Anda di halaman 1dari 8

Guru dalam Pemanfaatan TIK

Isu-isu Terkini Guru dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi

I. PENDAHULUHAN
A. Latar Belakang Masalah

Kini teknnologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat
Indonesia. Walaupun pada umumnya berada pada tataran konsumen atau pemakai, namun
keadaannya masih kalah jauh dari negara-negara tetangga, tetapi Indonesia tidak luput dari pengaruh
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa jenjang sekolah, khususnya pada tingkat
sekolah menengah atas (SLTA) dan sekolah menengah pertama (SLTP) dan sederajat, termasuk juga
sebagian kecil sekolah dasar, kini para siswa telah diberi sebuah mata pelajaran yang berhubugan
dengan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga diharapkan para siswa setidaknya sudah tidak
asing dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, dan kalah pentingnya adalah guru
dalam pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran dan kegiatan lain.
Kini beberapa sekolah telah menerapkan pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian
elektronik (LAN, Internet dan lainnya) untuk menyampaikan isi materi yang diajarkan. Komputer,
internet, intranet, satelit, tape/video, TV interaktif dan CD ROM adalah bagian media elektronik yang
dimaksudkan dalam kategori ini. Komponen yang tak kalah penting dalam pemanfaatan TIK dalam
proses pembelajaran adalah para guru yang mengajar pada sekolah dalam berbagai jenjang.
Guru yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses pembelajaran di sekolah sebenarnya
memerlukan berbagai piranti dalam mengoptimalkan pemanfaatan TIK dan Komunikasi in untuk
mendukung kemampunnya yang diperlukan khususnya dalam operasional perangkat TIK
tersebut. Berbagai hasil penelitian menunjukkan kini masih banyak guru yang masih gagap dalam
pemakian komputer dalam mengakses informasi dan pemanfaatannya dalam proses pembelajaran.
Perkembangan TIK dewasa ini ibarat embun dipagi hari, sering dalam tidur lelap kita tidak menyadari
bahwa keesokan paginya telah ditemukan penemuan baru yang sangat penting bagi sejarah manusia.
Lagi-lagi kita hanya mengiyakan penemuan itu tanpa harus berupaya menguasainya, lebih parah jika
hanya cukup dengan keadaan yang ada tanpa adanya usaha apapun dalam merespon perkem-bangan
ini.
Keharusan guru dalam mendorong dan mendukung siswa kearah kreatif pemanfaatan TIK mutlak
dilaksanakan. Untuk itu peranan guru sangat dibutuhkan demi keseimbangan penguasaan dan
pengemasan informasi yang bakal dihadapkan dan disajikan kepada siswanya. Karena ada
kemungkinanan siswa telah memahami lebih jauh satu persoalan dari pada gurunya. Berangkat dari
hal tersebut nampaknya kita harus ingat sebuah pesan Nabi Muhammad SAW ”ajarilah anak-anakmu
sesuai dengan jamanya dan bukan jaman mu”.
Kondisi guru yang sebagaian besar masih belum optimal, bahkan masih banyak yang belum dapat
memanfaatkan kemajuan TIK atau dengan perkataan lain masih gagap, kondisi ini perlu dicari
penyebabnya dan solusi yang terbaik, khususnya bagi para penentu kebijakan pendidikan. Tulisan ini
akan menggali dari berbagai artikel, hasil penelitian, pengakuan, berita, makalah, pandangan dan
berbagai ide yang diambil dan diolah atau dianalisa yang bersunber dari informasi yang diambil dari
internet. Data sekunder atau berbagai data dan informasi dari internet tersebut hasil tulisan dari
berbagai website dari berbagai kota diseluruh Indonesia, dan jumlah sampel kurang lebih 40 (empat
puluh) tulisan.
Hasil analisa dalam tulisan ini diharapkan dapat mendapat gambaran yang jelas sehingga
diperoleh pemahaman yang benar mengenai kondisi guru kaitannya dalam pemamfaatan TIK dalam
proses pembelajaran dan juga dalam kegiatan lain yang meliputi: (1) sarana-prasarana, fasilitas, dan
perangkat; (2) kebijakan pimpinan sekolah dan pimpinan lembaga terkait; (3) kemampuan dan
kecakapan dalam pemanfaatan TIK; (4) pendidikan dan pelatihan, kursus yang telah dimiliki guru;
dan (5) berbagai kendala yang dialami para guru dalam pemanfaatan TIK. Para penentu kebijakan
pendidikan seharusnya sangat berkepentingan atas berbagai informasi tentang kondisi guru dalam
pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran dan kegiatan lain, mengingat otoritas yang dimiliknya
dapat mengubah kondisi yang baik menjadi kondisi yang lebih baik. Sementara guru dengan
informasi ini dapat menempatkan dan mengkondisikan dirinya sesegera mungkin untuk beradaptasi,
paling tidak mengubah sikap dan perilaku untuk berkembang ke arah yang lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Berbagai masalah yang ada pada latar bekang di atas, penulis akan merumuskan masalah yang akan
dibahas dalam tulisan adalah:
1. Sejauh mana ketersediaan sarana dan prarana, fasilitas, dan perangkat dalam mendukung
pemanfaatan TIK bagi guru?
