Anda di halaman 1dari 17

Makalah Pancasila

Pembangunan Kesehatan sebagai Bagian dari Pembangunan Nasional

Disusun oleh :

1. Aferi Adi Suhendra (1611010)


2. Ajeng Alfi Shahrina (1611011)
3. Desi Setya Ningrum (1611014)
4. Eka Yulis Styawati (1611015)
5. Iva Susanti (1611022)
6. Khusnul Arifianti (1611023)

Prodi : S1 Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR

2016
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang


telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Maksud akan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai
sarana pembahasan dan pemahaman dalam mata kuliah Pancasila. Materi
yang kami bahas mengenai “Pembangunan Kesehatan Sebagai Bagian dari
Pembangunan Nasional”. Kami berharap agar materi dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa STIKes Patria
Husada Blitar.
Pada kesempatan kali ini kami menyampaikan terima kasih kepada
Ibu Widyawati,M.H selaku Dosen pengampu dalam mata kuliah Pancasila
dalam penulisan makalah ini terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan
dalam penulisan, maka kepada para pembaca, kami memohon maaf yang
sebesar besarnya
Semoga dengan adanya pembuatan makalah ini dapat memberikan
manfaat berupa ilmu pengetahuan yang baik bagi penulis maupun bagi
para pembaca.

Blitar, 16 November 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... 2


BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
BAB II................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6
1. Isu Strategis Utama Pembangunan Nasional yang berwawasan Pembangunan
Kesehatan ................................................................................................................. 6
A. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Lingkungan Masyarakat ................ 6
B. Tujuan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan ......................................... 7
C. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan .................................................... 8
2. Upaya Pokok Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan.............................. 8
3. Strategi Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan ........................................ 9
4. Pembangunan Kesehatan Daerah ........................................................................... 12
5. Peran Masyarakat Dalam Kesehatan ...................................................................... 12
6. Hambatan dalam Pembangunan Kesehatan yang berwawasan Pembangunan
Nasional .................................................................................................................. 14
7. Upaya Pembangunan Kesehatan ............................................................................ 15
BAB III ............................................................................................................................. 16
PENUTUP ........................................................................................................................ 16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan Berwawasan Kesehatan diarahkan untuk mencapai tujuan
nasional sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan
bangsa; dan ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Arah Pembangunan Berwawasan Kesehatan juga sudah tercantum secara
ringkas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Untuk dapat
memberikan kejelasan yang lebih spesifik dari arah pembangunan kesehatan
tersebut, maka dipandang perlu ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Bidang Kesehatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja isu utama pembangunan kesehatan yang berwawasan nasional?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lingkungan masyarakat?
3. Apa tujuan pembangunan nasional berwawasan kesehatan?
4. Siapa saja sasaran pembangunan nasional berwawasan kesehatan?
5. Bagaimana upaya pokok pembangunan nasional berwawasan kesehatan?
6. Apa saja strategi pembangunan nasional berwawasan kesehatan?
7. Bagaimana proses pembangunan kesehatan daerah?
8. Apa saja peran masyarakat dalam kesehatan?
9. Apa saja hambatan dalam pembangunan kesehatan yang berwawasan
pembangunan nasional?
10. Bagaimana upaya pembangunan kesehatan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui isu utama pembangunan kesehatan yang berwawasan
nasional
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lingkungan
masyarakat
3. Untuk mengetahui tujuan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
4. Untuk mengetahui sasaran pembangunan nasional berwawasan kesehatan
5. Untuk mengetahui pokok pembangunan nasional berwawasan kesehatan
6. Untuk mengetahui strategi pembangunan nasional berwawasan kesehatan
7. Untuk mengetahui proses pembangunan kesehatan daerah
8. Untuk mengetahui peran masyarakat dalam kesehatan
9. Untuk mengetahui hambatan dalam pembangunan kesehatan yang
berwawasan pembangunan nasional
10. Untuk mengetahui upaya pembangunan kesehatan
BAB II

