Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di Afrika terdapat 3 jenis virus Ebola yang menyebabkan wabah terbesar,
yaitu: EBOV, Sudan ebolavirus dan Bundibugyo ebolavirus. Nilai fatalitas EBOV
dapat mencapai 30-90% tergantung pada jenis virus.
Virus Ebola berasal dari golongan Filoviridae. Jenis ini merupakan virion
pleomorfik yang dapat berbentuk huruf U, angka 6 atau lingkaran Ebola kini tengah
menjadi pandemi global yang menjadi fokus perhatian dunia setelah jumlah korban
meninggal terus meningkat di Afrika Barat Penyebaran virus mematikan ini
menimbulkan kekhawatiran di negara yang yang berpotensi terkena. Semakin
meningkatnya jumlah kasus infeksi dan jumlah penderita yang meninggal ini, telah
mengundang perhatian banyak pihak internasional. Kasus ebola pertama kali kali
ditemukan di Zaire pada tahun 1976 sebagai penyakit endemis di wilayah tersebut.
Penularan penyakit ini sangat cepat, terjadi melalui kontak langsung dengan darah
dan cairan tubuh penderita yang terinfeksi. Bahkan cairan tubuh penderita ebola
yang telah meninggal karena virus ini, tetap menular selama beberapa hari.
Akibatnya, praktik penguburan tradisional, seperti mencuci mati, meninggalkan
keluarga dan anggota masyarakat yang rentan terhadap infeksi. Adapun tanda-tanda
terjangkit virus ebola sendiri diantaranya demam, sakit kepala, nyeri sendi, diare,
muntah-muntah dan dehidrasi. Hingga saat ini belum ditemukan vaksin untuk
mengobati virus tersebut.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa wabah Ebola di
Afrika Barat merupakan suatu peristiwa luar biasa yang menimbulkan risiko
kesehatan ke negara-negara lain.WHO menekankan dalam mencegah wabah virus
Ebola harus ada kerjasama internasional dengan fokus khusus peningkatan fasilitas
kesehatan termasuk penaganan penyakit. Hal ini sebagaimana program kerja dan
aktivitas dasar WHO dalam perbaikan pelayanan kesehatan. Dengan adanya suatu
sistem yang dapat mencakup seluruh rakyat di suatu negara, maka dapat diciptakan
sebuah Healthy Delivery System (sistem penyampaian kesehatan), yang tujuan
utamanya adalah membantu pemerintah suatu negara untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang memadai, yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakatnya
Kehilangan cairan gastrointestinal dan elektrolit secara besar-besaran
dapat berhasil dilakukan dengan menggunakan sumber daya yang kaya

1
dengan estimasi kerugian volume yang cermat, pemantauan laboratorium
elektrolit dan fungsi organ yang menyeluruh, dan penggantian kehilangan
cairan melalui infus intravena seimbang selama penyakit. Tingkat
pemantauan dan perawatan intensif yang sama tidak dapat dicapai di
sebagian besar unit perawatan EVD di Afrika Barat, di mana kasus kasus
tinggi, kekurangan staf, dan keterbatasan waktu dalam peralatan pelindung
pribadi karena risiko paparan panas melarang interaksi perawatan pasien
yang diperpanjang. Dalam pengaturan ini, pemberian agen antidiarrheal
untuk membatasi cairan gastrointestinal dan kehilangan elektrolit dapat
memberikan "solusi yang mencegah masalah pada sumbernya ". Namun,
penggunaan agen antidiarrheal untuk pengelolaan diare yang dimediasi oleh
EVD jarang dilaporkan, dan tidak ada data keamanan dan efikasi yang dapat
digunakan dalam EVD. Meski mekanisme diare diulang-akhir ini belum
ditandai, volume besar tinja berair menunjukkan proses sekretori. Toleransi
pemberian enteral saat gejala gastrointestinal dikontrol secara memadai
menunjukkan bahwa struktur dan fungsi usus halus tetap utuh. Studi otopsi
pasien dengan EVD yang meninggal menunjukkan peradangan ringan pada
lamina propana usus kecil, menunjukkan kemungkinan adanya komponen
peradangan ke bentuk sekretori diare, juga. Secara klinis signifikan
perdarahan gastrointestinal diamati pada subset kecil pasien dengan EVD,
diperkirakan menjadi <5%, menimbulkan kemungkinan bahwa peradangan
gastrointestinal dapat menyebabkan patogenesis penyakit.
Loperamide adalah agen antidiarrheal yang manjur dengan efek
antiperistal dan antisecretori. Mengurangi kerugian diare EVD dengan
loperamide memungkinkan koreksi cairan negatif, mengurangi syok
hipovolemik, membatasi kehilangan elektrolit, dan akibatnya meningkatkan
ketahanan hidup. Baru-baru ini, satu penulis (D. S. C.) dan rekannya
melaporkan bahwa antiemetik dan antidiarrheal oral terapi memperbaiki
gejala dan mengurangi kehilangan cairan gastrointestinal dan kontaminasi
lingkungan pada pasien dengan EVD. Pencemaran dalam kontaminasi
lingkungan juga dapat menurunkan risiko penularan nosokomial ke petugas
layanan kesehatan dan pasien lain yang dievaluasi. Ada keterbatasan data

