Anda di halaman 1dari 18

Gagal ginjal terminal sering ditemukan , menurut data dari The

United States Renal Data System (USRDS) tahun 2009 prevalensinya


sekitar 10 - 13 %. Di Amerika Serikat jumlahnya mencapai 25 juta orang,
di Indonesia diperkirakan 12, 5 % atau sekitar 18 juta orang .(1)

Penatalaksanaan pasien gagal ginjal terminal tidak cukup dengan


terapi tanpa obat misalnya diet, pembatasan cairan masuk, atau
pengendalian faktor resiko dengan obat (Hipertensi, Infeksi saluran kencing
dan diab etes melitus), tapi harus dilengkapi dengan technical treatment ,
antara lain tranplantasi ginjal, hemodialisis atau peritoneal dial isis.
Technical treatment yang paling ideal adalah tranplantasi ginjal, tetapi biasanya
terkendala oleh masalah donor ginjal maupun biaya .(2)

Hemodialisis maupun peritoneal dial isis mempunyai kekurangan


dan kelebihan. Kelebihan hemodialisis antara lain, cepat memperbaiki
overhidrasi, hiperkalemia, asidosis metaboli k , hipertensi persisten, tetapi
dapat mengganggu hemodi namik, memper buru k aritmia, memperberat
perdarahan .(2)

Selama berlangsungnya hemodialisis diperlukan antikoagulasi


supaya tidak terjadi pembekuan darah didalam sirkuit ekstrakor poreal.
Dalam perkembangann ya telah dicoba beberapa macam teknik
antikoagul asi yang dibuat berdasarkan keadaan pasien, juga beberapa macam
antiko agulan selain heparin pernah dicoba dan beberapa masih diupayakan.
Semua ini untuk mendapatkan antiko agulan yang dalam pemakaian
jangka panjang tidak memberikan efek samping. Akan tetapi dilihat dari
kesederhanaan pemberian nya , maka heparin berat molekul besar (
Unfractioned Heparine ) masih merupakan standar anti ko agulan
yang digunakan selama prosedur hemodialisis. (3)
Pada keadaan dimana antiko agulasi merupakan kontra indikasi bagi
pasien misalnya pas k a operasi, pasien dengan perdarahan aktif ,
seperti perdarahan gastrointestina l, dapat diupayakan pemberian
heparin dengan berat molekul rendah .(3)

Gagal ginjal terminal berhubungan dengan peningkatan insiden


perdarahan dari b erbagai tempat, khususnya pasien yang menjalani operasi.
Hemodialisis akan memperbaiki abnormal hemostatik pada uremia tapi
heparinisasi selama prosedur hemodialis is meningkatkan resiko
perdarahan. Resiko perdarahan dapat diminimalkan dengan
menggunakan pe ritoneal dialisis atau dengan cara alternatif mencegah
pembekuaan pada sirkulasi ektrakorporeal selama hemodialisis, yaitu
dengan pemberian heparin isasi minimal , pemberian dialisis bebas
heparin , dengan pemakaian antikoagulasi Low Molecular Weight Heparin
(LMWH), dan pemakaian antikoagulan regional citrate .(4 )
Komplikasi perdarahan sering diantara pasien hemodialisis.
Pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir cendrung terdapat kelainan
koagulasi. Pasien yang menjalankan hemodialisis meningkatkan resiko
perdarahan sistemik, yang disebabkan disfungsi faktor pembekuan,
sehingga menurunkan beberapa faktor pembekuan termasuk faktor II,
IX, X, XII, antikoagulan heparin selama hemodialisis dan juga pasien dengan
gagal ginjal tahap akhir cendrung terjadi perkembangan
trombosis. (5)

Tujuan penulisan tinjauan kepustakaan ini adalah agar


hemodialisis dapat berjalan lancar tanpa komplikasi trombosis maupun
perdarahan terutama pasien yang beresiko untuk terjadinya perdarahan
selama menjalankan prosedur hemodialisis.
BAB II
ANTIKOAGULAN PADA HEMODIALISIS