PEMBAHASAN

1. Isu Strategis Utama Pembangunan Nasional yang berwawasan


Pembangunan Kesehatan
Adalah desentralisasi dan otonomi pembangunan di bidang kesehatan. Isu
ini sangat berpengaruh dalam tatalaksana pemerintahan dan penatalaksanaan
program-program pembangunan kesehatan. Isu ini perlu menjadi landasan dalam
pemikiran pembangunan di masa yang akan datang di kabupaten Gunungkidul.
Isu kedua yang tak kalah penting adalah pembiayaan daerah. Dengan lahirnya
UU nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah,
membuka peluang bagi daerah untuk mampu memanfaatkan anggaran dana untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sekaligus menciptakan sumber-sumber
pendapatan baru bagi daerah. Kemampuan daerah dalam menyusun berbagai
program pembangunan daerah sangat tergantung kepada keberadaan dan
pengelolaan pembiayaan ini.
Berdasarkan kajian-kajian determinan permasalahan kesehatan yang
terjadi di Kabupaten Gunungkidul, dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai
isu-isu pokok yaitu berbagai determinan yang menjadi bagian yang muncul
dalam permasalahan-permalsahan kesehatan terutama kepada permasalahan-
permasalahan utama dan harus ditangani segera. Isu pokok merupakan
permasalahan dalam determinan kesehatan yang selalu muncul dalam setiap
masalah. Dari analisis determinan faktor yang paling sering muncul adalah
sebagai berikut :
1. Gizi Masyarakat secara umum masih rendah
2. Keluarga miskin dan pembiayaan kesehatan di masyarakat
3. Mekanisme Pembiayaan Kesehatan (Preventif dan Promotif ) di
Puskesmas
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat
5. Manajemen pelayanan kesehatan ( terutama SDM dan sistem informasi
kesehatan )

A. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Lingkungan Masyarakat


1. Disparitas status kesehatan
Disparitas adalah perbedaan; jarak: adanya upah yang diterima oleh
para pekerja pabrik itu. Di Indonesia yang sungguh kaya luar biasa ini,status
Menghalangi pemiliknya untuk mendapatkan hak kesehatan yang layak. ,
masyarakat, media massa , politikus bahkan insan kesehatan masih
memandang hak kesehatan hanya pada hak untuk memperoleh pelayanan
kuratif dirumah sakit dan puskesmas . "Meskipun secara nasional kualitas
kesehatan masyarakat telah meningkat namun disparitas antar tingkat sosial
ekonomi dan antar wilayah masih cukup tinggi," katanya.
2. Beban Ganda penyakit.
Bagi masyarakat Indonesia khususnya, penyakit memiliki beban
ganda,yang pertama adalah rasa sakit yang diderita dan Uang yang cukup
banyak Untuk mengatasi masalah penyakit yang dideritanya. Hal ini
memberikan dampak negative pada Pasien yang bersangkutan, karena
keterbatasan dana, mereka mendapatkan keterbatasan Pelayanan kesehatan.
3. Kinerja Pelayanan yang rendah
"Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yang ditandai dengan masih
dibawah standarnya kualitas pelayanan sebagian rumah sakit daerah serta
keterbatasan tenaga kesehatan juga menjadi tantangan yang harus segera
diatasi," katanya.Dikatakan, hingga saat ini jumlah dan distribusi dokter,
bidan serta perawat belum merata dimana disparitas rasio dokter umum per
100.000 penduduk antar wilayah masih tinggi. Indonesia mengalami
kekurangan pada hampir semua tenaga kesehatan yang diperlukan.
4. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung hidup Bersih
Dewasa ini sikap masyarakat Indonesia juga sama buruknya dengan
system yang mengatur kesehatan. Jika anda berkunjung ke Jakarta misalnya,
lihatlah sungai disana kini sungai di Jakarta mengalami perubahan fungsi,
fungsi sungai bukan lagi menjadi tata perairan kota tapi tempat sampah
umum. Belum lagi ada masyarakat yang MCK di sungai, begitu pula di
sebagian wilayah pedesaan Indonesia kesadaraan akan pentingnya kesehatan
belum kita temukan di masyarakat kita.
5. Rendahnya Kondisi kesehatan lingkungan
Rendahnya Pembangunan Ekonomi yang belum merata adalah biang
keladi pokok masalah ini.hal tersebut menimbulkan kesenjangan soasial baik
papan,sandang dan pangan. Pertanyaan mengapa masalah kesehatan lebih
banyak dialamai oleh orang tak berpunya, mungkin jawabannya adalah
karena lingkungan tempat tinggal yang buruk.