2. Seberapa tinggi tingkat penguasan dan kecakapan guru dalam penggunaan atau pemanfaatan
TIK bagi guru?
3. Kebijakan dan upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pimpinan sekolah dan pimpinan
instansi terkait dalam penentukan kebijakan untuk mendukung pe-manfaatan TIK bagi guru?
4. Pendidikan dan pelatihan apa saja yang telah dilakukan guru dalam meningkat-kan
kemampuan pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran?
5. Faktor-faktor apa yang menjadi kendala guru dalam pemanfaatan TIK?
II. PEMBAHASAN
Membicarakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) oleh para guru dalam proses
pembelajaran di sekolah tidak lepas dari berbagai unsur yang saling terkait sata sama lain, yaitu; 1)
sarana, prasarana, dan perangkat yang tersedia; 2) tingkat penguasaan guru dalam pemanfaatan TIK;
3) kebijakan pimpinan dalam mendukung pemanfaatan TIK; 4) pendidikan dan pelatihan para guru;
dan 5) kendala-kendala guru dalam penggunaan TIK. Kelima unsur yang terkait ini diuraikan per
bagian dengan maksud nantinya diperoleh penjelasan, dan pada akhirnya diharapkan diperoleh
pemahaman yang benar.
A. Sarana dan prasarana, falitas, dan perangkat pendukung pemanfaatan TIK
Beberapa sekolah kini telah telah memiliki laboratiorium komputer dan internet, khusus sekolah-
sekolah yang berlokasi di kota atau tidak jauh dari perkotaan lebih lengkap fasilitas ini dibandingkan
dengan sekolah yang berlokasi di pedesaan. Hampir seluruh kota dijumpai sekolah-sekolah yang telah
menyediakan fasilitas laboratorium komputer dan internet. Namun dalam pemanfaatan TIK oleh para
guru antara sekolah yang satu dengan yang lain tingkatannya sangat beragam, mulai dari yang
sederhana sampai ada yang sudah optimal. Kondisi ini dapat dimengerti mengingat tingkat kemajuan
sekolah masing-masing berbeda. Contoh konkrit seperti pada SMP Negeri 8 Palembang, dimana
fasilitas komputer dan internet telah ada sejak tahun 2006 dan sudah melaksanakan praktek TIK bagi
guru dan siswanya sebanyak 360 orang, namun pemanfaatan TIK bagi siswa masih sebatas pada mata
pelajaran TIK, dan guru belum memanfaatan TIK dalam proses pengajaran mata pelajaran yang lain.
Berbeda dengan sekolah yang ada di Jakarta, SD Negeri 3 Menteng telah menggunakan TIK dalam
pembelajaran Sains dan Matematika. Banyak kasus lain tentang keberagaman tingkat pemakaian dan
pemanfaatan TIK ini.
Dari data yang ditemukan diperoleh suatu kondisi dimana ada hal ironis dibeberapa daerah tentang
fasilitas TIK ini, seperti kondisi yang ada pada Kecamatan Percut Sei Tuan, Medan. Di kecamatan ini
ada sekolah dengan lokasi dimana di sana ada BTS (Base Transceiver Station) operator
telekomunikasi berdiri megah di areal sekolahan, sementara guru dan siswa yang beraktivitas di sana
sekali belum menggunakan atau memanfaatkan kemajuan TIK dalam proses pembelajaran maupun
aktivitas lain oleh guru, dan dapat dikatakan para guru masih gagap teknologi (gaptek).
Kasus lain yang menarik di mana dalam suatu daerah masih ada pihak-pihak yang dalam menjalankan
bisnisnya tidak begitu proaktif terhadap kemajuan dalam pemanfaatan TIK dalam dunia pendidikan.
Seperti kasus yang terjadi di kawasan Deli Serdang, di sana masih ditemui perilaku tidak terpuji yang
dilakukan oleh para penjual komputer, salah satunya adalah dengan menjual komputer dengan harga
yang terlalu tinggi dan diluar harga kewajaran. Bayangkan ada supplier yang menjual komputer
berbasis pentium III dengan harga lima juta rupiah lebih, padahal harga komputer tersebut selayaknya
tidak akan lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah. Bisa jadi para suplier ini dalam berbisnis hanya
mempertimbang-kan keuntungan belaka, tanpa adanya rasa kepedulian atas kemajuan pemanfaatan
TIK di daerah tersebut.
