Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

LUMPUR AKTIF KONVENSIONAL

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum Pengolahan Limbah Industri

Dosen Pembimbing : Ir. Endang Kusumawati, MT

Disusun Oleh :

Muhamad Aliyudin M 101411044


Muhammad Iqbal Alkindi 101411046
Nurul Aini Kesuma W 101411047
Nurul Anisa Hakim 101411048
Raihan Khairan 101411049

Kelompok : III (Tiga)

Kelas : 3 B
Tanggal praktikum : 10 Oktober 2012

D3-TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2012
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Metode pengolahan air limbah dengan menggunakan sistem Lumpur Aktif
Konvensional merupakan metode yang banyak digunakan dlaam pengolahan air limbah
indsutri. Terdapat beberapa alasan yang mendasari hal tersebut yakni efisiensi pengolahan
cukup tinggi (penyisishan BOD + 85%), desain reaktornya sederhana, dan rentang dari jenis
limbah cair yang dapat diolah cukup luas. Alasan yang lain yaitu kandunga organik dalam air
limbah industri masih berada dalam rentang yang sesuai untuk dioalh dengan menggunakan
metode ini.
Perkembangan industri di Indonesia pada saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan
semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti
industri kertas, tekstil, makanan, dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan tersebut,
maka semakin banyak pula hasil samping yang diproduksi sebagai limbah. Banyaknya limbah
dapat menyebabkan terjadinya pencemaran, terutama limbah cair yang dapat mencemari
sistem perairan seperti sungai. Dengan demikian limbah cair yang dikeluarkan harus memiliki
baku mutu untuk mencegah pencemaran. Jika terjadinya pencemaran, hal ini harus
ditanggulangi (dicegah) dengan mengolah limbah yang dikeluarkan agar sesuai dengan baku
mutu.
Salah satu parameter yang sering digunakan sebagai tolak ukur tercemarnya suatu sungai
adalah COD (Chemical Oxygen Demand), pH, DO (Disolved Oxygen), dan temperatur yang
mengacu pada baku mutu yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan mengetahui nilai
parameter suatu limbah cair, maka dapat diketahui limbah tersebut dapat berpotensi
mencemari sungai atau tidak.

1.2. Tujuan
1. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik dalam lumpur aktif dan
konsentrasi kandungan organik setelah percobaan berlangsung selama seminggu.
2. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang
mewakili kandungan mikroorganisme lumpur aktif.
3. Menentukan konsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah dalam
lumpur aktif.
4. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bahan organik yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam
lumpur aktif terhadap kandungan bahan organik mula-mula.
BAB II
PUSTAKA

Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara anaerobik dam
secara aerobik. Pada pengolahan air limbah secara anaerobik mikroorganisme pendekomposisi
bahan-bahan organik dalam air limbah akan terganggu pertumbuhannya atau bahkan akan
mati jika terdapat oksigen bebas (O2) dalam sistem pengolahannya. Dalam pengolahan air
limbah secara aerobik mikroorganisme mengoksidasi dan mendekomposisi bahan-bahan
organik dalam air limbah dengan menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan
batuan enzim dalam mikroorganisme. Pada waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan
energi sehingga mikroorganisme baru dapat bertumbuh.
Berdasarkan pertumbuhan mikroba dalam peralatan pengolahan air limbah terdapat dua
macam pertumbuhan mikroorganisme yakni pertumbuhan secara tersuspense dan
pertumbuhan secara terlekat. Pertumbuhan mikroba secara tersuspensi adalah tipe
pertumbuhan mikroba dimana mikroba pendegradasi bahan-bahan organik bercampur secara
merata dengan air limbah dalam perlatan pengolah air limbah. Sedangkan pertumbuhan
mikroba secara terlekat adalah jenis pertumbuhan mikroba yang melekat pada bahan pengisi
yang terdapat pada peralatan pengolah air limbah. Contoh peralatan pengolah air limbah
secara anaerobik yang menggunakan sistem pertumbuhan mikroba tersuspensi diantaranya
yaitu Laguna Anaerobik dan Up-Flow Acaerobic Sludge Blanket. Sedangkan filter anaerobik,
dan anaerobic fluidized bed reactor merupakan contoh peralatan pengolah air limbah/reaktor
yang menggunakan sistem pertumbuhan mikroba tersuspensi secara aerobik diantaranya yaitu
lumpur aktif dan Laguna Teraerasi. Sedangkan reaktor yang menggunakan sistem
pertumbuhan mikroba terlekat secara aerobik diantaranya yaitu Trickling Filter, dan Rotating
Biological Contactor.
Reaksi dekomposisi/ degradasi bahan organik secara aerobik dan reaksi pertumbuhan
mikroorganisme yang terjadi dalam sistem pengolahan air limbah ditunjukkan sebagai berikut:
[bahan organik] + O2 + nutrisi CO2 + NH3 + mikroba baru + produk akhir yang lain
.....(1)
Mikroba

