Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

FRAKTUR
VERTEBRA THORAKOLUMBALIS

Pembimbing : dr. Tanto E.H.N., Sp.BO

Disusun oleh:
Adelia Melianti (406107010)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 12 MARET 2012 – 19 MEI 2012
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Adelia Melianti

NIM : 406107010

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Tarumanagara Jakarta

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Diajukan : April 2012

Bagian : Ilmu Bedah

Judul Referat : Fraktur Vertebra Thorakolumbalis

Pembimbing : dr. Tanto E. H. N., Sp.BO

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

Disetujui, Disetujui,

Kepala SMF Bedah Pembimbing

(dr. Riyanto, Sp.B) (dr. Tanto E. H. N., Sp.BO)


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulisan referat ini selesai tepat pada waktunya.

Referat dengan judul “Fraktur Vertebra Thorakolumbalis” ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Tarumanagara di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang periode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012.

Pada kesempatan ini, ijinkan penulis untuk berterimakasih yang sebesar-besarnya


kepada yang terhormat :

• dr. Tanto E. H. N., Sp.BO, selaku pembimbing kepaniteraan klinik ilmu


bedah orthopedi RSUD Kota Semarang yang juga sebagai pembimbing
dalam penulisan referat ini.

• dr. Riyanto, Sp.B, selaku ketua SMF dan pembimbing kepaniteraan klinik
ilmu bedah RSUD Kota Semarang.

• dr. Radian Tunjung, Sp.B, selaku pembimbing kepaniteraan klinik ilmu


bedah RSUD Kota Semarang.

• dr. Wahyu, selaku residen ilmu bedah RSUD Kota Semarang.

• semua pihak yang membantu penulisan referat ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak, sehingga referat ini menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga referat ini
bermanfaat. Mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan referat ini, atas
kritik dan sarannya, penulis mengucapkan terimakasih.

Semarang, April 2012


Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN....…………………………………………………………...............ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….....................iii

DAFTAR ISI.……………………………………………………………….................................iv

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….................1

BAB II FRAKTUR VERTEBRA THORAKOLUMBALIS………………..................................3

II.1. ANATOMI..........................................................................................................3

II.2. MEKANISME CEDERA.....................................................................................8

II.3. CEDERA THORAKOLUMBAL..........................................................................11

II.4. CEDERA MEDULLA SPINALIS.......................................................................17

II.5. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FRAKTUR VERTEBRA.............................20

II.6. PENANGANAN DAN TERAPI..........................................................................22

BAB III PENUTUP..............................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher,

punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra

yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan dan berperan dalam

perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5

regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.1

Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan dan

dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap

tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang

harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke

rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati.2,3

Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu

terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudinalis posterior dan duramater bisa

robek, bahkan dapat menusuk ke kanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan

darah ke medula spinalis dapat ikut terputus. Cedera medulla spinalis merupakan kelainan yang

pada masa kini banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan di

bidang penatalaksanaannya. Jika di masa lalu cedera tersebut lebih banyak disebabkan oleh jatuh

dari ketinggian, pada masa kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti kecelakaan lalu lintas,

jatuh dari tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga. Pada masa lalu, kematian penderita dengan

cedera medulla spinalis terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih,

gagal ginjal, pneumoni / decubitus.4


Trauma tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligamen, diskus dan faset

tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu

lintas (44%), kecelakaan olah raga (22%), terjatuh dari ketinggian (24%), kecelakaan kerja.2,3

Di U.S., insiden cedera medulla spinalis sekitar 5 kasus per satu juta populasi per tahun atau

sekitar 14.000 pasien per tahun. Insiden cedera medulla spinalis tertinggi pada usia 16-30 tahun

(53,1 %). Insiden cedera medulla spinalis pada pria adalah 81,2 %. Sekitar 80 % pria dengan cedera

medulla spinalis terdapat pada usia 18-25 tahun. SCIWORA (spinal cord injury without radiologic

abnormality) terjadi primer pada anak-anak. Tingginya insiden cedera medulla spinalis komplit

yang berkaitan dengan SCIWORA dilaporkan terjadi pada anak-anak usia kurang dari 9 tahun.5

Pasien dengan trauma tulang belakang komplit berpeluang sembuh kurang dari 5 %. Jika

terjadi paralisis komplit dalam waktu 72 jam setelah trauma, peluang perbaikan adalah nol.

