Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh adanya kecelakaan yang timbul secara langsung. Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.1 B. Anatomi Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi rahang bawah. Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot – otot mengunyah.2
Gambar 1. Anatomi Mandibula3
Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar inferior, pleksus dental inferior dan nervus mentalis.2 Sistem vaskularisasi pada mandibula dilakukan oleh arteri maksilari interna, arteri alveolar inferior, dan arteri mentalis.2
C. Klasifikasi fraktur mandibula
Secara umum, fraktur diklasifikasikan menurut penyebab terjadinya, menurut hubungan dengan jaringan sekitarnya, dan menurut bentuknya. 1. Menurut penyebab terjadinya a. Fraktur traumatik Frakur traumatik, dapat disebabkan baik oleh trauma langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung yang mengenai anggota tubuh penderita, gaya yang diterima oleh tubuh dapat menyebabkan fraktur. Trauma tidak langsung terjadi seperti pada penderita yang jatuh dengan tangan menumpu dan lengan atas-bawah lurus, berakibat fraktur kaput radii atau klavikula.4 Gaya tersebut dihantarkan melalui tulang- tulang anggota gerak atas dapat berupa gaya berputar, pembengkokan (bending) atau kombinasi pembengkokan dengan kompresi yang berakibat fraktur butterfly, maupun kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan kompresi seperti fraktur oblik dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat tarikan otot seperti fraktur patela karena kontraksi quadrisep yang mendadak.5 b. Fraktur stress Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan tulang menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.6 c. Fraktur patologis Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan 7 tulang tersebut rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan. 2. Menurut hubungan dengan jaringan sekitar6 a. Fraktur simple/tertutup, disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek. b. Fraktur terbuka, kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak steril seperti rongga mulut. c. Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi. 3. Menurut bentuknya8
Gambar 2. Tipe Fraktur Mandibula1
a. Fraktur komplit, Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat menggambarkan arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau unstabil. b. Fraktur inkomplit, Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih saling tertancap. c. Fraktur komunitif, Fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen. d. Fraktur kompresi, Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus. Sedangkan klasifikasi fraktur mandibula, di antaranya: 1. Berdasarkan regio anatomis 9 Menunjukkan regio-regio pada mandibula yaitu : badan, simfisis, sudut, ramus, prosesus koronoid, prosesus kondilar, prosesus alveolar. Fraktur yang terjadi dapat pada satu, dua atau lebih pada region mandibula ini.
Gambar 3. Regio mandibula6
Simfisis – fraktur terjadi pada insisivus tengah yang berjalan dari alveolar melalui perbatasan inferior dari mandibula.10 Parasimfisis – fraktur terjadi dibatasi oleh garis vertikal kaninus.10 Gambar 4. Fraktur parasimfisis mandibula kanan11 Badan – Fraktur yang terjadi dari distal simfisis bertepatan dengan perbatasan alveolar otot masseter.12 Ramus mandibula – Dibatasi oleh aspek superior dari sudut dua saluran yang membentuk puncak pada sigmoid.12
Gambar 5. Fraktur ramus mandibula dan parasimfisis mandibula kiri11
2. Berdasarkan ada tidaknya gigi12 Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting diketahui karena akan menentukan jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya gigi, penyatuan fraktur dapat dilakukan dengan jalan pengikatan gigi dengan menggunakan kawat. Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi : a. Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi) b. Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur c. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation. D. Diagnosis Diagnosis fraktur mandibula berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur mandibula harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari pemeriksaan awal (primar survey) yang meliputi pemeriksan airway, breathing, circulation dan disability. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi darah dan bekuan darah.13 Jika pasien stabil, perlu diketahui riwayat trauma. Mekanisme trauma merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkian fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis dll). 14 Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai; keadaan kardiovaskuler maupun sistem respirasi, apakah penderita merupakan penderita diabetes, atau riwayat alergi. 15 2. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi Inspeksi dimulai dari ektraoral kemudian ke intraoral. Perhatikan adanya deformitas. Pembengkakan preaurikular sering menunjukkan adanya fraktur kondilus. Kulit di sekitar wajah dan leher perlu diperhatikan apakah hiperemis, ekimosis, laserasi, atau hematom. Pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo. Dilihat juga apakah terdapat gigi yang hilang. Perhatikan juga apakah terdapat maloklusi. 16 b. Palpasi Pada palpasi dievaluasi daerah TMJ dengan jari pada daerah TMJ dan penderita disuruh buka-tutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri, deformitas atau dislokasi. Untuk memeriksa apakah ada fraktur mandibula dengan palpasi dilakukan evaluasi false movement dengan kedua ibujari di intraoral, korpus mandibula kanan dan kiri dipegang kemudian digerakkan keatas dan kebawah secara berlawanan sambil diperhatikan disela gigi dan gusi yang dicurigai ada frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak sinkron antara kanan dan kiri maka false movement +. 17 Periksa juga status gusi, apakah terdapat ekimosis, perdarahan, atau hematom, bila terdapat hal tersebut, menunjukkan adanya fraktur. 18 3. Pemeriksaan penunjang11 a. Pemeriksaan rontgen Pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang foto Rontgen untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Timbulnya kecurigaan fraktur mandibula tergantung dari jenis frakturnya, apakah cedera tunggal atau multipel. Jika dicurigai cedera tunggal, pemeriksaan dapat dimulai dengan foto AP, Towne, dan oblik. b. CT Scan CT scan dapat digunakan untuk mengidentifikasi fraktur kondilus kompleks, terutama fraktur sagital atau dislokasi fossa glenoid. CT scan juga berguna pada pasien dengan cedera serius, seperti luka tembak atau fraktur komunitif. E. Penatalaksanaan Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulaation), penaganan luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction).17 1. Reposisi tertutup Adapun indikasi untuk reposisi tertutup di antaranya:19 Fraktur displace atau terbuka derajat ringan sampai sedang. Fraktur kondilus Fraktur pada anak Fraktur komunitif berat atau fraktur dimana suplai darah menurun. Fraktur eduntulous mandibula Fraktur mandibula yang terdapat hubungan dengan fraktur panfacial Fraktur patologis Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed reduction adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibula.20 Beberapa teknik fiksasi intermaksila diantaranya: Ivy loop Penempatan Ivy loop menggunakan kawat 24-gauge antara 2 gigi yang stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih kecil untuk memberikan fiksasi maxillomandibular (MMF) antara loop Ivy.21
Gambar 6. Ivy loop20
Gambar 7. Fiksasi maksilomandibular20 Teknik arch bar Indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila, didapatkan fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris22 Reduksi tertutup pada edentulous mandibula Pada edentulous mandibula, gigi palsu dapat ditranfer ke rahang dengan kabel circummandibular. Gigi tiruan rahang atas dapat ditempelkan ke langit-langit. (Setiap screw dari maxillofacial set dapat digunakan sebagai lag screw). Arch bar dapat ditempatkan dan intermaxillary fixation (IMF) dapat tercapai. Gunning Splints juga telah digunakan pada kasus ini karena memberikan fiksasi dan dapat diberikan asupan makanan. Pada kasus fraktur kominitif, rekonstruksi mandibula mungkin diperlukan untuk mengembalikan posisi anatomis dan fungsi.23 2. Reposisi terbuka Indikasi reposisi terbuka di antaranya:24 Fraktur terbuka atau displace derajat sedang sampai berat Fraktur yang tidak tereduksi dengan reposisi tertutup Unfavorable fracture Reposisi terbuka pada fraktur mandibula memiliki pendekatan intra dan ekstraoral. Pendekatan ekstraoral dapat dilakukan melalui submandibula, submental, atau preaurikular.
