Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Edema cerebri adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam
jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume
intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupun ekstraseluler (daerah
substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.5,7
Edema cerebri adalah meningkatnya volume otak akibat pertambahan jumlah air
di dalam jaringan otak sebagai reaksi terhadap proses-proses patologis lokal ataupun
pengaruh-pengaruh umum lainnya yang merusak.2
B. Etiologi
Edema cerebri dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:9
a. Kondisi neurologis :
Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan
infeksi otak.
b. Kondisi non neurologis :
Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi maligna, ensefalopati,
hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high
altitude cerebral edema (HACE).

C. Klasifikasi
Edema cerebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :9
a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak
1).Edema cerebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba
2).Edema cerebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia
grisea

b. Berdasarkan patofisiologi
1). Edema cerebri vasogenik
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain barrier.
Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga air dan komponen yang terlarut
keluar dari kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler
bertambah. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor otak,
hipertensi maligna, perdarahan otak dan berbagai penyakit yang merusak pembuluh
darah otak.9

1
.

2). Edema cerebri sitotoksik


Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron, glia dan endotel
kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik, sehingga ion Na tertimbun dalam
sel,mengakibatkan kenaikan tekanan osmotik intraseluler yangakan menarik cairan
masuk ke dalam sel. Sel makin lamamakin membengkak dan akhirnya pecah. Akibat
pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi sempit, iskemia otakmakin hebat karena
perfusi darah terganggu.
Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas pada kulit seperti
heksaklorofen dan bahan yang mengandung and, seperti trietil tin, dapat menimbulkan
edema sitotoksik.
Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia (cardiac
arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-zat kimia tertentu. Juga sering
bersama-samadengan edema serebri vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif
(trombosis, emboli serebri) dan meningitis.5,9

3). Edema cerebri osmotic


Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic antara plasma darah
(intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler).9

2
4). Edema cerebri hidrostatik/interstisial
Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat, cairan
srebrospinal merembes melalui dinding ventrikel, meningkatkan volume ruang
ekstraseluler.
Pembagian edema serebri menurut Groningen
Edema Vasogenik Sitotoksik Osmotik Hidrostatik
Serebri
Problem
Gangguan Blood brain – Gangguan Obstruksi Sirkulasi
primer sodium barrier pump-cell osmotik
Lokalisasi :
Bag. Putih otak + + + +
Bag. Kelabu + +
otak

Permeabilitas Bertambah Normal Normal Normal


vaskuler
Ultrastruktur :
Ekstraseluler + + +
Infraseluler + +

Komposisi Filtrat plasma Plasma Hanya kadar air Air + Na


cairan (protein) bertambah
Terapi Dexametason ? Bahan osmotik Operasi

D. Patofisiologi8,9
a) Vasogenic edema
Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel
yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic
edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama
meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh factor osmotic.
Ketika protein dan makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler otak

3
karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada rongga
ekstraseluler juga meningkat.
Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral
karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema
vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada beberapa kasus,
potongan permukaan otak nampak cairan edema.
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor,
inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.8,9

Gambar: mekanisme terjadinya


edema vasogenik, plasma yang
terdiri dari air, protein dan elektrolit
menembus BBB dan mengisi ruang intersisial.

b) Edema Sitotoksik
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel,
yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara
normal tetap mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat
dari pompa natrium dan kalium pada membrane sel glia.
Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea
menyerap air dan membengkak.9
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti
terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat
sangat buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering.
Edema sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan
dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis,
metabolic), intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin, hexachlrophenol,
isoniazid) dan pada sindrom reye, Hipoksia Berat.

4
Gambar: mekanisme
terjadinya edema
sitotoksik,
menunjukkan defisit ATP mengakibatkan rusaknya pompa Na-K. Na masuk
menembus membran sel diikuti air dan Cl sehingga timbul edema sel.

c) Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema
serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan
dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada
edema serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan
membran sel.3,9

Gambar: mekanisme edema


osmotik, menunjukkan
penurunan osmolaritas cairan intravaskuler menyebabkan keluarnya air mengisi
ruang intersisial mengikuti hukum osmotik.

d) Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang
terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan

5
serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler
meningkat.3

Gambar: mekanisme pengaliran CSF dan hambatan yang dapat menimbulkan


hidrosefalus.

