Kontrak Kerja Outsourcing
Kontrak Kerja Outsourcing
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi ketentuan hukum dalam perjanjian kerja?
2. Apa yang menjadi kewajiban-kewajiban pihak dalam perjanjian kerja
yang sudah disepakati itu?
3. Apakah praktek outsourcing boleh diterapkan dalam
ketenagakerjaan?
4. Apa akibat hukum pelanggaran praktik outsourcing?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui ketentuan hukum dalam perjanjian kerja
2. Menyebutkan kewajiban-kewajiban pihak dalam perjanjian kerja yang
sudah disepakati
3. Mengetahui penerapan outsourching dalam ketenagakerjaan
4. Mengetahui akibat hukum pelanggaran praktik outsourcing
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Dalam suatu perjanjian tentunya ada para pihak yang melakukan
perjanjian tersebut.Begitu juga halnya dengan perjanjian kerja, dalam
perjanjian kerja pihak-pihak itu adalah pekerja dan pemberi kerja
(pengusaha / majikan).Dalam undang-undang No. 25 tahun 1997 tentang
ketenagakerjaan menyebutkan pekerja adalah “tenaga kerja yang
bekerja diluar maupun di dalam hubungan orang atau badan hukum yang
mempekerjakan buruh”.Di sini yang dimaksud dengan buruh adalah
pekerja.
Hubungan antara pihak-pihak dalam ketenagakerjaan tidak dapat
diserahkan sepenuhnya kepada para pihak (pekerja dan pemberi kerja),
apalagi dalam hal terjadinya permasalahan dalam hubungan
kerja.Tujuannya adalah untuk menciptaka keadilan sosial di bidang
ketenagakerjaan. Karena dapat dipastikan pihak yang kuat akan selalu
ingin menguasai pihak yang lemah (homo homoni lupus). Atas dasar
inilah pemerintah perlu turut serta dalam masalah
ketenagakerjaanmelalui peraturan perundang-undangan yang menjadi
objek keikutsertaan pemerintah terutamanya menyangkut keselamatan,
kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya.Akan tetapi tentunya
pemerintah juga memperhatikan kepentingan pengusaha yakni
kelangsungan perusahaannya.
Pasal 1313 KUH perdata mendefinisikan perjanjian sebagai suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih lainnya.Oleh karena itu, pengertian
seperti ini mengandung makna dan cakupan yang luas atau umum sekali
sifatnya.
Kemudian dalam pasal 1601 a KH perdata secara khusus
mendefinisikan mengenai perjanjian kerja.
“perjanjian kerja adalah perjanjian dimana pihak yang satu si
buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si
majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan
menerima upah”.
Pakar hukum perburuhan Indonesia, yaitu Prof. R. Iman soepomo,
S.H yang menerangkan bahwa perihal pengertian tentang perjanjian
kerja.Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu,
buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada
pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri mengerjakan buruh itu
dengan membayar upah.
Dari pengertian-pengertian ini dapat disimpulkan bahwa dalam
suatu perjanjian terdapat dua pihak, dimana hanya satu pihak yang
memberikan perintah sedangkan pihak lain menjalankan perintah
tersebut dengan mendapatkan upah. Kedudukan yang tidak sama ini
disebut sebagai subordinasi.
Oleh karena itu adanya perbedaan yang prinsip antara perjanjian
umum dengan perjanjian kerja tidak dapat dipungkiri. Sebab dalam
perjanjian pada umumnya yang membuat perjanjian mempunyai derajat
yang sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama atau
seimbang. Perjanjian kerja juga dikatakan hampir mirip dengan perjanjian
pemborongan yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak-pihak yang
satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan bagi pihak yang lain
dengan pembayaran tertentu.
Selanjutnya perlu ditekankan bahwa perjanjian kerja jelas tidak
sama dengan kesepakatan kerja bersama (KKB). Perjanjian kerja tidak
boleh bertentangan dengan KKB.
