Anda di halaman 1dari 30

DEPARTEMEN IKM/IKK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA


PUSKESMAS MAMAJANG, KELURAHAN MANDALA, KECAMATAN MAMAJANG

DISUSUN OLEH :

FAHMI MAULANA IBRAHIM


C014172092

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN IKM/IKK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

NAMA : FAHMI MAULANA IBRAHIM

NIM : C014172092

PERIODE KEPANITERAAN : 05 AGUSTUS 2019 – 29 SEPTEMBER 2019

JUDUL : LAPORAN KASUS KEDOKTERAN

KELUARGA (HIPERTENSI)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik Stase Kedokteran


Keluarga pada Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat / Ilmu Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 7 September 2019

Pembimbing

(dr. Hj. Syamsiah Densi R, M.Kes)


LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Limbas Marman
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 41 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Agama : Islam
Alamat : Jl.Veteran Selatan Lr.4 No.269 J RT/RW 005/003 Kelurahan
Mandala

B. SUBJEKTIF
Anamnesis Terpimpin:
• Keluhan Utama : Nyeri kepala
• Anamnesis terpimpin :
Nyeri kepala sering dialami sejak 3 tahun yang lalu, berdurasi >3 jam jika terjadi
serangan, hilang timbul. Nyeri kepala bertambah berat jika pasien terkena sinar
matahari. Nyeri kepala disertai leher tegang dan membaik setelah minum obat
sakit kepala / paracetamol.
Saat ini tidak ada nyeri dan tegang pada leher, tidak ada mual dan muntah.
Demam tidak ada. Batuk dan sesak tidak ada. Buang air kecil lancar berwarna
kuning. Buang air besar baik. Nafsu makan baik. Tidak ada penurunan berat
badan. Pasien gemar mengonsumsi makanan yang asin dan gorengan. Pasien
juga merokok selama +/- 20 tahun dan menghabiskan 2 bungkus per hari namun
telah berhenti 1 tahun terakhir.
• Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah melakukan pemeriksaan sekitar 1 tahun yang lalu dan didapatkan
tekanan darah pasien 160/90 mmHg namun tidak meminum obat penurun tekanan
darah. Pasien tidak memiliki riwayat DM dan alergi.

• Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluarga pasien dengan hipertensi yaitu nenek dan ibu pasien.
C. OBJEKTIF
1. Status Pasien
• Keadaan Umum : Sakit Sedang/ Gizi Baik/ Composmentis
Tinggi badan :162 cm
Berat Badan : 63 kg
IMT : 24 (overweight)
• Tanda Vital :
Tekanan Darah : 145/90 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,6 0C, axilla
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
- Bentuk : Normal, simetris kiri dan kanan
- Rambut : Hitam, sukar dicabut
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), reflek cahaya
(+/+)
- Telinga : Tophi (-), serumen (-), pendengaran dalam batas normal,
nyeri tekan di prosesus mastoideus (-)
- Hidung : Septum deviasi (-), perdarahan (-), sekret (-)
- Mulut : Bibir kering(-), sianosis (-), lidah kotor (-), perdarahan gusi
(-), faring hiperemis (-)
• Leher :
- Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
- Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
- JVP : R+1 cmH2O
- Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
- Tumor : (-)
• Thoraks :
- Inspeksi
Bentuk :Simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi subcostal,
intercostal, suprasternalis.
Sela iga : Dalam batas normal
- Palpasi
Fremitus raba : Vokal fremitus sama pada kedua hemithorax
Nyeri tekan : (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax
- Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas kanan atas ICS II linea parasternalis dextra
Batas kiri atas ICS II linea midclavicularis sinistra
Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri bawah ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
• Ekstremitas :
Superior : Akral hangat, tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger,
tidak ada edema maupun deformitas
Inferior : Akral hangat, tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger,
tidak ada edema maupun deformitas.

D. ASSESSMENT
Hipertensi Grade I
E. PLANNING
- Promotif
Menjelaskan tentang penyakit hipertensi pada umur pasien dan yang
berisiko tinggi untuk memiliki hipertensi, agar dapat menjalankan pola hidup
sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, tidak tinggi kolesterol,
menghindari rokok, melakukan olahraga ringan dan mengurangi aktivitas yang
berat dan menyita banyak pikiran.
- Preventif
Menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan mengkonsumsi
makanan yang tidak tinggi kandungan kolesterolnya, mengurangi konsumsi
kacang-kacangan, menghindari rokok, berolahraga ringan, mengurangi
aktivitas yang membutuhkan banyak pikiran, menghindari stress, hindari
makanan mengandung asam urat, membatasi aktivitas fisik.
- Kuratif
Terapi Medikamentosa : Amlodipin 5 mg 1x1
jenis obat Calcium Channle Blockers, Umumnya dosis awal amlodipine adalah
5 mg per hari. Ini bisa ditingkatkan ke dosis maksimum yaitu 10 mg per hari.
Dosis akan disesuaikan dengan keadaan dan respons pasien terhadap obat ini.
Indikasi : hipertensi,gagal jantung dan gangguan pada ginjal
Terapi nonmedikamentosa :
- Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan
kebiasaan makan penderita hipertensi ( diet rendah garam)
- Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien
penderita hipertensi
- Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien
penderita hipertensi untuk melakukan olahraga senam aerobic atau jalan
cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. Selain itu
menghentikan kebiasaan merokok dan mengurangi minum minuman
beralkohol.
- Rehabilitatif