E. Diagnosis
1. Manefestasi Klinis
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat
ditemukan tanda dan gejala berupa:9
a. Nyeri kepala hebat.
b. Muntah, dapat proyektil maupun tidak.
c. Penglihatan kabur.
d. Gangguan kesadaran dan perubahan mental (berupa confusion sampai
sindroma otak organis)

2. Pemeriksaan Fisik1
a. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat
vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan
meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh
darah kapiler serebral oleh edema.
b. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi
lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan

6
intracranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi
kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola
Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan
respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian.
c. Gambaran papil edema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil
yang tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2.
d. Gangguan fungsi gait bila edema membesar dan menekan cerebellum.
e. Gangguan fungsi vegetative apabila edema menekan susunan saraf
pusat yang merupakan pusat dari fungsi otonom / vegetatif.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar-X
Radiograf tengkorak polos adalah pemeriksaan pertama pada
pasien dengan gejala SSP dan tetap bermanfaat. Erosi dorsum sellae oleh
pulsasi ventrikel ketiga adalah gambaran khas peninggian TIK dan bila
foto polos digunakan secara rutin, dapat ditemukan pada sepertiga pasien
namun hanya setelah sakit 5-6 bulan. Kelenjar pineal yang tergeser, erosi
tulang, kalsifikasi abnormal dan hiperostosis tidaklah merupakan tanda
spesifik dari lesi desak ruang, jadi tidak harus berarti peninggian TIK.
Pada anak-anak, radiograf tengkorak tetap bernilai pada tes skrining. Baik
peninggian TIK akut maupun kronik hingga usia 8-9 tahun menyebabkan
diastasis (splitting) sutura dan erosi dorsum sellae. Peninggian TIK kronik
mungkin juga berakibat penipisan vault tengkorak dan impresi
konvolusional pada bagian atas tulang frontal dan parietal.5,7

b. Tomografi Terkomputer
Yang paling berguna pada pemeriksaan pasien dengan dugaan
peninggian TIK adalah scan tomografi terkomputer (CT scan). Karena
sangat akurat, cepat dan aman. Tanda yang paling berguna dari
berkurangnya cadangan TIK adalah pergeseran garis tengah, obliterasi
sisterna CSS sekeliling batang otak, dilatasi ventrikel kontralateral,

7
penyempitan sulci serebral, dan pada cedera kepala adanya clott kecil
multipel intraserebral. Bila obstruksi aliran CSS mulai berakibat pada
ukuran ventrikular, tanda pertama adalah dilatasi tanduk temporal.

c. Pencitraan Resonansi Magnetik


Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna pada
pemeriksaan penderita yang diduga mempunyai peninggian TIK namun
bukan pemeriksaan yang pertama pada pasien. Pemeriksaan ini lebih
mahal, lebih lambat dalam pengerjaannya dan lebih memerlukan
kerjasama dengan pasien dibanding CT scan; lebih rumit melaksanakannya
untuk pasien yang memerlukan pemantauan atau sistem life support.7,8

F. Penatalaksanaan5
Non Medika Mentosa
1) Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena
jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan
dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu
diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat
mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala
30°.
2) Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus
dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan
penambahan volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK,
terutama pada pasienm dengan pernicabilitas kapiler yang abnormal.
Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi
pada pasien edema otak buruk. Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-
35 mmHg agar menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga
menurunkan volume darah serebral.5,9

Medikamentosa

8
1) Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi
meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan
intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan
untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT
harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang
sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat,
benzodiazepin, dan propofol.
Nyeri dan agitasi dapat memperburuk oedem cerebri dan meningkatkan
tekanan intrakranial secara signifikan. Pemberian bolus morphine (2-5 mg)
dan fentanyl (25 -50 mikrogram) atau intravenous infusion fentanyl (25 -
200 mikrogram/jam) dapat digunakan sebagai analgetik.9
2) Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat
menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini
dapat dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik. Pada
umumnya kebutuhan cairan ialah 30ml/kgBB/hari. Balans cairan
diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan
pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah
500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak nampak).
Umumnya semua lesi intracranial diberikan 85% dari kebutuhan normal.
Karena pada masa akut ada retensi cairan sehingga bila diberikan cairan
yang banyak, dapat jadi semakin edema.5,7,9
3) Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi
oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah
harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba
dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat.
Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg
pascatrauma otak.
Penggunaan obat penurun tekanan darah masih kontroversial dalam kasus-
kasus perdarahan intraserebral, tetapi aman untuk mengobati hipertensi
pada fase akut, dan penggunaan ini dapat mengurangi risiko pertumbuhan
hematoma awal. Pada pasien dengan stroke iskemik, penurunan tekanan