B. Tujuan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan


Tujuan pembangunan berwawasan kesehatan adalah meningkatnya
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiao orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui
terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memilik
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil
dan merata, serta memilki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh
wilayah Republik Indonesia.
C. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Sasaran pembangunan berwawasan kesehatan yang akan dicapai pada
tahap ini diusulkan dalam dua skenario. Dua skenario tersebut adalah skenario 2
dan skenario 4 dari empat skenario yang dikemukakan dalam telaahan staf pada
lampiran-1.

Keadaan
Sasaran Sasaran
Indikator Satuan Tahun
(skenario 2) (scenario 4)
2005
Umur Harapan
Tahun 69,0 73,7 73,7
Hidup (UHH)
Per 1000
Angka Kematian
kelahiran 32,3 15,5 15,5
Bayi (AKB)
hidup
Per
Angka Kematian 100.000
262 102 40
Ibu (AKI) * kelahiran
hidup
Prevalensi Gizi
Kurang pada Persen 26 9,5 9,5
Balita

2. Upaya Pokok Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan


Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diutamakan bagi penduduk
rentan, yakni ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga miskin yang dilaksanakan
melalui pening-katan: Upaya Kesehatan; Pembiayaan Kesehatan; Sumber Daya
Manusia Kesehatan; Obat dan Perbekalan Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat,
dan Manajemen Kesehatan.
Upaya pokok tersebut dilakukan dengan memperhatikan dinamika
kependudukan, epidemiologi penyakit, perubah-an ekologi dan lingkungan,
kemajuan IPTEK, globalisasi dan demokratisasi dengan semangat kemitraan, dan
kerjasama lintas sektor.
Pembangunan kesehatan diprioritaskan pada pemberda-yaan dan
kemandirian masyarakat, serta upaya kesehatan, khususnya upaya promotif dan
preventif, yang ditunjang oleh pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan.
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut diberikan
perhatian khusus kepada pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, daerah
tertinggal, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah terpencil termasuk pulau-
pulau kecil, dengan memperhatikan kesetaraan gender.
Untuk mencapai sasaran pembangunan kesehatan pada tahun 2025,
utamanya dalam upaya penurunan AKI dan AKB, daya dorong (driving forces)
strategis berikut ini harus diupayakan secara konsisten (terutama bila skenario 4
yang ditetapkan):
1. Adanya dukungan politis secara nasional dalam upaya penurunan AKI dan
AKB.
2. Semua desa memiliki tenaga bidan yang berkualitas (competence), yang
ditunjang dengan dukungan operasional yang memadai.
3. Semua Puskesmas telah memiliki tenaga dokter, tenaga paramedis dan non
medis sesuai standar, dengan dukungan sarana dan biaya operasional yang
memadai (institutional competence).
4. Terselenggaranya sistem pembiayaan kesehatan yang berdasarkan Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
5. Pemberdayaan masyarakat dalam upaya kesehatan ibu dan anak dapat
lebih ditingkatkan.
6. Semua desa telah memiliki Pondok Bersalin Desa atau Poliklinik Desa
yang dilengkapi dengan sarana dan biaya operasional yang memadai.
7. Semua Posyandu telah direvitalisasi dan aktif melak-sanakan kegiatan
minimun sebulan sekali.
8. Semua Puskesmas mampu melaksanakan Pelayanan Obstetrik dan
Neonatal Dasar (PONED).
9. Semua rumah sakit di kabupaten/kota mampu melak-sanakan Pelayanan
Obstetrik dan Neonatal Kompre-hensif (PONEK).