• Kontrol penyakit ke dokter minimal sebulan sekali.


• Monitoring : Tekanan darah
• Kerusakan target organ :
o Mata (Retinopati hipertensi)
o Ginjal (Nefropati hipertensi)
o Jantung (HHD)
o Otak (Stroke)
• Interaksi obat dan efek samping
• Kepatuhan minum obat

F. PROGNOSIS
Ad Functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad vitam : bonam

G. ANALISA KASUS
a. Faktor Internal
1. Struktur keluarga
Bapak Limbas merupakan salah satu pasien hipertensi di wilayah
Puskesmas Mamajang, berusia 41 tahun. Bapak Limbas telah menikah dengan
Ibu Halija (37 tahun) yang sehari-sehari mengurus rumah tangga.
Bapak Limbas memiliki 2 orang anak, anak pertama, M. Gilang, laki-laki
berusia 14 tahun dan anak kedua Gisel, perempuan berusia 11 tahun dan
keduanya sedang menempuh pendidikan di bangku sekolah.
2. Genogram

Limbas, 41 Halija, 37

M. Gilang, 14 Gisel, 11

3. Family Circle

Limbas

Halija M. Gilang

Gisel

4. Siklus Keluarga
Pasien ini, dari hasil wawancara kepada pasien langsung, diketahui
bahwa pasien berada pada tahap ke lima yakni, keluarga dengan anak
tertua berumur 14 tahun (remaja).
5. Family Assessment
Dilakukan dengan pendekatan metode APGAR
No. Pernyataan Sering/Selalu Kadang-kadang Jarang/Tidak
1 Saya puas bahwa saya
dapat kembali kepada √
keluarga saya, bila
saya menghadapi
masalah
2 Saya puas dengan cara
keluarga saya
membahas serta √
membagi masalah
dengan saya
3 Saya puas bahwa
keluarga saya
menerima dan
mendukung keinginan √
saya melaksanakan
kegiatan dan ataupun
arah hidup yang baru
4 Saya puas dengan
cara2 keluarga saya
menyatakan rasa kasih √
sayang dan
menanggapi emosi
5 Saya puas dengan
cara2 keluarga saya
membagi waktu √
bersama