Selama berlangsungnya proses hemodialisis diperlukan


antikoagulasi supaya tidak terjadi pembekuan darah didalam sirkuit ekstrakor
poreal. Dalam perkembangannya telah dicoba beberapa macam teknik
antikoagulasi yang dibuat berdasarkan keadaan pasien, juga beberapa
macam antiko agulan selain heparin pernah dicoba dan
beberapa masih diupayakan. Semua ini untuk mendapatkan
antiko agulan yang dalam pemakaian jangka panjang tidak memberikan efek
sam ping. Akan tetapi dilihat dari kesederhanaan pemberian nya , maka
heparin berat molekul besar ( Unfractioned Heparine ) masih
merupakan standar antiko agulan .(3)
Pada proses hemodialisis terjadi aliran darah diluar tubuh. Pada
keadaan ini akan terjadi aktivasi sistim koagulasi darah dengan akibat
timbulnya bekuan darah. Karena itu pada hemodialisis diperlukan
pemberian heparin selama hemodialisis berlangsung.
Ada tiga teknik pemberian heparin yaitu teknik heparin rutin, heparin
minimal dan b ebas heparin. Pada tehnik heparin rutin, tehnik yang sering
digunakan sehari - hari, heparin diberikan dengan cara bolus diikuti dengan
continous infusion .
Pada keadaan resiko perdarahn sedang atau berat digunakan tehnik
heparin minimal dan dan te hnik bebas heparin. Contoh beberapa
keadaan resiko perdarahan berat misalnya pada pasien dengan
perdarahan intra serebral, trombositopeni, koagulopati dan paska
operasi dengan perdarahan .(6)
2.1. Antiko agulasi rut in

Untuk pasien stabil tanpa resiko pendarahan heparin dapat diberikan


secara kontinyu :
Diberikan dosis awal secara bolus 2 000 unit
Tunggu 3 sampai 5 menit untuk memberi kesempatan heparin
menyebar merata kemudian dialisis dimulai. Dilanjutkan dengan
infus heparin dengan kecepatan 1000 unit / jam kontinyu (dengan
pompa)
3. Dilakukan penilaian koagulasi
Heparin dapat diberikan secara bolus yang berulang -ulang/ intermiten :
1. Berikan dosis bolus awal 3000- - 4000 unit (50 – 100 unit / kg BB)
4000 unit (50 – 100 unit / kg BB)
2. Kemudian setiap jam diberikan 1000 – 2000 unit tergantung mas a
pembekuan
3. Dilakukan penilaian koagulasi

Menilai koagulasi sewaktu dialisis :


1. Secara visual :
a. Darah dalam sirkuit ekstrako r poreal berwarna sangat tua
b. Dalam dializer terlihat garis – garis merah
c. Dalam drip chumber terlihat busa dan pembentukan bekuan
darah
d. Darah setelah melalui dializer tak dapat masuk ke venous chumber
e. Terlihat bekuan dalam arterial header dari dializer
2. Tekanan dalam sirkuit ekstrakorporeal
3. Keadaan dializer paska dialisis
4. Mengukur volume residual dari dializer
5. Tes masa pembekuan
Antikoagulan (sodium heparinate atau heparin dan Low Molecular
Weight Heparin mutlak diperlukan selama prosedur hemodialisis untuk
mencegah bekuan darah pada sirkuit e k tra k orpore al. Pada pasien
beresiko perdarahan sebaiknya digunakan anti koagulan L MWH.
Antikoagulan LMWH ini dapat menghambat aktivitas faktor Xa tanpa
pemeriksaan waktu perdarahan dan waktu pembekuan .(3)