Prognosis trauma tulang belakang inkomplit lebih baik. Jika fungsi sensoris masih ada, peluang

pasien untuk dapat berjalan kembali lebih dari 50 %.5

Oleh karena itu, penulis menyusun referat ini untuk mengetahui mekanisme trauma, diagnosis

dan penatalaksanaan dari cedera tulang belakang terutama thoracolumbal, secara tepat sehingga

dapat membantu meningkatkan kualitas dan harapan hidup penderita.


BAB II

FRAKTUR VERTEBRA THORAKOLUMBALIS

II.1. ANATOMI

Vertebra adalah pilar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dan melindungi medulla

spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental yang

terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra

torakalis), 5 ruas tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra

sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).6

Gambar 1. Anatomi Tulang Belakang

Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua

sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada pandangan dari samping,
pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal dan lumbal.

Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya

merupakan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus

ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar.

Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks,

sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi

makin ke bawah lingkup geraknya semakin kecil.6

Secara umum, struktur tulang belakang tersusun atas dua yaitu :

1. Korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di antaranya.

2. Elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas lamina, pedikel,

prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis, ligamentum-ligamentum

supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum, serta kapsul sendi.6

Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis di belakang

yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang lamina, 2 pedikel, 1 prosesus

spinosus, serta 2 prosesus transversus. Beberapa ruas tulang belakang mempunyai bentuk

khusus, misalnya tulang servikal pertama yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang

disebut odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus neuralis di

bagian belakang. Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga dan lebar, sedangkan

di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang menyokong kekompakan ruas

tulang belakang adalah komponen jaringan lunak yaitu ligamentum longitudinal anterior,

ligamentum longitudinal posterior, ligamentum flavum, ligamentum interspinosus, dan

ligamentum supraspinosus.6

Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen tulang dan

komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga pilar. Pertama yaitu satu

tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta diskus intervertebralis. Kedua dan
ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis

lateralis. Tulang belakang dikatakan tidak stabil, bila kolom vertikal terputus pada lebih dari

dua komponen. 6

Gambar 2. Sendi dan Ligamen Kolumna Vertebra

Medulla spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf yang

menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh. Semakin tinggi kerusakan

saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf

tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan

menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat

sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit

kehilangan fungsi.6
Gambar 3. Persarafan Tulang Belakang

Gambar 4. Gerakan Kolumna Vertebra


Gambar 5. Otot yang Memproduksi Gerakan dari Sendi Intervertebra Torakal dan Lumbal

II.2. MEKANISME CEDERA

Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah:

1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)


Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher, pukulan

pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa menyangga

oksiput sehingga kepala membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan

diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami fraktur. Cedera ini stabil

karena tidak merusak ligamen posterior.7

2. Fleksi

Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra akan

mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior. Jika

ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika

ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical,

tipe subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X

vertebra telah kembali ke tempatnya.7

3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior


Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat mengganggu

kompleks vertebra pertengahan, di samping kompleks posterior. Fragmen tulang dan

bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur

kompresi murni, keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi

yang tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi pada

setengah corpus vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan posterior pada sisi

sebaliknya. Jika permukaan dan pedikulus remuk, lesi bersifat tidak stabil.7

4. Pergeseran aksial (kompresi)

Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan

menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng vertebra dan

menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra, dengan kekuatan yang lebih besar, bahan

diskus didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst

fracture). Karena unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera

stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis spinalis dan

inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya, kerusakan neurologik sering

terjadi. 7

5. Rotasi-fleksi

Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi.

Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya, kemudian dapat

robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu
vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke

depan pada vertebra di atas, dengan atau tanpa kerusakan tulang. Semua fraktur-

dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan neurologik.7

6. Translasi Horizontal

Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke

anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan

syaraf.7

II.3. CEDERA THORAKOLUMBAL

Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan lalu

lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada

kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan berbagai

macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah

fraktur dislokasi.6

Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu:

- Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior,

komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak

rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur

adalah contoh cedera stabil.


- Cedera tidak stabil : cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena ligamen

posteriornya rusak atau robek. Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika

kehilangan integritas dari ligamen posterior. Menentukan stabil atau tidaknya fraktur

membutuhkan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi

yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada

tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior),

kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior).6

Pembagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :

1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan 2/3 bagian anterior dari

corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis.

