatan
/ penglihatan dapat berkurang
berhubungan dalam waktu … x … b. Kaji tingkat b) Memberikan
deskripsi keakuratan
dengan jam
fugnsional terhadap
serabut saraf kriteria hasil : penglihatan dan
terhadap
oleh karena 1) klien dapat penglihatan dan perawatan.
peningkatan meneteskan obat perwatan

tekanan intra mata dengan c) Meningkatkan


c. Sesuaikan
okuler. benar lingkungan self care dan
2) Kooperatif dengan mengurangi
kemampuan ketergantungan.
dalam tindakan
penglihatan.
3) Menyadari
hilangnya d. Kaji jumlah dan d) Meningkatkan
tipe rangsangan rangsangan pada
pengelihatan
yang dapat waktu
secara permanen diterima Klien. kemampuan
4) Tidak terjadi penglihatabn
menurun.
penurunan visus
e. Observasi TTV.
lebih lanjut e) Mengetahui
kondisi dan
perkembangan
klien secara dini.

f. Kolaborasi f) Untuk
dengan tim mempercepat
medis dalam proses
pemberian terapi. penyembuhan

3. Cemas Tujuan : a. Hati-hati a) Jika klien belum


berhubungan penyampaian siap akan
dengan hilangnya

18
penurunan Cemas klien dapat penglihtan menambah
penglihatan, berkurang dlam secara kecemasan.
kurang waktu … x …. jam permanen.
Kriteria Hasil :
pengetahuan
1) Berkurangnya
tentang perasaan gugup b. Berikan b) Mengekspresika
pembedahan 2) Posisi tubuh kesempatan n perasaan
rileks klien membantu Klien
3) Mengungkapkan mengekspresika mengidentifikasi
pemahaman n tentang
tentang rencana sumber cemas.
kondisinya.
tindakan
c) Rileks dapat
c. Pertahankan
menurunkan
kondisi yang
cemas.
rileks.

d. Observasi TTV. d) Untuk


mengetahui
TTV dan per-
kembangannya.

e. Siapkan bel e) Dengan


ditempat tidur memberikan
dan instruksi perhatian akan
Klien menambah
memberikan kepercayaan
tanda bila klien.
mohon bantuan

f. Kolaborasi
f) Diharapkan
dengan tim
dapat
medis dalam
mempercepat
pemberian terapi
proses
penyembuhan

4. Gangguan Setelah dilakukan a. Kaji derajat a) Normalnya,


nyeri setiap hari. nyeri terjadi
rasa nyaman asuhan keperawatan
dalam waktu
(nyeri) selama …x… kurang dari 5
hari setelah
berhubungan diharapkan Nyeri
operasi dan
dengan post berkurang, hilang, berangsur
menghilang.
tuberkulecto dan terkontrol.
Nyeri dapat
Kriteria hasil : meningkat sebab
peningkatan TIO

19
mi 1) Klien 2-3 hari pasca
mendemonstrasi- operasi. Nyeri
iriodektomi.
kan teknik mendadak
penurunan nyeri menunjukan
2) Klien peningkatan TIO
melaporkan masif.
nyeri berkurang
atau hilang. b. Anjurkan untuk
melaporkan b) Meningkatkan
perkembangan kolaborasi ,
nyeri setiap hari memberikan rasa
atau segera saat aman untuk
terjadi peningkatan
peningkatan dukungan
nyeri mendadak. psikologis.

c. Anjurkan pada
klien untuk tidak c) Beberapa
melakukan kegiatan klien
gerakan tiba-tiba dapat
yang dapat meningkatkan
memicu nyeri. nyeri seperti
gerakan tiba-
tiba,
membungkuk,
mengucek mata,
batuk, dan
mengejan.
d. Ajarkan teknik
distraksi dan d) Mengurangi
relaksasi. ketegangan,
mengurangi
nyeri.
e. Lakukan
tindakan e. Mengurangi
kolaboratif nyeri dengan
dalam meningkatan
pemberian
analgesik ambang nyeri.
topikal/ sistemik.

5. Resiko Setelah dilakukan a. Diskusikan a) Meningkatkan


infeksi asuhan keperawatan tentang rasa kerjasama dan
selama ….x…. sakit,

20
berhubungan diharapkan Tidak pembatasan pembatasan yang
dengan luka terjadi cedera mata aktifitas dan diperlukan.
pascaoperasi pembalutan
insisi operasi
Kriteria Hasil : mata.
1) Klien
menyebutkan b. Tempatkan klien
faktor yang pada tempat tidur b) Istirahat mutlak
menyebabkan yang lebih diberikan 12-24
cedera. rendah dan jam pasca
2) Klien tidak anjurkan untuk operasi.
melakukan membatasi
aktivitas yang pergerakan
meningkatkan mendadak/ tiba-
resiko cedera tiba serta
menggerakkan
kepala berlebih.

c. Bantu aktifitas
selama fase
istirahat. c) Mencegah/
Ambulasi menurunkan
dilakukan risiko
dengan hati-hati. komplikasi
cedera.
d. Ajarkan klien
untuk
menghindari d) Tindakan yang
tindakan yang dapat
dapat meningkatkan
menyebabkan TIO dan
cedera. menimbulkan
kerusakan
struktur mata
pasca operasi
antara lain:
 Mengejan (
valsalva
maneuver)
 Menggeraka
n kepala
mendadak

21
 Membungku
e. Amati kondisi k terlalu
mata : luka lama
menonjol, bilik  Batuk
mata depan
menonjol, nyeri e) Berbagai kondisi
mendadak, nyeri seperti luka
yang tidak menonjol, bilik
berkurang mata depan
dengan menonjol, nyeri
pengobatan, mendadak,
mual dan hiperemia, serta
muntah. hipopion
Dilakukan setiap mungkin
6 jam asca menunjukan
operasi atau cedera mata
seperlunya. pasca operasi.

2.2.5 Implementasi Keperawatan


Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang teah
di tentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebuhan klien secara optimal.
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap intervensi.

2.2.6 Evaluasi Keperawatan


Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan dan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Glaukoma adalah suatu penyakit mata dimana meningkatnya tekanan intra okuler baik
akut atau kronis, sehingga menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Glaukoma adalah
suatu keadaan dimana ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler yang dapat merusak
saraf mata sehingga mengakibatkan kebutaan. Glaucoma diklasifikasikan antara lain
glaucoma primer, glaucoma sekunder, glaucoma kongenital, dan glaucoma absolut.
Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaucoma itu sendiri tetapi pada umumnya
disebabkan karena aliran aquostumor terhambat yang dapat meningkatkan TIO. Tanda dan
gejalanya kornea suram, sakit kepala, nyeri, lapang pandang menurun, dll. Komplikasi dari
glaucoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat dilakukan pembedahan dan obat-
obatan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawata Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid 1. Jakarta : FKUI.

24

Anda mungkin juga menyukai