Anda di halaman 1dari 13

Batik Megamendung, Sejarah dan Filosofi

Motif batik Megamendung merupakan karya seni batik yang identik dan bahkan menjadi ikon batik
daerah Cirebon dan daerah Indonesia lainnya. Motif batik ini mempunyai kekhasan yang tidak ditemui di
daerah penghasil batik lain. Bahkan karena hanya ada di Cirebon dan merupakan
masterpiece, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI akan mendaftarkan motif megamendung
ke UNESCO untuk mendapatkan pengakuan sebagai salah satu world heritage.

Motif megamendung sebagai motif dasar batik sudah dikenal luas sampai ke manca negara. Sebagai bukti
ketenarannya, motif megamendung pernah dijadikan cover sebuah buku batik terbitan luar negeri yang
berjudul Batik Design, karya seorang berkebangsaan Belanda bernama Pepin van Roojen. Kekhasan motif
megamendung tidak saja pada motifnya yang berupa gambar menyerupai awan dengan warna-warna
tegas, tetapi juga nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalam motifnya. Hal ini berkaitan erat dengan
sejarah lahirnya batik secara keseluruhan di Cirebon. H. Komarudin Kudiya S.IP, M.Ds, Ketua Harian

Motif megamendung merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh makna,
sehingga penggunaan motif megamendung sebaiknya dijaga dengan baik dan
ditempatkan sebagaimana mestinya. Pernyataan ini tidak bermaksud membatasi
bagaimana motif megamendung diproduksi, tapi lebih kepada ketidaksetujuan
penggunaan motif megamendung untuk barang-barang yang sebenarnya kurang pantas,
seperti misalnya pelapis sandal di hotel-hotel.

Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) menyatakan bahwa:

Sejarah motif

Sejarah timbulnya motif megamendung berdasarkan buku dan literatur yang ada selalu mengarah pada
sejarah kedatangan bangsa China ke wilayah Cirebon. Hal ini tidak mengherankan karena
pelabuhan Muara Jati di Cirebon merupakan tempat persinggahan para pendatang dari dalam dan luar
negeri. Tercatat jelas dalam sejarah, bahwa Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama Islam di wilayah
Cirebon pada abad ke-16, menikahi Ratu Ong Tien dari China. Beberapa benda seni yang dibawa dari
China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan bentuk awan.
Dalam faham Taoisme, bentuk awan melambangkan dunia atas. Bentuk awan merupakan gambaran
dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan juga
berpengaruh di dunia kesenirupaan Islam pada abad ke-16, yang digunakan kaum Sufi untuk ungkapan
dunia besar atau alam bebas.

Pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Ratu Ong Tien menjadi pintu gerbang masuknya budaya dan tradisi
China ke keraton Cirebon. Para pembatik keraton menuangkan budaya dan tradisi China ke dalam motif
batik yang mereka buat, tetapi dengan sentuhan khas Cirebon, jadi ada perbedaan antara motif
megamendung dari China dan yang dari Cirebon. Misalnya, pada motif megamendung China, garis awan
berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan yang dari Cirebon, garis awan cenderung lonjong, lancip dan
segitiga.

Sejarah batik di Cirebon juga terkait dengan perkembangan gerakan tarekat yang konon berpusat
di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Membatik pada awalnya dikerjakan oleh anggota tarekat yang
mengabdi di keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tarekat tersebut. Para
pengikut tarekat tinggal di desa Trusmi dan sekitarnya. Desa ini terletak kira-kira 4 km dari Cirebon menuju
ke arah barat daya atau menuju ke arah Bandung. Oleh karena itu, sampai sekarng batik Cirebon identik
dengan batik Trusmi.

Unsur motif

Motif megamendung yang pada awalnya selalu berunsurkan warna biru diselingi warna merah
menggambarkan maskulinitas dan suasana dinamis, karena dalam proses pembuatannya ada campur
tangan laki-laki. Kaum laki-laki anggota tarekatlah yang pada awalnya merintis tradisi batik. Warna biru
dan merah tua juga menggambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas, terbuka dan egaliter.