3. Strategi Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan

Untuk mencapai tujuan dan upaya pokok pembangunan kesehatan, maka strategi
pembangunan kesehatan yang akan ditempuh sampai tahun 2025 adalah:
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu
hak dasar rakyat yang sangat fundamental. Pembangunan kesehatan juga
sekaligus sebagai investasi pembangunan nasional. Dengan demikian
pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional.
Dalam kaitan ini pemba-ngunan nasional perlu berwawasan kesehatan.
Diharapkan setiap program pembangunan nasional yang terkait dengan
pembangunan kesehatan, dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap
terca-painya nilai-nilai dasar pembangunan kesehatan.
Untuk terselenggaranya pembangunan berwawasan kesehatan, perlu
dilaksanakan kegiatan advokasi, sosi-alisasi, orientasi, kampanye dan
pelatihan, sehingga semua penyelenggara pembangunan nasional (stake-
holders) memahami dan mampu melaksanakan pemba-ngunan nasional
berwawasan kesehatan. Selain itu perlu pula dilakukan penjabaran lebih lanjut
dari pembangunan nasional berwawasan kesehatan, sehingga benar-benar
dapat dilaksanakan dan diukur tingkat pencapaian dan dampak yang
dihasilkan.
2. Pemberdayaan Masyarakat dan Daerah
Masyarakat makin penting untuk berperan dalam pem-bangunan
kesehatan. Masalah kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat sendiri dan
pemerintah. Selain itu, banyak permasalahan kesehatan yang wewenang dan
tanggung jawabnya berada di luar sektor kesehatan. Untuk itu perlu adanya
kemitraan antar berbagai stakeholders pembangunan kesehatan terkait.
Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah melibatkan masyarakat
untuk aktif dalam pengabdian masyarakat (to serve), aktif dalam pelaksanaan
advokasi kesehatan (to advocate), dan aktif dalam mengkritisi pelaksanaan
upaya kesehatan (to watch).
Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penye-lenggaraan
berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik
daerah. Oleh karenanya dalam pembangunan kesehatan diperlukan adanya
pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada daerah. Kesiapan daerah
dalam menerima dan menjalankan kewenangannya dalam pembangunan
kesehatan, sangat dipengaruhi oleh tingkat kapasitas daerah yang meliputi
perangkat organisasi serta sumber daya manusianya. Untuk itu harus
dilakukan penetapan yang jelas tentang peran pemerintah pusat dan
pemerintah daerah di bidang kesehatan, upaya kesehatan yang wajib
dilaksanakan oleh daerah, dan pengembangan serta pemberdayaan SDM
daerah.
3. Pengembangan Upaya dan Pembiayaan Kesehatan
Pengembangan upaya kesehatan, yang mencakup upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan diselenggarakan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat (client oriented), dan dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu, berkelanjutan, merata, terjangkau, berjenjang, profesional, dan
bermutu. Penyelenggaraan upaya ke-sehatan diutamakan pada upaya
pencegahan dan peningkatan kesehatan, tanpa mengabaikan upaya
pengobatan dan pemulihan kesehatan. Penyelenggaraan upaya kesehatan
dilakukan dengan prinsip kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan
swasta.
Menghadapi lingkungan strategis pembangunan keseha-tan, perlu
dilakukan re-orientasi upaya kesehatan, yaitu yang berorientasi terutama pada
desentralisasi, globalisasi, perubahan epidemiologi, dan menghadapi keadaan
bencana.
Pengembangan upaya kesehatan perlu menggunakan teknologi
kesehatan/kedokteran dan informatika yang semakin maju, antara lain:
pembuatan berbagai vaksin, pemetaan dan test dari gen, terapi gen, tindakan
dengan intervensi bedah yang minimal, transplantasi jaringan, otomatisasi
administrasi kesehatan/kedok-teran, upaya klinis dan rekam medis dengan
dukungan komputerisasi, serta telekomunikasi jarak jauh (tele-health).
Dalam 20 tahun mendatang, pelayanan RS terus di-kembangkan dan
kegiatan-kegiatannya harus bertumpu kepada fungsi sosial yang dikaitkan
dengan sistem jaminan kesehatan sosial nasional.
Puskesmas harus mampu melaksanakan fungsinya sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Pembiayaan kesehatan yang berasal dari berbagai sumber, baik dari
pemerintah, masyarakat, dan swasta harus mencukupi bagi penyelenggaraan
upaya kesehatan, dan dikelola secara berhasil-guna dan berdaya-guna.
Jaminan kesehatan untuk menjamin terpelihara dan terlindunginya
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan, diselenggarakan
secara nasional dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Peran swasta dalam upaya kesehatan perlu terus dikembangkan secara
strategis dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan.
Interaksi upaya publik dan sektor swasta penting untuk ditingkatkan secara
bertahap.
4. Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan ter-jangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh
sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi jumlahnya, dan
profesional, yaitu sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti
perkembangan IPTEK, menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi yang
tinggi. Semua tenaga kesehatan dituntut untuk selalu menjunjung tinggi
sumpah dan kode etik profesi.
Dalam pelaksanaan strategi ini dilakukan perencanaan kebutuhan
tenaga kesehatan, penentuan standar kom-petensi bagi tenaga kesehatan,
pelatihan atau upaya peningkatan kualitas tenaga lainnya yang berdasarkan
kompetensi, registrasi, akreditasi, dan legislasi tenaga kesehatan. Di samping
itu, perlu pula dilakukan upaya untuk pemenuhan hak-hak tenaga kesehatan
termasuk pengembangan karirnya. Upaya pengadaan tenaga kesehatan
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pemba-ngunan kesehatan serta
dinamika pasar di era globalisasi.
5. Penanggulangan Keadaan Darurat Kesehatan
Keadaan darurat kesehatan dapat terjadi karena ben-cana, baik bencana
alam maupun bencana karena ulah manusia, termasuk konflik sosial. Keadaan
darurat kesehatan akan mengakibatkan dampak yang luas, tidak saja pada
kehidupan masyarakat di daerah bencana, namun juga pada kehidupan bangsa
dan negara. Oleh karenanya penanggulangan keadaan darurat kesehatan yang
mencakup upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan,
dilakukan secara komprehensif, mitigasi serta didukung kerjasama lintas
sektor dan peran aktif masyarakat.