Gambar 8. Fraktur favorable dan unfavorable24
Gambar 9. Approach ekstraoral25
Gambar 10. Insisi retromandibular25 Dengan pendekatan intraoral, regio mandibula dicapai melalui insisi vestibular di mukosa. Jika dibandingkan dengan pendekatan ekstraoral, .pendekatan intraoral lebih cepat dilakukan, tidak memiliki parut ekstraoral, dan risiko lebih kecil untuk mengenai saraf wajah.25 Adapun material yang bisa digunakan pada reposisi terbuka diantaranya wire, wire mesh, plat dan screw, dll. Wiring (kawat) Kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang disekitar dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang bawah yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan bawah. Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk memperoleh fiksasi yang kuat. Plating Pemasangan plat bertujuan untuk memberi tahanan pada daerah fraktur, sehingga dapat menyatukan bagian fraktur dengan alveolus superior. Setelah plat tepasang, maka tidak dibutuhkan lagi fiksasi maksila. Dengan catatan pemasangan screw pada plat tidak dengan penekanan yang terlalu kuat. Karena dengan pemasangan screw yang terlalu kuat akan mengkibatkan terjadinya kesulitan pada saat pelepasan, oleh karena itu, pemasangan dengan teknik yang tidak terlalu menekan lebih dipilih dalam pemasangan plat pada fraktur mandibula. F. Komplikasi22 Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union, hal ini akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang (Temporo mandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (myofascial pain) Terlebih jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan mengunyah dalam hubungan oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah yang banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang yang tidak dilakukan perbaikan atau penanganan secara adekuat. Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula. DAFTAR PUSTAKA
1. R Laub D. Mandibular Fractures [Internet]. 2016 [dikutip 1 Mei 2018].
Tersedia pada: https://emedicine.medscape.com/article/1283150- overview#showall 2. Cornelius C-P, Audigé L, Kunz C, Rudderman R, Buitrago-Téllez CH, Frodel J, et al. The Comprehensive AOCMF Classification System: Mandible Fractures- Level 2 Tutorial. Craniomaxillofac Trauma Reconstr [Internet]. Desember 2014 [dikutip 1 Mei 2018];7(Suppl 1):S015-30. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25489388 3. Koshy JC, Feldman EM, Chike-Obi CJ, Bullocks JM. Pearls of mandibular trauma management. Semin Plast Surg [Internet]. November 2010 [dikutip 1 Mei 2018];24(4):357–74. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22550460 4. Lin K-C, Peng S-H, Kuo P-J, Chen Y-C, Rau C-S, Hsieh C-H. Patterns Associated with Adult Mandibular Fractures in Southern Taiwan-A Cross- Sectional Retrospective Study. Int J Environ Res Public Health [Internet]. 2017 [dikutip 1 Mei 2018];14(7). Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28737727 5. Zhou H, Lv K, Yang R, Li Z, Li Z. Mechanics in the Production of Mandibular Fractures: A Clinical, Retrospective Case-Control Study. PLoS One [Internet]. 2016 [dikutip 1 Mei 2018];11(2):e0149553. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26900699 6. Natu SS, Pradhan H, Gupta H, Alam S, Gupta S, Pradhan R, et al. An epidemiological study on pattern and incidence of mandibular fractures. Plast Surg Int [Internet]. 2012 [dikutip 1 Mei 2018];2012:834364. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23227327 7. Carlsen A, Marcussen M. Spontaneous fractures of the mandible concept & treatment strategy. Med Oral Patol Oral Cir Bucal [Internet]. 1 Januari 2016 [dikutip 1 Mei 2018];21(1):e88-94. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26636905 8. Yu YY, Lieu S, Hu D, Miclau T, Colnot C. Site specific effects of zoledronic acid during tibial and mandibular fracture repair. PLoS One [Internet]. 2012 [dikutip 1 Mei 2018];7(2):e31771. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22359627 9. Atilgan S, Erol B, Yaman F, Yilmaz N, Ucan MC. Mandibular fractures: a comparative analysis between young and adult patients in the southeast region of Turkey. J Appl Oral Sci [Internet]. 2010 [dikutip 1 Mei 2018];18(1):17–22. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20379677 10. Gadicherla S, Sasikumar P, Gill SS, Bhagania M, Kamath AT, Pentapati KC. Mandibular Fractures and Associated Factors at a Tertiary Care Hospital. Arch trauma Res [Internet]. Desember 2016 [dikutip 1 Mei 2018];5(4):e30574. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28144599 11. Naeem A, Gemal H, Reed D. Imaging in traumatic mandibular fractures. Quant Imaging Med Surg [Internet]. Agustus 2017 [dikutip 1 Mei 2018];7(4):469–79. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28932703 12. Ghodke MH, Bhoyar SC, Shah S V. Prevalence of mandibular fractures reported at C.S.M.S.S Dental College, aurangabad from february 2008 to september 2009. J Int Soc Prev Community Dent [Internet]. Juli 2013 [dikutip 1 Mei 2018];3(2):51–8. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24778980 13. Furr AM, Schweinfurth JM, May WL. Factors Associated with Long-Term Complications after Repair of Mandibular Fractures. Laryngoscope [Internet]. 1 Maret 2006 [dikutip 1 Mei 2018];116(3):427–30. Tersedia pada: http://doi.wiley.com/10.1097/01.MLG.0000194844.87268.ED 14. Cornelius C-P, Audigé L, Kunz C, Rudderman R, Buitrago-Téllez CH, Frodel J, et al. The Comprehensive AOCMF Classification System: Mandible Fractures-Level 3 Tutorial. Craniomaxillofac Trauma Reconstr [Internet]. Desember 2014 [dikutip 1 Mei 2018];7(Suppl 1):S031-43. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25489389 15. Samman M, Ahmed SW, Beshir H, Almohammadi T, Patil SR. Incidence and Pattern of Mandible Fractures in the Madinah Region: A Retrospective Study. J Nat Sci Biol Med [Internet]. 2018 [dikutip 1 Mei 2018];9(1):59–64. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29456395 16. Mah D-H, Kim S-G, Moon S-Y, Oh J-S, You J-S. Relationship between mandibular condyle and angle fractures and the presence of mandibular third molars. J Korean Assoc Oral Maxillofac Surg [Internet]. Februari 2015 [dikutip 1 Mei 2018];41(1):3–10. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25741462 17. Krishnan B. The Role of a Conservative Minimal Interventional Management Protocol in the Fractures of the Dentate Portion of the Adult Mandible. Craniomaxillofac Trauma Reconstr [Internet]. Maret 2016 [dikutip 1 Mei 2018];9(1):20–8. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26889344 18. De Feudis F, De Benedittis M, Antonicelli V, Pittore P, Cortelazzi R. Decision-making algorithm in treatment of the atrophic mandible fractures. G Chir [Internet]. 2014 [dikutip 1 Mei 2018];35(3–4):94–100. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24841687 19. El-Anwar MW, Sayed El-Ahl MA, Amer HS. Open Reduction and Internal Fixation of Mandibular Fracture without Rigid Maxillomandibular Fixation. Int Arch Otorhinolaryngol [Internet]. Oktober 2015 [dikutip 1 Mei 2018];19(4):314–8. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26491477 20. Ghasemzadeh A, Mundinger GS, Swanson EW, Utria AF, Dorafshar AH. Treatment of Pediatric Condylar Fractures: A 20-Year Experience. Plast Reconstr Surg [Internet]. Desember 2015 [dikutip 1 Mei 2018];136(6):1279– 88. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26595021 21. Zhou H-H, Lv K, Yang R-T, Li Z, Li Z-B. Risk factor analysis and idiographic features of mandibular coronoid fractures: A retrospective case- control study. Sci Rep [Internet]. 19 Mei 2017 [dikutip 1 Mei 2018];7(1):2208. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28526860 22. Pickrell BB, Serebrakian AT, Maricevich RS. Mandible Fractures. Semin Plast Surg [Internet]. Mei 2017 [dikutip 1 Mei 2018];31(2):100–7. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28496390 23. Oruç M, Işik VM, Kankaya Y, Gürsoy K, Sungur N, Aslan G, et al. Analysis of Fractured Mandible Over Two Decades. J Craniofac Surg [Internet]. September 2016 [dikutip 1 Mei 2018];27(6):1457–61. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27536913 24. Franciosi E, Mazzaro E, Larranaga J, Rios A, Picco P, Figari M. Treatment of edentulous mandibular fractures with rigid internal fixation: case series and literature review. Craniomaxillofac Trauma Reconstr [Internet]. Maret 2014 [dikutip 1 Mei 2018];7(1):35–42. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24624255 25. Sadhwani BS, Anchlia S. Conventional 2.0 mm miniplates versus 3-D plates in mandibular fractures. Ann Maxillofac Surg [Internet]. Juli 2013 [dikutip 1 Mei 2018];3(2):154–9. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24205475