[mikroba] + 5 O2 5C O2 +2H2O + NH3 + Energi ................(2)


Dengan demikian proses dekomposisi bahan organik terjadi bersamaan dengan
pertumbuhan mikroorganisme.
Proses degradasi bahan-bahan organik dan proses pertumbuhan mikroba dapat
berlangsung dengan baik jika terdapat kondisi lingkungan yang mendukung. Derajat
keasaman (pH) yang relatif netral, yaitu pH 6,5 – 8,0; suhu normal, yaitu dalam rentang 25 -
35oC; dan tidak terdapat senyawa toksik yang merugikan. Kondisi lingkungan di atas dan
tersedianya perlatan pengolah air limbah merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk
berlangsungnya proses pengolahan secara efektif.
Proses pengolahan secara biologi yang paling sering digunakan adalah proses
pengolahan dengan menggunakan lumpur aktif. Metode ini memanfaatkan kerja mikroba aktif
yang mendegradasi bahan-bahan organik secara aerobik. Karena mikroba aktif wujud fisiknya
menyerupai lumpur maka kemudian disebut lumpur aktif. Selain metode Lumpur Aktif secara
konvensional terdapat modifikasi metode lumpur aktif seperti Oxidation Ditch, Extended
Aeration Activated Sludge, Sequencing Batch Reactor, dan Contact Stabilization. Namun pada
prinsipnya semua metodologi mempunyai fungsi yang serupa sehingga kemiripan komponen-
komponen unitnya. Terdapat empat komponen dalam metode Lumpur aktif yaitu tangki
aerasi, tangki pengendap, sistem pengendalian lumpur, dan sistem pembubuhan nutrisi. Ketiga
komponen unit dilakukan secara otomatis tetapi unit pembubuhan nutrisi biasanya dilakukan
secara manual.
Sistem Lumpur aktif konvensional sudah dikenal masyarakat industri sejak lama. Dalam
aplikasi di lapangan/industri alur pengoperasian proses lumpur aktif konvensional dapa dilihat
pada gambar 1. Tangki aerasi umumnya terbuat dari beton atau pelat besi berbentuk persegi
panjang atau bulat.
Kolam Tangki aerasi Kolam
Air sudah diolah udara
Sedimentasi sedimenta
primer si akhir

Lumpur
berlebih

Lumpur kembali

Ke proses pengolahan
lumpur

Gambar 1. Aliran proses lumpur aktif konvensional

Penyuntikan udara ke dalam tangki aerasi dilakukan secara difusi (penyemprotan) atau
secara mekanis atau gabungan keduanya. Di depan Tangki Aerasi terdapat Tangki
Pengendapan/Sedimentasi Primer dan di belakang Tangki Aerasi terdapat tangki sedimentasi
akhir. Sedimentasi primer diperuntukan bagi pengendapan partikel-partikel padatan
terendapkan (settleable solid) yang berukuran 1,2µm. Sedangkan tangki sedimentasi akhir
yang biasa disebut dengan Clarifier berfungsi untuk mengembalikan sebagian lumpur aktif
yang terbawa oleh aliran efluen. Sekitar 2-30% lumpur yang masuk ke dalam Clarifier dikirim
kembali ke tangki aerasi sedangkan lumpur yang lainnya dibiarkan selama 2 -3 jam dalam
tangki sedimentasi akhir untuk diendapkan. Setelah diendapkan sedimen lumpur dalam
Clarifier dikerok dan dibuang dalam lumpur. Lumpur dalam pengumpul lumpur dibuang
dengan cara pengentalan (thickening) dan dehidrasi.
Nutrisi/makanan yang diberikan bagi mikroorganisme pendegradasi limbah dalam
lumpur aktif konvensioanal diberikan sesuai dengan perbandingan BOD:N:P = 100:5:1.
Glukosa digunakan sebagai sumber karbon, KNO3 sebagai sumber nitrogen, KH2PO4 sebagai
sumber phospor. Dalam percobaan ini nutrisi yang diberikan bagi mikroba berupa limbah air
sintetis. Hal ini dimaksudkan agar penentuan efisiensi pengolahan limbah dalam lumpur aktif
konvensional dapat dihitung dengan lebih akurat.
Air limbah beserta mikroba tersuspensi dalam air limbah tersebut biasnya disebut
dengan mixed liquor. Untuk mengetahui kuantitas mikroba pendekomposisi atau pendegradasi
air limbah maka ditentukan dengan mengukur kandungan padatan tersuspensi yang mudah
menguap (mixed liquor volatile suspended solids/MLVSS) dalam reaktor. Rasio kuantitas
nutrisi yang ditambahkan ke dalam mixed liquor terhadap kuantitas mikroba tersuspensi
digunakan sebagai ukuran sehat tidaknya pertumbuhan mikroba tsb. Rasio food to
microorganism (F/M) yang ideal untuk sistem lumpur aktif konvensional berkisar antara 0,2 –
0,5 kg BOD/hari//kg MLVSS. Jika rasio F/M terlalu besar maka akan terdapat dominasi
pertumbuhan bakteri filamen yang menyebabkan lumpur aktif sulit mengendap. Jika F/M
terlalu kecil maka akan terbentuk busa yang berasal dari pertumbuhan bakteri yang berbentuk
busa. Maka nilai F/M yang ideal merupakan parameter kunci yang menjadi acuan
keberhasilan pengoprasian sistem lumpur aktif.
Penetapan COD (Chemical Oxygent Demand)
COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Penetapan MLVSS
Konsentrasi biomassa atau organisma dinyatakan dalam mg/L VSS (Volatile Suspended
Solid). Prinsip pengukuran berdasarkan gravimetri, yaitu analisa berdasarkan penimbangan
berat dan dilakukan dengan cara penyaringan, pemanasan dan penimbangan.
BAB IV
DATA PENGAMATAN