2
penggunaan loperamide untuk diare yang diderita oleh EVD. Keengganan
untuk menggunakan loperamide untuk diare yang diderita oleh EVD
mungkin didasarkan pada persepsi bahwa tidak ada manfaatnya bagi diare
sekretori yang diamati pada kolera atau kekhawatiran tentang risiko
megacolon beracun ketika digunakan untuk mengobati beberapa penyebab
inflamasi bakteri diare, seperti Clostridium difficileinfection. Studi pada
hewan dan manusia tentang shigellosis pada tahun 1960an dan laporan kasus
efek samping selanjutnya menimbulkan kekhawatiran bahwa antimotilitas
Penggunaan obat pada pasien dengan diare menular dapat menyebabkan
hasil yang lebih buruk. Namun, beberapa uji coba loperamida acak acak
terkontrol plasebo dan terkontrol plasebo dengan terapi antibiotik untuk
pengelolaan diare menular pada orang dewasa telah menunjukkan keamanan
dan khasiatnya. Sebuah meta-analisis dari 13 uji klinis penggunaan
loperamida pada anak-anak berusia ≤ 12 tahun dengan diare menular dan
dehidrasi ringan didominasi menunjukkan penurunan durasi dan frekuensi
diare. Efek samping serius yang terkait dengan penggunaan loperamida,
termasuk kematian, ileus, atau kelesuan, dilaporkan hanya terjadi pada anak-
anak < 3 tahun.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana patogenesis virus Ebola ?
1.2.2 Bagaimana proses penyebaran virus Ebola ?
1.2.3 Bagaimana cara penanggulangan penyakit Ebola di Indonesia ?
1.2.4 Bagaimana pengaruh Ebola terhadap pariwisata di Indonesia ?
1.2.5 Bagaimana tindakan perawat jika virus Ebola ke daerah pariwisata
khususnya di Tabanan ?
1.2.6 Bagaimana metode pencegahan virus Ebola ?

3
1.3 TUJUAN
1.3.1 Agar pembaca dapat memahami bagaimana patogenesis virus Ebola
1.3.2 Agar pembaca dapat mengetahui bagaimana penyebaran virus Ebola
1.3.3 Agar pembaca dapat mengetahui bagaimana cara penanggulannya
penyakit Ebola di Indonesia
1.3.4 Agar pembaca dapat mengetahui pengaruh Ebola terhadap pariwisata
di Indonesia
1.3.5 Agar pembaca dapat mengetahui tindakan perawat jika virus Ebola
ke daerah wisata khususnya di Tabanan
1.3.6 Agar pembaca dapat mengetahui metode pencegahan virus Ebola