9
darah yang cepat merugikan dalam fase akut (24 - 48 jam pertama) karena
dapat menghasilkan memburuknya defisit neurologis dari hilangnya
perfusi di penumbra. Tekanan darah normal juga harus menjadi tujuan
pada pasien dengan lesi terutama terkait dengan edema vasogenic, seperti
tumor dan massa inflamasi atau infeksi.9
4) Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, demam, dan
hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga
harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan
antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Bisa
digunakan fenitoin 2 x 100mg. Manfaat penggunaan profilaksis
antikonvulsan tetap tidak terbukti pada pasien dengan kondisi yang paling
beresiko menyebabkan edema otak. Ada beberapa bukti bahwa aktivitas
epilepsi subklinis mungkin terkait dengan perkembangan pergeseran garis
tengah (midline shifting) dan hasil yang buruk setidaknya pada pasien
kritis dengan pendarahan intraserebral. Demam dan hiperglikemia
memperburuk kerusakan otak iskemik dan nyatanya dapat memperburuk
edema cerebri. Normothermia ketat dan normoglycemia (yaitu, glukosa
darah paling tidak di bawah 120 mg / dL) harus dijaga setiap saat.
5) Terapi Osmotik. Manitol dan Salin Hipertonik adalah 2 agen osmotik
yang paling sering digunakan untuk memperbaiki edema otak dan
hipertensi intracranial.5,7,9
a. Manitol
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25-
0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20
menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.
Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas
serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko
gagal ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami
volume depletion). Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320
mOsmol/L.9

10
Komplikasi paling biasa dari terapi manitol ialah ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, edema kardiopulmonal dan rebound edema
serebri. Manitol juga bisa menyebabkan gagal ginjal pada dosis
terapetik dan reaksi hipersensitivitas bisa terjadi. Walaupun ada
beberapa laporan yang tidak dapat membuktikan efek yang
menguntungkan dari manitol pada stroke iskemik/ hemoragik.
American Heart Assosiation merekomendasikan penggunaan manitol
secara luas digunakan pada stroke akut di seluruh dunia.9

b. Salin Hipertonik
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai
alternatif pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme
kerjanya kurang lebih sama dengan manitol, yaitu dehidrasi
osmotik.Larutan hipertonik saline 2,3 dan 7,5 % mengandung sodium
chloride dan sodium acetat yang sama (50 : 50) untuk menghindari
terjadinya hyperchloremic acidosis. Hipertonik saline diberikan melalui
kateterisasi vena sentral untuk mendapatkan euvolemia atau sedikit
hipervolemia (1-2 ml/kg/hr). Pemberian 250 ml bolus hipertonik saline
dapat diberikan jika dibutuhkan untuk agresif resusitasi. Tujuan
pemberian hipertonik saline yaitu untuk meningkatkan kadar
konsentrasi sodium dengan rentang 145 - 155 mEq/l. Level kadar
sodium ini dipertahankan selama 48 - 72 jam sampai pasien
menunjukan kemajuan secara klinik atau sampai tidak memberikan
respon yang adekuat.

6) Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada
pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini
biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain
maupun penanganan TIK dengan pembedahan.