Adaptasi :2
Kemitraan :2
Pertumbuhan :2
Kasih Sayang :2
Kebersamaan :2
Hasil : 10 (keluarga sehat)
b. Faktor Eksternal
Data-data berupa faktor eksternal yang dapat diperoleh dari pasien:
1. Faktor Biologi:
Dari segi faktor biologi, faktor genetik mungkin, karena nenek dan ibu
pasien merupakan penderita hipertensi
2. Faktor Perilaku Kesehatan:
Pasien jarang mengontrol tekanan darah, baik di puskesmas maupun di
rumah sakit dan tidak mengomsumsi obat penurun tekanan darah.
3. Faktor Pelayanan Kesehatan:
Pasien jarang ke puskesmas, karena merasa lebih baik setelah minum obat
pereda nyeri.
4. Faktor Psiko-Sosio-Ekonomi:
Pasien tidak memiliki faktor stress dari keluarga. Kehidupan sosial dengan
masyarakat sekitar baik. Pemenuhan kebutuhan dan pendapatan keluarga
cukup.
5. Faktor Lingkungan Kerja:
Pasien merasa nyaman di tempat kerjanya
6. Faktor Lingkungan Fisik:
Ventilasi dan penerangan di dalam tempat tinggal pasien tidak terlalu baik.
c. Penatalaksanaan Keluarga
Penderita merupakan kepala keluarga, maka biaya kehidupan sehari-hari
serta kebutuhan hidup lainnya ditanggung oleh penderita.
Penderita bertempat tinggal di pemukiman yang padat penduduk, dengan
lingkungan sekitar yang cukup bersih. Rumah pasien tergolong rumah yang
kurang sehat dilihat dari kurangnya ventilasi dan penerangan yang kurang
memadai.
Penderita diketahui menderita hipertensi sejak 1 tahun yang lalu. Pada
pengukuran terakhir, tekanan darah pasien mencapai 145/90 mmHg. Pada
anggota keluarga yang lain ada riwayat hipertensi yaitu nenek dan ibu
penderita.
Untuk menanggulangi agar tekanan darah pasien tetap dalam rentang
normal, maka diperlukan pendekatan dan pelaksanaan hal-hal khusus bagi
penderita serta keluarga secara disiplin, yakni:
1. Pasien
Pasien disarankan agar selalu rutin memeriksakan dirinya dan
mengontrol tekanan darahnya di puskesmas minimal sebulan sekali.
Pasien diberikan edukasi untuk teratur meminum obat hipertensi yang
diberikan.
Pasien disarankan untuk berperilaku hidup sehat, berolahraga, mengonsumsi
makanan yang bergizi, kurang asupan garam pada makanan, makan yang
teratur, istirahat yang cukup.
2. Keluarga
Selain penderita, anggota keluarga diharapkan untuk mendukung pasien
dalam pengontrolan tekanan darah pasien dengan cara mengingatkan
untuk rajin kontrol tekanan darah ke puskesmas/ rumah sakit dan patuh
minum obat.
Menyarankan/menyajikan hidangan yang kurang mengandung garam,
sebagai salah satu faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
Menyarankan pasien untuk mengurangi aktivitas yang tidak perlu
dilakukan.
Rencana mengenai hal-hal yang akan dilakukan selanjutnya dapat
dirangkum dalam suatu program perencanaan:
1. Pengukuran tekanan darah pasien secara berkala.
2. Pemeriksaan berkala, baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang.
3. Memberikan edukasi serta masukan bagi penderita serta keluarga
mengenai Hipertensi dan bagaimana cara menanggulanginya secara
komprehensif.
4. Menyarankan pasien untuk menjauhi faktor-faktor yang dapat memicu
peningkatan tekanan darah seperti lingkungan yang kurang bersih dan
kurang ventilasi, lifestyle yang buruk seperti merokok, serta mengontrol
tingkat stress.
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan
spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset
menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak
atau terlentang paling sedikit selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau
minum kopi.1
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi
esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk
membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang
diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.2

B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung
koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah
menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun
di beberapa negara yang ada di dunia 3. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut

maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah 2.
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka
penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.3
C. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan
oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat
tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling
umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati.
Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko

yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.4

D. FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur,
jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres,
obesitas dan nutrisi.2
o Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko
dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.1 Selain itu didapatkan 70-80%

kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.5


o Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien
yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar
atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang

terjadi pada orang yang bertambah usianya.6 Hipertensi merupakan penyakit


multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan
bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45
tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan
zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik
meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik
meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau
cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa
perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan
aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada
usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah
berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.7
o Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.8 Wanita
yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen
yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus
berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-
55 tahun.7
o Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang
berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan
sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar.3
o Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk
wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita

bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional). 8
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin
dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin,
dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan
insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya
reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus

menerus.8
o Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih
dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.9
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler
ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume
darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.10
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium.
Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur),
penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat.
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari
6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi
berlebih karena budaya masakmemasak masyarakat kita yang umumnya boros
menggunakan garam dan MSG.11
Tabel 3.1 Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan. 12

o Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko
terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.3 Dalam
penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and
Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya
tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan
perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8%
subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan
dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian
hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih
dari 15 batang perhari. 13
o Tipe kepribadian

Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan


prevalensi hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai
dengan kriteria pola perilaku tipe A dari Rosenman yang ditentukan dengan
cara observasi dan pengisian kuisioner self rating dari Rosenman yang sudah
dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku tipe A
menimbulkan hipertensi banyak penelitian menghubungkan dengan sifatnya
yang ambisius, suka bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu
dan selalu merasa tidak puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin
yang dapat menyebabkan prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga
akan mempermudah terjadinya aterosklerosis.14 Stress akan meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan
dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 3

E. GEJALA KLINIK
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun
pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala,
pusing, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat
marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di
malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi
gangguan; penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak)
yang mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma . 15

F. KLASIFIKASI
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali
pengukuran pada masing-masing kunjungan.

Tabel 3.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII 3

G. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen
yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan
diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci

dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. 5 Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan
volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya

akan meningkatkan tekanan darah.5


Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang

pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.5

Gambar 3.1 Patofisiologi hipertensi 16


Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi
jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume
sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas
pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu
oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress
dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.4
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-
kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang
lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi,
dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan
susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien
umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi
hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat)
kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi

hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.4

Gambar 3.2 Perjalanan alamiah hipertensi Primer


yang tidak terobati 5
H. DIAGNOSIS HIPERTENSI
Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran berulang paling
tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama empat sampai enam minggu.
Pengukuran dirumah dapat menggunakan sfigmomanometer yang tepat sehingga
menambah jumlah pengukuran untuk analisis.17
Sedangkan menurut Depkes (2006), upaya deteksi faktor risiko penyakit
hipertensi dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :18
1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri,
riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga, perubahan aktifitas atau kebiasaan
(seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial
lingkungan keluarga, dan lain-lain)
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran indeks antropometri, seperti pengukuran berat badan dan tinggi
badan.
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang
dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan
organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya
diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium,
kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai
tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein
urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.16