4. Pembangunan Kesehatan Daerah

Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan,


diperlukan kerjasama lintas sektor yang mantap. Demikian pula optimaliasi
pembangunan berwawasan kesehatan yang mendukung tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan, menuntut adanya penggalangan kemitraan lintas sector
dan segenap potensi bangsa. Kebijakan dan pelaksanaan pembangunan sektor
lain perlu memperhatikan dampak dan mendukung keberhasilan pembangunan
kesehatan. Untuk itu upaya sosialisasi masalah dan upaya pembangunan
kesehatan sektor lain perlu dilakukan secara intensif dan berkesinambungan.
Kerjasama lintas sektor harus dilakukan sejak perencanaan dan pengangggaran,
pelaksanaan dan pengendalian, sampai pada pengawasan dan penilaiannya
(Dep.Kes R.I, 2003).
Sebagai bentuk keterlibatan masyarakat dan instansi lintas sektor dalam
pembangunan kesehatan, perlu dibentuknya lembaga seperti "forum kesehatan
kabupaten/kota" atau yang sekarang dikenal dengan nama ' District Health
Comitte' (DHC) di tingkat Kabupaten dan Joint Health Council (JHC) di tingkat
provinsi. Keanggotaan JHC dan DHC bisa terdiri dari tokoh masyarakat, LSM,
kalangan swasta, DPRD, dan instansi pemerintah (Dinas Kesehatan, instansi
lintas sektor). DHC dan JHC dapat melakukan pertemuan secara berkala, turut
terlibat dalam menyusun rencana strategis kesehatan daerah dan memantau
akuntabilitas pelaksanaan pembangunan kesehatan daerah menurut Ascobat
Gani, yang dikutip oleh Departemen Kesehatan R.I ,