4
BAB II
METODE DAN PEMBAHASAN

2.1 METODE TRANSMISI


a) Transmisi virus Ebola kontak langsung dengan darah, sekresi, organ
atau cairan tubuh lainya atau dengan orang yang terinfeksi
b) Upacara penguburan memiliki kontak langsung dengan tubuh orang
yang telah meninggal dapat berperan penting dalam proses transmisi
Ebola
c) Infeksi kasus manusia dengan virus Ebola menyebabkan penanganan
spesies simpanse, gorila, dan antelop hutan yang terinfeksi-baik
yang meninggal maupun yang masih hidup telah di dokumentasikan
di core Republik D’lnvoire di Congo dan Gabon. Transmisi
regangan ebola reston melalui penanganan monyet cynolmulgus
juga telah di laporkan .
d) Petugas layanan kesehatan sering terinfeksi saat merawat pasien
Ebola, melalui kontak dekat tanpa tindakan pencegahan
pengendalian infeksi dan prosedur perwatan penghalang yang
memadai
e) Virus telah di komfirmasi untuk di tularkan melalui cairan tubuh.
Penularan melalui paparan oral dan melalui paparan conjuntiva
cenderung terjadi, yang telah di komfirmasikan pada primata non-
manusia
f) Fivovirus tidak di transmisikan secara alami oleh aerosol namun
meraka sangat menular seperti tetesan 0.8-1,2 tetes mikron dalam
kondisi laboratium

5
Tabel
Demam Berdarah Ebola : Statistik dari Berbagai Negara
Kasus
Kasus
manusia
manusia
Negara Tipe Ebola yang Situasi
Tahun yang
meninggal
trinfeksi
2002- Republic of Ebola- Wabah terjadi di Distrik
2003 Congo Zaire 143 129 Mbomo dan Kelle di Cuvette
Ouest Departemen
Wabah terjadi di Mbandza
2003 Republic of Ebola-
35 29 yang terletak di kabupaten
Congo Zaire
Mbomo
Wabah terjadi didaerah
yambio, sudan selatan wabah
ini bersamaan dengan wabah
Ebola-
2004 Sudan 17 7 campak didaerah yang sama,
Sudan
dan beberapa kasus dugaan
EHF kemudian direklasifikasi
sebagai kasus campak
Wabah tersebut di nyatakan
pada 20 nopember. Kasus
Democratic
2007 Ebola- terakhir di konfirmasi pada
Republic of 264 187
Zaire tanggal 4 oktober dan
Congo
kematian terakhir bulan 10
oktober
Kejadian ebola reston
diketahui pertama kali pada
babi strain sangat mirip
Ebola- dengan strain sebelumnya. 6
2008 Philippines 6 0
Reston pekerja dan perternakan dari
rumah pemotongan hewan
mengembangkan antibody
namun tidak menjadi sakit

Pada tahun 2002-2003 di Negara Republic of Congo terinfeksi


penyakit ebola dengan tipe Ebola-Zaire yang dimana manusia yang terinfeksi
berjumlah 143 dan dengan kasus yang meninggal 129 wabah ini terjadi di
distrik Mbomo dan Kelle di Cuvette Ouest Departement. Pada tahun 2003 di
Republic of Congo terinfeksi penyakit ebola dengan tipe Ebola-Zaire yang
dimana manusia yang terinfeksi berjumlah 35 dan dengan kasus yang
meninggal 29 wabah ini terjadi di Mbandza yang terletak di kabupaten
Mbomo. Pada tahun 2004 di Negara sudan terinfeksi penyakit ebola dengan

6
tipe Ebola-sudan yang dimana manusia yang terinfeksi berjumlah 17 dan
dengan kasus yang meninggal 7 wabah ini terjadi di Yambio, Sudan selatan
wabah ini bersamaan dengan wabah campak, di daerah yang sama, dan
beberapa kasus dugaan EHF kemudian direklasifikasi sebagai kasus campak.
Pada tahun 2007 di Democratic Republik of Congo terinfeksi penyakit Ebola
dengan tipe Ebola Zaire yang dimana manusia yang terinfeksi berjumlah 264
dengan kasus meninggal 187 wabah tersebut dinyatakan pada 20 November.
Kasus terakhir di konfirmasi pada tanggal 4 Oktober dan kematian terakhir
bulan 10 Oktober. Pada tahun 2008 di Philippines terinfeksi penyakit Ebola
dengan tipe Ebola Reston yang dimana manusia yang terinfeksi berjumlah 6
dengan kasus meninggal 0, kejadian Ebola Reston di ketahui pertama kali
pada babi strain sangat mirip dengan strain sebelumnya. 6 pekerja dan
perternakan dari rumah pemotongan hewan mengembangkan antibody namun
tidak menjadi sakit.