Selain itu, warna biru juga disebut-sebut melambangkan warna langit yang luas, bersahabat dan tenang
serta melambangkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan dan pemberi
kehidupan. Warna biru yang digunakan mulai dari warna biru muda sampai dengan warna biru tua. Biru
muda menggambarkan makin cerahnya kehidupan dan biru tua menggambarkan awan gelap yang
mengandung air hujan dan memberi kehidupan.

Dalam perkembangannya, motif megamendung mengalami banyak perkembangan dan dimodifikasi


sesuai permintaan pasar. Motif megamendung dikombinasi dengan motif hewan, bunga atau motif lain.
Sesungguhnya penggabungan motif seperti ini sudah dilakukan oleh para pembatik tradisional sejak dulu,
namun perkembangannya menjadi sangat pesat dengan adanya campur tangan dari para perancang
busana. Selain motif, warna motif megamendung yang awalnya biru dan merah, sekarang berkembang
menjadi berbagai macam warna. Ada motif megamendung yang berwarna kuning, hijau, coklat dan lain-
lain.

Proses produksi

Proses produksinya yang dahulu dikerjakan secara batik tulis dan batik cap, dengan pertimbangan
ekonomis diproduksi secara besar-besaran dengan cara disablon (printing) di pabrik-pabrik. Walaupun
kain bermotif megamendung yang dihasilkan dengan proses seperti ini sebenarnya tidak bisa disebut
dengan batik.
Wujud motif megamendungpun yang dulunya hanya dikenal dalam wujud kain batik, sekarang bisa
ditemui dalam berbagai macam bentuk barang. Ada yang berupa hiasan dinding lukisan kaca, produk-
produk interior seperti ukiran kayu maupun produk-produk peralatan rumah tangga seperti sarung bantal,
sprei, taplak meja dan lain-lain.

Pengertian Batik Megamendung

Batik megamendung adalah motig kain batik yang berasal dari daerah Cirebon. Bentuk motif batik khas
kota udang ini menyerupai bentuk awan-awan. Motif batik mega mendung terlah menjadi sebuah ikon
karya seni kota Cirebon. Motif batik megamendung mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh
motif batik di daerah penghasil batik lainnya.

Kain batik mega mendung yang sudah sejak lama dan turun menurun diproduksi oleh masyarakat Cirebon
tidak hanya terkenal di kalangan pecinta batik di Indonesia saja. Motif batik mega mendung juga
diapresiasi dengan baik oleh masyarakat di luar negeri. Ini terbukti dengan dijadikanya motif batik
megamendung sebgai cover salah satu buku yang membahas tentang batik yang berjudul “Batik Design”
karya Pepin Van Roojen seorang kebangsaan Belanda.

Selain bangga bahwa motif kain batik mega mendung mendapatkan apresiasi yang baik di dalam dan di
luar negeri, kita juga patut untuk tahu pengertian batik mega mendung dari segi sejarah dan filosofi motif
batik yang tertuang di atas kain.

Ada beberapa pendapat tentang asal motif batik mega mendung. Ada yang mengatakan bahawa motif
mega mendung adalah hasil dari pengaruh pendatang dari negeri China. Yang pada dulu sering singgah di
pelabuhan Muara Jati, Cirebon dan dianggap membawa paham Taoisme dimana bentuk awan
melambangkan dunia atas atau dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan).

Ada juga yang mengatakan motif batik mega mendung diadopsi oleh masyarakat Cirebon yang diambil
dari berbagai macam buku dan literature selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China yang
datang ke wilayah Cirebon. Tercatat dengan jelas dalam sejarah bahwa Sunan Gunungjati menikahi Ratu
Ong Tien dari negeri China. Beberapa benda seni yang dibawa dari negeri China diantaranya adalah
keramik, piring, kain yang berhiasan bentuk awan. Bentuk awan dalam beragam budaya melambangkan
dunia atas bilamana diambil dari faham Taoisme. Pengertian batik mega mendung merupakan gambaran
dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan ini juga ada
pada dunia kesenirupaan Islam pada abad 16 yang digunakan oleh kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar
atau alam bebas.