Berkaitan dengan pengmbangn sarana dan prasarna untuk pemanfaatan Tik dalam dunia pendidikan
dan kegiatan lain di sekolah, ada juga sebuah departemen yang kurang dalam hal perhatian, seperti
yang di sampaikan oleh DH. Al Yusni anggota komisi VIII DPRRI yang melakukan kunjungan di
Sulsel. Beliau mengatakan kini Departemen Agama dinilai hanya sigap menyikapi masalah haji,
sementara menyangkut pengembangan madrasah terkesan sebelah mata, menurutnya ini sebagai
tindakan diskriminatif. Dicontohkan oleh beliau, di Sidrap Sulawesi Selatan, guru-guru madrasah
terkesan masih gagap menggunakan komputer, ini akibat minimnya perhatian dari Depag, termasuk
kesejahteraan para guru madrasah. Ditambahkan oleh Al Yusni, Depag lebih perhatian pada masalah
haji, daripada masalah pendidikan di bawah naungannya, mungkin karena masalah haji lebih banyak
mengurusi uangnya.
Lain halnya dengan Depdiknas, dimana departemen yang berkepentingan langusung dengan dunia
pendidikan ini telah dan akan mengadakan gebrakan yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK dalam
proses pembelajaran di sekolah dalam berbagai jenjang pendidikan. Depdiknas tahuan 2008 ini akan
mengembangkan Jejaring Pendidikan Nasional. Contoh riil yang telah ada dalam hal ini adalah seperti
sarana yang telah ditempatkan di Dinas Pendidikan Kabupaten Toba Samusir. Di sana jaringan
internet selain dipakai untuk kebutuhan dinas, jaringan internet juga dibagi-bagi ke beberapa SMP,
SMK, dan SMA lewat antena. Bandwidth dari Depdiknas internet ditempatkan di salah satu sekolah
sebagai pengelola teknis, dan sekolah tersebut kemudian membaginya ke sekolah lain.
Pada sekolah-sekolah yang telah dibilang lebih maju, dan kebanyakan berlokasi di kawasan
perkoataan, selain tersedianya laboratorium komputer dan internet, beberapa sekolah telah
melenkapinya sarana lain yang berkaitan dengan proses pembeljaran, yaitu berbagai media elektronik
lainnya. Seperti pada kondisi di SMAN 11 Kota Jambi, perangkat untuk pembelajaran kini juga lebih
maju, telah tersedia perangkat modern seperti proyektor LCD yang dilengkapi laptop, ada pengeras
suara di masing-masing kelas yang kesemuanya dikontrol oleh operator. Di sekolah ini pada setiap
jam istirahat diperdengarkan lagu-lagu lewat speaker, dengan cara ini kejenuhan siswa setelah belajar
bisa hilang.
Walaupun Depag ada yang mengatakan kurang dalam memberikan perhatian dalam pengembangan
sarana TIK di madrasah-madrasah, tetapi di beberapa madrasah di Jawa Timur kondisi sekolah yang
telah tersedia sarana komputer dan internet dibilang telah lebih maju. Di beberapa madrasah di Jatim
diketahui bahwa jumlah package computer (PC) yang dimiliki di masing-masing madrasah cukup
banyak, jumlanya berkisar antara 10 hingga 20 unit.
Ketersediaan sarana TIK sangat berpengaruh kepada guru dalam hal memilih varian sumber
pembelajaran yang dipilih. Seperti yang dikemukakan oleh Mohammad Juri, MPd. (Madura, 14
Januari 2008) yang mengatakan ketidak variativan guru dalam memilih sumber belajar, diantaranya
disebabkan oleh minimnya pengetahuaan dan kemampuan menggunakan media pembelajaran yang
maju seperti penggunaan komputer. Seperti alasan-alasan yang umum disampaikan oleh para guru,
misalnya tidak ada fasilitas komputer di sekolah, fasilitas yang tidak lengkap dikarenakan tidak dana
untuk pengadaan, dan terlebih-lebih sikap guru yang kurang pro aktif dalam menghadapi kemajuan
ICT.
Peran pengusana swasta dan BUMN sangat penting dalam mendukung dan memberikan suport dalam
dunia pendidikan kaitannya dengan pengembangan TIK dalam dunia pendidikan. Contoh konkrit
dunia bisnis yang peduli terhadap kemajuan pendidikan adalah seperti yang dinyatakan oleh Dekan
FKIP UNRI Riau Drs. Isjoni, MSi, menyatakan ada salah satu perusahaan (PT Chevron Pasifik
Indonesia) telah memberikan bantuan 15 unit komputer yang dilengkapi fasilitas internet ke
instansinya untuk pelatihan para guru di Riau, khususnya guru yang masih menenputh kuiah di UNRI.
Menurutnya semua guru diharapkan bisa belajar mengembangkan diri untuk menguasai teknologi,
jangan sampai terjadi gagap teknologi, jangan sampai murid yang yang mengajari guru guru
membuka internet.