5. Peran Masyarakat Dalam Kesehatan

1. Peran Serta Msyarakat sebagai suatu Kebijakan


Penganut paham ini berpendapat bahwa peran serta masyarakat
merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan.
Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa masyarakat yang potensial
dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak
untuk dikonsultasikan (right to be consulted).
2. Peran Serta Masyarakat sebagai Strategi
Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran serta masyarakat
merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakt (ppublic
support). Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila masyarakat
merasa memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian
masyarakat kepada pada tiap tingkatan pengambilan keputusan
didokumentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan memiliki
kredibilitas.
3. Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Komunikasi
Peran serta masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan
masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini
dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani
masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut
adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif.
4. Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa
Dalam konteks ini peran serta masyarakat didayagunakan sebagai suatu
cara untuk mengurangi atau meredakan konflik melalui usaha pencapaian
konsensus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang melandasi persepsi
ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat menigkatkan pengertian dan
toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan (misstrust) dan kerancuan
(biasess).
5. Peran Sera Masyarakat sebagai Terapi
Menurut persepsi ini, peran serta masyarakat dilakukan sebagai upaya
untuk "mengobati" masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya
perasaan ketidak berdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan
perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.
Dari sudut teori politik, terdapat dua paham teori : teori Participatory
Democracy, yang menggugat paham teori Elite Democracy (Gibson, 1981).
Paham Elite Democracy melihat hakekat manusia sebagai mahluk yang
mementingkan diri sendiri, pemburu kepuasan diri pribadi dan menjadi tidak
rasional terutama jika mereka dalam kelompok. Oleh karena itu, dalam hal
terjadi konflik kepentingan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat,
maka pembuatan keputusan sepenuhnya merupakan kewenangan dari
kelompok elite yang menjalankan pemerintahan. Kalaupun peran serta
masyarakat itu ada, pelaksanaannya hanya terjadi pada saat pemilihan
mereka-mereka yang duduk dalam pemerintahan.
Paham Participatory Democracy sebaliknya berpendapat bahwa
manusia pada hakekatnya mampu menyelaraskan lepentingan pribadi dengan
kepentingan sosial. Penyelarasan kedua macam kepentingan tersebut dapat
terwujud jika proses pengambilan keputusan menyediakan kesempatan
seluas-luasnya kepada mereka untuk mengungkapkan kepentingan dan
pandangan mereka. Proses pengambilan keputusan, yang menyediakan
kelompok kepentingan untuk berperan serta didalamnya, dapat mengantarkan
kelompok-kelompok yang berbeda kepentingan mereka satu sama lain.
Dengan demikian, perbedaan kepentingan dapat dijembatani.
6. Hambatan dalam Pembangunan Kesehatan yang berwawasan
Pembangunan Nasional

Masalah lain yang diperhatikan adalah masalah kemiskinan di Indonesia.


Bila kita memperhatikan data terakhir dari BPS, berarti masih terdapat sekitar
76.800.000 penduduk miskin di Indonesia. Seperti diketahui kualitas
pertumbuhan pembangunan suatu bangsa dapat dilihat juga dari Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM). Menurut UNDP nilai IKM Indonesia dewasa ini
adalah 17,9 yang menduduki peringkat ke-33 dari 99 negara yang dinilai.
Dengan demikian masalah pembangunan di Indonesia masih sangat
kompleks. IPM Indonesia masih rendah dan IKM Indonesia juga masih tinggi.
Derajat kesehatan masyarakat sangat mempengaruhi IPM maupun IKM.
Meskipun pembangunan kesehatan yang telah kita laksanakan secara bertahap
dan berkesinambungan, telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat
dengan cukup bermakna, namun kita masih menghadapi berbagai masalah dalam
pembangunan kesehatan. Masalah pokok yang dihadapi dewasa ini dan ke depan
adalah :
Status kesehatan masyarakat masih rendah, terutama pada masyarakat
lapisan bawah atau masyarakat miskin. Dari data yang ada dapat dikemukakan
bahwa kematian bayi pada kelompok masyarakat termiskin adalah sekitar 3,5 kali
lipat lebih tinggi dari kematian bayi pada kelompok masyarakat terkaya. Belum
lagi disparitas status kesehatan antar wilayah, yaitu antar antar perdesaan dan
perkotaan, antar daerah maju dengan daerah tertinggal/terpencil.
Angka kesakitan dan kematian karena penyakit infeksi atau menular
masih tinggi. Di lain pihak angka kesakitan penyakit degeneratif mulai
meningkat. Di samping itu kita juga menghadapi berbagai masalah kesehatan
akibat bencana. Oleh karenanya kita menghadapi beban ganda atau double
burden, bahkan “multiple burden” dalam pembangunan kesehatan.
Sementara itu perilaku masyarakat belum sepenuhnya mendukung upaya
pembangunan kesehatan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Masalah pokok lainnya dalam pembangunan kesehatan adalah
pemerataan, keterjangkauan atau akses pelayanan kesehatan yang
bermutu/berkualitas masih rendah. Masalah akses pelayanan kesehatan oleh
masyarakat, dapat disebabkan karena geografi, ekonomi, dan ketidak-tahuan
masyarakat.
Berkaitan dengan masalah akses dan mutu pelayanan kesehatan, masalah
kurangnya tenaga kesehatan dan penyebarannya yang tidak sesuai dengan
kebutuhan di lapangan juga merupakan masalah yang pelik. Pelayanan kesehatan
di daerah tertinggal, daerah terpencil, dan daerah perbatasan masih kurang dapat
dilayani oleh tenaga kesehatan yang memadai, baik jumlah maupun mutunya.
Kurangnya tenaga kesehatan, apalagi yang berkualitas seperti yang
diharapkan, sangat berkaitan dengan permasalahan yang lebih hulu lagi, yaitu
masalah pendidikan tenaga kesehatan. Dari laporan yang paling mutakhir yang
saya terima, pendidikan tenaga dokter termasuk dokter spesialis menghadapi
masalah yang sangat serius, yaitu kurangnya tenaga pendidik. Masalah serius ini
hanya dapat diatasi dengan kerjasama lintas sektor yang sinergis.
Masalah terakhir yang dikemukakan, mungkin pula dapat kita kategorikan
sebagai tantangan. Masalah tersebut berkaitan dengan kebijakan desentralisasi
dan otonomi daerah. Pembagian urusan antara berbagai jenjang pemerintahan
belum dapat ditetapkan secara tegas. Meskipun UU Nomor 22 tahun 1999 telah
diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
namun pelaksanaannya belum dapat dirasakan, termasuk dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan di daerah