Teknik heparinisasi

1. Discontinous heparinization
Teknik heparinisasi ini cukup sederhana, sering dilaksanakan
dilapangan. Takaran aw al (loading dose) 1000 - 2000 IU heparin
kedalam arterial line segera setelah konektor dihubungkan dengan
dializer. Pada pertengahan sesi hemodialisis (Mid
dialysis) diberikan lagi 1000 - 2000 IU heparin. Jumlah takaran total
antara 4000 -5000 IU heparin.
2. Conti nous heparinazation
Teknik heparinisasi ini menggunakan infusion pump. Takaran
awal (loading dose) cukup 1000 - 2000 IU heparin, dilanjutkan
takaran pemeliharaan 500 -1000 IU heparin perjam. Jumlah
takaran total 4000 -5000 IU heparin.
3. Teknik modifikasi heparin isasi .
Indikasi pada pasien dengan resiko perdarahan seperti :
 Gastritis erosif
 Hematom subdural
 Perikarditis
 Trombositopeni dan trombopati
 Paska operasi
Beberapa teknik modifikasi heparinisasi seperti heparinisasi
regional, free heparinization, LMWH, atau pemberian antitrombotik.
Heparinisasi regional jarang dilakukan khusus di Indonesia, karena
tidak tersedia dipasaran protamin sulfat sebagai antidotum heparin, sulit
ditentukan takarannya dan bahaya reaksi syok anafilaktik.
Heparinisasi dengan dosis rendah, manfaat sebagai antikoagulan
kurang efektif dan tidak menjamin resiko perdarahan dari sumber internal
seperti gastritis erosif dan hematom subdural. Obat - obatan
sebagai antitrombotik kuat seperti citrate tidak menjamin dap at
mencegah kemungkinan perdarahan dan pembentukan bekuan pada dializer.
Free heparinization sering dilakukan dilapangan karena mudah,
praktis, cukup dengan garam fisiologi NaCl 0,9 %. Garam fisiologis sebanyak
100 ml setiap 30 - 45 menit dipakai s ebagai rinsing (flushing) kedalam sirkuit
Ektra k orporeal disertai peningkatan ultrafiltration rate untuk mencegah
bahaya overhydration .(7)

2.2. Hiperkoagulasi pada pasien gagal ginjal kronik

Hiperkoagulasi adalah suatu keadaan darah didalam s istim


sirkulasi menjadi lebih pekat . Darah yang mengental merupakan akibat dari
penumpukan fibrin didalam lumen pembuluh darah kecil. Fibrin adalah
bentuk akhir dari proses pembekuan darah, berfungsi untuk menghentikan
perdarahan ketika pembuluh darah terl uka. Pada
keadaan normal benang -benang fibrin bersama trombosit dan sel darah
lainnya akan membentuk semacam jala untuk menutup dinding
pembuluh darah yang rusak .(8)

Penderita gagal ginjal kronik mempunyai resiko untuk mengalami


hiperkoagulasi ya ng disebabkan oleh karena beberapa sebab, antara lain
defisiensi AT -III, hiperhomosistein dan penyakit kronis.
Hiperkoagulasi dapat menyebabkan :
 Pada saat fibrin melapisi dinding lumen kapiler, distribusi nutrien dan
oksigen keotot, syaraf, tulang dan o rgan lainnya akan
mengalami hambatan.
 Fibrin yang melapisi lumen kapiler menyebabkan darah lebih pekat
.
 Pemompaan darah yang pekat lebih berat.
 Sel endotel yang ada dilumen kapiler merupakan sumber
heparans, the bodys natural blood thinners . Pada saat fibr in
melapisi sel ini , heparans tidak dapat keluar sehingga
mengurangi kemampuan tubuh untuk melarutkan fibrin.

