Orde Baru tumbuh dan besar di atas runtuhnya pemerintahan Orde Lama. Perekonomian
yang gagal dan ditambah adanya gerakan G 30 S PKI 1965 mematahkan kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintahan orde lama. Inflasi yang tinggi dan tidak turunya dana pinjaman luar negeri
membuat perekonomian Indonesia di titik akhir.
Kekacauan politik yang dibuat oleh PKI membuat sebagian rakyat Indonesia menginginkan
adanya perubahan kabinet. Rakyat ingin pemerintahan Indonesia bebas dari Unsur PKI. Tatanan
masyarakat dan pemerintahan menuntut dilaksanakanya Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan Konsekuen. Berikut merupakan dorongan-dorongan untuk munculnya Orde Baru:
1. Desakan mahasiswa angkatan 66 dan lahirnya Tritura
Kondisi perekonomian dan politik Indonesia sangat memprihatinkan. Harga kebutuhan
bahan makan naik dan perseteruan antara PKI dan Angkatan Darat semakin meruncing. Keadaan
tersebut diperparah dengan sakitnya Presiden Soekarno. PKI yang merasa dekat dengan Presiden
mengambil aksi sepihak pada tanggal 30 Sepetember 1965. Tindakan tersebut menuai protes dari
rakyat dan ingin PKI segara dibubarkan. Awalnya Presiden tidak mau menanggapi seruan tersebut.
Sikap Presiden yang tidak mau membubarkan PKI ini, membuat sebagian mahasiswa
geram. Karena hal itu lahirlah KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), yang kemudian
diikuti oleh Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Guru Indonesia
(KAGI) dan lain sebagainya.
Harga tukar dollar terhadap rupiah yang sebelumnya hanya Rp.5.100,-/dollar berubah
menjadi Rp17.500,-/dollar. Hal ini membuat harga-harga kebutuhan makanan meninggi dan
menghimpit kehidupan masyarakat Indonesia.
Gelombang aksi rakyat tersebut muncul dimana-mana dengan suatu tuntutan yang terkenal
dengan nama ‘Tritura’ (Tiga Tuntutan Nurani Rakyat), sebagai perwujudan dari tuntutan rasa
keadilan dan kebenaran. Berikut isi dari Tritura :
1. Pembubaran PKI dan Ormas-ormasnya
2. Pembersihan Kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI
3. Penurunan Harga
Mahasiswa terus melakukan demonstrasi agar Tritura dapat ditanggapi dan dilaksanakan
oleh pemerintah. Banyak korban dari kalangan mahasiswa jatuh karena peristiwa melawan
pengawal-pengawal pemerintahan.
2. Supersemaar dan Peran Letjen Soeharto
Karena Orde Lama tidak dapat bertahan lagi menguasai pimpinan Negara, maka
Presiden/Panglima tertinggi memberikan kekuasaan penuh kepada Panglima Angkatan Darat
Letnan Jendral Soeharto, yaitu dalam bentuk ‘Surat Perintah 11 Maret 1966’ (Super Semar). Super
semar ini menjadi titik awal lahirnya pemerintahan Orde Baru dibawah kepemimpinan Mayjen
Soeharto. Tugas pemegang Super Semar cukup berat, yaitu untuk memulihkan keamanan dengan
jalan menindak pengacau keamanan yang dilakukan oleh PKI beserta ormas-ormasnya serta
mengamankan 15 Menteri yang memiliki indikasi terlibat G 30 S PKI dan lain-lainya. Akan tetapi
mandat yang berisikan untuk mengendalikan situasi keamanan di Indonesia diselewengkan
menjadi pengalihan kepemimpinan
Awalnya karena ada demostrasi besar-besaran di Istana Merdeka, Presiden Soekarno pergi
ke Istana Bogor. Setiba di Bogor Presiden didatangi 3 jendral yang memberikan map merah yang
berisikan tentang agar Presiden memberikan kekuasaan penuh kepada Letjen Soeharto untuk
mengatasi kondisi Negara yang memburuk. Awalnya Presiden menolak, tapi dengan besar hati
Presiden menandatanganinya asalkan saat kondisi membaik mandate tersebut dikembalikan ke
Presiden Soekarno lagi.
Adapun pokok-pokok isi Super Semar yaitu :
a. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminya keamanan dan kertertiban
serta kestabilan jalanya pemerintahan dan jalanya revolusi, serta menjamin keselamatan
pribadi dan Kewibawaan Pimpinan Presiden.
b. Pengadaan koordinasi pelaksana perintah dengan panglima-panglima angkatan lain dengan
sebaik-baiknya.
c. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkutan dalam tugas dan tanggung jawabnya
seperti yang disebutkan diatas.
Kamis, 23 Februari 1967 pukul 19.30 WIB di Istana Merdeka, Presiden Soekarno dengan
resmi menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada pengemban ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966, yakni Soeharto. Sehubungan dengan itu MPRS melakukan siding Istimewa tanggal
7-12 Maret 1967. Hasilnya pada tanggal 12 Maret 1967, Letjen Soeharto secara resmi diangkat menjadi
Presiden Indonesia yang kedua yang dikukuhkan dalam ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967.
Sidang MPRS IV/1966, menerima dan memperkuat Super Semar dengan dituangkan dalam
Tap no. IX/MPRS/1966. Hal ini berarti semenjak itu Super Semar tidak lagi bersumberkan Hukum
Tatanegara Darurat tapi, bersumber pada kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat 2 UUD 1945).
Pemerintah Orde Baru kemudian melaksanakan Pemilu pada tahun 1973 dan terbentuknya
MPR tahun 1973. Adapun misi yang harus diemban berdasarkan Tap. No. X/MPR/1973 meliputi:
1. Melanjutkan pembangunan lima tahun dan menyusun serta melaksanakan Rencan Lima
Tahun II dalam rangka GHBN
2. Membina kehidupan masyarakat agar sesuai dengan demokrasi Pancasila.
3. Melaksanakan Politik luar negeri yang bebas aktif dengan orientasi pada kepentingan
nasional.