Berikut ini adalah ketentuan –ketentuan hubungan antara KKB dan
perjanjian kerja :
a) KKB adalah sebagai peraturan induk dari perjanjian kerja
b) Perjanjian kerja tidak boleh mengesampingkan keberadaan KKB
c) Ketentuan-ketentuan dalam KKB secara otomatis beralih perjanjian
kerja
d) KKB merupakan jembatan untuk menuju terciptanya perjanjian kerja
yang baik.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam hubungan kerja perjanjian kerja merupakan suatu hal yang
lazim digunakan dimana, antara pekerja dan pemberi kerja mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat yaitu perjanjian kerjanya sebagai
undang-undang bagi pihak yang terikat.Perjanjian kerja tidak boleh
bertentangan dengan kesepakatan kerja bersama (KKB).Perjanjian kerja
dibentuk harus berdasarkan kesepakatan yang terbuka dari kedua
pihak.Sedangkan pelanggaran terhadap isi perjanjian adalah pelanggaran
hukum, yaitu hukum yang mengikat kedua pihak.Pelanggaranhukum
terdapat kewajiban membayar ganti rugi oleh yang melanggar
perjanjian.Dalam melakukan perjanjian kerja harus terpenuhinya unsur-
unsur dalam ketentuan-ketentuan hukum dalam pembuatan perjanjian.
Praktek Outsourcing telah diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan, outsourcing hanya boleh dilakukan untuk kegiatan jasa
penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsug dengan proses
produksi. Dan bagi yang melanggar,tidak ada sanksi pidana secara
spesifik bagi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh maupun
perusahaan pemberi Namun yang ada hanyalah pencabutan izin
operasional perusahaan penyedia pekerja outsourcing dan perubahan
status hubungan kerja pekerja outsourcing.
B. Saran
Dalam pembentukan perjanjian kerja yang sifatnya formal
sebaiknya kedua pihak didukung oleh pihak dari pemerintah.Pihak
pemerintah disini dapat memberikan masukaan maupun saran terhadap
isi perjanjian tersebut.Oleh karena itu pejabat pemerintah yang turun
tangan dalam hal ini adalah mereka yang mempunyai keahlian khusus
dalam perjanjian kupun tentang pekerjaan yang dikerjakan berdasarkan
perjanjian kerja tersebut.
Dalam praktek Outsourcing sebaiknya pemerintah harus melakukan
pengawasan dan menetapkan standar regulasi di tingkat pusat dan
daerah dan pengusaha atau industri diharap dapat menentukan core dan
non core serta membuat skemahubungan kerjasama yang melindungi hak
pekerja atau buruh, artinya perusahaan seharusnyamenetapkan
outsourcing bukan untuk cost reduction tetapi semangat untuk fokus pada
bisnisdan produktivitas yang berkaitan dengan kesejahteraan Serta
perusahaan outsourcing harus profesional dan taat hukum sehingga dapat
menjadi mitrausaha yang dapat diandalkan berdasarkan kompetensi dan
produktifitasnya dan tak lupa pekerja atau buruh harus meningkatkan
kompetensinya agar mampu bersaing di tengah erayang kompetitif
sehingga akan dicari perusahaan dan mempunyai daya saing
DAFTAR PUSTAKA
Djumadi, S.H., M. Hum., 2004. Perjanjian Kerja. Bnjarmasin: PT. Rajagrafindo Persada.
Husni Lalu, S.H., Hum. 2000. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Mataram: PT.
Rajagrafindo Persada.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Darmawan. 2014. Seputar Maslah Tenaga Kerja Outsourcing di Indonesia. Diakses melalui
http://www.academia.edu/4820761/Seputar_Masalah_Tenaga_Kerja_Outsourcing_di_Indonesia
pada tanggal 24 Juni 2015 pukul 10.31
Tri Jata Ayu Pramesti. 2015. Akibat Hukum Pelanggaran Praktik Outsourcing. Diakses
melalui http:// www.hukumonline.com/ klinik/ detail/ lt51ee87cd92e1f/akibat-hukum-
pelanggaran-praktik-outsourcing pada tanggal 24 Juni 2015 pukul 10.39.