2.2 PATOGENESIS
Efek akhir dari infeksi virus Ebola ialah syok yang disebabkan oleh
beberapa proses yang memengaruhi satu sama lainnya, yaitu: replikasi virus
sistemik, supresi sistem imun, peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
dan koagulopati (Gambar 1). Infeksi pada sel target utama seperti
monosit/makrofag dan sel dendritik menghasilkan penyebaran sistemik dari
virus dan aktivasi diferensiasi sel. Monosit/makrofag yang teraktivasi akan
menghasilkan sitokin proinflamasi dan tissue factors, sedangkan aktivasi sel
dendritik yang terganggu menyebabkan rendahnya perlindungan respon
imun. Meskipun virus tidak menginvasi limfosit dan sel natural killer (NK),
apostosis ekstensif dari sel-sel sekitarnya dapat terjadi. Sel endotelial
kemudian diaktivasi oleh sitokin proinflamasi dan partikel virus yang
menyebabkan permeabilitas meningkat. Tissue factors yang dihasilkan oleh
monosit/makrofag menginduksi koagulopati dan juga dapat meningkatkan
inflamasi.

7
2.3 PENYEBARAN
Pertama kali Virus Ebola teridentifikasi pada tahun 1976, terjadi
epidemi penyakit dengan gejala serupa, seperti panas, diare, ruam pada kulit
disertai dengan pendarahan di Zaire dan Sudan. Dari tubuh penderita
ditemukan virus yang kini dikenal dengan nama Ebola. Virus ini secara
morfologi sama dengan Virus Marburg. Penyebaran terjadi melalui kontak
yang dekat dengan penderita, di Zaire dilaporkan melalui jarum suntik bekas
penderita ebola dirawat. Virus Ebola (sebelumnya dikenal sebagai demam
berdarah Ebola) merupakan salah satu dari penyakit fatal, dengan tingkat
kematian kasus Ebola dapat mencapai 90%. Hingga saat ini belum ada obat
dan vaksin untuk mengobati penyakit akibat virus ini. Penularannya terjadi
melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, dan jaringan hewan
yang terinfeksi atau manusia. Tahun 2014 menjadi tahun merebaknya
kembali Virus Ebola, wabah meluas terutama negara- negara di Afrika Barat.
Negara seperti Guinea, Liberia, dan Sierra Leone tengah berjuang
mengendalikan wabah mematikan ini.
Meskipun sejauh ini belum ditemukan kasus Ebola (bersih dari
Virus Ebola), bukan berarti bahwa Indonesia aman dari ancaman virus
mematikan yang tengah menjadi sorotan dunia tersebut. Hingga saat ini,
hasil pemeriksaan terhadap pasien suspek penyakit Virus Ebola di Indonesia
adalah negatif. Namun demikian, kewaspadaan terhadap ancaman Virus
Ebola harus ditingkatkan. Untuk mengantisipasi penderita Ebola, Indonesia
sendiri telah memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan Virus Ebola.

2.4 CARA PENANGGULANGAN PENYAKIT EBOLA DI INDONESIA


Bandara merupakan salah satu pintu masuk pengidap virus Ebola
ke Asia. Pencegahan virus Ebola bisa dimulai dari pemeriksaan lewat semua
bandara di Indonesia. Petugas kesehatan dan petugas bandara dapat bekerja
sama untuk mencegah virus tersebut. Salah satu upaya penanggulangan di
bandara misalnya melakukan tindakan penyaringan ( skrining ) pada WNA
atau WNI yang mencakup pemeriksaan suhu badan penumpang, sebelum
dan sesudah melakukan penerbangan. Pemerintah Indonesia juga harus

8
menyiapkan SOP dan fasilitas yang tangguh untuk mengantisipasi
masuknya penyakit Ebola dari segala kemungkinan yang ada.