2. kolumna media yang terbentuk dari 1/3 bagian posterior dari corpus vertebralis, diskus

dan annulus vertebralis.

3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang

posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa.6

Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi:

1. Fraktur kompresi (Wedge fractures)

Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk

patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna

vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi
terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker

dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah

dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan

menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya. 8

2. Fraktur remuk (Burst fractures)

Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan tulang

menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinalis. Terminologi fraktur

ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan adanya

kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. Tepi tulang yang menyebar atau

melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang yang

mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan

paralisis atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco

lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi.

Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak

fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fracture

atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI, fraktur ini akan lebih jelas

mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdarahan.9


3. Fraktur dislokasi

Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi, rotasi atau

tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini

sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yang

rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi

mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses

pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan

kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan

akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior

ke posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada

prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina dan seringnya

akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf.2


4. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)

Tipe fraktur Bagian yang terkena Stable vs Unstable

Wedge fractures Hanya Anterior Stable

Burst fractures Anterior dan middle Unstable

Fracture/dislocation injuries Anterior, middle, posterior Unstable

Seat belt fractures Anterior, middle, posterior Unstable

Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem

sehingga membuat vertebra dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur sering terjadi pada

thoracolumbar junction.10

Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan

membentuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna anterior

vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawan

tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna

posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil.7

Tabel 1. Klasifikasi Fraktur Stabil dan Tidak Stabil


Gambar 6. Klasifikasi Magerl

Terdapat 3 jenis fraktur berdasarkan mekanismenya (mechanism of failure):

1. Type A

Compressive loads

2. Type B

Distraction forces

3. Type C

Multidirectional forces and translation11

II.4. CEDERA MEDULLA SPINALIS

Antara Vertebra Th I dan Th X

Segmen korda lumbal pertama pada orang dewasa berada pada tingkat vertebra T10.

Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan menghindarkan korda toraks tetapi
mengisolasikan seluruh korda, lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkai bawah dan visera.

Akar toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tak banyak pengaruhnya.7

Di Bawah Vertebra Th X

Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara vertebra T I dan LI, dan

meruncing pada ruang di antara vertebra LI dan L2. Akar saraf L2 sampai S4 muncul dari

konus medularis dan beraturan turun dalam suatu kelompok (cauda equina) untuk muncul

pada tingkat yang berurutan pada spina lumbosakral. Karena itu, cedera spinal di atas vertebra

T10 menyebabkan transeksi korda, cedera di antara vertebra T10 dan LI dapat menyebabkan

lesi korda dan lesi akar saraf, dan cedera di bawah vertebra Ll hanya menyebabkan lesi akar

saraf. 7

Akar sakral mempersarafi:

(1) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang bagian belakang paha dan tungkai

bawah, dan dua pertiga sebelah luar telapak kaki

(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki

(3) refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki

(4) pengendalian kencing.7

Akar lumbal mempersarafi:

(1) sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagian yang dipasok oleh segmen sakral

(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pinggul dan lutut

(3) refleks kremaster dan refleks lutut. 7


Bila cedera tulang berada pada sambungan torakolumbal, penting untuk membedakan antara

transeksi korda tanpa kerusakan akar saraf dan transeksi korda dengan kerusakan akar saraf.

Pasien tanpa kerusakan akar saraf jauh lebih baik.7

Lesi Korda Lengkap

Paralisis lengkap dan tidak ada sensasi di bawah tingkat cedera menunjukkan transeksi korda.

Selama stadium syok spinal, bila tidak ada refleks anal (tidak lebih dari 24 jam pertama)

diagnosis tidak dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dan defisit saraf terus

berlanjut, lesi korda bersifat lengkap. Setiap lesi korda lengkap yang berlangsung lebih dari 72

jam tidak akan sembuh.7

Lesi Korda Tidak Lengkap

Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji menusukkan peniti di daerah perianal )

menunjukkan lesi tak lengkap sehingga prognosis baik. Penyembuhan dapat berlanjut sampai