 Temperatur
Sebelum penambahan nutrisi = 24oC
Setelah penambahan nutrisi = 23,9oC
 pH
sebelum penambahan nutrisi = 7.80
setelah penambahan nutrisi = 7.64

 Penentuan Kandungan MLVSS


sebelum penambahan nutrisi
No Massa Satuan (gram)
1 Cawan pijar setelah dipanaskan (a) 29,4538
2 Kertas saring setelah dipanaskan (b) 1,0752
3 Cawan pijar berisi endapan setelah di oven (c) 31,5383
4 Cawan pijar berisi endapan setelah di furnace (d) 31,2041

 Penentuan Kandungan COD


No Sampel lumpur aktif Volume FAS (mL)
1 Blanko sebelum penambahan nutrisi 3,40
2 Sampel sebelum penambahan nutrisi (1) 3,30
3 Sampel sebelum penambahan nutrisi (2) 3,25
4 Blanko setelah penambahan nutrisi 1,40
5 Sampel setelah penambahan nutrisi (1) 1,10
6 Sampel setelah penambahan nutrisi (2) 1,10
BAB V
PENGOLAHAN DATA

5.1. Penentuan Konsentrasi Nutrisi Bagi Mikroorganisme


Diketahui : BOD = 500 mg/L
BOD : N : P = 100 : 5 : 1
Volume tangki lumpur = 15 L
Reaksi :

 Berat glukosa yang ditambahkan :


Mr C6H12O6 = 180 g/mol
Mr 6O2 = 192 g/mol



 Berat KNO3 sebagai N yang ditambahkan :


Mr KNO3 = 101 g/mol
Ar N = 14 g/mol




 Berat KH2PO4 sebagai P yang ditambahkan :
Mr KH2PO4 = 136 g/mol
Ar P = 31 g/mol



5.2. Penentuan Kandungan MLVSS


 TSS (Total Suspended Solid)
( ( ))

( )

 VSS (volatile Suspended Solid)


( )

( )

 FSS (Fixed Suspended Solid)

⁄ ⁄

5.3. Perhitungan COD (Chemical Oxygent Demand)


( )
dengan,
a = mL FAS untuk blanko
b = mL FAS untuk sampel
c = normalitas FAS (0,08 N)
d = berat equivalen oksigen (8)
p = pengenceran
 COD sebelum penambahan nutrisi
( )

( )
(1) ⁄

⁄ ⁄

( )
(2) ⁄

⁄ ⁄

 COD setelah penambahan nutrisi


( )

( )
(1) ⁄

⁄ ⁄

( )
(2) ⁄

⁄ ⁄
5.4. Perhitungan Efisiensi Pengolahan (%)
Parameter : COD

⁄ ⁄
(1) ⁄

⁄ ⁄
(2) ⁄
BAB VI
PEMBAHASAN
Oleh Muhamad Aliyudin M (101411044)
Oleh Muhammad Iqbal Alkindi (101411046)
Oleh Nurul Aini Kesuma Wardhani (101411047)

