Anda di halaman 1dari 7

NAMA: Sarah Hafidzah

KELAS : B

PenyakitAutoimun

Penyakit autoimun adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang tubuh
sendiri. Normalnya, sistem kekebalan tubuh menjaga tubuh dari serangan organisme asing,
seperti bakteri atau virus. Namun, pada seseorang yang menderita penyakit autoimun, sistem
kekebalan tubuhnya melihat sel tubuh yang sehat sebagai organisme asing. Sehingga sistem
kekebalan tubuh akan melepaskan protein yang disebut autoantibodi untuk menyerang sel-sel
tubuh yang sehat.

Penyebab Penyakit Autoimun

Belum diketahui apa penyebab penyakit autoimun, namun beberapa faktor di bawah ini dapat
meningkatkan risiko seseorang untuk menderita penyakit ini:

 Etnis. Beberapa penyakit autoimun umumnya menyerang etnis tertentu.


Misalnya, diabetes tipe 1 umumnya menimpa orang Eropa, sedangkan lupus rentan
terjadi pada orang Afrika-Amerika dan Amerika Latin.
 Gender. Wanita lebih rentan terserang penyakit autoimun dibanding pria. Biasanya
penyakit ini dimulai pada masa kehamilan.
 Lingkungan. Paparan dari lingkungan, seperti cahaya matahari, bahan kimia, serta
infeksi virus dan bakteri, bisa menyebabkan seseorang terserang penyakit autoimun dan
memperparah keadaannya.
 Riwayat keluarga. Umumnya penyakit autoimun juga menyerang anggota keluarga yang
lain. Meski tidak selalu terserang penyakit autoimun yang sama, mereka rentan terkena
penyakit autoimun yang lain.
Gejala Penyakit Autoimun

Ada lebih dari 80 penyakit yang digolongkan penyakit autoimun. Beberapa di antaranya
memiliki gejala yang sama. Pada umumnya, gejala-gejala awal penyakit autoimun adalah:

 Kelelahan.
 Pegal otot.
 Ruam kulit.
 Demam ringan.
 Rambut rontok.
 Sulit berkonsentrasi.
 Kesemutan di tangan dan kaki.

Masing-masing penyakit autoimun memiliki gejala yang spesifik, misalnya sering merasa haus,
lemas, dan penurunan berat badan pada penderita diabetes tipe 1.

Beberapa contoh dari penyakit autoimun beserta gejalanya, adalah:

 Lupus; dapat memengaruhi hampir semua sistem organ dan menimbulkan gejala seperti
demam, nyeri sendi, ruam kulit, kulit sensitif, sariawan, bengkak pada tungkai, sakit
kepala, kejang, nyeri dada, sesak napas, pucat, dan perdarahan.
 Penyakit Graves; dapat mengakibatkan kehilangan berat badan, mata menonjol, gelisah,
rambut rontok, jantung berdebar.
 Psoriasis; kulit bersisik.
 Multiple sclerosis; nyeri, lelah, otot tegang, gangguan penglihatan, dan kurangnya
koordinasi tubuh merupakan gejala dari multiple sclerosis.
 Myasthenia gravis; kelelahan yang semakin parah seiring aktivitas yang dilakukan.
 Tiroiditis Hashimoto; kelelahan, depresi, sembelit, peningkatan berat badan, kulit
kering, dan sensitif pada udara dingin.
 Kolitis ulseratif dan Crohn’s disease; nyeri perut, diare, BAB berdarah, demam, dan
penurunan berat badan.
 Rheumatoid arthritis; menimbulkan gejala nyeri sendi, radang sendi, dan
pembengkakan.
 Sindrom Guillain-Barre; kelelahan sampai kelumpuhan.

Gejala penyakit autoimun dapat mengalami flare, yaitu timbulnya gejala secara tiba-tiba dengan
derajat yang berat. Flare timbul karena dipicu oleh suatu hal, misalnya paparan sinar matahari
atau stres.

Diagnosis Penyakit Autoimun

Tidak mudah bagi dokter untuk mendiagnosis penyakit autoimun. Meski setiap penyakit
autoimun memiliki ciri khas, namun gejala yang muncul bisa sama. Dokter akan menjalankan
beberapa tes untuk mengetahui apakah seseorang terserang penyakit autoimun, di antaranya
dengan tes ANA (antinuclear antibody) dan tes untuk mengetahui peradangan yang mungkin
ditimbulkan penyakit autoimun.

Pengobatan Penyakit Autoimun

Kebanyakan dari penyakit autoimun belum dapat disembuhkan, namun gejala yang timbul dapat
ditekan dan dijaga agar tidak timbul flare. Pengobatan untuk menangani penyakit autoimun
tergantung pada jenis penyakit yang diderita, gejala yang dirasakan, dan tingkat keparahannya.
Untuk mengatasi nyeri, penderita bisa mengkonsumsi aspirin atau ibuprofen.

Pasien juga bisa menjalani terapi pengganti hormon jika menderita penyakit autoimun yang
menghambat produksi hormon dalam tubuh. Misalnya, untuk penderita diabetes tipe 1,
dibutuhkan suntikan insulin untuk mengatur kadar gula darah, atau bagi
penderita tiroiditis diberikan hormon tiroid.

Beberapa obat penekan sistem kekebalan tubuh,


seperti kortikosteroid (contohnya dexamethasone), digunakan untuk membantu menghambat
perkembangan penyakit dan memelihara fungsi organ tubuh. Obat jenis anti TNF, seperti
infliximab, dapat mencegah peradangan yang diakibatkan penyakit autoimun rheumatoid
arthritis dan psoriasis.
Kondisi Hipersensitivitas?