B. Penguasaan Pemakaian Dalam Pemanfaatan TIK Bagi Guru
Dalam berbagai hasil penelitian dan tulisan mensinyalir ada sekitar 70 s/d 90% guru dalam
pemanfaatan kemajuan TIK dalam proses pembelajaran dan kegiatan lain dianggap masih gagap
teknologi. Jika kondisi ini benar demikian, alangkah menyedihkan dan bahkan menyakitkan, betapa
tidak, sebab di tengah didengungkannya pembelajaran interaktif (e-learning) yang juga harus
melibatkan guru-gurunya dalam bidang studi apapun, alangkah ironis kalau gurunya sendiri tidak
pernah sedikitpun menjamah teknologi informasi yang kini telah merambah kesemua sisi kehidupan
manusia atau dengan kata lain sudah mendunia.
Berbagai pernyataan para pejabat yang berwenang dalam dunia pendidikan menyatakan kondisi guru
yang masih memprihatinkan dalam hal menggunakan komputer, apalagi internet. Seperpti yang
dinyatakan oleh Manuntun Sagala dari Dinas Pendidikan Kabupaten Toba Samosir, guru kini banyak
yang tidak fasih menggunakan komputer, apalagi internet. Para guru menggunakan komputer sekedar
untuk mengetik dengan MS Word itupun tidak paham semua fasilitas di program itu, apalagi
mendengar Email, Browsing web, dan lainnya guru merasa asing.
Kondisi guru yang gagap TIK tidak hanya didominasi oleh para guru di luar pulau Jawa, seperti yang
ditemukan di kasus Jawa Timur, di sana sebagian besar guru-guru yang mengajar di madrasah sangat
sedikit yang memanfaakan komputer apalagi internet. Pada umumnya guru baru mampu
menggunakan komputer hanya sebatas keperluan administrasi baik kepentingan kantor maupun
kepentingan penyusunan PAK (Penetapan Angka Kredit) dalam kaitannya dengan kenaikan pangkat
jabatan fungsional guru. Di Jatim ebagian besar guru belum terbiasa menggunaan internet baik untuk
proses pembelajaran maupun kegiatan sosial lainnya.
Beberapa pakar TIK menyatakan bahwa sebenarnya manusia, termasuk guru mempunyai potensi
kecakapan dalam hal penggunaan komputer dan internet dalam pemanfaatan TIK dalam proses
pembelajaran dan kegiatan lainnya. Salah pakar tersebut menyatakan tersebut adalah Ersis
Wirmansyah Abbas dari UNLAM, Banjarmasin, mengatakan bahwa kita oleh Alloh SWT batok
kepala manusia berisi satu milyar sel saraf (neuron), setiap neuron aktif bisa berkoneksi dua puluh
ribu, jadi orang (termasuk guru) jangan lagi self-image bodoh, karena pada hakekatnya kita semua
adalah born to be a genius. Ini yang menggambarkan betapa guru-guru merasa kurang pede dalam
penggunaan dan pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran maupun dalan kehidupan sosialnya. Ini
dapat dimaklumi banyak guru masih gagap TIK dimungkinankan karena sudah tua, dan merasa sudah
tidak perlu lagi belajar yang canggih, kadang bahkan menyerahkan hal ini kepada pada guru yang
masih yunior. Ini mengingatkan kepada para instruktur pelatihan komputer dan TIK bagi para guru
dalam penyampaiannya harus lebih pada praktek daripad teori.
PR IV UNNES Semarang, Prof. Fathur Rohkman mengatakan sekitar 60 % guru SD, SMP dan SMA
belum familiar dengan komputer, terutama pendidika yang ada di pelosok dan pedesaan. Menurutnya
dari pelatihan guru yang pernah diselenggarakan di UNNES, masih banyak guru yang belum tahu
menggunakan mouse, padahal hampir semua kegiatan saat ini tidak bisa lepas dari komputer termasuk
di bidang pendidikan. Dalam kesempatan yang sama Dr. Supriadi Rustad, PR I UNNES mengatakan,
Indonesia baru sampai level applying menuju transforming, karena ICT masih dijadikan sebagai mata
pelajaran dengan dimasukkannya ke dalam kurikulum sekolah. Masyarakat dikatakan pada levev
integrating bila ICT untuk proses pembelajaran, sementara level transforming biada ICT untuk
transformasi pendidikan.
Bagian yang sedikit dalam prosentase yang sudah maju dalam pemanfaatan TIK dalam proses
pembelajaran memang telah ada di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta,
Medan dan lainnya. Seperti yang ada pada salah satu di SD di Jakarta yaitu tepatnya di SDN
Menteng 3, dimana setiap hari Rabu, murid 4A mendapat jatah untuk belajar di ruang laptop. Selama
murid belajar dengan menggunakan laptop, proses belajar menjadi sangat efektif, tidak perlu mencatat
materi pelajaran dari papan tulis, karena sudah tersistem pada laptop masing-masing. Murid tidak
bosan, dan merasa senang karena banyak gambar menarik khususnya pelajaran sains. Setelah belajar
Metematika dan IPA, boleh main game, buka internet dan kirim email. Game di sini masih ada
hubungannnya dengan pelajaran.
