Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

CEDERA KEPALA

Nama Dosen :

Ns. Anita Mirawati M.kep,

KELOMPOK 10 KELAS B:

OLEH:
CHAIRUNNISYA
GUSMA WINDA
PUTERI NABILLA

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG


PRODI DIII KEPERAWATAN SOLOK
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena kami dapat
menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
“kegawatdaruratan cedera kepala”.

Kami menyadari dalam penulisan Makalah ini masih banyak kekurangan dalam penulisan
maupun penyususnan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
memperbaiki kesalahan dimasa yang akan datang.

Solok, 19 agustus 2019

penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada
kepala di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan
cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun
secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi responds Glaso Coma
Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu cedera di kepala.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat
trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal neuruanatomi,
neurofisiologi, neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah yang
dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang didapat bias sekomprehensif
mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan pada klien dengan cedera kepala.
Cedera kepala meliputi trauma kepala,tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak
dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium atau helem
yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera
dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki lagi.
Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.
Efek-efek ini harus dihindaridan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk
menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan
kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling serius
diantara penyakit neurologis, dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan
jalan raya. Diperkirakan 2/3 korban dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan
jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua klien cedera
kepala berat mempunyai signifikan cedera terhadap bagian tubuh lainnya. Adanya syok
hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera pada bagian tubuh lainnya.
Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat
perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan cedera kepala ?
2. Bagaimana klasifikasi cedera kepala ?
3. Bagaimana dengan manifestasi cedera kepala ?
4. Bagaimana penjelasan tentang patofisiologi cedera kepala ?
5. Bagaimana bentuk bagan WOC cedera kepala ?
6. Bagaimana dengan pemeriksaan penunjang cedera kepala ?
7. Bagaimana penatalaksaan cedera kepala ?
8. Bagaimana dengan asuhan keperawatan cedera kepala ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi cedera kepala
2. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala
3. Untuk mengetahui apa-apa saja manifestasi klinis cedera kepala
4. Untuk mengetahui penjelasan patofisiologi cedera kepala
5. Untuk mengetahui bagan WOC cedera kepala
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang cedera kepala
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepala
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan cedera kepala
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.
Cedera otak primer merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma.
Cedera otak sekunder merupakan kerusakan yang berkembang kemudian sebagai
komplikasi.
Luka kulit kepala mengakibatkan perdarahan hebat karna kulit kepala kaya akan
suplai darah. Lihat pada luka untuk mengetahui bila terjadi pemaparan tulang tengkorak
atau otak dan lekukan tengkorak.

B. Klasifikasi Cedera Kepala


Cedera kepala dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasan (pukulan).
b. Trauma tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.

2. Berdasarkan beratnya cedera


Cedera kepala berdasrkan beratnya cedera didasarkaan pada penilaian Glasgow Scala
Coma (GCS) dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Cedera kepala ringan
- GCS 13-15
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
- Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma.
b. Cedera kepala sedang
- GCS 9-12
- Saturasi oksigen >90%
- Tekanan darah systole >100 mmHg
- Lama kejadian < 8 jam
- Kehilangan kesadaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
- GCS 3-8
- Kehilangan kesadaran dana tau amnesia > 24 jam
- Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak
tulang tengkorak
- Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan
disertai edema cerebra

C. Manifestasi Klinis
1. Riwayat trauma langsung pada kepala atau deselerasi
2. Pasien harus dinilai penuh untuk trauma lainnya
3. Tingkat kesadaran ditentukan dengan GCS
4. Ketidaksimetrisan pupil atau reflex cahaya yang abnormal menunjukan perdarahan
intrakarnial
5. Sakit kepala, mual, muntah, frekuensi nadi yang menurun dan peningkatan tekanan
darah menunjukan oedema serebral
6. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea
serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea
serebrospiral (les keluar dari hidung).
D. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegan peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepata (aselerasi)
terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam seperti trauma
akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera
periambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa kontak langsung seperti yang
terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala yang menyebabkan trauma regangan dan
robekan pada substansi alaba dan batang orak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu benturan, mungkin
karena memar pada permukaan otak. Landasan substansi alba, cerdera robekan atau
hemoragi sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
dikurangi atau tidak ada pada area cedera. Konsekwensinya meliputi : hiperemia
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler serta
vasodilatasi, semua menimbulkan peningkatan isi intra kronial dan akhirnya peningkatan
tekanan intra kranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak
sekunder meliputi hipoksia dan hipotensi.
E. Bagan WOC
F. Tanda dan gejala
1. Sakit pada pusat luka
2. Kelainan bentuk tulang tengkorak
3. Perdarahan dari telinga atau dari hidung
4. Kebocorn cairan bening atau merah muda yang metes dari hidung atau telinga. Cairan
yang menetes ini di kenal sebagai caian serebrospinal CSF.
5. CSF dapat di deteksi dengan mencurigai cairan yang menetes di atas
sapuntangan,sarung bantal atau kain lain. CSF akan membentuk lingkaran merah
muda menyerupai lingkar darah,ini dsebut juga dengan “tanda halo”
6. Pemutihan di bawh mata (“mata musang”)
7. Pemuctan di telinga (tanda battle’s)
8. Pupil tak sama
9. Pendarahan pada kulit kepala yang hebat bila kulit terobek. Luka kulit kepala dapat
memaparkan tengkorak atau jaringan otak.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen tengkorak : AP, lateral dan posisi Towne
2. CT scan/MRI : menunjukkan kontusio, hematoma. Hidrosefalus. Oedema serebral

H. Penatalaksaan
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat
luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk
mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum
laserasi ditutup.
PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan : lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dan memasang collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu
jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri
O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada
berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk
menjaga saturasi O2minimum 95%. Jikajalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta
saturasi O2 >95%)atau muntah makapasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli
anestesi.

3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan
catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena
yg besar. Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan
eksaserbasi edema.

4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi 2x
jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB

5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB

6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang
servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah
dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal

7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :

- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan
isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan
hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri
- Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia
darah
- Lakukan CT scan
Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :
- Hematoma epidural
- Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
- Kontusio dan perdarahan jaringan otak
- Edema cerebri
- Pergeseran garis tengah
- Fraktur kranium
I. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
1. Identitas Klien
Nama,umur,jenis kelamin,tempat tanggal lahir,golongan darah,pendidikan
terakhir,agama,suku,status perkawinan,pekerjaan,dan alamat
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama,umur,jenis kelamin,agama,suku,hubungan dengan klien,pendidikan
terakhir,pekerjaan,dan alamat
3. Riwayat Kesehatan
Tingkat kesadaran GCS (< 15), konvulsi, muntah, dyspnea/takipnea,sakit kepala,
wajah simetris/tidak, lemah, luka di kepala. Paralise, akumulasi secret pada
saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
system persyarafan maupun penyakit system sistemik lainnya, demikian pula
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subjektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
4. Pengkajian Persistem
- Keadaan umum
- Tingkat kesadaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
- TTV
- Sistem pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.
- Sistem kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi
- Sistem perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
- Sistem gastrointestinal
Usus yang mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami
perubahan selera
- Sistem muskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi
- Sistem persyarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan pupil, kehilangan
pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.

a. Nervus Cranial
N.I : penurunan daya penciuman
N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor.
N.V : gangguan mengunyah
N.VII, N.XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3
anterior lidah
N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh

b. Skala Koma Glasgow (GCS)


No Komponen Nilai Hasil
1 Verbal 1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
3 Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
nyambung dengan pertanyaan
4 Bicara membingungkan, jawaban tidak
tepat
5 Orientasi baik
2 Motori 1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menarik area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah
3 Reaksi 1 Tidak berespon
membuka 2 Rangsangan nyeri
mta 3 Dengan perintah (rangsangan
suara/sentuh)
4 Spontan