I. PENATALAKSANAAN
a) Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan
darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk
pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart
Association (AHA) merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai,
yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik,
penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg
untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney
Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg
untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg
untuk pasien dengan > 1 g proteinuria.2
b) Algoritme Penanganan Hipertensi
Gambar 3.3 Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7.3
c) Modifikasi Gaya Hidup
Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki
implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan
modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan
sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk
risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup
pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam
percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga
telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita
hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan
darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang
dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang
efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi
asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan

pola diet yang sehat secara keseluruhan.2

Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan


tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan
darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2
kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam
seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu dalam hal
sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki
dasar genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah
dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq)
menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi
dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada
orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar
berisi ~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan
konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula
dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya
akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam

menurunkan tekanan darah.2


Tabel 3.3 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi.3

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan


darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan
efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. 3
d) Terapi Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7 adalah: 3
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap,
dan target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang
atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan
apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan
kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi.
Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian
tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah
meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan
dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis
rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan
kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi
kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan
pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah. 3
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah:
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
Tabel 3.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi. 3
Tabel 3.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7. 3
J. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan
darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut.
Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. 19
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai
stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui
komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu: 20

Tabel 3.6 Komplikasi Hipertensi 20

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan
sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan
pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi
perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat
mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses
tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama
dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. 21
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya
tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target
serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. 21
Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50
tahun, merupakan faktor risiko kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari
tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali. 22

K. PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi
dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi

adalah mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.16


DAFTAR PUSTAKA
1. Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection Study
(PDS)
to Identify and Compare Health Care Privider and Consumer Views of
Antihypertensive therapy. Journal of Human Hypertension, Jun Vol 17 Issue 6.
2. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006
3. Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam
Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS. 2007.
4. Sharma S, et all. Hypertension. Last Update Aug 8, 2008.
5. Anonim.Hipertensi.Primer.http://www.scribd.com/doc/3498615/HIPERTENSI
PRIMER?autodown=doc. 2014.
6. Oktora R. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Sampai
Desember 2005, Skripsi, FK UNRI, 2007, hal 41-42.
7. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robn
and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: Elsevier
Saunders, 2005.
8. Cortas K, et all. Hypertension. Last update May 11 2008.
9. Shapo L, Pomerleau J, McKee M. Epidemiology of Hypertension and
Associated Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition. Albania:
Journal Epidemiology Community Health 2003.
10. Widayanto D. Apa Manfaat Garam Sebagai Bahan Pengawet. 2014.
11. Sianturi G. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Last update 27 Februari 2003.
12. Waspadji S dkk. Daftar Bahan Makanan Penukar. Divisi Metabolik Endokrin
Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Instalasi Ilmu Gizi RS Cipto
Mangunkusuno, Jakarta, 2004.
13. Bowman ST et al. Clinical Research Hypertension. A Prospective Study of
Cigarette Smokey And Risk of Inciden Hypertension In Bringham And Women
Hospital Massachucetts, 2007.
14. Sarwoyo HD dan Hendarwo M. Pola Perilaku Type A (PPTA) Pada Penyakit
Jantung Koroner (PJK). Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
15. Cahyono, Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Jakarta : Kanisius.
16. Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
17. Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
18. Depkes 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Depkes RI.
19. Cardiology Channel. Hypertension (High Blood Pressure);2014.
20. Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk Factors
in Netherlands. Eur Heart , 1999.p 520.
21. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
22. Ridjab DA. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Tekanan Darah. Majalah
Kedokteran Atmajaya, Volume 4, Nomor 2 2005. hal.73.
Lampiran (Kunjungan Rumah)

Anamnesis penyakit dan riwayat Anamnesis anggota keluarga tentang


penyakit Ibu Endang struktur dan riwayat penyakit dalam
keluarga

Pengukuran pertama tekanan darah Ibu Pengukuran kedua tekanan darah Ibu
Endang ditemani petugas Puskesmas Endang dengan hasil 160/100 mmHg
Mamajang dengan hasil 177/97 mmHg

Pengukuran tekanan darah Kondisi rumah Ibu Endang


keluarga Ibu Endang (anak)
dengan hasil 135/95 mmHg

Anda mungkin juga menyukai