Menurut pengakuan adari salah satu guru di SDN Menteng 3, Harry Pujianto mengaku mengajar
dengan menggunakan laptop sangat menantang, menimbulkan rasa ingin tahu, dapat membedakan
keberhasilan pembelajaran menggunakan laptop dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan
cara konvesional. Murid lebih menyukai pelajaran Matematika dan IPA. Kondisi ini sangat berlainan
pada kondisi umumnya dimana siswa biasanya merasa takut dan tidak pede terhadap mata pelajaran
yang berbau eksakta, atau pelajaran yang melibatkan hitung-menghitung, dan juga mata pelajaran
yang menggunakan praktek dalam laboratorium seperti pembelajaran sains.
1. C. Kebijakan dan Upaya Pimpinan dalam Mendukung Pemanfaatan TIK
Kadang sebuah penghargaan maupun sertifikai bukan merupakan tujuan yang akan dicapai oleh
sebuah lembaga sekolahan, tetapi penghargaan maupun sertifikai yang diterima dapat menjadi
pendorong atau motivasi dalam pemanfaatan TIK oleh para guru, disamping sebagai kebanggaan akan
identitas sebuah sekolah yang mempunyai keunggulan dalam berkompetitif dalam dunia pendidikan.
Beberapa institusi atau lembaga baik provit maupun nonprovit dirasa perlu memberikan berbagai
penghargaan stratafikasi untuk mendorong dan memacu sekolah untuk terus mengembangkan
potensinya, khususnya dalam hal pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran yang melibatkan para
guru yang terlibat langsung. Dilapangan ditemukan perusaan bisnis BUMN telah memberikan
berbagai sertifikai yaitu PT Telkom, seperti yang terjadi pada sekolah yang telah berhasil dalam
prestasi khusus, sekolah tersebut telah mendapatkan sertifikai, seperti SMP Negeri 8 Palembang
sebagai sekolah bebas buta internet.
Peran pimpinan atau kepala sekolah sangat penting dalam memajukan sekolah, khususnya penguasaan
para guru dalam pemanfaatan TIK. Pimpinan yang tidak sigap dalam adaptasi dengan perkembangan
teknologi dapat mengakibatkan kebijakan yang menjadikan guru gagap teknologi, padahal ini bisa
jadi mengakibatkan hilangnya daya tarik dalam proses belajar. Terlebih dalam era informasi ini, tanpa
adanya kemauan untuk mengerti, menggunakan, dan mengakses bidang yang relevan dengan
keilmuannya maka fungsi guru sebagai fasilitator perkembangan ilmu akan tereduksi yang lama-lama
bisa jadi hilang, sehingga yang ada hanyalah guru yang miskin informasi.
Para kepala sekolah yang mempunyai komitmen terhadap kemajuan sekolahnya pasti melakukan
langkah-langkah konkrit dalam memajukan guru dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. Di
sekolah-sekolah yang berada di wilayah perkotaan lebih mudah dikembangkan daripada di pedesaan
yang saran dan prasaranya kadang belum lengkap atau tersedia. Di SMAN 11 Kota Jambi
misalnya, kepala sekolah dalam menerapkan dan menyambut serbuan beragam teknologi informasi,
adalah dengan membekali para guru dengan kursus komputer dan internet, tidak hanya guru yang
mengajar di labaratorium komputer saja yang harus mengerti perangakat tersebut, tetapi guru-guru
bidang lain harus mengikuti. Kondisi ini diyakini berlaku pada sekolah-sekolah lain di tanah air ini.
Kebijakan yang kita acungi jempol adalah kepada Depdiknas, dimana departemen ini akan
mempercepat pengadaan sarana TIK pada berbagai jenjang sekolah dengan akan meluncurkan
anggaran 1 triliun pada tahun 2008 ini, gebrakan ini dilakukan dengan membangun berbagai pusat
sumber atau resource center di sekolah-sekolah. Kebijakan Depdiknas ini seperti yang diungkap oleh
Lilik Gani dari staff Depdiknas. Kita akan menunggu realisasi dari kebijakan ini, jika benar adanya
harapan akan tanda-tanda keseriusan pemerintah memajukan dunia pendidikan akan terwujud,
khususnya bidang TIK di dalam dunia pendidikan.
Beberapa sekolah sebenarnya telah proaktif dalam menyiapkan sarana, dengan kebijakan tertentu,
sekolah dapat meluncurkan program maupun memulai aksi nyata. Seperti kini beberapa sekolah di
kota Solo, mulai dan telah melaunching sarana laboratorium komputer multimedia untuk
menyongsong era TIK dalam pendidikan dan telah menyiapan guru-gurunya dalam penggunaan atau
pemanfaatannya pada pembelajaran, dan pada akhirnya akan menentukan program ini akan berjalan
baik atau tidak.
