Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Umum

Pada tahun 1600, William Gilbert dari Inggris yang membuat eksperimen

sistematis pertama tentang fenomena listrik dan medan magnet. Gilbert jugalah

yang pertama menyatakan bahwa bumi sendiri adalah sebuah magnet yang sangat

besar. Beberapa penemu juga ikut memberikan andil yang besar pada proses

penemuan antena seperti Benjamin Franklin (Amerika Serikat, 1750), Charles

Augustin de Coulomb (Prancis), Karl Fried Gauss (Jerman), Alessandro Volta

(Italia, 1800), Michael Faraday (Inggris, 1831) dan James C. Maxwell (1873),

walaupun penemuan Maxwell sangat penting bagi pengetahuan elektromagnetik

modern, tetapi banyak scientist pada masanya yang meragukan kebenaran

teorinya tersebut. Memerlukan lebih dari satu dekade hingga teori Maxwell

diperhatikan kembali oleh Heinrich Rudolf Hertz (Jerman) [1].

Ketertarikan Hertz pada gelombang dihargai, dan pada tahun 1886,

sebagai salah seorang profesor pada Technical Institute in Karlshure, dia

mengumpulkan alat yang akan menyempurnakan sistem radio dengan end loaded

dipole sebagai antena pengirim dan resonant square lop sebagai antena penerima.

Selama dua tahun, dia memperluas percobaannya dan mulai mendemonstrasikan

refleksi, refraksi dan polarisasi, yang menunjukkan bahwa selain perbedaan

panjang gelombang, gelombang radio adalah sama dengan cahaya yaitu sama-

sama gelombang elektromagnetik dan percobaan Hertz tersebut mengubah

pandangan orang terhadap penemuan Maxwell [1].

6
Walaupun Hertz sering disebut sebagai ‘bapak radio’, namun selama

hampir satu dekade, penemuannya hanya tertinggal di laboratorium,

keingintahuan Guglielmo Marconi (yang pada saat itu berusia 20 tahun) yang

melihat majalah tentang eksperimen Hertz, apakah gelombang Hertz itu bisa

digunakan untuk mengirimkan pesan. Dia menjadi terobsesi dan melakukan

penelitian di rumahnya. Dia mengulang eksperimen Hertz dan berhasil. Setelah

itu ia mencobanya dengan antena yang lebih besar untuk jarak yang lebih jauh.

Pada tahun 1901, ia mengumumkan kepada dunia bahwa ia telah menerima sinyal

radio di Newfoundland, Canada, yang dikirimkan dari seberang samudera atlantik

dari sebuah stasiun yang telah dibangun nya dari Cornwall, Inggris [1].

2.2 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang mempunyai sifat

listrik dan sifat magnet secara bersamaan. Gelombang radio merupakan bagian

dari gelombang elektromagnetik pada spectrum frekuensi radio.

Gelombang dikarakteristikkan oleh panjang gelombang dan frekuensi.

Panjang gelombang (λ) memiliki hubungan dengan frekuensi (ƒ) dan kecepatan

(ν) yang ditunjukkan pada Persamaan 2.1 [2] :

= (2.1)

Kecepatan (ν) bergantung pada medium. Ketika medium rambat adalah hampa

udara (free space), maka [2] :

7
v = c = 3 x 108 m/s (2.2)

2.3 Pengertian Antena

Antena adalah perangkat media transmisi wireless (nirkabel) yang

memanfaatkan udara atau ruang bebas sebagai media penghantar. Antena

mempunyai fungsi untuk merubah energi elektromagnetik terbimbing menjadi

gelombang elektromagnetik ruang bebas (gelombang mikro) yang merupakan

fungsi antena sebagai transmitter (Tx). Energi listrik dari transmitter dikonversi

menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh sebuah antena yang kemudian

gelombang tersebut dipancarkan menuju udara bebas. Pada receiver (Rx) akhir

gelombang elektromagnetik dikonversi menjadi energi listrik dengan

menggunakan antena. Gambar 2.1 menunjukkan antena sebagai pengirim dan

penerima.