2.5 PENGARUH EBOLA TERHADAP PARIWISATA DI INDONESIA


Ebola tengah menjadi isu hangat akhir-akhir ini, sehingga
antisipasi sejak dini perlu disiapkan agar industri pariwisata Indonesia tidak
mengalami gangguan yang signifikan. Terdapat dua potensi yang menjadi
jalur penyebaran virus Ebola di Tanah Air dalam waktu dekat, pertama
adalah WNI ataupun WNA yang dalam jangka waktu inkubasi virus pernah
berkunjung atau transit atau bahkan melakukan kontak dengan korban Ebola,
akan menjadi suspek ketika orang tersebut pernah berkunjung pada negara
yang terjangkit virus mematikan ini. Namun, hal ini diminimalisir dengan
tidak adanya penerbangan langsung dari negara penderita Ebola ke
Indonesia. Risiko penularan virus Ebola melalui udara juga tergolong
rendah. Ebola tidak seperti penyakit influenza atau TBC. Ebola tidak
menyebar dengan menghirup partikel udara yang sama seperti yang dihirup
oleh individu yang terinfeksi. Wisatawan yang bepergian ke suatu negara
yang telah terinfeksi Virus Ebola, kemungkinan tertularnya juga kecil.
Bahkan, apabila wisatawan berkunjung ke area di negara yang banyak
terdapat penderita Ebola, kemungkinan untuk tertular kecil. Kemungkinan
paling besar tertular yakni di pusat kesehatan yang menangani pasien Ebola.
Informasi jaminan keamanan merupakan masalah utama bagi tempat-tempat
tujuan wisata, karena wisatawan, terutama dari luar negeri, takut terinfeksi
Ebola dan lebih memilih untuk bepergian ke daerah-daerah yang bebas dari
Ebola. Sehingga jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke dalam negeri
akan berkurang, sama halnya dengan kegiatan travel wisatawan nusantara di
dalam negeri jika Indonesia terjangkit oleh virus Ebola. Beberapa kejadian
luar biasa di dunia & dalam negeri berpengaruh dan berdampak pada
kunjungan wisatawan mancanegara.

9
2.6 TINDAKAN PERAWAT JIKA VIRUS EBOLA KE DAERAH
PARIWISATA KHUSUSNYA DI TABANAN
Jika kasus memenuhi kriteria kasus dalam investigasi, maka tindakan di
bawah ini harus segera dilakukan oleh petugas kesehatan (sesuai tupoksi
masing- masing) :
1. Tempatkan kasus di ruang isolasi rumah sakit rujukan yang ditunjuk,
lakukan pengambilan spesimen untuk konfirmasi diagnosis
laboratorium oleh petugas laboratorium terlatih.
2. Lakukan pengambilan spesimen untuk konfirmasi PVE hari 1, 2, dan 3.
Pengambilan spesimen dilakukan setelah 3 hari (72 jam) sejak timbul
gejala.
3. Identifikasi seluruh kontak kasus. Seluruh kontak kasus dipantau
kesehatannya selama 21 hari sejak terakhir kontak dengan kasus.
Sampaikan informasi tentang hasil pemantauan kesehatan ini kepada
seluruh kontak. Kontak dihimbau membatasi aktivitas di luar rumah
atau berhubungan dengan orang banyak.
4. Selama melakukan penyelidikan epidemiologi juga lakukan komunikasi
risiko kepada masyarakat tentang situasi PVE saat ini, melaporkan
adanya kasus dan tindakan pencegahan dengan memperhatikan budaya
setempat.
5. Apabila hasil pemeriksaan ke-1 dan atau ke-2 negatif, maka harus tetap
dilakukan tatalaksana kasus di ruang isolasi dan pemantauan kontak
tetap dilakukan selama 21 hari sejak kontak terakhir.
6. Apabila pengambilan spesimen tidak sempat dilakukan sebanyak 3 kali
atau hasil laboratorium belum ada dan kasus sudah meninggal, maka
pemulasaran jenazah sesuai dengan penanganan jenazah PVE.
Pemantauan kontak tetap dilakukan selama 21 hari sejak kontak
terakhir.
Hasil pemeriksaan laboratorium positif :
1). Tetap lakukan tatalaksana kasus di ruang isolasi.
2). Tetap lakukan praktik pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai
standar, termasuk dalam pengelolaan limbah.

10
3). Teruskan pemantauan kontak selama 21 hari sejak kontak terakhir
dengan lebih intensif. Kontak harus dipastikan membatasi aktivitas di
luar rumah atau berhubungan dengan orang banyak. Kontak yang
hilang harus ditemukan.
Hasil pemeriksaan spesimen ke-1, 2 & 3 negatif:
1). Lakukan penilaian klinik ulang dan pertimbangkan kemungkinan
penyebab lain penyakit.
2). Apabila hasil penilaian klinis masih mendiagnosis PVE pemantauan
kontak tetap dilanjutkan selama 21 hari sejak kontak terakhir.
3). Apabila hasil penilaian klinis tidak mendiagnosis PVE. Pasien
dikeluarkan dari ruang isolasi khusus PVE dan tatalaksana kasus sesuai
dengan penyebab penyakit dan pemantauan kontak dapat dihentikan.