c. Fungsi Motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang
digunakan secara internasional :
Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0
Diagnosa Keperawatan
Diagnose Keperawatan NOC NIC
Ketidakefektifan perfusi Status sirkulasi Perfusi jaringan Monitor Tekanan Intra Kranial
jaringan (spesifik serebral Setelah dilakukan 1. Catat perubahan respon
serebral) b.d aliran arteri tindakan keperawatan klienterhadap stimulus /
danatau vena terputus selama ….x 24 jam, rangsangan
klien mampu mencapai: 2. Monitor TIK klien dan
Status sirkulasi dengan indikator: responneurologis terhadap
Tekanan darah sis-tolik dan aktivitas
diastolic dalam rentang yang 3. Monitor intake dan output
diharapkan 4. Pasang restrain, jika perlu
Tidak ada ortostatik hipotensi 5. Monitor suhu dan angka
Tidak ada tanda-tanda PTIK leukosit
Perfusi jaringan serebral, dengan 6. Kaji adanya kaku kuduk
indicator : 7. Kelola pemberian antibiotik
Klien mampu berkomunikasi 8. Berikan posisi dengan
dengan jelas dan sesuai kepalaelevasi 30-40
kemampuan O
Klien menunjukkan perhatian, dengan leher dalamposisi
konsentrasi, dan orientasi netral9. Minimalkan stimulus
Klien mampu memproses dari lingkungan10. Beri jarak
informasi antar tindakankeperawatan
Klien mampu membuat untuk
keputusan dengan benar meminimalkanpeningkatan
Tingkat kesadaranklien membaik TIK11. Kelola obat obat
4. Monitor keluhan nyeri kepala, untukmempertahankan TIK
mual,dan muntah dalam batasspesifik
5. Monitor respon klien Monitoring Neurologis (2620)
terhadappengobatan 1. Monitor ukuran, kesimetrisan,
6. Hindari aktivitas jika TIK reaksidan bentuk pupil
meningkat 2. Monitor tingkat kesadaran klien
7. Observasi kondisi fisik klien 3. Tanda-tanda vital
Terapi Oksigen (3320) Monitor keluhan nyeri kepala,
1. Bersihkan jalan nafas dari mual,dan muntah
secret 5. Monitor respon klien
2. Pertahankan jalan nafas tetap terhadappengobatan
efektif 6. Hindari aktivitas jika TIK
3. Berikan oksigen sesuai meningkat
instruksi 7. Observasi kondisi fisik klien
4. Monitor aliran oksigen, Terapi Oksigen (3320)
kanuloksigen, dan humidifier 1. Bersihkan jalan nafas dari
5. Beri penjelasan kepada klien secret
tentangpentingnya pemberian 2. Pertahankan jalan nafas tetap
oksigen efektif
6. Observasi tanda-tanda 3. Berikan oksigen sesuai
hipoventilasi instruksi
7. Monitor respon klien 4. Monitor aliran oksigen,
terhadappemberian oksigen kanuloksigen, dan humidifier
8. Anjurkan klien untuk tetap 5. Beri penjelasan kepada klien
memakaioksigen selama aktivitas tentangpentingnya pemberian
dan tidur2 Nyeri akut b.ddengan oksigen
agen injurifisik. 6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien
terhadappemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakaioksigen selama aktivitas
dan tidur
,
Nyeri akut b.d Nyeri terkontrol Tingkat Nyeri Manajemen nyeri (1400)
dengan agen Tingkat kenyamanan Setelah Kaji keluhan nyeri, lokasi,
injurifisik. dilakukanasuhan keperawatan karakteristik,onset/durasi,
selama …. x 24 jam, frekuensi, kualitas,
klien dapat : danberatnya nyeri.Observasi
. Mengontrol nyeri, de-ngan respon ketidaknyamanansecara
indikator:Mengenal faktor-faktor verbaldan non verbal.Pastikan
penyebabMengenal klien menerima
onsetnyeriTindakan pertolong-an perawatananalgetik dg
non farmakologiMenggunakan tepat.Gunakan strategi
anal-getikMelaporkan gejala- komunikasi yangefektif untuk
gejala nyeri kepada mengetahui responpenerimaan
timkesehatan.Nyeri terkontrol klien terhadap nyeri.Evaluasi
Menunjukkan tingkatnyeri, keefektifan penggunaankontrol
denganindikator:Melaporkan nyeriMonitoring perubahan
nyeriFrekuensi nyeriLamanya nyeri baik aktualmaupun
episodenyeriEkspresi nyeri; wa- potensial.Sediakan lingkungan
jahPerubahanrespirasi yang nyaman.Kurangi faktor-
ratePerubahan faktor yang dapatmenambah
tekanandarahKehilangan ungkapan nyeri. Ajarkan
nafsumakanTingkat penggunaan tehnik
kenyamanan,dengan indicator relaksasisebelum atau sesudah
:Klien melaporkankebutuhan nyeriberlangsung.. Kolaborasi
tidur danistirahat tercukupi dengan tim kesehatan
lainuntuk memilih tindakan
selain obat untuk meringankan
nyeri.. Tingkatkan istirahat
yang adekuatuntuk
meringankan nyeri
Manajemen pengobatan (2380)
Tentukan obat yang
dibutuhkan kliendan cara
mengelola sesuai
dengananjuran/ dosis.Monitor
efek teraupetik
daripengobatan.Monitor tanda,
gejala dan efek
sampingobat.Monitor interaksi
obat. Ajarkan pada klien /
keluarga caramengatasi efek
samping pengobatan.Jelaskan
manfaat pengobatan yg
dapatmempengaruhi gaya
hidup klien.
Pengelolaan analgetik