Antena Antena

Gelombang Elektromagnetik

Rx
Tx

Gambar 2.1 Antena Sebagai Pengirim dan Penerima

2.4 Parameter Karakteristik Antena

Parameter karakteristik antena digunakan untuk menguji atau mengukur

performa antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan beberapa parameter

antena yang sering digunakan yaitu direktivitas antena, gain antena, pola radiasi

8
antena, polarisasi antena, beamwidth antena, bandwidth antena, impedansi antena

dan voltage standing wave ratio (VSWR).

2.4.1 Direktivitas Antena

Direktivitas, pengarahan dari sebuah antena adalah perbandingan

kerapatan daya maksimum terhadap daya rata-rata yang menembus seluruh kulit

bola yang diamati pada medan jauh. Nilai D diperoleh melalui persamaan [3] :

( ,∅)
= = ( ,∅)
(2.3)

2.4.2 Gain Antena

Gain (directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan

kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya atau penerimaan sinyal dari

arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada

umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan.

Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah decibel [4].

Gain dari sebuah antena adalah kualitas nyala yang besarnya lebih kecil

daripada penguatan antena tersebut yang dapat dinyatakan dengan [5] :

Gain = G = k. D (2.4)

Dimana :

k = efisiensi antena, 0 ≤ k ≤1

9
Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan

membandingkan power-nya dengan power pada antena referensi. Gain antena

diukur dalam satuan decibel. Decibel dapat ditetapkan dengan dua cara yaitu [6] :

a. Ketika mengacu pada pengukuran daya (power)

= 10 (2.5)

b. Ketika mengacu pada pengukuran tegangan (volt)

= 20 (2.6)

Gain antena biasanya diukur relatif pada :

1) dBi (relatif pada radioator isotropic)

2) dBd (relatif pada radioator dipole)

Hubungan antara dBi dan dBd adalah sebagai berikut [6] :

0 dBd = 2,15 dBi (2.7)

Umumnya dBi digunakan untuk mengukur gain sebuah antena.

Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum

antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya. Maka dapat

dituliskan pada persamaan [3]:

( )
= ( )
× ( ) (2.8)

Atau jika dihitung dalam nilai logaritmik dirumuskan oleh persamaan [3] :

Gt (dB) = [Pt(dBm) – Ps(dBm)] + Gs(dB) (2.9)

10
Dimana :

Gt = Gain total antena.

Pt = Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena terukur (dBm).

Ps = Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena referensi (dBm).

Gs = Gain antena referensi.

2.4.3 Pola Radiasi Antena

Pola radiasi antena pada umumnya terdiri dari sebuah lobe utama (main

lobe) dan beberapa lobe kecil (minor lobe). Lobe utama merupakan gambaran

kualitas antena yang menunjukkan energi yang tersalurkan sesuai dengan yang

diinginkan (Gambar 2.2). Diagram arah sebenarnya tiga dimensi, tetapi biasa

digambarkan sebagai dua dimensi, yaitu dua penampangnya saja yang saling

tegak lurus berpotongan pada poros main lobe [1].

Gambar 2.2 Pola Radiasi Antena Directional

2.4.4 Polarisasi Antena

Polarisasi antena merupakan orientasi perambatan radiasi gelombang

elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena di mana arah elemen antena

11
terhadap permukaan bumi sebagai referensi arah. Dalam jaringan wireless,

polarisasi dipilih dan digunakan untuk mengoptimalkan penerimaan sinyal yang

diinginkan dan mengurangi derau dan interferensi dari sinyal yang tidak

diinginkan.

Polarisasi dari sebuah antena menginformasikan ke arah mana medan

listrik memiliki orientasi dalam perambatannya. Ada tiga macam polarisasi secara

garis besarnya yaitu polarisasi linier, eliptis dan circular.

a. Polarisasi Linier

Polarisasi linier terdiri dari polarisasi vertikal dan polarisasi horisontal.

Arah dari polarisasi ditentukan oleh arah dari medan listrik. Polarisasi linier,

artinya, dengan berjalannya waktu arah dari medan listrik tidak berubah, hanya

orientasinya saja.

Gambar 2.3 menunjukkan sebuah gelombang yang memiliki polarisasi

linier yang vertikal. Medan listrik terletak secara vertikal. Di gambar, arah medan

listrik selalu menunjuk ke arah sumbu x positif atau negatif (Ex) dan arah medan

magnet-nya selalu ke sumbu y positif atau negatif (Hy). Polarisasi linier yang

horisontal merupakan kebalikan dari vertikal. Medan listrik terletak horisontal

(arah sumbu y) [7].