Pada praktikum yang dilakukan praktikan bertujuan untuk mengetahui kualitas suatu
limbah dengan menggunakan beberapa parameter yaitu COD (Chemical Oxygen Demand),
pH, dan temperatur. Metoda pengolahan limbah yang digunakan adalah menggunakan lumpur
aktif sebagai mikroorganisma pendegradasi oksigen. Didapatkan nilai pH sebelum diberi
nutrisi dan setelah diberi nutrisi berturut-turut adalah 7.8 dan 7.64, sedangkan temperatur
adalah 24 dan 23.9 oC.
Tahap awal yang dilakukan adalah menentukan nilai COD awal dari sampel dengan
mencampurkan sampel, pereaksi kalium bikromat, dan pereaksi asam sulfat pekat.
Penambahan pereaksi kalium bikromat tersebut berfungsi sebagai oksidator, sedangkan
pereaksi asam sulfat pekat sebagai pemberi suasana asam. Pemberi suasana asam disini
bertujuan agar proses oksidasi terjadi secara optimal, karena pada suasana asam banyak
mengandung ion H+. Tahap yang dilakukan adalah pembuatan blanko sebagai pembanding.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan praktikan didapatkan nilai COD awal (nilai COD
sebelum media ditambahkan nutrisi) adalah sebesar 768 mg O2/L dan nilai COD akhir (setelah
penambahan nutrisi) adalah sebesar 1024 mg O2/L dan didapatkan efisiensi pengolahan
sebesar 33,46%.
Tahap selanjutnya adalah penentuan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid
(MLVSS) yang mewakili kandungan mikroorganisma dalam lumpur aktif. Pada tahap ini
langkah awal yang dilakukan adalah pemberian nutrisi bagi lumpur aktif yaitu dengan
penambahan glukosa sebagai sumber karbohidrat, KNO3 sebagai sumber nitrogen, dan
KH2PO4 sebagai sumber pospor. Takaran penambahan masing-masing senyawa ditentukan
berdasarkan persamaan reaksi stokhiometri dan didapatakan berat glukosa sebesar 7,0313 gr,
KNO3 sebesar 2,7054 gr, dan KH2PO4 sebesar 0,3290 gr. Setelah didapatkan berat dari
masing-masing senyawa kemudian dilarutkan dengan air dan ditambahkan ke dalam tangki
lumpur aktif sebagai sumber nutrisi, kemudian dilakukan aerasi selama 30 menit agar nutrisi
tersebut merata diseluruh bagian tangki dan berfungsi juga sebagai suplai oksigen bagi
mikroba aeorobik yang terdapat di dalam tangki lumpur aktif. Langkah selanjutnya adalah
penyaringan dan pemanasan sampel dengan oven pada suhu 150 oC selama + 1 jam, hal ini
bertujuan untuk menguapkan air sehingga padatan tersuspensi (TSS) dapat diketahui dengan
metoda gravimetri. Selanjutnya kertas saring tersebut difurnace dengan suhu 600 oC, hal ini
bertujuan untuk menguapkan mikroba sehingga dapat diketahui nilai VSS (Volatile Suspended
Solid) atau padatan yang teruapkan yang strukturnya seperti zat organik. Setelah difurnace
didalam cawan pijar masih terdapat abu yang merupakan FSS (Fixed Suspended Solid) atau
kandungan anorganiknya. Nilai FSS ini dapat diketahui dari selisih antara TSS dan VSS.
Berdasarkan percobaan didapatkan nilai TSS, VSS, dan FSS berturut-turut adalah 14.842,65
mg/L, 4.914,71 mg/L, dan 9.927,94 mg/L.
Oleh Nurul Anisa Hakim (101411048)
Oleh Raihan Khairan (101411049)
DAFTAR PUSTAKA

Budiastuti, Herawati. ____. Jobsheet Praktikum Pengolahan Limbah Industri Modul Lumpur
Aktif Konvensional. Bandung : Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung
Metcalf & Eddy.1991. Wastewater Engineering, treatment,disposal, and reuse. Singapore: Mc
Graw Hill Book Co.
Sawyer, CN, McCarty,PL, Prankin.1994. Chemistry for Environtmental Engineering.
Singapore: Mc Graw Hill Book Co.
Jemai. 1991. Pengetahuan Dasar pada Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Air. 2nd
ed. Pp 188-206. JETRO

Anda mungkin juga menyukai