6 bulan setelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma korda centra. Di

bawah vertebra Th X, diskrepansi antara tingkat neurologik dan tingkat rangka adalah akibat

transeksi akar yang turun dari segmen yang lebih tinggi dari lesi korda.12

Sindrom Deskripsi
Anterior cord Lesi yang mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensitivitas terhadap

nyeri, temperature namun fungsi propioseptif masih normal


Brown- Proposeptif ipsilateral normal, motorik hilang dan kehilangan sensitivitas nyeri

Sequard dan temperatur pada sisi kontralateral


Central cord Khusus pada regio sentral, anggota gerak atas lebih lemah dibanding anggota

gerak bawah
Dorsal cord Lesi terjadi pada bagian sensori terutama mempengaruhi propioseptif

(posterior

cord)
Conus Cedera pada sacral cord dan nervus lumbar dengan kanalis neuralis ; arefleks
medullaris pada vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah
Cauda Cedera pada daerah lumbosacral dengan kanalis neuralis yang mengakibatkan

equina arefleksia vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah


Tabel 2. Incomplete Cord Syndromes

Grading system pada cedera medulla spinalis :

1. Klasifikasi Frankel :

Grade A : motoris (-), sensoris (-)

Grade B : motoris (-), sensoris (+)

Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+)

Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)

Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+) 8

2. Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Association)

Grade Description
A Lengkap: tidak ada sensorik maupun motorik dibawah level
defisit neurologi
B Tidak lengkap : sensorik baik namun motorik nya menurun
di bawah level defisit neurology
C Tidak lengkap : sensorik baik dan fungsi motorik dibawah
defisit neurology memiliki kekuatan otot dibawah 3
D Tidak lengkap : sensorik baik namun kekuatan otot
motoriknya lebih dari 3 atau sama dengan 3
E Fungsi sensorik dan motorik normal

Tabel 3. ASIA Impairment Scale 8

II.5. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FRAKTUR VERTEBRA

Diagnosis klinik adanya fraktur thorakolumbal didapatkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kecurigaan yang tinggi akan adanya cedera

pada vertebra pada pasien trauma sangat penting sampai kita mengetahui secara tepat
bagaimana mekanisme cedera pasien tersebut. Setiap pasien dengan cedera tumpul diatas

klavikula, cedera kepala atau menurunnya kesadaran, harus dicurigai adanya cedera cervical

sebelum curiga lainnya. Dan setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan mekanisme

kecelakaan high-speed deceleration harus dicurigai ada cedera thoracolumbal. Selain itu patut

dicurigai pula adanya cedera medulla spinalis, jika pasien datang dengan nyeri pada leher,

tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai. 13

Pemeriksaan klinik pada punggung hampir selalu menunjukkan tanda-tanda fraktur

yang tak stabil namun fraktur remuk yang disertai paraplegia umunya bersifat stabil. Sifat dan

tingkat lesi tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X, sedangkan sifat dan tingkat lesi saraf

dengan CT atau MRI. Pemeriksaan neurologik harus dilakukan dengan amat cermat. Tanpa

informasi yang rinci, diagnosis dan prognosis yang tepat tidak mungkin ditentukan.

Pemeriksaan rektum juga harus dilakukan. Pemeriksaan tentang tanda-tanda shock juga

sangat penting. 13

Macam-macam shock yang dapat terjadi pada cadera tulang belakang :

a. Hypovolemic shock yang ditandai dengan takikardia, akral dingin dan hipotensi jika

sudah lanjut.

b. Neurogenic shock adalah hilangnya aktivitas simpatis yang ditandai dengan hipotensi,

bradikardi.

c. Spinal shock : disfungsi dari medulla spinalis yang ditandai dengan hilangnya fungsi

sensoris dan motoris. Keadaan ini akan kembali normal tidak lebih dari 48 jam.13

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan:

1. Roentgenography: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra, untuk melihat

adanya fraktur ataupun pergeeseran pada vertebra.

2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar vertebra 2 dimensi .

Pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-irisan yang dihasilkan CT scan.


3. Magnetic Resonance Imaging: pemeriksaan ini menggunakan gelombang frekuensi radio

untuk memberikan informasi detail mengenai jaringan lunak di daerah vertebra. Gambaran yang

akan dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi . MRI sering digunakan untuk mengetahui kerusakan

jaringan lunak pada ligament dan discus intervertebralis dan menilai cedera medulla spinalis.13

II.6. PENANGANAN DAN TERAPI

Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian

kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya perdarahan dan segera

mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinik

secara teliti meliputi pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk

mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.2

Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk mencegah

kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe fraktur.

1. Braces & Orthotics

Ada tiga hal yang dilakukan yakni,

a. mempertahankan kesejajaran vertebra (alignment)

b. imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan

c. mengatasi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan.

Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh; brace rigid collar

(Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic brace (Minerva) untuk fraktur pada

punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung

bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus, umumnya fraktur

pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokasi memerlukan traksi, halo

ring dan vest brace untuk mengembalikan kesejajaran.3


2. Pemasangan alat dan proses penyatuan (fusion).

Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion adalah

proses penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu dengan alat-alat

seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft adalah penyatuan vertebra

dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung. Penyatuan ini memerlukan waktu

beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk menghasilkan penyatuan yang solid. 3
3. Vertebroplasty & Kyphoplasty

Tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal. Pada prinsipnya teknik ini digunakan

pada fraktur kompresi yang disebabkan osteoporosis dan tumor vertebra. Pada vertebroplasti

bone cement diinjeksikan melalui lubang jarum menuju corpus vertebra sedangkan pada

kypoplasti, sebuah balon dimasukkan, dikembungkan untuk melebarkan vertebra yang

terkompresi sebelum celah tersebut diisi dengan bone cement.3

Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi :

a. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup, kateterisasi dan evakuasi

kandung kemih dalam 2 minggu

b. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua hari

c. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh

d. Nutrsi dengan diet tinggi protein secara intravena

e. Cegah dekubitus

f. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur 2


BAB III

PENUTUP

Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7

cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.1 Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla

spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.

Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah: Hiperekstensi

(kombinasi distraksi dan ekstensi), fleksi, fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi

posterior, kompresi, rotasi-fleksi, translasi horizontal.

Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan lalu

lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada

kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan berbagai macam

kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah fraktur

dislokasi.6 Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu: cedera stabil, cedera tidak stabil.

Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi: Fraktur kompresi (Wedge

fractures), Fraktur remuk (Burst Fracture), fraktur dislokasi, Seat Belt Fracture.

Diagnosis klinik adanya fraktur thorakolumbal didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri

atas: penilaian kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya perdarahan.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk

mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.2

Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk mencegah

kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe fraktur : Braces & Orthotics,

Pemasangan alat dan prosoes penyatuan (fusion), Vertebroplasty & Kyphoplasty

DAFTAR PUSTAKA
1. Moore K. Essential Clinical Anatomy. Second Edition. Baltimore: Williams and Wilkins.
2002
2. Rasjad C. Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Lamumpatue. 2003

3. Roper S. Spine Fracture. In: Dept. Neurosurgery Unversity of Florida. (Last updated: 2003;

accesed: 14 April 2012). Available from :

http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

4. Harna. Trauma Medulla Spinalis. (Last updated: 2008; accesed: 14 April 2012). Available from :

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/17/trauma-medula-spinalis/.

5. Schreiber, D. Spinal Cord Injury. (Last updated: 2004; accesed: 14 April 2012). Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/793582-overview.

6. Jong, W.D, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005; 870-874.

7. Apley,A.Graham. Apley’s System O Orthopaedic And Fracture.Seventh Edition. London:

Butterworth Scientific. 2000; 658-665.

8. Young W. Spinal Cord Injury Level And Classification. (Last updated: 2000; accesed: 14 April

2012). Available from : http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

9. Deblick T. Burst Fracture. (Last updated: 2001; accesed: 14 April 2012). Available from :

http://www.emedicine.medscape.com/specialties

10. Claire M. The Three Column Concept. (Last updated: 2005; accesed: 14 April 2012). Available from:

http://www.spineuniverse/columnconcept.html

11. Rimel R.W. An Educational Training Program for the Care at the Site of Injury of Trauma to Central

Nervous System. 2001; 9:23-28.

12. Thomas, V.M. Thoracolumbal Vertebral Fracture. Journal of Orthopaedics. (Last updated: 2004;

accesed: 14 April 2012). Available from : http://www.jortho.org/index.html

13. Kuntz C. Spine Fracture. Emedicine Journals. (Last updated: 2004; accesed: 14 April 2012).

Available from : http://www.emedicine.com/orthoped/topic567.htm

Anda mungkin juga menyukai