In siden trombosis arteri dan vena pada pasien gagal ginjal kronik
cendrung meningkat (10 -40 %). Beberapa penelitian memeriksa aktifita s
hemostasis diantaranya kadar fibrinopeptide A di plasma yang berasal dari
pemecahan fibrin oleh trombin dan diperkirakan sebagai penyebab terjadinya
koagulasi yang berlebih an pada pasien gagal ginjal kronik yang
asimtomatik, mengapa hal ini terjadi masih belum jelas .(8)

Beberapa kelainan hemostasis yang terjadi antara lain


menurunnya kadar Anti Trombin III (AT - III) oleh karena urinary losses ,
peningkatan aktifitas trombosit dan terdapatnya high molecular weight
fibrinogen didalam sirkulasi. Kemu ngkinan lain adalah immune mediated
injury pada glomerulus mengakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas
prokoagulan dan hal ini dapat berakibat secara sistemik .(3 )

Karen Kaufman tahun 2003 mengatakan hiperhomosistein dapat


merangsang terjadinya hiperkoagulasi darah dan beresiko terjadi
trombosis. Peningkatan kadar homosistein pada gagal ginjal kronik sejalan
dengan penurunan fungsi ginjal dan semakin meningkat pada gagal ginjal
terminal .(8)
Beberapa penelitian melaporkan hiperhomosis tein terdapat pada
75 - 100 % pasien dialisis dan 67% pada pasien peritoneal dialisis.
Sebaliknya prevalensi homosistein lebih rendah (46,4%) pada
insufisiensi ginjal kronik ringan yang belum membutuhkan dialisis.
Diagnosis adanya kelainan hiperko agulasi dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan fisik, medical history dan pemeriksaan darah.
Anamnesa yang akurat akan sangat membantu menentukan gejala dan
kemungkinan penyebabnya. Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk
melihat faktor -faktor pembekuan, trombosit dan AT - III.
Ada dua aspek terapi hiperkoagulasi pada gagal ginjal kronik
yaitu antikoagulan profilak dan pengobatan penyakit dasarnya. Pasien yang
sudah mengalami trombosis dapat diberikan antikoagulan heparin dan
dilanjutkan dengan wa rfarin. Regimen ini dapat mengurangi
frekuensi terjadinya trombus dan dapat merangsang rekanalisasi pada
pembuluh darah yang telah mengalami penyumbatan karena trombus.
Hiperkoagulasi merupakan masalah serius yang dapat
mengancam jiwa. Keadaan hi perkoagulasi harus selalu diwaspadai
karena dapat menyebabkan penderita jatuh dalam keadaan stroke. Infark
miokard , deep vein trombosis dan keadaan lain yang dapat mengancam jiwa
.(8)

Prognosis pasien dengan hiperkoagulasi bervariasi tergantung berat


ringannya pembekuan dan trombosis. Bila tidak terdeteksi dan tidak
terdeteksi dengan baik trombosis bisa berkembang menjadi
recurrent trombosis dan emboli paru yang merupakan keadaan yang
sangat buruk .(8)
BAB III
ANTI KOAGULAN PADA PASIEN BERESI KO PERDARAHAN

Pada keadaan dimana antiko agulasi merupakan kontra indikasi bagi


pasien misalnya paska operasi, pasien dengan perdarahan aktif ,
seperti perdarahan gastrointestina l, pasien dengan perdarahan intra
serebral, trombositopeni, dan ko agulopati, dapat diupayakan pemberian
heparin dengan berat molekul rendah .(3)

Pasien dengan penyakit ginjal kronik dapat terjadi komplikasi


perdarahan, sehingga antikoagulan dapat diturunkan dosisnya atau
dihindarkan. Pasien dengan resiko perdara han diturunkan dosis
antikoagulan seperti pada (9 ) :

 Sebelum/ setelah operasi


 Resiko tinggi perdarahan kronis (gastrointestinal).
 Retinopati diabetes.
 Kelainan faktor pembekuan
 Perdarahan aktif.
 Perikarditis hemoragis.
 Penyakit kista ginjal.

3.1. P emberian Heparin

Pada proses hemodialisis terjadi aliran darah diluar tubuh. Pada


keadaan ini akan terjadi aktivasi sistim koagulasi darah dengan akibat
timbulnya bekuan darah. Karena itu pada hemodialisis diperlukan
pemberian heparin selama hemodialisi s berlangsung. Ada tiga teknik
pemberian heparin yaitu teknik heparin rutin, heparin minimal dan bebas
heparin. Pada te k nik heparin rutin, te k nik yang sering digunakan sehari -
hari, heparin diberikan dengan cara bolus diikuti dengan
continous inf usion . Pada pasien be resiko perdarah an sedang atau berat
digunakan tehnik heparin minimal dan dan tehnik bebas heparin. (6)
Tabel 1. Pemberian heparin pada pasien beresiko perdarahan.

a. Heparinisasi minimal
Pemberian heparin secara ketat dilakukan pada pasien beresiko sedang
untuk mengalami perdarahan.
Heparin minimal dilakukan dengan cara sebagai beriku t :
1. Target waktu pembekuan (clothing time/ CT) sebagai dasar + 40%
2. Bolus heparin 500 unit dalam 30 menit
Lebih disukai dengan cara sbb :infu s heparin konstan 250 -2000 un it
/ jam (biasanya 600 unit/ jam, setelah bolus dikurangi atau tidak
diberikan bolus awal (750 unit dan cek ACT/ Activated Clothing Time setelah
3 menit)
3. Monitor ACT tiap 30 menit
4. Pemberian heparin dilakukan sampai akhir dialisis

b. Dialisis bebas hepar in


Diberikan pada pasien dengan perdarahan aktif, pasien perikarditis,
koagulopati, trombositopeni, perdarahan intraserebral, baru menjalani operasi
atau baru melaku kan transplantasi ginjal
Pengawasan ketat oleh perawat (hanya 5% resiko untuk pembekuan sir
kuit secara lengkap. Cara :
1. Bilas sirkuit dializer dengan NaCL 0,9 % yang telah dicampur heparin
3000 -5000 unit .
2. Bilas dan keluarkan cairan tersebut diatas (jangan dimasukkan kedalm
tubuh pasien)
3. Gunakan secepat mungkin aliran darah (250ml -menit)
4. Bila s sirkuit dialisis tiap 15 -30 menit dengan cairan NaCL 0,9 %
sebanyak 25 -200 ml u ntuk mencegah pembekuan di jalur arteri
5. Naikkan laju ultrafiltrasi untuk mengeluarkan NaCL ekstra
6. Perhatikan dializer dan awasi tekana n vena dengan hati -hati untuk
mendeteksi tand a-tanda awal pembekuan darah
7. Hindari pemberian transfusi darah
3.2. Pemberian ant ikoagulasi dengan Low Molecular Weight
heparin :

a. Enoxaparin sodium
Dosis : 0,5 - 1mg/ kg BB, disuntikkan ke jalur arteri. Dari sirkuit
dialisis pada awal diali sis, akan cukup untuk dial isis selama 4 jam.
Bila tampak cincin vibrin tambah suntikan 0,5 - 1mg/ kgBB
b. Nadroparin kalsium
Dosis :
 BB < 50 kg : 0,3ml
 BB 50 -69 kg : 0,4ml
 BB > 70 kg : 0,5ml
Disuntikkan ke dala m jalu r arteri dari sirkuit diali sis pada awa l
hemodialisis

Penggunaan heparin dosis minim al dapat menurunkan


komplikasi perdarahan pada pasien beresiko tinggi dibandingkan
dengan heparin regional. Protokol biasanya terdiri dari bolus heparin
500 unit setiap 30 menit, cara lain dengan kont in yu infus dengan
menggunakan monitor. Keuntungan teknik ini tidak ada penambahan
alat yang digu nakan.
Hemodialisis tanpa heparin digunakan pada pasien beresiko tinggi
perdarahan, t ranfusi darah selama hemodialisi s tanpa heparin
meningkatkan res iko pembekuan darah pada sirkuit dialiser .(8)

LMWH dianjurkan karena kurang menyebabkan perdarahan dan


menyebabkan trombositopeni dari heparin, tapi LMWH ini lebih mahal dan
tidak lebih baik dari heparin pada hemodialisis yang berhubungan dengan
perdarahan atau komplikasi lain.
Walaupun sering penggunaan warfarin pada pasien beresiko
perdarahan pada pasien hemodialisis, tetapi mekanismenya belum
diketahui. Suatu penelitian di Kanada pada pasien yang menggunakan
warfarin dengan yang ti dak menggunakan warfarin atau menggunakan
heparin subkutan, resiko perdarahan rendah pada pasien yang
menggunakan warfari sehingga warfarin dipertimbangkan pada pasien yang
beresiko perdarahan .(10 )

Heparin digunakan secara luas sebagai antikoagul an pada


hemodialisis untuk mencegah pembekuan dalam sirkulasi
ektrakorporeal. Rekombinan Hirudin dapat digunakan sebagai anti
koagulan pada hemodialisis bila heparin kontra indikasi, khususnya pada
pasien Heparin Induce Trombositopenia .(11 )

Pasien hemodialisis dengan Atrium Fibrilasi yang mendapat


warfarin meningkatkan resiko strok. Suatu penelitian di California tahun 2003
-2004 pada 1671 pasien hemodialisis dengan atrium fibrilasi yang diterapi
dengan warfarin, aspirin, clopidogrel, tanpa obat, h asil
penelitian mendapatkan bahwa pasien yang mendapat warfarin
meningkat resiko terjadinya stroke .(12 )

Penelitian di Taiwan dari tahun 1991 -1999 pada pasien dialisis


kronis yang datang dengan strok hemoragik akut, dari 16 pasien, 14 pasien
denga n hemodialisis dan 2 orang dengan peritoneal dialisis. Prognosis
perdarahan serebral pada pasien hemodialisis kronis buruk, pasien dengan
hemoglobin rendah setelah perdarahan serebral akan memperburuk
prognosis .(13 )

Walaupun heparin sering diguna kan sebagai antikoagulan untuk


hemodialisis, LMWH juga mempunyai manfaat yang sama. Tujuan
penelitian untuk melihat manfaat dan keamanan bolus LMWH,
enoxaparin. Dari 38 pasien dibagi dalam 2 kelompok, satu kelompok
menggunakan enoxaparin 40 mg (1 mg/ kgbb), single dose, efektif dan
aman dari heparin dan komplikasi perdarahan dengan LMWH lebih rendah
dari heparin .(14)
Pasien dengan hemodialisis rutin, antikoagulan yang biasa
digunakan adalah heparin mencegah trombosis pada sirkuit
ektrakorporeal, wa laupun dapat meningkatkan resiko perdarahan,
terutama pasien beresiko perdarahan, untuk meminimalkan resiko
perdarahan di gunakan antikoagulan regional dengan citrat. (15)

Suatu penelitian pada 209 pasien, 37 pasien menggunakan citrat


sebagai anti koagulan, 87 pasien dengan low dose heparin plus citrat, 85
pasien dengan heparin, dari hasil penelitian regional antikoagulan dengan
citrat aman dan efektif sebagai alternatif antikoagulan selain
heparin .(16 )

Penggunaan Non Steroid Anti Inflamas i Drug (NSAID)


meningkatkan perdarahan gastrointestinal pada pasien hemodialisis.
Suatu penelitian di Serbia selama 4 bulan pada 650 orang yang
menjalankan hemodialisis didapatkan bahwa pasien yang menggunakan
NSAID tiga kali lebih tinggi terjadinya perdar ahan gastrointestinal .(1 7)

Antikoagulan oral sulit pada pasien hemodialisis karena efek


antitrombotik dapat meningkatkan resiko perdarahan. Pasien
hemodialisis dengan atrium fibrilasi mempunyai resiko untuk terjadi strok,
pemanjangan waktu perda rahan sering pada pasien uremia .(18 )

Pasien hemodialisis memerlukan antikoagulan untuk mencegah


pembekuan pada siklus ektrakorporeal. Bagaimanapun Heparin dan
LMWH kontra indikasi pada pasien beresiko perdarahan, pada kasus ini
dibeberapa senter mengizinkan hemodialisis tanpa heparin .(19 )

Walaupun manfaat terapi antiplatelet untuk me n cegah penyakit


kardiovaskular pada pasien CKD diterapi dengan antiplatelet belum jelas,
suatu penelitian mengevaluasi resikio perdarahan pada pasien hemodi alisis
yang diterapi antiplatelet, 190 pasien dari tahun1998 - 2000,
kesimpulan, pasien dialisis dengan terapi antiplatelet mempunyai resiko
perdarahan tiga kali lebih tinggi .(20 )
Reginal Citrat Anti coagulan (RCA) dapat sebagai alternatif
antikoagulan heparin selama Continuous Venovenous Hemof iltrasion ,
regional citrat antikoagulan tidak meningkatkan resiko perdarahan, suatu
penelitian pada 21 pasien dengan RCA , 27 pasien dengan heparin, tidak ada
perdarahan dengan RCA, sedangk an dengan heparin terjadi
perdarahan pada 10 orang .(21 )

Continuous Renal Replacement Therapies ( CRRT) digunakan pada


pasien criti cal ly ill , dengan gagal ginjal akut khusus dengan
hemodinamik tak stabil, pasien criti cally ill dengan sepsis dengan resiko
tinggi perdarahan. Heparin sering digunakan untuk CRRT karena
mudah dimonitor tapi dapat menimbulkan perdarahan, dan Heparin
Induced Trombositopenia ( HIT), dicari alternatif heparin termasuk
regional heparin, LMWH, heparinoid, dan regional citrat .(22 )

CRRT sering digunakan pada pasien criti cal ly ill di Canada tahun
2002 -2003, regional citrat sebagai antikoagulan lebih superior pada
CRRT.(23 ) , karena pasien dengan criti cally ill meningkatkan pembekuan
dan perdarahan sehingga menjadi m asalah antikoagulan untuk
CRRT.(24 ) CRRT tanpa antikoagulan diizinkan pada pasien yang beresiko tinggi
perdarahan .(25 )
BAB IV
KESI MPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN

1. Penyakit ginjal termi nal insidennya semakin meningkat sehingga


dip erlukan terapi penganti diantaranya adalah hemodialisis.
2. Pada prosedur hemodialisis diperlukan antikoagulan agar tidak t
erjadi pembekuan darah didalam sirkuit ekstrakorporeal.
3. Pasien gagal ginjal kronik sering timbul komplikasi terjadinya
trombus dan perdarahan.
4. Pasien yang beresiko t erjadinya perdarahan diperlukan
antikoaguan dengan heparin minimal dose atau tanpa
heparin, atau menggunakan Low Molecular Weight Heparin.

4.2. SARAN

Diperlukan antikoagulan yang aman untuk pasien yang


beresiko perdarahan , sehingga komplikasi perdarahan selama
prosedur hemodialisis dapat dihindarkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhardjono. Penyakit Ginjal Kronik adalah suatu wabah baru (global


epidemic) dise luruh dunia. Annual Meeting Pe rhimpunan Nefrologi
Indonesia. 2009:1 - 9.
2. Purwanto MB. Hemodialisis. Kumpulan naskah Pertemuan Ilmiah
Nasional V PB PAPDI.2007:53 - 63.
3. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. PERNEFRI.2003. Antikoagulasi.
Konsensus Dialisis.
4. Lohr JW, Schwab SJ. Minimizing Hemorrhag ic complication in dialysis
patients. Journal of the American Society of Nephrology.2008;2:961 -
975.
5. Maderna P, Coleman P, Godson C. Serum from henodialysis patients
inhibits basal and cytokine - stimulated tissue factor expression in vitro.
J.Am.Soc.Nephrol. 2008;10:2403 -2406
6. Raharjo P, Susalit E, Shardjono. Hemodialisis. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I.2006;4:490 -491.
7. Sukandar E. Prosedur Teknik Hemodialisis Gagal dan Panduan terapi
Dialisis.2006:162 -20 1.
8. Prasanto H. Hypercoagulation in Chronic Kidney D isease. Naskah
Lengkap. The 7 th Jakarta Nephrology & Hypertension Course.
PERNEFRI.2007:25 - 27.
9. Conivet E. Wullai A, Clavel P. Systemic Heparin - free hemodialysis how
to treat patient at risk of bleeding. J.Am.Soc. Nephrol.2003;14:728.
10. Meghan EJ, Deborah Z, Rachel HM. Warfarin anticoagulation in
hemodialysis patients. A Systemic review of bleeding rate. American Journal
Of Kidney Disease.2007;50:433 -440.
11. Muller A, Huhle G, Nowack R. Serious bleeding in a haeodialysis patient
treated with recombinant hirudin. Nephrol Dial
Transplant.2006;14:2482 - 2483.
12. Chan K. Warfarin use associates with increased risk for stroke in
hemodyalisis patients with atrial fibrillation. Clinical journal of the
American Society of nephrology.2009;3:30 - 39.
13. Pai MF. Hsu SP, Peng YS. Hemo rrhagic stroke in chronic dialysis patients.
Ren Fail.2004;26:165 -170.
14. Arrayed SA, Seshadri R. Use of Low Molecular Weight Heparin for
hemodyalisis; A short -torm study. Am J. Kidney Dis.2006;28:721 - 726.
15. Kim YG. Anticoagulation during hemodyalisis patients at high -risk of
bleeding Nephrology.2003:23 -27.
16. Morgera S. Scholle C, Vossa G. Metabolic complications during regional
citrate anticoagulation in continuous venovenous hemodyalisis; single -
center experience. Nephron Clin Prac.2004;97:131 -136.
17. Jankovic SM, Aleksc J, Rakovic S. Non Steroidal Antiinflamatory Drug and
risk of gastrointestinal bleeding among patients on hemodialysis. J.
nephrol.2009;22:502 -507
18. Finnazzi G, Mingardi G. Oral anticoagulant therapy in hemodyalisis patients;
do the genetic outweigh th e risks. Intern Emerg
Med.2009;4:375 - 380.
19. Dominique J. Chronic hemodyalisis without systemic heparinization; a
randomized study. Update.2009.
20. Perales S, Vazquez E, Corles G. Platelet antiaggregation and
hemorrhagic risk in hemodyalisis. Nefrologia.2002;22 :456 - 462.
21. Betjes MG, Oesterom D, Agoteren M. Regional citrate versus heparin
anticoagulation during venovenous hemofiltration in patients at low risk
for bleeding. J.Nephrol.2007;5:602 - 608.
22. Tolwani AJ, Willie KM. Anticoagulation for continuous renal
replac ement therapy. Semin.Dial.2009;;2:141 - 145.
23. Bagshaw SM, Laupland KB, Boiteau PJ. Is regional citrate superior to systemic
heparin anti coagulation for continuous renal replacement therapy. J Crit
Care.2005;2:155 - 161.
24. Tilman J. Heparin versus citrate for ant icoagulation in critically ill
patient for treatment with Continuous Renal Replacement Therapies. Nurs Crit
Care.2009;14:191 -199.
25. Morabito S, Guzzo I, Solazzoa. Continuous renal replacemen therapies;
anticoagulation in the critically ill at high risk of bl eeding.
J.Nephrol.2003;4:566 -571.
26. Lindi NA, Beasley M, Baird MF. Kidney Function Influences Warfarin
responsiveness and Hemorrhagic Complications. J.Am.Soc.Nephrol.
2009;20:1 - 10

Anda mungkin juga menyukai