Gambar 2.3 Polarisasi Linier

12
b. Polarisasi Eliptis

Berbeda dengan polarisasi linier, pada gelombang yang mempunyai

polarisasi eliptis, dengan berjalannya waktu dan perambatan, medan listrik dari

gelombang itu melakukan putaran dengan ujung panah-panahnya terletak pada

sebuah permukaan silinder dengan penampang elips.

Pada kasus tertentu panjang sumbu utama dari penampang elips tersebut

sama, sehingga berbentuk lingkaran. Gambar 2.4 menunjukkan orientasi dari

medan listrik (E) yang terpolarisasi eliptis [7].

Gambar 2.4 Polarisasi Eliptis

c. Polarisasi Circular

Polarisasi circular pernah digunakan pada beberapa jaringan wireless.

Dengan antena berpolarisasi circular, medan elektromagnetik berputar secara

konstan terhadap antena [8]. Gambar 2.5 menunjukkan polarisasi circular.

13
Gambar 2.5 Polarisasi Circular

Ada dua jenis turunan pada antena polarisasi circular berdasarkan cara

membuatnya yaitu left hand circular dan right hand circular. Medan

elektromagnetik pada right hand circular berputar searah jarum jam ketika

meninggalkan antena. Medan elektromagnetik pada left hand circular berputar

berlawanan arah jarum jam ketika meninggalkan antena.

2.4.5 Beamwidth Antena

Beamwidth adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi

radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe

utama [5]. Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut [8] :

,
= .
(2.10)

14
Dimana :

B = 3 dB beamwidth (derajat)

= frekuensi (GHz)

d = diameter antena (m)

Gambar 2.6 menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main

lobe, nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor 2) dan lobe sisi belakang

(back lobe, nomor 3). Half Power Beamwidth (HPBW) adalah daerah sudut yang

dibatasi oleh titik-titik setengah daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum

pada lobe utama. First Null Beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang

diantara dua arah pada main lobe yang intensitas radiasinya nol.

Gambar 2.6 Beamwidth Antena

2.4.6 Bandwidth Antena

Bandwidth suatu antena didefinisikan sebagai rentang frekuensi dimana

kerja yang berhubungan dengan berapa karakteristik (seperti impedansi masukan,

15
pola, beamwidth, polarisasi, gain, efisiensi, VSWR, return loss, axial ratio)

memenuhi spesifikasi standar [9].

Gambar 2.7 Bandwidth Antena

Dari Gambar 2.7 diketahui f1 adalah frekuensi bawah, f2 adalah frekuensi

atas dan fc merupakan frekuensi tengah. Dengan melihat Gambar 2.7 bandwidth

dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut ini [8] :

%= × 100% (2.11)

Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan

untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band).

Sedangkan untuk band yang lebar (broad band) biasanya digunakan definisi rasio

antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.

2.4.7 Impedansi Antena

Impedansi antena didefinisikan sebagai perbandingan antara medan

elektrik terhadap medan magnetik pada suatu titik [5]. Dengan kata lain pada

sepasang terminal maka impedansi antena bisa didefinisikan sebagai

perbandingan antara tegangan terhadap arus pada terminal tersebut.

16
V
ZT  (2.12)
I

Dimana :

ZT = impedansi terminal

V = beda potensial terminal

I = arus terminal

2.4.8 Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)

Pada saat sinyal merambat ke arah tertentu dalam saluran transmisi, maka

perbandingan antara tegangan dan arus sinyal dapat dipandang sebagai impedansi

karakteristik saluran. Akan tetapi setelah sinyal mencapai ujung saluran dimana

beban berada, keadaan akan lain tergantung pada kondisi beban tersebut.

Bila besar impedansi beban tepat sama dengan impedansi karakteristik

saluran, maka daya sinyal yang datang ke beban akan diserap seluruhnya oleh

beban. Tetapi bila besar impedansi beban tidak sama dengan impedansi

karakteristik saluran, maka sebagian sinyal yang datang ke beban itu akan

memantul dan kembali menuju ke sumbernya semula. Besarnya sinyal yang

dipantulkan kembali menuju sumber ini bergantung kepada bagaimana

ketidaksamaan antara impedansi karakteristik saluran terhadap impedansi beban.

Perbandingan antara level tegangan yang datang menuju beban dan yang

kembali ke sumbernya disebut koefisien pantul atau koefisien refleksi yang

dinyatakan dengan simbol Γ.

17
Harga koefisien pantul ini dapat bervariasi antara 0 sampai 1. Jika bernilai

0 artinya tidak ada pantulan dan jika bernilai 1 artinya sinyal yang datang ke

beban seluruhnya dipantulkan kembali ke sumbernya. Hal ini dinyatakan dalam

persamaan [8] :

V
  (2.13)
V

Hubungan antara koefisien refleksi, impedansi karakteristik dan impedansi

beban dapat dituliskan [8] :

Z L  Zo
 (2.14)
Zl  Zo

Pantulan daya pada saluran yang direpresentasikan dengan adanya

tegangan pantul dan arus pantul di sepanjang saluran akan bertemu dengan

gelombang datang dan menimbulkan gelombang resultan yang disebut dengan

gelombang berdiri (standing wave). Gelombang berdiri memiliki tegangan

maksimum dan minimum dalam saluran yang besarnya tergantung pada tegangan

maupun arus pantul. Perbandingan antara tegangan maksimum terhadap tegangan

minimum ini disebut voltage standing wave ratio (VSWR). Secara sederhana

VSWR dapat dituliskan sebagai [8] :

Vmax
VSWR  (2.15)
Vmin

VSWR merupakan parameter yang menentukan kualitas dari transmisi

suatu sinyal dari sumber ke beban. Besar nilai VSWR yang ideal adalah 1, yang

artinya dalam saluran tidak ada gelombang pantul atau semua daya yang

18
diradiasikan antena pemancar diterima semua oleh antena penerima. Semakin

besar nilai VSWR menunjukkan daya yang dipantulkan semakin besar. Gambar

2.8 menunjukkan gambar VSWR. Hubungan VSWR dengan koefisien refleksi

dapat dituliskan [8] :

1 
VSWR  (2.16)
1 

Amplitudo

s
t
Gambar 2.8 Voltage Standing Wave Ratio

2.5 Antena Isotropis

Antena isotropis merupakan sumber titik yang memancarkan daya ke

segala arah dengan intensitas yang sama, seperti permukaan bola. Karena itu

dikatakan pola radiasi antena isotropis berbentuk bola. Antena ini tidak ada dalam

dunia nyata dan hanya digunakan sebagai dasar untuk merancang dan

menganalisa struktur antena yang lebih kompleks. Gambar 2.9 menunjukkan

gambar antena isotropis [10].

19
Gambar 2.9 Antena Isotropis

2.6 Antena Directional

Berdasarkan direktivitasnya, antena directional dibagi menjadi antena

unidirectional dan antena omnidirectional. Antena unidirectional adalah antena

yang memancarkan dan menerima sinyal hanya dari satu arah. Sedangkan antena

omnidirectional adalah antena yang memancarkan dan menerima sinyal dari

segala arah.

2.6.1 Antena Unidirectional

Antena unidirectional memancarkan dan menerima sinyal hanya dari satu

arah. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk pola radiasinya yang terarah. Antena

unidirectional mempunyai kemampuan direktivitas yang lebih dibandingkan

jenis-jenis antena lainnya. Kemampuan direktivitas ini membuat antena ini lebih

banyak digunakan untuk koneksi jarak jauh. Dengan kemampuan direktivitas ini

membuat antena mampu mendengar sinyal yang relatif kecil dan mengirimkan

sinyal lebih jauh. Umumnya antena unidirectional mempunyai spesifikasi gain

20
tinggi tetapi beamwidth kecil. Hal ini menguntungkan karena kecilnya beamwidth

menyebabkan berkurangnya derau yang masuk ke dalam antena. Semakin kecil

bidang tangkapan (aperture), semakin naik selektivitas antena terhadap sinyal

wireless yang berarti semakin sedikit derau yang ditangkap oleh antena tersebut.

Beberapa macam antena unidirectional antara lain antena Yagi-Uda, antena

parabola, antena Helix, antena log-periodic, dan lain-lain [1]. Gambar 2.10

memperlihatkan contoh antena unidirectional.

Gambar 2.10 Contoh Antena Unidirectional

2.6.2 Antena Omnidirectional

Antena omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala

arah dengan daya yang sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang luas, gain

antena omnidirectional harus memfokuskan dayanya secara horizontal, dengan

mengabaikan pola pancaran ke atas dan ke bawah. Dengan demikian, keuntungan

dari antena jenis ini adalah dapat melayani jumlah pengguna yang lebih banyak

dan biasanya digunakan untuk posisi pengguna yang melebar. Kesulitannya

adalah pada pengalokasian frekuensi untuk setiap sel agar tidak terjadi

interferensi. Antena jenis ini biasanya digunakan untuk posisi pelanggan yang

melebar. Direktivitas antena omnidirectional berada dalam arah vertikal. Bentuk

21
pola radiasi antena omnidirectional digambarkan seperti bentuk kue donat

(doughnut) dengan pusat berimpit. Kebanyakan antena ini mempunyai polarisasi

vertikal, meskipun tersedia juga polarisasi horisontal. Antena omnidirectional

dalam pengukuran sering digunakan sebagai pembanding terhadap antena yang

lebih kompleks contoh antena omnidirectional antara lain antena dipole, antena

Brown, antena coaxial, antena super-turnstile, antena ground plane, antena

collinear, antena slot wave guide, dan lain-lain [1]. Gambar 2.11 memperlihatkan

beberapa contoh antena omnidirectional.

Gambar 2.11 Contoh Antena Omnidirectional

2.7. Antena Dipole- /2

Antena Dipole adalah bentuk yang sangat penting dari antena RF yang

sangat banyak digunakan untuk transmisi radio dan menerima aplikasi. Dipol

sering digunakan sendiri sebagai antena RF, tetapi juga membentuk elemen

22
penting dalam banyak jenis antena RF. Karena itu adalah mungkin bentuk paling

penting dari RF antena.

Dipole- /2 adalah dipole dengan panjang setengah dari panjang

gelombang pada frekuensi kerjanya, dipole ini adalah salah satu dipole yang

paling sering dipergunakan. Hal ini dikarenakan resistansi masukannya 73 Ω,

yang sangat dekat dengan impedansi karakteristik 75 Ω dari beberapa saluran

transmisi, sehingga memudahkannya untuk me-match sambungan saluran

transmisi ke antena, terutama pada saat resonansi. Gambar 2.12 menunjukkan

struktur Antena Dipole- /2.

Gambar 2.12 Struktur Antena Dipole - /2

2.8 Komponen Pada Antena Dipole- /2

Dalam pembuatan atau perancangan suatu antena diperlukan suatu

komponen penunjang yang digunakan untuk menguji atau mengukur performa

antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan dari komponen yang diperlukan

dalam pembuatan Antena Dipole.

23
2.8.1 Panjang Antena Dipole- /2

Dalam menentukan panjang dari Antena Dipole- /2, terdapat beberapa hal

yang mempengaruhinya yaitu panjang gelombang dari elemen Antena Dipole- /2,

panjang gelombang dalam ruang bebas dan frekuensi kerja dari antena. Berikut

rumus dalam menentukan panjang dari Antena Dipole- /2.

= λ = kλ = k (2.17 )

Dimana:

l = panjang Antena Dipole- /2

d = panjang gelombang elemen dipole- /2

0 = panjang gelombang pada ruang bebas

c = cepat rambat cahaya

f = frekuensi kerja antena

2.8.2 Bahan Antena Dipole- /2

Untuk analisis yang dilakukan dalam pengujian Antena Dipole- /2,

dipakai beberapa bahan pembuat sebagai perbandingannnya. Bahan logam yang

dipakai dalam perbandingan yaitu perak, tembaga, emas, aluminium, kuningan

dan besi. Salah satu parameter yang diperlukan yaitu nilai konduktivitas dan luas

penampang dari bahan tersebut. Bahan antena yang dipakai dapat dilihat pada

Tabel 2.1 [11].

24
Tabel 2.1 Bahan Antena

No. Bahan Konduktivitas (σ)

1 Perak 6,17 x 107 Ω/m

2 Tembaga 5,80 x 107 Ω/m

3 Emas 4,10 x 107 Ω/m

4 Aluminium 3,82 x 107 Ω/m

5 Kuningan 1,50 x 107 Ω/m

6 Besi 1,03 x 107 Ω/m

Adapun pemilihan bahan-bahan untuk pembuatan suatu antena didasarkan

atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

- Ketahanan bahan terhadap korosi

- Kekuatan mekanisnya

- Harganya relatif murah

- Ketersediaan bahan dipasaran

Diantara bahan-bahan diatas dipilih bahan aluminium dan tembaga sebagai

bahan dasar antena. Aluminium dan tembaga dipilih karena memiliki

konduktivitas yang bagus.

2.9 Parameter Antena Dipole- /2

Parameter yang bisa mempengaruhi kualitas Antena Dipole- /2, antara

lain impedansi, beamwidth, direktivitas, gain, daya radiasi antena, dan pola

radiasi.:

25
a. Impedansi antena diketahui dari Persamaan (2.18).

= (2.18)

b. Beamwidth (lebar berkas) pada suatu pola radiasi antena merupakan besar

sudut antena antara 2 buah titik pada pola radiasi, yang mempunyai rapat

daya ½ (-3dB) dari nilai rapat daya maximum. Secara teoritis diketahui

bahwa beamwidth (HPBW) dari antena dipole- /2 adalah 78o.[10]

Gambar 2.13 Beamwidth -3 dB

Gambar 2.13 menunjukkan cara penentuan beamwidth. Dari Gambar 2.13,

dapat dihitung nilai beamwidth melalui Persamaan (2.19).

θ = θ2 – θ1 (2.19)

θ1 : sudut pada saat E di kuadran 1 atau 3 sama dengan 0,707

θ2 : sudut pada saat E di kuadran 2 atau 4 sama dengan 0,707

26
c. Direktivitas (keterarahan) ialah perbandingan intensitas radiasi maksimum
(U(θ,φ)max) dengan intensitas radiasi rata-rata (Uav), sesuai Persamaan
(2.20)

Berikut direktivitas dari Dipole- /2:

D= = ,
= 1,64 (2.20)

Atau sama dengan 2,15 dB.[10]

d. Gain (G), dengan nilai k (faktor efisiensi) ditentukan, misalnya 0,9.

Nilai Gain atau penguatan antena dihasilkan dari persamaan (2.21).

G = k.D (2.21)

k adalah faktor efisiensi Antena (0 ≤ k ≤ 1).

Secara teoritis, Gain Antena Dipole- /2 adalah 2.15 dBi yang dijelaskan

pada persamaan (2.22)[10].

= = = = ≈ 1.64 ≈ 2.15 (2.22)


( )

e. Panjang fisik antena (L) adalah fungsi panjang gelombang (λ) yang

tergantung pada frekuensi.

Panjang fisik - /2 pada Persamaan (2.17) dan untuk panjang

gelombang sesuai dengan Persamaan (2.1) dapat dihitung untuk panjang

antena dipole yang beroperasi pada frekuensi :

1. 3 MHz (pada siaran AM) dapat dihitung yaitu :

Untuk f = 3MHz, maka :

= = 100 meter , maka l = = 50 meter.

27
2. 300 MHz (pada siaran FM) dapat dihitung yaitu :

Untuk f = 300 MHz, maka :

= = 1 meter , maka l = = 0,5meter = 50 cm

3. 10 GHz (pada band microwave) dapat dihitung yaitu :

Untuk f = 10 GHz, maka :

,
= = 0,03 meter , maka l = = 0,015 meter = 1,5 cm

2.10 Pola Radiasi Pada Antena Dipole

Pola radiasi merupakan gambaran sifat-sifat radiasi (medan jauh) oleh

suatu antena. Pola radiasi terjadi karena arus listrik dalam suatu kawat selalu

dikelilingi oleh medan magnetis. Arus listrik bolak balik (alternating current)

menyebabkan muatan-muatan listrik bebas dalam kawat akan mendapat

percepatan, sehingga timbul suatu medan elektromagnetik bolak balik yang akan

berjalan menjauhi antena dalam bentuk gelombang elektromagnetik dan

terbentuklah medan elektromagnetik. Medan radiasi terbagi menjadi tiga, yaitu

medan dekat reaktif, medan dekat, dan medan jauh. Sketsa medan radiasi dapat

diketahui pada Gambar 2.14 [5].

28
a. Pembagian Medan Radiasi b. Aliran Energi pada Antena Dipole

Gambar 2.14 Sketsa Medan Radiasi pada Antena Dipole

Pada Gambar 2.14 (b), dapat dilihat pola radiasi antena dipole ke berbagai arah

dalam medan radiasi. Daerah medan antena yang mempunyai kriteria jarak

minimum pengamatan medan jauh dihasilkan dari persamaan (2.23).

.
= (2.23)

Dimana:

r : jarak minimum pengamatan medan jauh (m)

Batas maksimum daerah medan jauh ini tak terhingga. Pola radiasi dapat

digambarkan dengan sistem koordinat 3 (tiga) dimensi, sebab pola radiasi antena

itu berbentuk 3 (tiga) dimensi pula, seperti Gambar 2.15.

29
Gambar 2.15 Koordinat-koordinat Bola (spherical coordinates)

Gambar 2.15 menunjukkan bahwa posisi masing-masing koordinat bola

(r,θ,φ) bisa digunakan untuk menggambarkan pola radiasi pada suatu jarak

tertentu (r) dari antena. Pola radiasi sering digambarkan dengan pola dua dimensi

dengan koordinat kutub maupun koordinat xy (absis : x, ordinat : y), seperti pada

Gambar 2.16.

(a)

30
(b)

Gambar 2.16 Pola Radiasi Antena dalam Dua Dimensi

a ) Polar plot/koordinat kutub

b) Rectangular plot / koordinat – xy

Pada umumnya, pola radiasi antena mempunyai berkas atau cuping utama

(major lobe) maupun berkas atau cuping pada arah yang lain (minor lobe). Major

lobe adalah berkas yang arah radiasinya ke depan (arah tujuan). Sedangkan minor

lobe ialah berkas radiasi yang sebenarnya tidak diinginkan, yaitu berkas yang

berada di sebelah major lobe (disebut side lobe) dan berkas yang berlawanan

dengan major lobe (disebut back lobe).

2.11 Aplikasi Metoda Numerik pada Antena

Solusi problematika antena, berupa diagram radiasi, gain, faktor refleksi,

dsb sangat sulit didapatkan secara eksak, yang dilakukan pada bab-bab sebelum

adalah dengan melakukan berbagai macam asumsi yang secara praktis sering bisa

diterima. Yang menjadi pertanyaan adalah, sejauh mana formulasi pendekatan ini

memberikan hasil yang masih bisa diterima akurasinya. Untuk menjawab hal ini,

perlu diketahui prosedur pensolusian masalah dengan cara yang lebih akurat,

sehingga didapatkan persentasi kesalahan yang akan muncul. Pensolusian yang

31
lebih akurat dilakukan dengan menggunakan metode komputasi yang berbasiskan

pada perhitungan numerik dari Maxwell dan turunannya. Ada banyak metode

numerik yang diperkenalkan selama ini. Misalnya, metode persamaan integral,

yang biasanya dijawab dengan metode momen (method of moment/MoM), metode

elemen hingga (finite element methode/FEM), metode diferensi hingga wilayah

waktu (finite difference time domain/FDTD), metode frekuensi tinggi (seperti

geometrical optics/GO, physical optics/PO, dan uniform theory of

diffraction/UTD) dan metode kombinasi beberapa buah metode single diatas yang

dikenal dengan metode hybrid.[7]

1. Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)

Metode Elemen Hingga adalah metode numerik untuk

mendapatkan solusi persamaan differensial, baik persamaan differensial

biasa (Ordinary Differential Equation) maupun persamaan differensial

parsial (Partial Differential Equation). Karena persamaan differensial

seringkali digunakan sebagai model permasalahan enjineering maka

penting bagi para insinyur untuk dapat memahami dan mampu

menerapkan MEH. Saat ini MEH merupakan salah satu metode numerik

paling versatile untuk memecahkan problem dalam domain

kontinuum.[12].

Pada awalnya MEH dikembangkan untuk memecahkan problem di

bidang mekanika benda padat (solid mechanic), tetapi kini MEH sudah

merambah hampir ke semua problem enjineering seperti mekanika fluida

(fluid mechanics), perpindahan panas (heat transfer), elektromagnetik

32
(electro magnetism), getaran (vibration), analisis modal (modal analysis),

dan banyak lagi problem enjineering lainnya[12].

Proses inti MEH adalah membagi problem yang kompleks menjadi

bagian-bagian kecil atau elemen-elemen dari mana solusi yang lebih

sederhana dapat dengan mudah diperoleh. Solusi dari setiap elemen jika

elemen digabungkan akan menjadi solusi problem secara keseluruhan.

Gambar 2.17 menjelaskan cara kerja MEH dimana solusi suatu problem

yang kompleks diaproksimasikan oleh solusi elemen. Untuk mendapatkan

solusi elemental, MEH menggunakan fungsi interpolasi untuk

mengaproksimasikan solusi elemen. Untuk contoh ini suatu fungsi linier

yang sederhana dipergunakan sebagai fungsi interpolasi. Setelah solusi

setiap elemen diperoleh, dengan menggabungkan solusi-solusi elemen

maka solusi keseluruhan problem dapat diperoleh. Dengan menggunakan

fungsi polinomial seperti fungsi kuadratik sebagai fungsi interpolasi,

solusi yang lebih akurat bisa diperoleh [12].

Untuk aplikasi antena secara umum, MEH bisa memodelkan

problem yang memiliki dielektrika yang beraneka-ragam. MEH

mendiskretisasikan volume yang dimilikinya ke dalam volume yang kecil-

kecil, biasanya digunakan tetrahedral. Diskritisasi elemen MEH tampak

pada Gambar 2.17.

33
Gambar 2.17 Diskretisasi Elemen menggunakan Metode Elemen Hingga

MEH adalah metode yang bekerja pada problem tertutup. Sehingga

untuk aplikasi antena, haruslah digunakan batasan fiktif, yang bertugas

untuk menutup ruangan yang akan diamati dan didiskretisasi. Permukaan

penutup wilayah kerja ini adalah bidang yang memiliki sifat absorbsing

boundary condition (ABC), atau permukaan yang berbentuk lapisan-

lapisan yang mampu menyerap gelombang datang (perfectly matched

layer/PML). Atau sebagai alternatif, MEH dikombinasikan dengan metode

persamaan integral sebagai metode hibrida.

Metode komersial yang berbasiskan MEH misalnya program High

Frequency Structure Simulator (HFSS) yang dikembangkan oleh

perusahaan Ansoft (www.ansoft.com). Sedangkan program yang

disebarkan secara bebas di internet contohnya ElectroMagnetic Analysis

Program/EMAP (www.cvel.clemson.edu/ modelling/EMAG/EMAP/).[7]

34
2. Metode Diferensi Hingga Wilayah Waktu (Finite Difference Time

Domain)

Metode diferensi hingga adalah metode yang sangat mudah

dimengerti. Dasar dari metode ini adalah penggunaan diferensi

(pengurangan) sebagai pengganti differensiasi.

Finite-Difference Time-Domain (FDTD) termasuk dalam metode

pemodelan numerik berbasis diferensial berdomain waktu. Persamaan

Maxwell (dalam bentuk diferensial parsial) yang dimodifikasi menjadi

persamaan diferensial center, didiskritisasi, dan diimplementasikan dalam

perangkat lunak. Diskritisasi FDTD dapat dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Diskritisasi Elemen pada CST Microwave Studio

Persamaan dipecahkan secara siklik: medan listrik diselesaikan

pada suatu saat, lalu medan magnet diselesaikan di detik berikutnya, dan

proses ini diulang lagi dan lagi.

Software komersial yang berbasiskan FDTD misalnya XFDTD

yang dikembangkan oleh perusahaan Remcom (www.remcom.com).

35
Selain itu CST Microwave Studio Suite yang dapat ditemui di alamat

www.cst.com. Empire yang dikembangkan oleh perusahaan IMST

(www.empire.de), dan Semcad (www.semcad.com) [7].

36

Anda mungkin juga menyukai