Filosofi Batik MegaMendung

Motif Megamendung yang digunakan oleh masyarakat Cirebon sebagai motif dasar batik sudah tidak asing
lagi bagi masyarakat Indonesia pecinta batik, begitupula bagi masyarakat pecinta batik di luar negeri. Bukti
ketenaran motif Megamendung berasal dari kota Cirebon pernah dijadikan sebagai cover sebuah buku
batik terbitan luar negeri yang berjudul Batik Design karya Pepin Van Roojen bangsa Belanda.
Sejarah timbulnya motif Megamendung yang diadopsi oleh masyarakat Cirebon yang diambil dari
berbagai macam buku dan literature selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China yang datang
ke wilayah Cirebon. Tercatat dengan jelas dalam sejarah bahwa Sunan Gunungjati menikahi Ratu Ong Tien
dari negeri China. Beberapa benda seni yang dibawa dari negeri China diantaranya adalah keramik, piring,
kain yang berhiasan bentuk awan. Bentuk aan dalam beragam budaya melambangkan dunia atas
bilamana diambil dari faham Taoisme. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan
mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan ini juga berpengaruh pada dunia
kesenirupaan Islam pada abad 16 yang digunakan oleh kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam
bebas.

Nilai-nilai dasar dalam Megamendung


Nilai-nilai dasar dalam seni apapun termasuk dalam seni batik motif megamendung bisa didekati dengan
cara sbb:
a. Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini terdiri dari nilai
bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual adalah motif megamendung dalam
sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara
dalam nilai struktur adalah dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan nilai
esensial. Bentuk-bentuk tersebut berupa garis-garis lengkung yang disusun beraturan dan tidak terputus
saling bertemu.
b. Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau bawah sadar
manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri dari atas moral, nilai
sosial, nilai religi, dsb.
Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis
lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang
teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam
kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari
jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia
baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya
kembali ke asalnya (sunnatullah). Sehingga bisa kita lihat bentuk megamendung selalu terbentuk dari
lengkungan kecil yang bergerak membesar terus keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi
putaran kecil namun tidak boleh terputus.

Terlepas dari makna filosofi bahwa Megamendung melambangkan kehidupan manusia secara utuh
sehinga bentuknya harus menyatu. Dilihat dari sisi produksi memang mengharuskan kalau bentuk garis
lengkung megamendung harus bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat pemberian
warna pada proses yang bertahap (dari warna muda ke warna tua) bisa lebih memudahkan.
Bilamana kita cermati, maka akan kita dapatkan bahwa bentuk Megamendung banyak sekali variasinya.
Ada yang berbentuk lancip pada ujungnya dan ada yang berbentuk bulat tumpul pada ujungnya. Ada pula
yang memiliki lekukan berbentuk menyudut pada bagian bentuk lengkungannya. Dengan sendirinya bagi
pendesain batik pemula yang tidak terbiasa dengan proses membatik dan tidak mengerti makna filosofi
Megamendung, bilamana menggambar Megamendung akan sedikit mengalami kesulitan serta
kemungkinan akan terjadi kesalahan. Yang harus diperhatikan lagi adalah motif Megamendung hampir
mirip dengan motif Wadasan. Akan tetapi tidak sama penempatannya dengan motif Wadasan (perlu
dipelajari khusus pada kesempatan berikutnya).
c. Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi seseorang, nilai
ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang ditampilkan oleh senimannya berupa
proses batik yang begitu indah dengan memberikan goresan lilin lewat alat yang dinamakan canting
terbuat dari bahan tembaga tipis yang dibentuk secara hati-hati sehingga lilin panas yang melewati ujung
canting bisa mengalir dengan lancar. Paduan unsur warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa
yang melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal dengan melambangkan warna langit yang begitu luas,
bersahabat dan tenang. Ditambah lagi dengan ada yang mengartikan bahwa biru melambangkan
kesuburan sehinga warna batik Megamendung pada awalnya selalu memberikan unsur warna biru
diselingi dengan warna dasar merah.
Perkembangan dunia batik yang semakin berkembang ditambah dengan permintaan batik yang demikian
beragamnya, maka motif-motif Megamendung banyak dimodifikasi dengan pendekatan berbagai macam,
sbb:

1. Bentuk Motif
Bentuk motif Megamendung pada saat sekarang sudah banyak berubah dan dimodifikasi sesuai dengan
permintaan pasar diantaranya oleh komunitas perancang busana (fashion designer). Tidak dipungkiri
bahwa kelompok perancang busana memberikan andil yang sangat besar bagi kemajuan dunia batik
termasuk untuk mengangkat motif Megamendung. Motif Megamendung sudah dikombinasi dengan
motif-motif bentuk hewan, bunga atau unsur motif lainnya. Sesungguhnya keberadaan motif
Megamendung yang digabungkan dengan motif lain sudah ada sejak dahulu dan telah dibuat oleh
seniman batik tradisional. Namun belakangan ini setelah diangkat secara total oleh perancang busana
maka motif batik Megamendung semakin berkembang pesat.
2. Proses Produksi
Proses produksi batik Megamendung yang dahulunya dikerjakan secara batik tulis dan batik cap, sekarang
dikembangkan pula dengan proses produksi sablon (print). Dengan demikian harga produksi bisa ditekan
lebih murah. Walaupun kain bermotif Megamendung yang dibuat dengan proses sablon tidak bisa kita
namakan batik, namun secara komersil motif Megamendung merupakan sasaran empuk bagi produsen
tekstil yang bisa menghasilkan banyak keuntungan.
3. Bentuk Produksi
Wujud benda produksi pada masa sekarang ini yang mengenakan motif Megamendung tidak lagi dalam
wujud kain batik. Motif Megamendung digunakan sebagai hiasan dinding lukisan kaca, pada produk
interior berupa ukiran kayu, adapula yang dijadikan sebagai produk-produk sarung bantal, sprei, taplak
meja (household) dan lain-lain.
Saya setuju dan sangat mendukung pendapat sekelompok pecinta batik yang menjadikan motif
megamendung merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh makna, sehingga penggunaan motif
megamendung sebaiknya dijaga dengan baik dan ditempatkan sebagaimana mestinya. Kita sebagai
masyarakat yang berkecimpung di dunia batik tidak membatasi bagaimana cara bentuk motif
megamendung diproduksi, namun saya tidak setuju bilamana motif-motif megamendung dengan
berbagai bentuk dijadikan barang produksi berupa pelapis sandal di hotel-hotel.

~Salam~

Batik Megamendung
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Artikel atau bagian artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber
tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki artikel
ini dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat
dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus. (Oktober 2018)
Batik Megamendung berwarna biru

Motif batik Megamendung merupakan karya seni batik yang identik dan bahkan menjadi ikon batik
daerah Cirebon dan daerah Indonesia lainnya. Motif batik ini mempunyai kekhasan yang tidak
ditemui di daerah penghasil batik lain. Bahkan karena hanya ada di Cirebon dan merupakan
masterpiece, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata akan mendaftarkan motif megamendung
ke UNESCO untuk mendapatkan pengakuan sebagai salah satu warisan dunia.
Motif megamendung sebagai motif dasar batik sudah dikenal luas sampai ke manca negara.
Sebagai bukti ketenarannya, motif megamendung pernah dijadikan cover sebuah buku batik terbitan
luar negeri yang berjudul Batik Design, karya seorang berkebangsaan Belanda bernama Pepin van
Roojen. Kekhasan motif megamendung tidak saja pada motifnya yang berupa gambar menyerupai
awan dengan warna-warna tegas, tetapi juga nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalam motifnya.
Hal ini berkaitan erat dengan sejarah lahirnya batik secara keseluruhan di Cirebon. H. Komarudin
Kudiya S.IP, M.Ds, Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) menyatakan bahwa:

Motif megamendung merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh makna, sehingga
“ penggunaan motif megamendung sebaiknya dijaga dengan baik dan ditempatkan
sebagaimana mestinya. Pernyataan ini tidak bermaksud membatasi bagaimana motif
megamendung diproduksi, tapi lebih kepada ketidaksetujuan penggunaan motif
megamendung untuk barang-barang yang sebenarnya kurang pantas, seperti misalnya
pelapis sandal di hotel-hotel. ”
Daftar isi

 1Sejarah motif
 2Unsur motif
 3Proses produksi
 4Lihat pula
Sejarah motif[sunting | sunting sumber]
Sejarah timbulnya motif megamendung berdasarkan buku dan literatur yang ada selalu mengarah
pada sejarah kedatangan bangsa China ke wilayah Cirebon. Hal ini tidak mengherankan karena
pelabuhan Muara Jati di Cirebon merupakan tempat persinggahan para pendatang dari dalam dan
luar negeri. Tercatat jelas dalam sejarah, bahwa Sunan Gunung Jati yang menyebarkan
agama Islam di wilayah Cirebon pada abad ke-16, menikahi Ratu Ong Tien dari China. Beberapa
benda seni yang dibawa dari China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan bentuk awan.
Dalam paham Taoisme, bentuk awan melambangkan dunia atas. Bentuk awan merupakan
gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai
awan juga berpengaruh di dunia kesenirupaan Islam pada abad ke-16, yang digunakan
kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.
Pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Ratu Ong Tien menjadi pintu gerbang masuknya budaya
dan tradisi China ke keraton Cirebon. Para pembatik keraton menuangkan budaya dan tradisi China
ke dalam motif batik yang mereka buat, tetapi dengan sentuhan khas Cirebon, jadi ada perbedaan
antara motif megamendung dari China dan yang dari Cirebon. Misalnya, pada motif megamendung
China, garis awan berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan yang dari Cirebon, garis awan, lancip
dan segitiga.
Sejarah batik di Cirebon juga terkait dengan perkembangan gerakan tarekat yang konon berpusat
di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Membatik pada awalnya dikerjakan oleh anggota tarekat yang
mengabdi di keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tarekat tersebut. Para
pengikut tarekat tinggal di desa Trusmi dan sekitarnya. Desa ini terletak kira-kira 4 km dari Cirebon
menuju ke arah barat daya atau menuju ke arah Bandung. Oleh karena itu, sampai sekarng batik
Cirebon identik dengan batik Trusmi.

Unsur motif[sunting | sunting sumber]


Motif megamendung yang pada awalnya selalu berunsurkan warna biru diselingi warna merah
menggambarkan maskulinitas dan suasana dinamis, karena dalam proses pembuatannya ada
campur tangan laki-laki. Kaum laki-laki anggota tarekatlah yang pada awalnya merintis tradisi batik.
Warna biru dan merah tua juga menggambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas, terbuka
dan egaliter.
Selain itu, warna biru juga disebut-sebut melambangkan warna langit yang luas, bersahabat dan
tenang serta melambangkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan
dan pemberi kehidupan. Warna biru yang digunakan mulai dari warna biru muda sampai dengan
warna biru tua. Biru muda menggambarkan makin cerahnya kehidupan dan biru tua
menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan dan memberi kehidupan.
Dalam perkembangannya, motif megamendung mengalami banyak perkembangan dan dimodifikasi
sesuai permintaan pasar. Motif megamendung dikombinasi dengan motif hewan, bunga atau motif
lain. Sesungguhnya penggabungan motif seperti ini sudah dilakukan oleh para pembatik tradisional
sejak dulu, namun perkembangannya menjadi sangat pesat dengan adanya campur tangan dari
para perancang busana. Selain motif, warna motif megamendung yang awalnya biru dan merah,
sekarang berkembang menjadi berbagai macam warna. Ada motif megamendung yang berwarna
kuning, hijau, coklat dan lain-lain.

Proses produksi[sunting | sunting sumber]


Proses produksinya yang dahulu dikerjakan secara batik tulis dan batik cap, dengan pertimbangan
ekonomis diproduksi secara besar-besaran dengan cara disablon (printing) di pabrik-pabrik.
Walaupun kain bermotif megamendung yang dihasilkan dengan proses seperti ini sebenarnya tidak
bisa disebut dengan batik.
Wujud motif megamendungpun yang dulunya hanya dikenal dalam wujud kain batik, sekarang bisa
ditemui dalam berbagai macam bentuk barang. Ada yang berupa hiasan dinding lukisan kaca,
produk-produk interior seperti ukiran kayu maupun produk-produk peralatan rumah tangga seperti
sarung bantal, sprei, taplak meja dan lain-lain.

 BERITA
 OPINI

 CERITA


PROFIL

BOLA
 GAYA HIDUP
 FOTO
 VIDEO
 INFOGRAFIS
 INDEKS

Untuk Indonesia
19 April 2018 | 17:30 WIB

Siti Afifiyah

Cerita

Mega Mendung dalam Tujuh


Warna, Motif 'Masterpiece'
Batik Cirebon
Motif mega mendung hanya bisa ditemukan pada batik Cirebon, sangat khas,
itulah kenapa ia disebut 'masterpiece' Cirebon.

Batik tulis Cirebon dengan motif mega mendung. (Foto: Istimewa)


Cirebon, (Tagar 19/4/2018) - Motif mega mendung hanya bisa ditemukan pada batik Cirebon,
sangat khas, itulah kenapa ia disebut 'masterpiece' Cirebon.

Kekhasan mega mendung tidak saja pada motifnya yang berupa gambar menyerupai awan
dengan warna-warna tegas, tetapi juga nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalamnya.

Motif ini menggambarkan sekumpulan awan di langit, konon motif ini lahir ketika seseorang
melihat bentuk awan pada genangan air setelah hujan dan cuaca kala itu lagi mendung. Ia
kemudian menuangkan ide awan yang ia lihat tadi dalam bentuk gelombang dalam sehelai kain
putih, maka muncul batik motif mega mendung.

Mega berarti awan, dan mendung artinya cuaca sejuk, warna dasar merah, awan berwarna biru
dengan tujuh gradasi warna sebagai warna orisinil yang terkenal dari Cirebon.

Warna-warna tegas itu adalah filosofi yang melambangkan seorang pemimpin, awan biru sebagai
sifat seorang pemimpin yang harus bisa mengayomi seluruh masyarakat yang dipimpinnya.

(Ini perpaduan warna utama pada motif batik mega mendung)


Gradasi tujuh warna bermakna bahwa langit terdiri dari tujuh lapis, bumi juga tersusun atas tujuh
lapisan tanah, jumlah hari dalam seminggu juga adalah tujuh hari.

Teori lain menyebut munculnya motif mega mendung mengarah pada sejarah kedatangan bangsa
China ke wilayah Cirebon. Tercatat bahwa Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama Islam
di wilayah Cirebon pada abad ke-16, menikahi Ratu Ong Tien dari China. Beberapa benda seni
yang dibawa dari China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan bentuk awan.

Dalam paham Taoisme, bentuk awan melambangkan dunia atas, gambaran dunia luas, bebas dan
mempunyai makna transendental, melampaui pemahaman terhadap pengalaman biasa
(ketuhanan). Konsep mengenai awan juga berpengaruh di dunia kesenirupaan Islam pada abad
ke-16 yang digunakan kaum Sufi untuk mengungkapkan dunia besar atau alam bebas.

Pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Ratu Ong Tien menjadi pintu gerbang masuknya budaya
dan tradisi China ke keraton Cirebon. Para pembatik keraton menuangkan budaya dan tradisi
China ke dalam motif batik yang mereka buat, tetapi dengan sentuhan khas Cirebon, jadi ada
perbedaan antara motif mega mendung dari China dan yang dari Cirebon. Misalnya, pada motif
mega mendung China, garis awan berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan yang dari Cirebon,
garis awan, lancip dan segitiga.

Sejarah batik di Cirebon juga terkait dengan perkembangan gerakan tarekat yang konon berpusat
di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Membatik pada awalnya dikerjakan oleh anggota tarekat
yang mengabdi di keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tarekat tersebut.
Para pengikut tarekat tinggal di desa Trusmi dan sekitarnya. Desa ini terletak kira-kira 4 km dari
Cirebon menuju ke arah barat daya atau menuju ke arah Bandung. Oleh karena itu, sampai
sekarng batik Cirebon identik dengan batik Trusmi.
(Batik Cirebon motif mega mendung kemudian berkembang dalam tujuh gradasi warna)

Motif mega mendung yang pada awalnya selalu berunsurkan warna biru diselingi warna merah
menggambarkan maskulinitas dan suasana dinamis, karena dalam proses pembuatannya ada
campur tangan laki-laki. Kaum laki-laki anggota tarekatlah yang pada awalnya merintis tradisi
batik. Warna biru dan merah tua juga menggambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas,
terbuka dan egaliter.

Selain itu, warna biru juga disebut-sebut melambangkan warna langit yang luas, bersahabat dan
tenang serta melambangkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan
dan pemberi kehidupan. Warna biru yang digunakan mulai dari warna biru muda sampai dengan
warna biru tua. Biru muda menggambarkan makin cerahnya kehidupan dan biru tua
menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan dan memberi kehidupan.

Dalam perkembangannya motif mega mendung mengalami modifikasi sesuai permintaan pasar.
Motif megamendung dikombinasi motif hewan, bunga atau motif lain. Sesungguhnya
penggabungan motif seperti ini sudah dilakukan oleh para pembatik tradisional sejak dulu,
namun perkembangannya menjadi sangat pesat dengan adanya campur tangan dari para
perancang busana. Selain motif, warna motif mega mendung yang awalnya biru dan merah,
sekarang berkembang menjadi berbagai macam warna. Ada motif mega mendung yang berwarna
kuning, hijau, coklat dan lain-lain.

(Batik Cirebon motif mega mendung mengandung nilai filosofi mendalam)

Proses produksinya yang dahulu dikerjakan secara batik tulis dan batik cap, dengan
pertimbangan ekonomis diproduksi secara besar-besaran dengan cara disablon di pabrik-pabrik.
Walaupun kain bermotif mega mendung yang dihasilkan dengan proses seperti ini sebenarnya
tidak bisa disebut batik.

Wujud motif mega mendung pun yang dulunya hanya dikenal dalam wujud kain batik, sekarang
bisa ditemui dalam berbagai macam bentuk barang. Ada yang berupa hiasan dinding lukisan
kaca, produk-produk interior seperti ukiran kayu maupun produk-produk peralatan rumah tangga
seperti sarung bantal, sprei, taplak meja dan lain-lain.

Pada bentuk mega mendung, bisa dilihat garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian
melebar keluar (membesar) yang menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan
bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang
selalu berubah (naik dan turun).

Hal itu kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar atau menjalani kehidupan
sosial agama). Pada akhirnya, membawa dirinya memasuki dunia baru menuju ke dalam
penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) dan pada akhirnya kembali ke
asalnya (sunnatullah). Dengan demikian, bisa dilihat bentuk mega mendung selalu terbentuk dari
lengkungan kecil yang bergerak membesar keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi
putaran kecil, tetapi tidak boleh terputus.

Terlepas dari makna filosofis bahwa mega mendung melambangkan kehidupan manusia secara
utuh sehingga bentuknya harus menyatu, sisi produksi memang mengharuskan bentuk garis
lengkung mega mendung bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pewarnaan bisa lebih
mudah. (af)

Anda mungkin juga menyukai