Anda di halaman 1dari 48

PENUNTUN PRAKTIKUM

LABORATORIUM PROSES INDUSTRI KIMIA

TIM PENYUSUN:
1. Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, M.T.
2. Prof. Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc.
3. Prof. Dr. Halimatuddahliana, S.T., M.Sc.
4. Dr. Ir. Renita Manurung, M.T.
5. Asisten Laboratorium Proses Industri Kimia T.A. 2018/2019
6. Asisten Laboratorium Proses Industri Kimia T.A. 2019/2020

LABORATORIUM PROSES INDUSTRI KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
T.A. 2019/2020
2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Diktat Penuntun Praktikum
Laboratorium Proses Industri Kimia ini dengan baik. Kami berharap dengan
adanya diktat ini, Mahasiswa mendapat panduan dan ilmu dalam Praktikum
Laboratorium Proses Industri Kimia pada Program Studi Teknik Kimia, Universitas
Sumatera Utara.
Materi yang ditulis dalam diktat ini berisi empat modul praktikum. Setiap
materi disusun dari tujuan praktikum, landasan teori, metodologi praktikum yang
akan dilaksanakan serta matriks percobaan untuk memudahkan Mahasiswa untuk
menuliskan data yang didapat dari praktikum. Dengan diktat ini, Mahasiswa
diharapkan dapat memahami dan mengerti konsep dari unit proses teknik kimia.
Kami menyadari masih adanya kekurangan dalam diktat ini. Oleh karena itu,
saran dan kritik dari pembaca kami harapkan agar diktat ini dapat disempurnakan
pada kesempatan yang akan dating. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2019


Laboratorium Proses Industri Kimia
Fakultas Teknik USU
Tim Penyusun

Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, M.T.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM iii
MODUL 1. PROSES PEMBUATAN PULP DAN KERTAS 1
MODUL 2. PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN PROSES
TRANSESTERIFIKASI 10
MODUL 3. PEMBUATAN SABUN CAIR 18
MODUL 4. RESIN UREA FORMALDEHID 30
LEMBAR BUKTI RESPONSI DOSEN
LEMBAR BUKTI RESPONSI ASISTEN
LEMBAR PENUGASAN

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara ii


TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikum
a. Sebelum melakukan percobaan, semua hal yang berhubungan dengan
teori, peralatan, bahan, dan pelaksanaan percobaan harus sudah dipahami
benar-benar.
b. Pengujian lisan atau responsi akan dilakukan oleh pembimbing/asisten
praktikum, setiap kali percobaan akan dilakukan. Sebelum melaksanakan
percobaan, praktikan harus menjumpai pembimbing/asisten sesuai dengan
modul percobaan. Tanpa Lembar Bukti Responsi dan Absen yang telah
ditandatangani oleh pembimbing/asisten, kelompok praktikan tidak
diizinkan melakukan praktikum.
c. Pembimbing/asisten akan memberi tugas kepada kelompok praktikan pada
Lembar Penugasan.
d. Absen praktikan harus diserahkan saat masuk praktikum dan diambil
kembali saat selesai laboratorium
e. Tanpa Lembar Penugasan, Lembar Bukti Responsi dan Absen yang telah
ditandatangani oleh pembimbing/asisten, kelompok praktikan tidak
diizinkan melakukan praktikum. Apabila pembimbing/asisten telah
mengizinkan, maka praktikum dapat dilaksanakan.
f. Data yang diperoleh dari pangamatan harus dituliskan pada laporan.
g. Segera setelah praktikum, laporan dan lembar penugasan diserahkan
kepada asisten, dan akan ditandatangani oleh asisten.
h. Selama berada di laboratorium, patuhilah aturan-aturan keselamatan,
seperti:
 Dilarang merokok di dalam laboratorium.
 Diwajibkan memakai jas praktikum, dan perlengkapan lainnya sesuai
arahan asisten.
 Melaporkan secepat mungkin segala hal/kejadian di laboratorium yang
cenderung membahayakan kepada pembimbing/asisten yang terdekat.
 Dilarang membuang sampah atau bahan kimia secara sembarangan.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara iii


i. Setelah selesai melaksanakan praktikum, praktikan diwajibkan untuk
mematikan semua sarana pendukung yang dipergunakan dan memutuskan
aliran dari sumbernya.

2. Alat
a. Peminjaman serta pemakaian alat laboratorium dilaksanakan oleh
praktikan, dengan menggunakan Lembar Peminjaman Alat yang telah
dibubuhi tanda tangan pembimbing/asisten masing-masing percobaan,
b. Dalam Lembar Peminjaman Alat tersebut harus dicantumkan jumlah serta
spesifikasi/kualitas yang diminta dengan jelas dan seksama.
c. Semua alat (baik instrument maupun alat gelas) yang dipinjam menjadi
tanggung jawab praktikan yang bersangkutan dan harus dikembalikan
dalam keadaan bersih dan sesuai keadaan awalnya.
d. Jika barang yang dikembalikan telah sedemikian kotor sehingga tidak
dapat dibersihkan lagi dianggap sebagai alat rusak dan harus diganti sesuai
dengan aturan penggatian alat laboratorium.
e. Jika alat yang dipinjam merupakan satu set lengkap harus dikembalikan
dalam keadaan satu set lengkap pula.
f. Penggunaan alat yang tersedia di laboratorium seperti timbangan, oven,
ataupun, perkakas reparasi harus sesuai dengan petunjuk masing-masing
alat serta seizing asisten yang sedang bertugas.
g. Semua alat yang dipinjam tidak boleh dipindahtangankan.
h. Penyelesaian peminjaman dan/atau penggantian harus diselesaikan dalam
jangka waktu 2 minggu setelah selesai praktikum terakhir selesai serta
menyerahkan surat keterangan penyelesaian alat-alat dari laboratorium,
terkecuali jika alat yang diganti jumlahnya terbatas di laboratorium, maka
harus diganti secepatnya.

3. Laporan
a. Hasil percobaan harus diserahkan dalam bentuk laporan sesuai dengan
format yang telah ditentukan.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara iv


b. Laporan terdiri dari laporan singkat. Kelompok praktikan hanya perlu
menyerahkan satu jenis laporan saja untuk satu modul percobaan. Jenis
laporan yang harus diserahkan ditentukan oleh Koordinator Laboratorium
ketika praktikum dilaksanakan.
c. Laporan singkat harus dibuat oleh masing-masing kelompok.
d. Laporan singkat harus diselesaikan dan diserahkan pada hari yang sama
pada saat melakukan praktikum, atau praktikum dianggap tidak sah dan
harus diulang kembali.
e. Waktu asistensi dan penyerahan laporan praktikum adalah pukul 07:15–
18:00 WIB.
f. Jika praktikum memakan waktu yang lama (lebih dari 1 hari), maka
laporan singkat dapat diselesaikan menurut perjanjian pihak laboratorium
dan praktikan.
g. Laporan yang diselesaikan diperbanyak 1 rangkap untuk laboratorium,
sementara yang asli diserahkan untuk dosen pembimbing.
h. Ketidaklengkapan ataupun kesalahan format pada laporan yang dibuat
akan dikenakan pengurangan nilai.

4. Hukuman
a. Praktikan akan dikenakan sanksi atas setiap pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan yang ada.
b. Sanksi dapat diberikan oleh setiap pembimbing dan atau Koordinator Lab
ataupun atas usul asisten.
c. Sanksi-sanksi dapat berupa:
 Pengurangan nilai
 Pemberian surat peringatan.

5. Lain-lain
a. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini akan diatur kemudian.
b. Segala perubahan dan atau perbaikan tata tertib ini hanya dapat dilakukan
atas persetujuan Koordinator Laboratorium.
c. Isi tata tertib ini berlaku sejak tanggal ditertibkan.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara v


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

MODUL 1
PROSES PEMBUATAN PULP DAN KERTAS

1. Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan pulp dan kertas
dari berbagai jenis bahan baku dengan proses kimia dan sifat-sifat pulp dan kertas
yang dihasilkan.

2. Dasar Teori
2.1 Pulp
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non
kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia, kimia). Pulp
terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas (Holik,
2006). Bahan baku yang digunakan untuk membuat pulp ialah bahan-bahan yang
mengandung banyak selulosa, seperti bambu, kayu, jerami, merang, dan lain-lain.
Jenis kayu yang banyak digunakan dalam pembuatan pulp dan kertas adalah:
a. Kayu lunak (softwood), adalah kayu dari tumbuhan konifer contohnya
pohon pinus.
b. Kayu keras (hard wood), adalah kayu dari tumbuhan yang menggugurkan
daunnya setiap tahun.
(Biermann, 1996)

2.2 Kayu
Kayu merupakan bahan baku utama untuk pembuatan pulp. Komponen
penyusun kayu adalah Selulosa, Poliosa (Hemiselulosa) yang termasuk keadalam
polisakarida dan terdapat lignin yang juga senyawa makromolekul. Selain itu,
terdapat Zat-zat ekstraktif dan abu walaupun sedikit namun memberikan pengaruh
besar pada sifat dan kualitas kayu.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 1


Gambar 1. Struktur Molekul Selulosa
(Elsevier, 1996)
2.3 Pembuatan Pulp
Ada beberapa proses pembuatan pulp yang bertujuan untuk pemisahan serat-
serat kayu dan penyisihan lignin serta senyawa-senyawa ekstraktif. Proses
pembuatan pulp dapat digolongkan atas tiga jenis yaitu mekanis, semikimia dan
kimia (Britt, 1970).
1. Secara Mekanis
a. Stone Ground Wood, SGW (Kayu Asah Batu)
b. Pressured Ground Wood, PGW (Kayu Asah Ditekan)
c. Refiner Mechanical Pulp, RMP (Pulp Mekanik Digiling)
d. Thermo Mechanical Pulp, TMP (Pulp Termomekanik)
2. Secara Semikimia
a. Chemi Thermo Mechanical Pulp, CTMP (Pulp Kimiatermomekanik)
b. Neutral Sulfite Semi Chemical, NSSC (Netral Sulfit Semikimia)
c. Soda dingin
3. Secara Kimia
a. Proses alkali: Sulfat (Kraft), Soda
b. Proses Sulfit
(Sixta, 2006)

2.4 Pengujian Pulp


Pengujian Pulp dapat dikategorikan dalam beberapa hal yaitu Pengujian Kimia
dan Pengujian berdasarkan Sifat-sifat Fisika Pulp. Pengujian Kimia dilakukan untuk
menentukan kandungan lignin pulp dan jumlah bahan selulosa berdasarkan derajat
polimerisasi rata rata dan alfa selulosa.
a. Bilangan Kappa digunakan untuk menunjukan derajat delignifikasi yang
terjadi selama pemasakan

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 2


b. Viskositas CED (Cupriethylene Diamine), pengujian untuk mengetahui
derajat polimerisasi selulosa.
c. Alfa Selulosa, digunakan untuk penentuan jumlah selulosa yang diukur
melalui oksidasi
Pengujian dari Sifat Fisika Pulp:
a. Panjang serat dilakukan dengan menggunakan mikroskop atau metode
klasifikasi
b. Drainability, ketahanan serat terhadap aliran air yang merujuk kepada
pemrosesan pulp dan pembuatan kertas
c. Beater Evaluation, untuk mengetahui potensi pembuatan kertas.
(Bahan Ajar Teknologi Pulp dan Kertas, Taslim, 2012)

3. Bahan dan Peralatan Percobaan


3.1 Bahan
1. Bahan Baku 7. Kalium Iodida (KI)
2. Amilum 8. Kalium Permanganat (KMnO4)
3. Aquadest (H2O) 9. Natrium Hidroksida (NaOH)
4. Asam Sulfat (H2SO4) 10. Natrium Karbonat (Na2CO3)
5. Besi Amonium Sulfat 11. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
(Fe(NH4)4(SO4)2.6H2O) 12. Phenantroline Ferrous Sulfat
6. Kalium Dikromat (K2Cr2O7) (C12H8N2H2O.FeSO4.7H2O)
3.2 Peralatan
1. Batang Pengaduk 7. Erlenmeyer
2. Beaker Glass 8. Furnace
3. Buret 9. Gelas Ukur
4. Cawan Porselen 10. Neraca Digital
5. Corong Gelas 11. Oven
6. Digester batch

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 3


4. Variabel dan Parameter Percobaan
4.1 Variabel Percobaan
1. Bahan Baku
2. Suhu Pemasakan
3. Waktu Pemasakan
4. Perbandingan Larutan Pemasak
4.2 Parameter Percobaan
1. Kadar Air Pulp
2. Kadar Abu Pulp
3. Kadar α, β, γ Selulosa dari Pulp
4. Bilangan Kappa Pulp

5. Prosedur Percobaan
5.1 Prosedur Pembuatan Pulp
1. Bahan baku pembuatan pulp terlebih dahulu dipotong-potong menjadi
ukuran tertentu dan dimasukkan kedalam digester
2. Tentukan dahulu kadar kering dari bahan baku
3. Masukkan cairan pemasak
4. Untuk proses soda: 12,5 campuran dari 85% berat NaOH dan 15% berat
Na2CO3. Untuk proses sulfat (kraft): 12,5 % berat campuran dari 58,6%
berat NaOH; 27,1% berat Na2S dan 14,3% berat Na2CO3. Untuk proses
sulfit 7% berat SO2, 4,5% berat SO4, 2,5% berat Ca(HSO3) dan sisanya air
5. Lakukan pemanasan sampai mencapai kondisi percobaan
6. Lakukan percobaan selama waktu tertentu.
7. Setelah waktu yang ditentukan, pemanasan dihentikan dan pulp dibilas
dengan air panas beberapa kali dan kemudian dengan air dingin, kemudian
pulp diperas untuk mengurangi kadar airnya.
8. Lakukan analisa terhadap pulp yang dihasilkan yaitu kadar air, kadar abu,
kadar α, β dan γ selulosa dan bilangan kappa.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 4


5.2 Prosedur Analisa
5.2.1 Prosedur Analisa Kadar Air
1. Timbang sampel sebanyak 10 gram.
2. Masukkan sampel ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 100°C selama
24 jam
3. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang.
4. Ulangi pendinginan dan penimbangan dengan interval 15 menit
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑢𝑙𝑝 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
5. Kadar Air = x 100 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑢𝑙𝑝 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ

5.2.2 Prosedur Analisa Kadar Abu


1. Panaskan cawan pada suhu 575°C selama 30 menit, dinginkan dalam
desikator selama 30 menit lalu ditimbang.
2. Masukkan sampel pulp kedalam cawan sebanyak 10 gram.
3. Cawan dan sampel dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 575°C,
dipanaskan selama 3 jam.
4. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang.
5. Ulangi pendinginan dan penimbangan dengan interval 15 menit.
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑏𝑢
6. Kadar Abu = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑢𝑙𝑝 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔x 100%

5.2.3 Prosedur Analisa Kadar α, β dan γ Selulosa


 Sampling :
1. Sampel sebanyak 1,5 gram ditambahkan 75 ml NaOH 17,5% aduk
perlahan selama 10 menit dan dicatat waktu saat NaOH ditambahkan
2. Ditambakan 25 ml NaOH 17,5% lalu aduk selama 10 menit
3. Setelah 30 menit dari langkah pertama ditambahkan 100 ml aquadest
4. Diamkan selama 30 menit
5. Larutan diaduk dan diambil 100 ml filtratnya

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 5


 Kadar α Selulosa :
1. 25 ml filtrat ditambahkan 10 ml kalium dikromat dan 50 ml H2SO4 pekat
2. Tunggu 15 menit lalu tambahkan 50 ml aquadest dan dinginkkan sampai
suhu ruangan
3. Ditambahkan indikator ferroine lalu dititrasi dengan besi amonium sulfat
sampai larutan berwarna ungu
4. Titrasi blanko, filtrat diganti dengan 12,5 ml NaOH 17,5% ditambahkan
dengan 12,5 ml aquadest
[6,85 (𝑉2 −𝑉1 )𝑥𝑁𝑥 20]
5. Alpha selulosa (%) = 100 −
𝐴𝑥𝑊
Dimana :
V1 = titrasi dalam filtrat pulp (ml)
V2 = titrasi blanko (ml)
N = nilai normalitas dari larutan besi ammonium sulfat
A = volume dari filtrat pulp yang digunakan (ml)
W = contoh sampel pulp yang dikeringkan dalam oven (g)

 Kadar γ Selulosa :
1. 50 ml filtrat ditambahkan dengan 50 ml H2SO4 3 N
2. Panaskan pada suhu 70-90 ºC selama 15 menit untuk mengendapkan beta
selulosa
3. Biarkan selama 90 menit kemudian dipisahkan antara padatan dan
cairannya
4. 50 ml cairan ditambahkan 10 ml kalium dikromat dan 90 ml H2SO4 pekat
5. Biarkan selama 15 menit lalu ditambahkan 50 ml aquadest dan
didinginkan sampai suhu ruang
6. Ditambahkan indikator ferroine lalu dititrasi dengan besi amonium sulfat
sampai larutan berwarna ungu
7. Titrasi blanko, cairan diganti dengan 12,5 ml NaOH 17,5% lalu
ditambahkan 12,5 ml aquadest dan 25 ml H2SO4 3 N
6,85 (𝑉4 −𝑉3 )𝑥𝑁𝑥 20
8. Gamma Selulosa (%) =
𝐴𝑥𝑊

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 6


Dimana :
V3 = titrasi larutan setelah pengendapan beta selulosa (ml)
V4 = titrasi blanko (ml)
N = nilai normalitas dari larutan besi ammonium sulfat
A = volume dari filtrat pulp yang digunakan (ml)
W = contoh sampel pulp yang dikeringkan dalam oven (g)

 Kadar β Selulosa
Hitung kadar beta selulosa pulp
Beta selulosa (%) = 100 − (% Alpha Selulosa + % Gamma Selulosa)

5.2.4 Prosedur Analisa Bilangan Kappa


1. Timbang sampel sebanyak 3 gram
2. Larutkan sampel dalam 500 ml aquadest dalam beaker 500 ml dan diaduk
3. Pindahkan larutan ke dalam beaker 2000 ml, tambahkan aquadest hingga
795 ml
4. Aduk dengan kecepatan 125 rpm selama 30 menit
5. Larutkan 100 ml KMnO4 0,1 N kedalam 100 ml H2SO4 4 N, lalu
masukkan ke dalam larutan
6. Tambahkan 5 ml aquadest
7. Tunggu 10 menit (dihitung dari penambahan KMnO4 dan H2SO4)
8. Tambahkan 20 ml KI 0,1 N
9. Teteskan indikator amilum
10. Larutan dititrasi dengan Natrium Thiosulfat 0,2 N
11. Lakukan titrasi blanko
12. Perhitungan bilangan Kappa
p f (b  a) N
K dan p
w 0,1
Dimana:
K = bilangan Kappa
f = faktor koreksi dari 50% konsumsi permanganat, tergantung harga p
sesuai tabel 1

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 7


w = berat contoh kering oven (gram)
p = larutan kalium permanganat yang terpakai oleh contoh pulp (ml)
b = larutan thiosulfat yang terpakai pada titrasi blanko (ml)
a = larutan thiosulfat yang terpakai dalam titrasi contoh (ml)
N = normalitas thiosulfat

Tabel 1. Faktor “f” koreksi perbedaan pemakaian persentase permanganat

5.3 Prosedur Pembuatan Kertas


1. Campurkan pulp sebanyak 10 gram kedalam air sebanyak 25 gram,
kemudian dihaluskan
2. Larutan A ditambahkan air hingga massanya mencapai 90 gram
3. Buat perekat dari tepung kanji sebanyak 1% dari massa pulp
4. Panaskan perekat hingga bening
5. Campurkan pulp dan perekat, kemudian aduk pada suhu 80°C
6. Siapkan cetakan monil di bak berisi air
7. Tuang campuran ke dalam cetakan
8. Angkat cetakan, kemudian keringkan

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 8


6. Matriks Percobaan
Tabel 1. Analisa Kadar Air dan Kadar Kering Bahan Baku
Massa sampel (g) Massa kering (g) Kadar air (%) Kadar Kering (%)

Tabel 2. Analisa Bilangan Kappa Bahan Baku


Volume titrasi sampel (ml) Volume titrasi blanko (ml) Bilangan Kappa

Tabel 3. Analisa Kadar Air dan Kadar Kering Pulp


Massa sampel (g) Massa kering (g) Kadar air (%) Kadar Kering (%)

Tabel 4. Analisa Bilangan Kappa Pulp


Volume titrasi sampel (ml) Volume titrasi blanko (ml) Bilangan Kappa

Tabel 5. Analisa Kadar Alfa, Beta dan Gamma Selulosa Pulp


Volume titrasi pulp Volume titrasi blanko
Analisis Pulp Kadar (%)
(ml) (ml)
α-selulosa
β-selulosa
γ-selulosa

DAFTAR PUSTAKA
Biermann, C.Z., Handbook of Pulp and Papermaking, 2nd edition , Elsevier Science
and Technology Books, 1996.
Brit, K.W., Handbook of Pulp and Paper Technology, 2nd edition, Van Nostrard,
New York, hal. 135-321, 1970.
Holik, H., Handbook of Paper and Board, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA,
Weinheim, 2006.
Sixta, H., Handbook of Pulp, Volume 1, WILEY-VCH Verlag GmbH &Co. KGaA,
Weinheim, 2006.
Taslim, Teknologi Pengolahan Pulp dan Kertas, Bahan Ajar Matakuliah, 2012.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 9


MODUL 2
PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN PROSES
TRANSESTERIFIKASI

1. Tujuan Percobaan
1. Mempelajari proses pembuatan biodiesel dengan reaksi transesterifikasi.
2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan biodiesel.
3. Menganalisa mutu biodiesel yang dihasilkan menurut standar.

2. Dasar Teori
2.1 Biodiesel
Secara umum, asam lemak pada minyak atau lemak nabati terikat pada gugus
gliserol dan membentuk triasilgliserol atau trigliserida (Indarti, 2007). Produksi
biodiesel dapat dilakukan dengan esterifikasi atau transesterifikasi dengan alkohol
suku rendah. Proses esterifikasi berfungsi untuk mengkonversi asam lemak bebas
menjadi metil ester, jika minyak dengan asam lemak bebas yang tinggi langsung
dikonversi dengan reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa maka sebagian
besar katalis akan habis bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun (Akhirudin,
2006).
Biodiesel memberikan pengertian yang luas yang mencakup seluruh bahan
bakar diesel yang didapat dari aktivitas biologi atau hayati seperti minyak, lemak,
pati, selulosa, ganggang dan sebagainya. Namun pengertian biodiesel dewasa ini
adalah bahan bakar mesin diesel yang berupa metil atau etil ester yang diperoleh dari
minyak – lemak nabati dengan proses esterifikasi bersama alohol. Biodiesel dapat
berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis alkohol yang digunakan.
Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena metanol mudah
didapat dan tidak mahal. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati atau lemak
hewan, namun yang paling banyak digunakan adalah minyak nabati.
Biodiesel adalah campuran dari ester-ester asam lemak, dimana masing-masing
komponennya berkontribusi terhadap viskositas kinematik biodiesel secara
keseluruhan. Dengan demikian, dapat diduga bahwa viskositas biodiesel dipengaruhi

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 10


oleh panjang rantai dan komposisi asam lemak, posisi dan jumlah ikatan rangkap
(derajat ketidakjenuhan) dalam biodiesel serta jenis alkohol yang digunakan.
Keunggulan biodiesel adalah tidak beracun karena bebas dari logam berat,
sulfur dan senyawa aromatik, titik nyala yang tinggi akan mempermudah dalam
penyimpanan dan penggunaannya, angka setana yang tinggi, besifat biodegradabel
dan merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui (Knothe dkk., 2005). Bahan
bakar biodiselmenjadi lebih menarik karena manfaatnya terhadap lingkungan.
(Zheng, S. et al.,2006).

2.2 Proses Transesterifikasi


Transesterifikasi adalah pertukaran alkohol dengan suatu ester untuk
membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversibel dan berjalan lambat tanpa
adanya katalis. Penggunaan alkohol berlebih atau mengambilsalah satu produk
adalahlangkah untuk mendorong reaksi ke arah kanan atau produk (Hui, 1996).
Secara garis besar, reaksi transesterifikasi yang terjadi adalah :

Gambar 1. Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida Menjadi Biodiesel

Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai


berikut:

Gambar 2. Tahap Reaksi Transesterifikasi

Pembuatan biodiesel dari minyak nabati memiliki kasus yang berbeda-beda


sesuaidengan kandungan FFA. Pada kasus minyak tanaman dengan kandungan asam

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 11


lemak bebastinggi dilakukan dua jenis proses, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi,
sedangkan untukminyak tanaman yang kandungan asam lemak rendah dilakukan
proses transesterifikasi. Proses esterifikasi dan transesterifikasi bertujuan untuk
mengubah asam lemak bebas dantrigliserida dalam minyak menjadi metil ester
(biodiesel) dan gliserol.
Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel
petroleum. Kelebihan tersebut antara lain :
1. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi
2. Mempunyai bilangan setana yang tinggi.
3. Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx.
4. Terdapat dalam fase cair.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Transesterifikasi


Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar
didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi
reaksi yangmempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui
transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984):
1. Pengaruh asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar
kandungan asam lemak bebas lebih kecildari 0.5% (<0.5%).
2. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuksetiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan
1 mol gliserol.Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat
menghasilkan konversi 98%(Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum
ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlahalkohol yang digunakan, maka
konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah.Pada rasio molar
6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%,
sedangkanpada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik
adalah 6:1 karena dapatmemberikan konversi yang maksimum.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 12


3. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
4. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkandengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk
reaksi transesterifikasi adalahnatrium hidroksida (NaOH), kalium
hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3),dan kalium metoksida
(KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion
metilat(metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi
yang maksimum denganjumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah
katalis yang efektif untuk reaksi adalah0,5%-b minyak nabati untuk
natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natriumhidroksida.
5. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namunapabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel, cukupdigunakan bahan baku berupa minyak yang telah
dihilangkan getahnya dan disaring.
6. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik
didih metanolsekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang
diperoleh akan semakin tinggiuntuk waktu yang lebih singkat (Hikmah
2010).

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 13


3. Bahan dan Peralatan Percobaan
3.1 Bahan
1. Minyak nabati 5. Aquadest (H2O)
2. Metanol (CH3OH) 6. Etanol (C2H5OH)
3. Katalis (KOH/NaOH) 7. Phenolphthalein
4. Natrium hidroksida (NaOH)
3.2 Peralatan
1. Labu leher tiga 8. Corong gelas
2. Magnetic stirrer 9. Beaker glass
3. Hot plate 10. Erlenmeyer
4. Pipa 11. Gelas ukur
5. Refluks Kondensor 12. Buret
6. Termometer 13. Piknometer
7. Corong Pemisah 14. Viskometer Ostwald

4. Variabel dan Parameter Percobaan


4.1 Variabel Percobaan
1. Rasio mol (minyak : alkohol) 3. Waktu reaksi
2. Suhu reaksi 4. Jumlah katalis
4.2 Parameter Percobaan
1. Densitas metil ester
2. Viskositas metil ester
3. Viskositas kinematik metil ester
4. Yield metil ester

5. Prosedur Percobaan
5.1 Prosedur Transesterifikasi
1. Minyak nabati dianalisa kadar asam lemak bebas dan densitas.
2. Minyak nabati dengan berat tertentu dimasukan kedalam labu leher tiga
dan dipanaskan dengan hot plate hingga mencapai suhu reaksi.
3. Sementara minyak dipanaskan, katalis dengan jumlah tertentu dilarutkan
ke dalam metanol yang jumlahnya sudah tertentu. Larutan ini kemudian

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 14


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

dimasukan ke dalam labu yang telah berisi minyak. Campuran


dihomogenkan dengan pengaduk magnetik.
4. Setelah tercapai waktu reaksi yang tertentu, peralatan pemanas dimatikan
dan campuran reaksi dikeluarkan dari labu.
5. Campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pisah dan dibiarkan hingga
terbentuk 2 lapisan.
6. Lapisan bawah yang merupakan lapisan gliserol, air, katalis sisa dan
metanol dipisahkan dari lapisan atas.
7. Ke dalam corong pisah yang berisi lapisan atas ditambahkan air panas dan
dikocok untuk mengekstrak pengotor yang masih terdapat dalam lapisan
ini. Kemudian lapisan bawah dibuang. Perlakuan/ pencucian ini dilakukan
beberapa kali hingga air cucian berwarna bening.
8. Lapisan atas yang merupakan metil ester dikeringkan.
9. Metil ester yang telah kering ditimbang dan dianalisis densitas dan
viskositasnya.

5.2 Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas


1. Minyak nabati sebanyak 20 gr dimasukkan dalam Erlenmeyer.
2. Ditambahkan etanol 95% sebanyak 100 ml
3. Campuran dikocok kuat dan titrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator
fenolftalein. Titik akhir tercapai jika warna larutan berwarna merah rosa
dan warna ini bertahan selama 10 detik.
Kadar FFA = (T x V x BM)/berat sampel x 10
Dimana: T = normalitas larutan NaOH
V = volum larutan NaOH terpakai
BM = berat molekul FFA

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 15


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

5.3 Pengujian Densitas


1. Piknometer kosong dikalibrasi dengan air untuk mengetahui volumnya.
Volum Piknometer = berat air/densitas air
Densitas air diperoleh dari buku referensi pada suhu pengukuran
2. Piknometer diisi dengan sampel percobaan dan ditimbang massanya.
Densitas sampel = berat sampel/ volum piknometer

5.4 Pengujian Viskositas


1. Viskosimeter dikalibrasi dengan air untuk menentukan konstanta
viskosimeter.
2. Sampel sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam viskosimeter.
3. Sampel dihisap dengan karet penghisap hingga melewati batas atas
viskosimeter.
4. Sampel dibiarkan mengalir kebawah.
5. Waktu alir sampel dari batas atas hingga batas bawah dicatat.
6. Pengukuran waktu alur dilakukan sebanyak 3 x
7. Viskositas sampel dihitung dengan persamaan :
s.g = densitas sampel/ densitas air
viskositas sampel = k x s.g x t

6. Matriks Percobaan
Tabel 1. Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Bahan Baku
Normalitas Volume NaOH Kadar FFA
Bahan baku Berat sampel (gr)
NaOH (N) terpakai (ml) (%)

Tabel 2. Hasil Analisa Densitas Metil Ester


Suhu Massa Densitas Densitas
Perbandingan % Waktu
Run Reaksi Minyak Minyak Metil Ester
Mol Katalis (menit)
(°C) (gr) (gr/ml) (gr/ml)

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 16


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

Tabel 3. Hasil Analisa Viskositas Metil Ester


Suhu Viskositas
Perbandingan % Waktu Viskositas
Run Reaksi Kinematik
Mol Katalis (menit) (g/cm.s)
(°C) (mm2/s)

Tabel 4. Hasil Pengukuran Yield Metil Ester


Suhu Massa Massa
Perbandingan % Waktu
Run Reaksi Minyak Metil ester Yield (%)
Mol Katalis (menit)
(°C) (gr) (gr)

DAFTAR PUSTAKA
Akhirudin, (2006), Perguruan Tinggi Minati Biodiesel, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Jawa Barat.
Freedman, B., Pryde.E.H., Mounts. T.L., 1984, Variables Affecting the Yields of
Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils.
Hikmah, Maharani Nurul Dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel)
Dari Minyak Dedak Dan Metanol Dengan Proses Esterifikasi Dan
Transesterifikasi. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, Semarang.
Hui, Y., H. 1996, Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Vol 1, 5ed, pp, 46-53,
John Wiley and Sons, New York.
Indarti, Eti. 2007. Efek Pemanasan terhadap Rendemen Lemak pada Proses
Pengepresan Biji Kakao. Vol. 6, No. 2, hal. 50-54, Jurnal Rekayasa Kimia
dan Lingkungan.
Knothe, G., Garpen, J.V. dan Krahl Jurgen. 2005. The Biodiesel Handbook,
Champaign AOCS Press, Illinois.
Zheng, S., Kates, M.; Dubé, M.A., Mclean, D.D. 2006.Acid-catalyzed production of
biodiesel from waste frying oil. Biomass Bioener., 30, 267–272.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 17


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

MODUL 3
PEMBUATAN SABUN CAIR

1. Tujuan Percobaan
1. Mempelajari proses pembuatan sabun cair dengan reaksi saponifikasi dari
persenyawaan asam karboksilat dan alkali.
2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi saponifikasi.
3. Menganalisa mutu sabun yang dihasilkan menurut standar.

2. Dasar Teori
2.1 Sabun
Sabun adalah hasil hidrolisa asam lemak dan basa. Peristiwa ini dikenal dengan
peristiwa saponifikasi. Sabun merupakan satu macam surfaktan (singkatan dari
surface active agents), senyawa yang menurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini
menyebabkan larutan sabun dapat memasuki serat, menghilangkan dan mengusir
kotoran dan minyak. Setelah kotoran dan minyak dari permukaan serat, sabun
berperan mencucinya karena struktur kimianya. Bagian akhir dari rantai (ionnya)
yang bersifat hidrofil (senang air) sedangkan rantai karbonnya bersifat hidrofobik
(benci air). Rantai hidrokarbon larut dalam partikel minyak yang tidak larut dalam
air. Ionnya terdispersi atau teremulsi dalam air sehingga dapat dicuci.

Gambar 1. Struktur surfaktan


(Sari, dkk., 2010)

Lemak dan sabun dari asam lemak jenuh dan rantai jenuh panjang (C16-C18)

menghasilkan sabun keras dan minyak dari asam lemak tak jenuh dengan rantai
pendek (C12-C14) menghasilkan sabun yang lebih lunak dan lebih mudah larut. Sabun

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 18


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

yang dibuat dari natrium hidroksida lebih sukar larut dibandingkan dengan sabun
yang dibuat dari kalium hidroksida (Fessenden, 1997). Pada umumnya, panjang
rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat
membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon
membentuk sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa.
Sabun didapatkan dari dua proses yaitu proses saponfikasi dan proses
netralisasi minyak. Pada proses saponfikasi minyak akan diperoleh produk
sampingan yaitu gliserol, sedangkan sabun yang diperoleh dari proses netralisasi
tidak menghasilkan gliserol. Pada proses saponifikasi terjadi karena adanya reaksi
antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena adanya
reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali.

Gambar 2. Reaksi saponifikasi menggunakan alkali KOH

Gambar 3. Reaksi netralisasi asam lemak


(Sari, dkk., 2010)

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 19


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

2.2 Jenis-Jenis Sabun:


Menurut Indonesian Trade Promotion Centre Lagos (2015), jenis sabun pada saat
ini tersedia dalam berbagai bentuk yaitu diantaranya adalah:
1. Sabun batang (cetakan padat)
Sabun batang merupakan bentuk umum dari sabun. Sabun batang terbuat dari
proses saponifikasi antara lemak dan alkali tinggi. Sabun batang memiliki dua
jenis bentuk yakni sabun opak dan sabun transparan. Contoh dari produk
sabun batang ini adalah sabun mandi yang biasanya digunakan untuk
membersihkan tubuh sehari-hari.
2. Sabun Cair
Sabun cair adalah sabun dalam bentuk cairan. Sabun berbentuk cair ini
contohnya adalah sabun untuk cuci tangan, sabun untuk anak-anak, sabun
untuk mencuci piring, dll.
3. Sabun Busa (Foam Soap)
Sabun busa adalah sabun yang memiliki bentuk berupa busa biasanya
digunakan untuk produk sabun untuk kebersihan wajah.
4. Sabun Gel atau Krim
Sabun gel atau krim adalah sabun yang berbentuk gel atau pasta. Contoh dari
sabun ini adalah sabun untuk mencuci muka, sabun colek untuk mencuci
peralatan dapur dan pakaian.
5. Sabun Serbuk
Sabun berbentuk serbuk ini biasanya sering disebut dengan detergen.
Detergen memiliki fungsi dan mekanisme kerja yang sama dengan sabun,
tetapi memiliki struktur yang berbeda dan biasanya digunakan sebagai
pembersih pakaian.

2.3 Proses Saponifikasi


Proses pembentukan sabun dikenal sebagai reaksi penyabunan atau
saponifikasi, yaitu reaksi antara lemak/trigliserida dengan alkali. Alkali yang biasa
digunakan adalah NaOH dan KOH. Reaksinya adalah sebagaimana disajikan pada
Gambar 2.
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan
alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (immiscible). Setelah terbentuk

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 20


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

sabun, maka kecepatan reaksi akan meningkat, di mana pada akhirnya kecepatan
reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang.
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis, sehingga harus diperhatikan
pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan.
Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan
sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun. Untuk
membuat proses yang lebih sempurna dan merata, maka pengadukan harus dilakukan
dengan lebih baik (Gusviputri, dkk., 2013).