Jika sistem kekebalan tubuh menimbulkan berbagai macam reaksi yang tidak diinginkan
atau hipersensitivitas, Anda harus waspada karena bisa merusak tubuh bahkan berakibat
fatal. Terutama jika tidak ditangani atau dialami berulang kali.

Sejatinya, fungsi sistem kekebalan tubuh adalah untuk melindungi tubuh dari penyakit dan
unsur-unsur yang berpotensi berbahaya untuk tubuh. Namun ada juga kondisi di mana sistem
kekebalan tubuh keliru atau bereaksi berlebihan sehingga menimbulkan efek yang tidak
diinginkan. Kondisi ini yang disebut hipersensitivitas. Reaksi yang tidak dikehendaki tersebut
bisa saja merusak tubuh, membuat tak nyaman, bahkan berakibat fatal. Hipersensitivitas meliputi
alergi ringan, anafilaksis, hingga penyakit autoimun.
Saat hipersensitivitas terjadi, tubuh pertama akan terpapar unsur penyebab reaksi tersebut, atau
yang dikenal dengan istilah antigen. Setelah terjadi kontak antara tubuh dan antigen, sistem
kekebalan tubuh kemudian bereaksi terhadap antigen tersebut, namun secara berlebihan.

Jenis-jenis Reaksi Hipersensitivitas

Secara umum hipersensitivitas dibagi menjadi empat tipe, yaitu:

 Reaksi hipersensitivitas tipe 1

Tipe ini sama dengan alergi dan biasa disebut reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Reaksi
hipersensitivitas tipe 1 melibatkan sejenis antibodi yang disebut imunoglobulin E (IgE).
Senyawa IgE tersebut akan melepaskan histamin yang kemudian bisa memicu reaksi alergi
ringan hingga berat, seperti anafilaksis. Disebut reaksi hipersensitivitas ‘cepat’ karena respons
yang terjadi dari hipersensitivitas tipe 1 ini terjadi dalam waktu kurang dari satu jam setelah
terpapar antigen.

Beberapa reaksi yang timbul akan tergantung sistem organ mana yang terpengaruh. Beberapa
gangguan yang termasuk hipersensitivitas tipe ini adalah::

 Urtikaria atau biduran, yaitu ruam gatal pada kulit


 Rhinitis atau reaksi alergi pada saluran pernapasan yang menyebabkan bersin, hidung
tersumbat atau berair, dan gatal.
 Asma, di mana terjadi penyempitan saluran napas, produksi lendir, dan peradangan
saluran pernapasan, sehingga mengakibatkan sesak napas.
 Anafilaksis adalah reaksi alergi yang berdampak pada seluruh tubuh dan dapat
menyebabkan kematian. Reaksi anafilaksis bisa meliputi kesulitan bernapas, tekanan
darah menurun drastis (syok), dan tenggorokan serta wajah membengkak sehingga dapat
berakibat fatal. Jika terjadi, penderita perlu segera mendapat pertolongan medis.

 Reaksi hipersensitivitas tipe 2


Tipe kedua dari reaksi hipersensitivitas biasa disebut reaksi hipersensitivitas sitotoksik, di mana
sel tubuh yang normal secara keliru dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. Reaksi ini
melibatkan antibodi imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM).

Contoh dari reaksi hipersensitivitas jenis ini adalah anemia hemolitik autoimun, penolakan
transplantasi organ, dan penyakit Hashimoto .

 Reaksi hipersensitivitas tipe 3

Reaksi hipersensitivitas jenis ini disebut juga penyakit kompleks imun. Yaitu ketika antibodi dan
antigen, atau unsur penyebab produksi antibodi, akan bergabung menjadi suatu komponen dan
beredar dalam darah atau jaringan tubuh. Kombinasi antara antibodi dan antigen inilah yang
disebut kompleks imun.

Kompleks imun kemudian memicu respons peradangan tubuh dan bisa terdeposit pada pembuluh
darah di berbagai organ. Jika tertanam pada ginjal, dapat menyebabkan glomerulonefritis atau
peradangan ginjal. Reaksi hipersensitivitas tipe 3 umumnya muncul 4-10 hari setelah tubuh
terpajan antigen.

Contoh penyakit yang terjadi karena reaksi hipersensitivitas tipe 3 antara


lain lupus dan rheumatoid arthritis.

 Reaksi hipersensitivitas tipe 4

Reaksi hipersensitivitas tipe 4 disebut sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat, karena
reaksinya relatif lebih lama dibanding dengan reaksi hipersensitivitas tipe lain. Berbeda dengan
tipe hipersensitivitas lainnya yang mana antibodi berperan utama, dalam tipe ini, sejenis sel
darah putih yang disebut sel T berperan dalam menyebabkan reaksi alergi dan gejala-gejala yang
ada.

Contoh hipersensitivitas tipe 4 adalah dermatitis kontak dan berbagai bentuk reaksi
hipersensitivitas akibat obat-obatan.

Melihat banyaknya reaksi hipersensitivitas yang bisa terjadi, maka penanganan yang dibutuhkan
pun tergantung pada jenis reaksi yang diderita. Penanganan pada asma tentu berbeda dengan
penanganan pada biduran, atau pada reaksi hipersensitivitas jenis yang lain. Untuk
itu, konsultasikan kepada dokter agar bisa mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat.
Jika diperlukan, dokter mungkin akan melakukan tes alergi untuk mengidentifikasi faktor pemicu
reaksi hipersensitivitas Anda, sehingga dapat dihindari.

Anda mungkin juga menyukai