Gebrakan kebijakan tidak cukup hanya pada tingkat dinas pendidikan, tetapi para kepala daerah baik
itu gubernur ataupun bupati atau walikota harus mau dan sanggup mengeluarkan kebijakan yang
signifikan dalam mamajukan dunia pendidikan khususnya dalam pemanfaatan TIK ini. Seperti pada
pemda Tanah Datar, Sumbar, telah meluncurukan programnya yaitu untuk melengkapi fasilitas
komputer di sekolah-sekolah, maka dilaksanakan program One School One Computer Laboratorium
(OSOL) satu sekolah satu laboratorium komputer. Melalui progam ini diharapkan guru maupun siswa
tidak gagap teknologi, khususnya dalam penguasaan ketrampilan komputer sebagai ciri kemajuan
suatu masyarakat.
Kebijakan pemerintah juga dipertegas oleh Menko kesra, beliau mengatakan bahwa pemerintah pada
tahuan ini akan mengalokasikan dana dari APBN sebesar 2 triliun untuk program satu komputer bagi
20 siswa di tingkat SMP dan SMA di seluruh Indonesia. Menurutnya sampai saat ini untuk murid
SMA baru 1 banding 1000, ini belum komputer yang dapat dimanfaatkan oleh para guru.
Menurut Ari Kristianawati (Sinarharapan, 29 April 2008), para guru tidak hanya gagap dalam
beradaptasi denagan kemajuan ilmu pengetahuan, mereka juga terjebak dalam kebiasaan menjadi
robot kurikulum pendidikan, sehingga prakarsa dan inisiatif para guru untuk belajar menggali metode,
bahanajar dan pola relasi belajar mengajar yang baru sangat minimalis. Rendahnya mutu atau
kapabilitas guru di Indonesia, disebabkan pertama, faktor strutural, selama orba guru dijadikan
bemper politik Golkar, agen pemenangan melalui Korpri dan PGRI. Kedua, kuatnya politik
pendidikan, mengontrol arah dan sistem pendidikan membaut apara guru seperti root yang dipenjara
melalui tugas-tugas kedinasan yang stagnan. Ketiga, rendahnya tingkat kesejahteraan guru, ini
membuat mereka tidak bisa optimal dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, dan selalu mengurusi
keluarga.
Dra. Rosmawati, MPd, Kepala SMPN 2 Dumai, menyatakan di institusinya telah dikembangkan
rintisan sekolah bertaraf interasional (SBI) dengan menerapkan program bilingual dalam praktek
belajar mengajar di sekolah. Khusus untuk guru mata pelajaran sains dan matematika, pemberian
materi dengan menggunakan bahasa inggris, disamping itu guru diwajibkan menguasai pemanfaatan
ITC.
D. Pendidikan, Pelatihan, Praktek Pemanfaatan TIK
Kebutuhan akan kemampuan para guru dalam pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran telah
direspon sangat positi oleh beberapa ekolah. Kenyataan dilapangan ditemukan bahwa beberapa
sekolah telah memberikan pelatihan dan atau mengirikan para guru menginkuti pelatihan komputer
dan internet. Ini dilakukan oleh pimpinan sekolah dengan maksud agar para guru tidak gagap terhadap
pemakaian komputer dalam pemanfaatan TIK. Seperti yang telah terjadi dan dilakukan oleh SMP
Negeri 8 Palembang, tidak hanya guru pemegang mata pelajaran TIK yang dikirim mengikuti
pendidikan pemanfaatan TIK, tetapi semua guru mata pelajaran juga dikirim untuk mengikuti
pendidikan maupun pelatihan atau kursus.
Walaupun fasilitas internet sudah ada, guru-guru telah dikirim untuk mengikuti pelatihan dan kursus
komputer dan internet, namun dilapangan ditemukan adanya kendala. Misalnya saja di beberapa
sekolah di Kabupaten Toba Samosir, guru tidak dapat mengoptimalkan pemakaiannya, mengingat
tidak adanya staf TI khusus yang ahli, sehingga berbagai kelemahan dalam penggunaan sarana TI oleh
guru tidak ada sumber untuk bertanya. Ada kasus yang dirasa lucu, dimana guru menyuruh siswa ke
warnet untuk belajar email, dan setelah siswa tersebut dapat menggunakannya, guru belajar pada
muridnya.
Peran lembaga atau institusi dilura sekolah juga sangat diperlukan dalam andilnya dalam memajukan
dunia pendikan dasar dan menengah. Mereka yang peduli telah turut aktif memberikan kemampuan
para guru dalam menggunakan komputer maupun internet, seperti pada Jurusan Teknik Informatika
FTI-ITS Surabaya telah mengadakan workshop pemrograman bagi 53 guru dari 12 madrasah dari 3
kota di Jatim. Menurut pemrakarsa kegiatan ini, ke depan para guru madrasah di Jatim tidak gagap
teknologi lagi, karena mereka telah dilatih untuk mengaplikasikan piranti lunak (software)
pembelajaran berbasis multimedia yang diharapkan dapat membantu mengembangkan pola
pembelajaran bagi siswanya.