2.4 Proses Pembuatan Sabun


Menurut (Nasution, 2017), Terdapat tiga metode yang biasa digunakan dalam
cara pembuatan sabun yakni Cold Process (proses dingin), dan Hot Process (proses
panas).
1. Metode Cold Process (Proses dingin).
Cold process merupakan metode pembuatan sabun tanpa pemanasan,
dimana langkahnya yaitu NaOH/KOH dilarutkan kedalam air sampai larut,
kemudian di tambahkan dengan minyak atau lemak yang akan digunakan
dalam pembuatan sabun. Memang, dalam pembuatan sabun yang
menggunakan cold process membutuhkan waktu lama, menuntut kualitas
bahan baku yang baik dan penakarannya yang presisi. Tuntutan tinggi
inilah yang akan menghasilkan sabun dengan kualitas istimewa dan
mewah, kaya akan glycerin dan zat-zat alami yang sangat baik untuk
kesehatan dan perawatan kulit.
2. Metode Hot Process (Proses panas)
Hot process merupakan metode pembuatan sabun dengan pemanasan.
Berbeda dengan cold process, dalam hot process waktu yang dibutuhkan
sangat singkat karena sabun dipaksa untuk matang dengan cepat. Cara ini
efektif untuk menekan biaya produksi sehingga sabun dapat dijual dengan
harga murah, tapi sifatnya kurang ramah terhadap kulit dan juga
lingkungan. Kandungan zat alam dalam sabun yang bermanfaat bagi kulit
pun mudah rusak karena proses panas ini. Pembuatan sabun dengan

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 21


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

metode ini lebih rumit dari proses dingin, Pada percobaan ini dipakai
proses panas.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi pada Proses Pembuatan Sabun


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam proses pembuatan sabun yaitu
sebagai berikut:
1. Konsentrasi larutan Alkali
Konsentrasi alakali yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri
reaksi, dimana penambahan minyak harus sedikir berlebih agar sabun yang
terbentuk tidak memiliki nilai alkali bebas berlebih. Alkali terlalu pekat
akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya
tidak homogen, sedangkan jika alkali yang digunakan terlalu encer, maka
reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Suhu
Ditinjau dari segi termodinamikan, kenaikan suhu akan menurunkan
rendemen sabun, hal ini dapat dilihat dari persamaan (1) berikut:
𝑑 ln 𝐾 ∆ H
=
𝑑𝑇 𝑅𝑇
Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif),
maka dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta
keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan
menaikan kecepatan reaksi.
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probobalitas interaksi molekul-
molekul reaktan yang bereaksi. Jika interaksi antar molekul reaktan
semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula.
Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan
reaksi k akan semakin besar dengan semakin sering terjadinya interaksi
yang disimbolkan dengan konstanta A.
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak
yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi,

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 22


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan


waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan.
(Sukeksi et al, 2018)

2.6 Standar Mutu Sabun Cair Menurut Standar Nasional Indonessia (SNI)
Standar mutu sabun cair ini dibuat untuk membuat standar pada sabun cair
dengan bahan yang diizinkan dipergunakan dan digunakan oleh konsumen tanpa
menimbulkan iritasi pada kulit. Ada beberapa syarat mutu sabun cair sesuai dengan
tabel Menurut SNI (No 40-4058-1996; No. 06-3235-1994; No. 01-3555-1998; No.
06-4085-1996):

Parameter Satuan Nilai


pH, 25 ˚C 6-8
Kadar Asam % Maks. 2,5
Lemak Bebas
Kadar Air % Maks. 15
Alkali bebas
% 0,14
(dihitung sebagai KOH)
Jumlah Asam Lemak % 64-70
Bilangan Penyabunan % 196-206
Densitas (gr/ml) 1,08 – 1,34
Viskositas cP 500 – 20.000

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 23


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

3. Bahan dan Peralatan Percobaan


3.1 Bahan
1. Minyak 5. Asam klorida (HCl)
2. Etanol (C2H5OH) 96% 6. Aquadest (H2O)
3. Pewarna dan pewangi 7. Phenolphthalein
4. Kalium Hidroksida (KOH)
3.2 Peralatan
1. Beaker glass 8. Corong pemisah
2. Erlenmeyer 9. Viskometer Ostwald
3. Gelas ukur 10. Tabung reaksi
4. Statif dan klem 11. Piknometer
5. Buret 12. Stopwatch
6. Termometer 13. Pipet tetes
7. Corong gelas

4. Variabel dan Parameter Percobaan


4.1 Variabel Percobaan
1. Perbandingan mol minyak 4. Kecepatan pengadukan
dan alkali 5. Jenis minyak dan alkali
2. Suhu percobaan 6. Jenis impeller
3. Perbandingan massa minyak
4.2 Parameter Percobaan
1. Viskositas sabun 4. pH sabun
2. Densitas sabun 5. Kadar alkali bebas
3. Stabilitas busa

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 24


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

5. Prosedur Percobaan
5.1 Prosedur Saponifikasi
1. Minyak yang akan dipakai dimasukkan ke dalam beaker glass sebanyak ...
gr.
2. Minyak dipanaskan sampai suhu mencapai 70-80oC.
3. Ketika sudah mencapai suhu yang ditentukan, masukkan KOH ... %,
dengan perbandingan KOH dengan air (... : ...) (w/w).
4. Hidupkan alat pengaduk dengan kecepatan ... rpm. Campuran diaduk
dengan waktu ... menit.
5. Setelah waktu pengadukan tercapai, masukkan air perlahan-lahan
sebanyak ... gr. Masukkan juga bahan adisi (pewarna dan pewangi)
sebanyak ... gr.
6. Percobaan berhenti setelah sabun yang diinginkan terbentuk.

5.2 Prosedur Uji Bahan Baku


5.2.1 Prosedur Uji Bilangan Penyabunan (SNI 01-2891-1992)
1. Minyak yang akan diuji dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 1 gr.
2. Minyak dilarutkan dalam 10 ml KOH 0,1 %.
3. Campuran dididihkan selama 30 menit, lalu didinginkan.
4. Campuran ditambahkan 3 tetes Phenophtaelin lalu dititrasi dengan HCl 0,5
N.
5. Uji diulang sebanyak 3 kali, dan hasilnya merupakan rata-rata dari 3 kali
uji tersebut.
6. Lakukan titrasi blanko.
7. Bilangan penyabunan dapat dicari menggunakan persamaan:
(𝑉𝑏 − 𝑉𝑐 ) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 56,1(𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻)
𝐵𝑖𝑙. 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 ∶
𝑤 𝑥 1000
Keterangan:
Vb : Jumlah HCl terpakai pada titrasi blanko (ml)
Vc : Jumlah HCl terpakai pada titrasi (ml)
w : massa minyak (gr)

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 25


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

5.2.2 Prosedur Uji Asam Lemak Bebas dan Bilangan Asam (SNI 01-2891-1992)
1. Minyak yang akan diuji dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 2 gr.
2. Minyak dilarutkan dalam 50 ml Etanol 96 %.
3. Campuran dipanaskan sampai homogen, lalu didinginkan.
4. Campuran ditambahkan 3 tetes Phenophtaelin.
5. Campuran dititrasi dengan KOH 0,1 N. Warna merah muda yang terbentuk
harus bertahan selama 15 detik
6. Jumlah asam lemak bebas dapat dicari menggunakan persamaan:
282 (𝐵𝑀 𝐴𝑠. 𝑂𝑙𝑒𝑎𝑡) 𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑉 𝐾𝑂𝐻
% 𝐴𝑠. 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠 (%): 𝑥 100%
𝑤 𝑥 1000
7. Bilangan asam dapat dicari menggunakan persamaan:
56,1 (𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻)𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑉 𝐾𝑂𝐻
𝐵𝑖𝑙. 𝐴𝑠𝑎𝑚:
𝑤 𝑥 1000