(2210)
Periksa perintah medis tentang
obat,dosis & frekuensi obat
analgetik.Periksa riwayat alergi
klien.Pilih obat berdasarkan
tipe danberatnya nyeri.Pilih
cara pemberian IV atau IM
untukpengobatan, jika
mungkin.Monitor vital sign
sebelum dansesudah
pemberian analgetik.Kelola
jadwal pemberian
analgetikyang sesuai.Evaluasi
efektifitas dosis
analgetik,observasi tanda dan
gejala efeksamping, misal
depresi pernafasan,mual dan
muntah, mulut kering,
&konstipasi.Kolaborasi dgn
dokter untuk obat,dosis & cara
pemberian
ygdiindikasikan.Tentukan
lokasi nyeri,
karakteristik,kualitas, dan
keparahan
sebelumpengobatan.. Berikan
obat dengan prinsip 5 benar.
Dokumentasikan respon dari
analgetikdan efek yang tidak
diinginkan

Defisit self care kesehatan diri :(mandi, ADL NIC: Membantu


b.dde-ngan MakanToiletting, berpakaian) perawatan diri klienMandi dan
kelelahan,nyeri. Setelah diberi motivasiperawatan toiletting Aktifitas:Tempatkan
selama alat-alat mandi di tempatyang
….x24 jam, ps mudah dikenali dan
mengerti caramemenuhi ADL mudahdijangkau klienLibatkan
secarabertahap sesuaikemam- klien dan dampingiBerikan
puan, dengankriteria : Mengerti bantuan selama klien
secaraseder-hana caramandi, masihmampu mengerjakan
makan,toileting, danberpakaian sendiri
serta maumencoba se-caraaman NIC: ADL Berpakaian
tanpa cemas Klien Aktifitas:Informasikan pada
mauberpartisipasi dengansenang klien dalam memilihpakaian
hati tanpakeluhan selama perawatanSediakan
dalammemenuhi pakaian di tempat yangmudah
dijangkauBantu berpakaian
yang sesuaiJaga privcy
klienBerikan pakaian pribadi
yg digemaridan sesuai
NIC: ADL Makan

Anjurkan duduk dan berdo’a


bersama
temanDampingi saat
makanBantu jika klien belum
mampu dan bericontohBeri
rasa nyaman saat makan
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di
ikuti terputusnya kontinuitas otak.
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma
oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi
yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada
otak.
B. Saran
Setelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat membaca
makalah ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait tentang
meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu sumber ilmu (materi
terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat menerapkan asuhan keperawatan
pada klien dengan cedera kepala.
Saran yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :
1. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
2. Dapat menilai batasan GCS.
3. Lebih teliti dalam memberikan intervensi keperawatan kepada klien dengan cedera
kepala.
4. Dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun klien, baik di
rumah sakit maupun di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Hammond , Belinda. 2013. Keperawatan Gawat Darurat Dan Bencana Sheehy. Indonesia: Hooi
Ping Chee.

Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Mancini, Mary. 1994. Prosedur Keperawatan Darurat. Jakarta: EGC.

Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salema Medika

Anda mungkin juga menyukai