Tidak ketinggalan apa yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Merauke Papua, daerah paling timur
wilayah Indoneisa ini telah mengadakan petihan komputer bagi guru-guru dan PNS walaupun materi
masih dalam taraf tingakat dasar. Materi yang disajikan adalah mengenai aplikasi perkantorlan (word,
excel, powerpoint, dan internet). Ini menunjukkan bahwa sebenarnya greget dari berbagai penentuk
kebijakan di daerah dalam memajukan pendidikan dengan cara memajukan guru dalam kemampuan
pemanfaatanTIK cukup baik.
Tidak hanya pelatihan praktis dan teknis dalam menndorong guru mau memanfaakan TIK yang ada
dalam pembelajaran, tetapi kegiatan yang sifatnya mendorong dan memotivasi guru juga perlu
diadakan secara terus menerus. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jatim misalnya,
lembaga ini telah mengadakan workshop Penelitian Tindakan Kelas bagi 150 guru di kabupaten
Pasuruan, Jatim. Workshop ini dimaksudkan agar semangat para guru untuk menulis dan membaca
lebih terpacu, semangat itulah yang akan otomatis mendorong guru bersinggungan dengan
pemanfaatan TI, tukasnya.
Peran perguruan tinggi sebagai gudangnya para pakar dan ahli sudah selayaknya peduli atas usaha
kemajua diinginkan oleh para guru. Seperti yang dilakukan UNILA Lampung, Drs. Rudi Ruswandi,
Msi, Ketua Jurusan Matematika UNILA, Lampung menyatakan, institusinya telah menyelenggarkan
pelatihan jejaring pendidikan nasional (jardiknas) se kota Bandar Lampung yang diikuti oleh 78
kepala sekolah. Para peserta diharapkan dapat mengambil manfaat dan kedepannya dapat
melaksanakan program sekolah yang sinergis dengan jardiknas, juga dimaksudkan agar para guru dan
kepala sekolah jangan sampai gagap teknologi dan tidak mampu memanfaatkan TIK.
E. Kendala Guru Dalam Penggunaan dan Pemanfaatan TIK
Beberapa kendala yang dihadapi guru dalam pemanfaatan TIK adalah adanya kendala internal, seperti
kesibukan jam mengajar di berbagai tempat, maupun kendala eksternal seperti ketersediaan akses
internet dan waktu pelatihan sendiri.
Kendala internal dan eksternal tersebut sebenarnya hanyalah sebuah ”pembenaran” untuk tidak
melakukan hal-hal yang dibutuhkan. Artinya, berpatokan pada peribahasa ”dimana ada kemauan
disitu ada jalan” kita memang harus mempersiapkan diri menyongsong era baru dalam berkomunikasi
dengan berbagai informasi yang ada.
Menurut Bona Simanjuntak, Aktivis Jaringan Informasi Sekolah (JIS), di salah satu kecataman di Deli
Serdang, internet dan komputer menjadi barang yang terlalu mahal dan langka. Ia dan rekannya telah
menggelar training on trainers (TOT) bagi guru-guru di kawasan sekolah kejuruan (SMK), dimana
rasio komputer dengan siswa di daerah tersebut mencapai 1:100, artinya satu komputer untuk
melayani kebutuhan 100 guru.
Ada guru-guru di Deli Serdang terpaksa mengajar komputer dengan imajinasi dan penjelasan verbal
saja, kendala ini disebabkan oleh tidak adanya fasilitas komputer sungguhan untuk digunakan siswa,
padahal belajar komputer lebih efektif melalui praktek.
Menurut Drs. Isjoni Ishaq, dekan FKIP UNRI Riau, kendala para guru dalam penggunaan komputer
dan TIK adalah ketidakmampuan guru dalam berbahasa inggris, dimana bahasa inggris sangat
dominan dipakai dalam pengoperasional komputer dan TIK. Hal ini ditekankan mengingat guru punya
andil besar dalam mencerdaskan anak bangsa.
Beberapa siswa di Surabaya mengaku merasa lebih lihai (pandai) dalam hal penggunaan telepon
seluler, ini terbukti dalam berbagai rasia yang dilakukan oleh sekolah terhadap gambar porno maupun
video porno yang ada di ponsel siswa, ternyata banyak yang lolos, tak terdeteksi, mengingat guru
banyak yang tidak pengalaman dalam hal pemakaian ponsel yang canggih daripada siswanya.
Mungkin ini disebabkan oleh daya beli guru terhadap model HP lebih rendah dari pada orang tua
siswa dalam beberapa kasus. Ini sebenarnya kendala yang yang tidak kentara bagi guru dalam hal
pemanfaatan TIK kaitannya dengan penggunaan ponsel oleh siswa.