11
Pemberian dengan injeksi intravena secara bolus dari pentobarbital (3-10
mg/kg) diikuti dengan infus intravena yang berkelanjutan (0,5 - 3,0
mg/kg/hari) yang diterapi hingga terjadi penurunan ICP atau "burst-
suppression pattern" yang dimonitoring dengan electroencephalographic,
pemberian dilakukan selama 48 - 72 jam, penghentian terapi dilakukan
dengan cara tappering off sebanyak 50 % dari dosis awal.
Efek samping pemberian barbiturat yaitu vasodepressor sehingga dapat
menurunkan tekanan pembuluh darah sistemik, cardiodepression,
immunosuppresion dan sistemik hipotermia.9
7) Furosemid
Belum ada penelitian mengenai dosis terapi yang diberikan. Cara
meningkatkan kadar sodium dengan cepat yaitu dengan pemberian bolus
furosemid (10 - 20 mg) untuk meningkatkan eksresi air dan menggantinya
dengan 250 ml iv bolus 2 atau 3 % hypertonik saline.
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini telah
terbukti berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat meningkatkan
efek manitol, namun harus diberikan dalam dosis tinggi, sehingga risiko
terjadinya kontraksi volume melampaui manfaat yang diharapkan. Peranan
asetasolamid, penghambat karbonik anhidrase yang mengurangi produksi
CSS, terbatas pada pasien high-altitude illness dan hipertensi intrakranial
benigna. Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi
neuroproteksi pada pasien. dengan lesi serebral akut.9
8) Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai
tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi
pembedahan. Namun, steroid tidak berguna untuk mengatasi edema
sitotoksik dan berakibat buruk pada pasien iskemi otak.
Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya yang
sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral, dilanjutkan
dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali lipat

12
produksi kortisol normal yang fisiologis. Responsnya seringkali muncul
dengan cepat namun pada beberapa jenis tumor hasilnya kurang responsif.
Dosis yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus
yang refrakter. Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus
diturunkan secara bertahap (tape* off) untuk menghindari komplikasi
serius yang mungkin timbul, yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar
adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan penderita
meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg IV setiap
6 jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai dengan terapi antibiotik.
Dosis pertama harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan terapi
antibiotik.9

Operatif
Pada pasien dengan peningkatan TIK, drainase cairan serebrospinal adalah
ukuran pengobatan cepat dan sangat efektif. Pernyataan ini berlaku bahkan jika
tidak ada hidrosefalus. Sayangnya, drainase ventrikular eksternal membawa risiko
besar ventriculitis, bahkan di bawah perawatan terbaik.

G. Komplikasi
Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang
menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow
(CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada
sistem, memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri
dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil
edema. Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan
tekanan kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi
struktur yang tertekan.2,7,9
a. Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh
edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya

13
maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam
rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya
edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat
seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak.

b. Aliran Darah ke Otak


Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan
aliran darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak
dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme
otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung
apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara
tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg.
Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali.
Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat
diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak
terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme
otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak,
perdarahan, iskemia dan hipoksia.2

c. Kenaikan Tekanan Intrakranial


Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem
vena, maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada
kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya
sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai
kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer sudah
menimbulkan kenaikan TIK yang hebat.5

14
d. Herniasi Jaringan Otak
Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan
otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum.9
1). Herniasi tentorium serebelum
Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya
bangunan-bangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III,
A. serebri posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi
akibat herniasi ini ialah :1,6
a) Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan
pada hiatus.
b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi
pupil mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya
negatif. 6
Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan
gangguan kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis.
Penderita menjadi somnolen, sopor atau koma. tekanan pada A. serebri
posterior menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis.

15
2). Herniasi foramen magnum
Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong
tonsil serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai
servikal 1 dan 2 dan akan menekan medulla oblongata, tempatnya
pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain gangguan pernapasan dan
kardiovaskuler.9

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Bickley, Lynn S : Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan
Bates. Edisi 8. Jakarta : EGC.2009
2. Harsono. Buku Anjar Neurologi Klinis, Yogyakarta; UGM Press, 2005
3. Goetz GC.Cerebrospinal Fluid And Intracranial Pressure in: Clinical
Neurology 2th edition. 2003. Phlidelphia: Elsevier Science. P511-529.
4. Grant A, Anne W. The Nervous System In: Anatomy And Physiology In
Health An Illness 9th Edition.2001. London: Curchill Livingstone. P148-51
5. Lt Col SK Jha (Retd). Cerebral Edema and its Management. 2003.
http://medind.nic.in/maa/t03/i4/maat03i4p326.pdf. Diakses tanggal 14 juni
2015
6. Moore, Keith L., R. Anne M : Anatomi Klinis Dasar. Jakarta :
Hipokrates.2002
7. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI, Update In Neuroemergencies,
Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2002. 24-26.
8. Price S.A. Sistem saraf. In: Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Jakarta: EGC.2002
9. Suwono Wita J., Dewanto George, Riyanto Budi,dkk. Panduan Praktis
Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta. EGC

17

Anda mungkin juga menyukai