2.7 METODE PENCEGAHAN VIRUS EBOLA


a. Kasus yang dicurigai harus diisolasi dari pasien lain dan teknik perawatan
penghalang ketat diterapkan.
b. Menelusuri dan menindak lanjuti orang-orang yang mungkin terpapar
Ebola melalui kontak dekat dengan pasien sangat penting.
c. Semua staf rumah sakit harus diberitahu tentang sifat penyakit dan rute
penularannya. Penekanan khusus harus dilakukan untuk memastikan
bahwa prosedur invasif seperti penempatan jalur intravena dan
penanganan darah, sekresi, kateter dan alat isap dilakukan di bawah
kondisi perawatan ketat penghalang. Staf rumah sakit harus memiliki schot,
sarung tangan, masker dan kaca mata individu. Peralatan pelindung non
pakai tidak boleh digunakan kembali kecuali jika telah didesinfeksi
dengan baik.
d. Infeksi juga dapat menyebar melalui kontak dengan pakaian kotor atau
seprei dari pasien Ebola. Oleh karena itu, desinfeksi diperlukan sebelum
menangani barang-barang ini.
e. Komunitas yang terkena dampak Ebola harus berusaha memastikan bahwa
penduduk diberi informasi dengan baik, baik tentang sifat penyakit itu
sendiri maupun tentang tindakan penahanan wabah yang diperlukan,

11
termasuk pemakaman. Orang yang telah meninggal karena Ebola harus
segera dikubur dan dikubur dengan aman.

12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa deman berdarah Ebola adalah penyakit
virus langka yang menyebabkan pendarahan hebat dan mengakibatkan
kematian pada 90 persen dari mereka yang terinfeksi. Virus Ebola
ditularkan melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh dan jaringan
organ yang terinfeksi. Penularan virus Ebola juga telah terjadi dengan
penanganan hewan liar yang sakit atau mati yang terinfeksi (simpanse,
gorila, monyet, kijang hutan, kelelawar buah). Kajian ini ditujukan untuk
demam berdarah Ebola tandanya, gejala, diagnosis, penularan, prognosis
dan pengobatan. Keluhan demam berdarah Ebola sering terjadi, namun
menyajikan suatu latihan diagnostik yang menantang. Upaya dilakukan di
atas mengulang artikel untuk menghitung berbagai aspek klinis demam
berdarah Ebola. Lebih banyak vaksin harus ditemukan yang akan
bermanfaat dalam pengobatan demam berdarah Ebola.

3.2 SARAN
Bagi pembaca diharapkan dapat memahami apa itu virus Ebola,
cara penyebaran, pencegahan dan jika sudah terinfeksi virus Ebola kita
dapat mengetahui cara penanganannya terhadap virus ebola tersebut dan
terhadap daerah yang terkena virus ebola tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hartato.2013-2014.Peran Health Organization (WHO) Dalam Menangani


Penyebaran Wabah Virus Ebola Di Afrika Barat.
Rampegan.Novie H.2014.Inveksi Virus Ebola.Jurnal Biomedik (JMB), Volume 6,
Nomer 3, November 2014, hlm. 137-140.
Daniel S Chertow, Timothy M Uyeki, Herbert L DuPont.2015.Loperamide
Therapy for Voluminious Dhiarrhea in Ebola Virus Disease.The Journal of
Infectious Diseases.
Hidriyah, Sita.2014.Kerjasama Internasional Dalam Pencegahan Ebola, Vol. VI,
No. 16/II/P3DI.Pusat Pengkajian, Pengelolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jendral DPR RI.
Satyanand Tyagi, Sachin Kumar, Mohit Singla.2010.Clinical Aspects Of Ebola
Hemorrhagic Fever: A Review, Vol. 1.www.ijpbs.net.
Asthu, Agita A.2014.Pengaruh Epidemi Ebola Terhadap Kepariwisataan
Indonesia.Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai