Anda di halaman 1dari 7

V.

Panduan Terapi

Efektivitas dari penanganan gagal ginjal kronis dengan hipertensi dipengaruhi oleh
tekanan darah. Tekanan darah seharusnya ditargetkan <130/80 mmHg untuk pasien dengan
proteinuria dan target tekanan darah <140/90 untuk pasien non-proteinuria. Target tekanan
darah dicapai untuk mencegah terjadinya CVD (Cardio Vascular Disease) dan memperlambat
progesi gagal ginjal pada pasien dengan hipertensi (Pugh et al., 2019; Wells et al., 2015). Terapi
yang dapat dilakukan pada penderita gagal ginjal kronis dengan hipertensi meliputi terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis.
1. Terapi Non-Farmakologi
Terdapat beberapa perawatan non-farmakologis yang dapat dilakukan pada pasien gagal
ginjal kronis dengan hipertensi yakni dengan membatasi asupan garam <50
mmol/hari(~3g/hari) dapat menurunkan tekanan darah sistolik hingga 10mmHg.
Pembatasan jumlah asupan garam hingga <100 mmol/hari (~6g/hari) menunjukkan
penurunan protenuria sebanyak ~25%. Penurunan berat badan efektif dalam mengurangi
tekanan darah dan protenuria dan dapat memperlambat perkembangan gagal ginjal
kronis. Modifikasi gaya hidup seperti mengurangi konsumsi alkohol, memperbanyak
aktivitas fisik, dan merubah pola makan dapat meningkatkan efektivitas tekanan darah
yang menurun (Kalaitzidis dan Elisaf, 2018; Pugh et al., 2019).
Tabel 1. Pengaruh Modifikasi Gaya Hidup Dalam Mengontrol Hipertensi
Perkiraan
Modifikasi
Rekomendasi Penguranan Tekanan
Gaya Hidup
Darah
Penurunan BB BB normal (body mass index 18,5-24,9) 5-20 mmHg/10kg
Pola makan Konsumsi buah, sayur, dan produk susu rendah
8-14 mmHg
DASH lemak
Pembatasan Batasi asupan natrium tidak lebih dari
2-8 mmHg
asupan natrium 100mmol/hari (~6g natrium klorida)
Aktivitas fisik seperti jalan kaki ±30 menit/hari
Aktivitas fisik 4-9 mmHg
rutin dalam seminggu
Pembatasan Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 2
konsumsi porsi/hari untuk laki-laki dan tidak lebih dari 1 2-4 mmHg
alkohol porsi/hari untuk perempuan
Singkatan: DASH, Dietary Approaches to Stop Hypertension
Efek dari perubahan gaya hidup terhadap penguranan tekanan darah tergantung masing-masing individu
dan lama waktu pelaksanaan. Untuk mengurangi resiko kardiovaskular dapat dilakukan dengan berhenti
merokok.
(Chobaniam et al., 2003; James et al., 2014).

2. Terapi Farmakologi

Gambar 1. Algoritma terapi hipertensi dengan gagal ginjal kronis

Terapi farmakologi yang dapat diberikan beriringan dengan terapi non-farmakologis.


terapi farmakologis dapat berupa sediaan oral sebagai berikut:
Tabel 2. Terapi farmakologis Hypertensi dengan GGK

Pengobatan Indikasi Indikasi Efek Kontraindikasi Pertimbangan


Terkait GGK Lainnya Samping Lainnya
Umum
Diuretik
Tiazid Kelebihan Pencegahan batu Hyperuricemia Gout, Mungkin kurang
(hidroklorotiazid, cairan, ginjal, Gordon hypercalcemia hypercalcemia efektif saat eGFR
chlorthalidone, kemungkinan syndrome, NDI hyponatremia <30 meskipun
metolazone) meningkatkan hypokalemia beberapa studi
proteinuria jika hyperglycemia menunjukkan
dikombinasikan (penggunaan tetap efektif
dengan RAS jangka dengan eGFR
inhibitor panjang) rendah
Loop Kelebihan Gagal jantung, Gangguan Gout, Bumetamide dan
(Furosemide, cairan hypercalcemia pendengaran, hipersensitif torsemide
bumetanide, terkait memiliki absorbsi
torsemide) sulfonamide usus lebih baik
hypokalemia, daripada
hypocalcemia, furosemide
hyponatremia
Potassium- Kelebihan Hipomagnesemia, Hyperkalemia, Kehamilan
sparing cairan, toksisitas asidosis
(triamterene, hypokalemia litium/NDI metabolik
amiloride)
RAS Blockade
ACEi (liniMengurangi Gagal jantung Batuk, Kehamilan,
pertama apabila proteinuria, dengan fraksiangioedema, bilateral renal
proteinuria) memperlambat ejeksi menurun, hyperkalemia, artery stenosis
perkembangan infark miokard leukopenia,
GGK anemia
ARBs (lini Mengurangi Menurunkan Batuk (kurang Kehamilan,
pertama apabila proteinuria, asam urat dari ACEi), bilateral renal
proteinuria) memperlambat (losartan), sama angioedema, artery stenosis
perkembangan seperti ACEi hyperkalemia
GGK
β-Blockers
Selektif Gagal jantung, Bradikardi, Asma, COPD,
(metoprolol, fibrilasi atrial, hyperkalemia, 2nd or 3rd degree
nebivolol) migrain, tremor lelah, depresi, heart block
esensial, disfungsi
gangguan cemas, seksual
angina
Kombinasi α-β Gagal jantung, Bradikardi, 2nd or 3rd degree Lebih toleran
(carvedilol, fibrilasi atrial hyperkalemia, heart block pada pasien
labetalol) lelah, depresi, dengan lung
disfungsi disease dibanding
seksual dengan selektif β-
blocker
Calcium Channel Blockers
Dihidropiridin Raynaud, spasme edema Kemungkinan
(amlodipin, esofagus ekstremitas memperburuk
nifedipin) bawah, proteinuria
gingivitis
hipertropi
Nondihidropiridin Mengurangi Fibrilasi atrial Konstipasi, 2nd or 3rd degree ↑ calcineurin dan
(diltiazem, proteinuria hiperplasi heart block tingkat mTOR
verapamil) gingival inhibitor
Lainnya
α-Blockers Hipertrofi prostat Orthostasis
jinak, batu ginjal
Central α- Sedasi, Depresi
adrenergic bradikardi,
agonists mulut kering,
(clonidine) rebound
hipertensi
Vasodilator Sakit kepala, Infark miokard,
(minoxidil, takikardi, gagal jantung
hydralazine) sindrom
seperti lupus
(hydralazine)
edema, efusi
perikadial
Direct renin Mengurangi Bilateral renal Tidak
inhibitors proteinuria artery stenosis direkomendasikan
(aliskiren) (jika tidak kombinasi dengan
toleran dengan ACEi atau ARBs
ACEi atau
ARB)
Antagonis Mengurangi Hyperkalemia, Mungkin berguna
aldosteron proteinuria asidosis dalam
(spironolakton, metabolik, penambahan
eplerenon ginekomastia dengan ACEi atau
ARB untuk
mengurangi
proteinuria
(Ku et al., 2019)

a. Angiotensin converting enzyme (ACE) Inhibitor


Obat yang digunakan untuk mengobati hipertensi dengan mencegah tubuh
membuat hormone angiotensin II – hormon ini menyebabkan pembuluh darah
menyempit, yang dapat menaikkan tekanan darah. ACE inhibitor membiarkan
pembuluh darah melebar dan membiarkan lebih banyak darah mengalir ke jantung,
sehingga menurunkan tekanan darah. Obat-obat ini juga digunakan untuk
mengobati gagal jantung kongestif, untuk melindungi ginjal pada pasien dengan
diabetes, dan untuk mengobati pasien yang telah terkena serangan jantung. Dapat
juga digunakan untuk membantu mencegah serangan jantung dan stroke pada
pasien dengan resiko tinggi.
Tabel 2. Obat-Obat anti hipertensi golongan ACEi
golongan Nama obat Dosis Frekuensi Keterangan
lazim
mg/hari
ACE Benazepril 10-40 1 atau 2 Dosis awal harus dikurangi
inhibitor Captropil 12.5-150 2 atau 3 50% pada pasien yang sudah
Enalapril 5-40 1 atau 2 dapat diuretik, yang
Fosinopril 10-40 1 kekurangan cairan, atau
Lisinopril 10-40 1 sudah tua sekali karena
Moexipril 7.5-30 1 atau 2 resiko hipotensi; dapat
Perindopril 4-16 1 menyebabkan hiperkalemia
Quinapril 10-80 1 atau 2 pada pasien dengan penyakit
Ramipril 2.5-10 1 atau 2 ginjal kronis atau pasien
Trandolaapril 1-4 yang juga mendapat diuretik
Tanapres penahan kalium, antagonis
aldosteron, atau ARB; dapat
menyebabkan gagal ginjal
pada pasien dengan renal
arteri stenosis; jangan
digunakan pada perempuan
hamil atau pada pasien
dengan sejarah angioedema
(DepKes, 2015)
b. ARB
Angitensinogen II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim: RAAS (Renin
Angiotensin Aldosterone System) yang melibatkan ACE, dan jalan alternatif yang
menggunakan enzim lain seperti chymase. ACEi hanya menghambat efek
angiotensinogen yang dihasilkan melalui RAAS, dimana ARB menghambat
angiotensinogen II dari semua jalan. Oleh karena perbedaam ini, ACEi hanya
menghambat sebagian dari efek angiotensinogen II. ARB menghambat secara
langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1 (AT1) yang memediasi efek
angiotensinogen II yang sudah diketahui pada manusia: vasokonstriksi, pelepasan
aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi
arteriol efferen dari glomerulus. ARB tidak memblok reseptor angiotensinogen tipe
2 (AT2). Jadi efek yang menguntungkan dari stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi,
perbaikan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel) tetap utuh dengan
penggunaan ARB.
Tabel 3. Obat-obat antihipertensi golongan ARB
Golongan Nama obat Dosis Frekuensi Keterangan
lazim
mg/hari
ARB Kandesatan 8-32 1 atau 2 Dosis awal harus dikurangi
Eprosartan 600-800 1 atau 2 50% pada pasien yang sudah
Irbesartan 150-300 1 dapat diuretik, yang
Losartan 50-100 1 atau 2 kekurangan cairan, atau sudah
Olmesartan 20-40 1 tua sekali karena resiko
Telmisartan 20-80 1 hipotensi; dapat menyebabkan
Valsartan 80-320 1 hiperkalemia pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis
atau pasien yang juga
mendapat diuretik penahan
kalium, antagonis aldosteron,
atau ACEi; dapat
menyebabkan gagal ginjal
pada pasien dengan renal
arteri stenosis; tidak
menyebabkan batuk kering
seperti ACEi,; jangan
digunakan pada perempuan
hamil
(DepKes, 2015)
3. Golongan Obat Diuretika
Diuretika dapat meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga
volume darah dan TD menurun. Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi
reabsorbsi natrium, sehingga pengeluaran lewat kemih.
Pada umumnya diuretiks dibsgi dalam beberapa kelompok, yaitu:
a. Diuretika lengkungan : Furosemid, bumetanida, dan etakrinat
b. Derivat Thiazida : Hidroklorothiazida, klortalidon, mefrusida, indapamida, dan
klopamida.
c. Diuretika penghemat kalium : antagonis aldosteron ( spironolakton, kanrenoat),
amilorida, triamteren.
d. Diuretika osmotis : Manitol dan sorbitol
e. Perintang karbonanhidrase : asetazolamida

(Tjay dan Rahardja, 2007)


DAFTAR PUSTAKA
Chobaniam, A.V., G.L. Bakris, H.R. Black, W.C. Cushman, L.A. Green, D.W. Jones, et al..
2003. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA. 289:2560-2572
Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
James, P.A., S. Oparil, B.L. Carter, W.C. Cushman, C.D. Himmelfarb, J. Handler, et al.. 2014.
2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults.
JAMA. 311(5): 507-520
Kalaitzidis, R.G. dan M.S. Elisaf. 2018. Treatment of Hypertension in Chronic Kidney Disease.
Current Hypertension Report. 20:64
Ku, E., B.J. Lee, J. Wei, M.R. Weir. 2019. Hypertension in CKD: Core Curriculum 2019. Am
J Kidney Dis. 74(1): 120-131
Pugh, D., P.J. Gallacher, N. Dhaun. 2019. Management of Hypertension in Chronic Kidney
Disease. Drugs. 79: 365-379
Tjay, T.H., dan K. Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Edisi VI. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Wells, B., J.T. Dipiro., T.L. Schwinghammer., and C.V. Dipiro. 2015. Pharmacotherapy
Handbook. Edisi ke-9. New York : McGrawHill.

Anda mungkin juga menyukai