Menurt Doni B.U., Msi., kini telah ada kesenjangan digital sebagai isu science fiction semata yang
diciptkan oleh sekelompok ekslusif manusia pemuja teknologi informasi, atau ada menyebut sebagai
digital divide. Menurutnya kesenjangan digital akhirnya hanya dipahami sebagai gap antara pemilik/
pengguna teknologi (the haves) dan mereka yang tidak memiliki atau mengunakan teknologi. Kaum
the have diyakini sebagai pihak pertama yang mengada-ada adanya istilah kesenjangan teknologi
yang mengkontraskan kelompok kedua. Hal ini bisa menimbulkan rasa pesimistik bagi para guru
dalam penggunaan dan pemanfaatan TIK.
Baskoro, dari Lembaga Pendidikan Kolose Kanisius mengatakan bahwa guru kadang dituntut agar
cepat beradaptasi dengan misi dan visi institusi yang menurut pemahamannya terlalu berat bagi guru,
karena tidak memulai dari tahapan yang tepat dalam peningkatan penguasaan penggunaan TIK bagi
guru, sementara tuntutan dan target sekolah ke jenjang nasional, bahkan internasional sebagai hal
yang kontradiktif.
Agus Nasihin, pebisnis komputer, mengatakan bahwa sekarang guru dihadapkan peda bayangan
bahwa mengunakan komputer dapat mempermudah keperluan hidup, sementara pada sisi lain
dimunculkan isu bahwa penggunaan koomputer adalah sebagai apresiasi penghargaan terhadap para
genius man yan membuat komputer itu sendiri. Ini kedengaran lucu memang, ada orang mengatakan
menggunakan komputer itu identik sebagai bentuk menglarisi produk komputer. Ini gawat, guru bisa
pasif dan apatis dalam pemanfaatan TIK.
Masih ada guru yang beranggapan tidak menggunakan komputer dan TIK dalam proses pembelajaran
bukan hal mengganggu jalannnya pelajaran, karena guru merasa tidak mendapatkan fasilitas komputer
saat mengajar, jadi inilah yang membuat mereka merasa tidak perlu untuk tahu cara menggunakan
komputer. Kasus ini terjadi pada guru-guru yang sudah berusia tua, walaupun yang guru yang yunior
pun masih ada yang gagap pada kemanjuan TIK.
Menurut Machfud dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Timur (20 April 2008), dilema
yang muncul di lapangan, dari berbagai upaya yang telah dilaksanakan untuk membantu para guru
mengenala TIK, terganjal di tengah jalan, penyebabnya adalah; 1) takut akan kesalahan yang
diperbuat, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan media; 2) merasa usianya sudah tua, sehingga
kurang bermanfaat bagi dirinya; 3) kurang memahami bahasa teknik TI (bahasa inggris); 4)
banyaknya rutinitas di luar pelajaran TIK.
Menurut Gunawan (Jawa Pos, 26 Januari 2008), di lapangan tenaga pendidik hanya banyak disuguhi
berbagai diklat, pelatihan dengan materi yang berkisar pada kurikulum, pakem (contextual learning),
MBS (manajemen berbasis sekolah) dan materi lain yang berhubungan langsung dengan tugas guru di
kelas. Jarang ada pelatihan guru yang bersifat pembekalan tentang suatu ketrampilan atau keahlian
khusus, misalnya aplikasi TIK, padahal pelatihan seperti ini tidak kalah penting dan bermanfaat bagi
guru, terutama guru yang masih gagap teknologi. Menurutnya ada beberapa faktor yang menjadikan
para guru masih gagap TIK, pertama, Lokasi, bagi guru yang mengajar di daerah terpencil, teknologi
canggih seperti komputer bukanlah sesuatu yang urgen untuk dikuasai karena kebutuhan untuk
menggunakan sangat rendah. kedua, kesadaran yang asih rendah mengenai mengenari ati penting
teknologi untuk menunjang profesi guru dalam menyelesaikan tugas, Ketiga, tidak adanya
eksempatan dan peluang untuk bisa lebih dekat dengan teknologi canggih.
Menurut TH Aribowo, Guru SMKN 3 Banjarbaru, Kalsel (Radar Banjarmasin. 28 Maret 2008) faktor
penghambat guru dalam memanfaatkan ICT adalah pertama, ketidakadanya komputer baik laptop
maupun PC sehingga dirasa masih belum seimbang peralatan yang disediakan di sekolah sementara
komputer pribadi belum punya. Kedua, adalah faktor penghampat yang ada hubungannya dengan rasa
malas karena tidak adanya waktu untuk mempelajari. Ini terjadi karena guru yang baik dan benar
harus menguasai 10 kompetensi guru, waktu 24 jam masih kurang karena banyaknya kewajiban yang
hrus dipenuhi.
Sumber: http://www.sunarnomip.staff.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=13
&Itemid=26#CommentForm

Anda mungkin juga menyukai