7. Upaya Pembangunan Kesehatan

1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling


mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas
pada upaya peningkatan kesehatan pencegahan, penyembuhan, pemulihan
dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai lanjut usia.
2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan
melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan sarana
prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat
dijangkau oleh masyarakat.
3. Mengembangkan sistem jaminan sosial tenaga kerja bagi seluruh tenaga kerja
bagi seluruh tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan, keamanan, dan
keselamatan kerja yang memadai, yang pengelolaannya melibatkan
pemerintah, perusahaan dan pekerja.
4. Membangun ketahanan sosial yang mampu memberi bantuan penyelamatan
dan pemberdayaann terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial dan
korban bencana serta mencegah timbulnya gizi buruk dan turunnya kualitas
generasi muda.
5. Membangun apresiasi terhadap penduduk lanjut usia dan veteran untuk
menjaga harkat martabatnya serta memanfaatkan pengalamannya.
6. Meningkatkan kepedulian terhadap penyandang cacat, fakir miskin dan anak-
anak terlantar, serta kelompok rentan sosial melalui penyediaan lapangan
kerja yang seluas-luasnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
7. Meningkatkan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran,
memperkecil angka kematian, peningkatan kualitas program keluarga
berencana.
8. Memberantas secara sistematis perdagangan dan penyalahgunaan narkotik
dan obat-obatan terlarang dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya
kepada produsen, pengedar dan pemakai.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Pembangunan kesehatan merupakan proses untuk melakukan perubahan
dalam bidang kesehatan. Atau dapat juga diartikan sebagai “Suatu usaha atau
rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan
secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah dalam bidang
kesehatan, menuju modernitas dalam rangka meningkatkan kwalitas
kesehatan bangsa.
 Faktor Pendorong dan Penghambat Pembangunan kesehatan
1. Disparitas Status Kesehatan
2. Beban Ganda Penyakit
3. Kinerja Pelayanan yang Rendah
4. Perilaku Masyarakat yang Kurang Mendukung Hidup Bersi
5. Rendahnya Kondisi Kesehatan Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.co.id/

http://sule-epol.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pembangunan-kesehatan.html

http://nurfaradilaa.blogspot.com/2013/04/faktor-faktor-pendorong-dan-
penghambat_24.html

Anda mungkin juga menyukai