5.3 Prosedur Uji Produk Sabun


5.3.1 Prosedur Uji Asam Lemak Bebas dan Alkali Bebas (SNI 06-4085-1996)
1. Sabun yang akan diuji dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 5 gr.
2. Sabun dilarutkan dalam 100 ml Etanol 96 %.
3. Campuran dididihkan selama 30 menit, lalu didinginkan.
4. Jika tidak alkalis (tidak merah muda), panaskan sampai 70oC, lalu dititrasi
dengan KOH 0,1 N. Warna merah muda yang terbentuk harus bertahan
selama 15 detik
5. Jika alkalis (merah muda), dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai jenuh.
6. Jumlah asam lemak bebas dapat dicari menggunakan persamaan:
205 (𝐵𝑀 𝐴𝑠. 𝐿𝑎𝑢𝑟𝑎𝑡) 𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑉 𝐾𝑂𝐻
% 𝐴𝑠. 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠 (%): 𝑥 100%
𝑤 𝑥 1000
7. Kadar alkali bebas dapat dicari menggunakan persamaan:
56,1(𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻) 𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑉 𝐾𝑂𝐻
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠: 𝑥 100%
𝑤 𝑥 1000

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 26


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

5.3.2 Prosedur Uji Viskositas (SNI 06-4085-1996)


1. Viskosimeter dikalibrasi dengan air untuk menentukan konstanta
viskosimeter.
2. Sampel sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam viskosimeter.
3. Sampel dihisap dengan karet penghisap hingga melewati batas atas
viskosimeter.
4. Sampel dibiarkan mengalir kebawah.
5. Waktu alir sampel dari batas atas hingga batas bawah dicatat.
6. Pengukuran waktu alur dilakukan sebanyak 3 x
7. Viskositas sampel dihitung dengan persamaan :
s.g = densitas sampel/ densitas air
viskositas sampel = k x s.g x t

5.3.3 Prosedur Uji Densitas (SNI 06-4085-1996)


1. Piknometer kosong dikalibrasi dengan air untuk mengetahui volumnya.
Volum Piknometer = berat air/ densitas air
2. Piknometer diisi dengan sampel percobaan dan ditimbang massanya.
Densitas sampel = berat sampel/ volum piknometer

5.3.4 Prosedur Uji Stabilitas Busa (Mumpuni dan Heru, 2017)


1. 1 gram sabun dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml
aquadest.
2. Larutan di dalam tabung reaksi diguncang sebanyak 3 kali.
3. Ukur tinggi busa yang terbentuk.
4. Ditunggu 30 detik sampai busa stabil.
5. Ukur ketinggian busa yang sudah stabil
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Stabilitas busa : 100 % − ( 𝑥 100 %)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 27


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

5.3.5 Prosedur Uji pH (SNI 06-4085-1996)


1. Diambil cuplikan sampel sabun dengan pipet tetes.
2. Teteskan sampel di atas kertas pH.
3. Lihat di tabel warna pH dan cocokkan warnanya.
4. Catat pH sampel.

6. Matriks Percobaan
Tabel 1. Hasil Analisa Bilangan Penyabunan
Perbandingan Volume Volume Titrasi
Bilangan
No Sampel Massa Sampel Titrasi Sampel Blanko
Penyabunan
(gr) (ml) (ml)

Tabel 2. Hasil Analisa Asam Lemak Bebas dan Bilangan Asam


Perbandingan Volume Titrasi Kadar Asam
Bilangan
No Sampel Massa Sampel Sampel Lemak Bebas
Asam
(gr) (ml) (%)

Tabel 3. Data Perlakuan Analisa

Perbandingan Kecepatan Massa


Waktu Suhu
No Mol Pengadukan Minyak Massa KOH
(Menit) (oC)
(Minyak:KOH) (rpm) (gr)

Tabel 4. Data Hasil Analisa Sabun


Perbandingan
Volume Densitas Viskositas Stabilitas Yield
No Mol pH
(ml) (gr/ml) (cP) Sabun (%)
(Minyak:KOH)

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 28


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional, 1994, Syarat Mutu Sabun Mandi SNI 06-3235-1994.
Badan Standarisasi Nasional, 1996, Syarat Mutu Sabun Mandi Cair SNI 06-4085-
1996.
Badan Standarisasi Nasional, 1996, Syarat Mutu Sabun Cair SNI 40-4058-1996.
Badan Standarisasi Nasional, 1998, Syarat Mutu Cara Uji Minyak dan Lemak SNI
01-3555-1998.
Gusviputri, Arwinda, Njoo Meliana P. S, Aylianawati, Nani Indraswati. 2013.
“Pembuatan Sabun dengan Lidah Buaya (Aloe vera) sebagai Antiseptik
Alami”. Dalam Jurnal Widya Teknik 1(12) :11-21 (2013). Surabaya.
Nasution, Wirda Sari. 2017. Pemanfaatan Abu Kulit Buah Kelapa sebagai Sumber
Alkali (Basa) Alami pada Pembuatan Sabun. Medan : Universitas Sumatera
Utara.
Ralph. J. Fessenden dan Joan S Fessenden. 1997. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
Sari, Tuti Indah, Julianti Perdana Kasih, Tri Jayanti Nada Sari. 2010. “Pembuatan
Sabun Padat dan Sabun Cair dari Minyak Jarak”. Dalam Jurnal Teknik Kimia,
No. 1, Vol. 17 (Januari 2010). Palembang.
Sukeksi, Lilis, Meirany Sianturi, Lionardo Setiawan. “Pembuatan Sabun Transparan
Berbasis Minyak Kelapa Dengan Penambahan Ekstrak Buah Mengkudu
(Morinda citrifolia) Sebagai Antioksidan”. Jurnal Teknik Kimia Vol. 7, No. 2
(September 2018). Medan.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 29


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

MODUL 4
RESIN UREA FORMALDEHID

1. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan resin urea formaldehid adalah untuk mempelajari
pengaruh perubahan kondisi reaksi terhadap kecepatan reaksi dan hasil pada tahap
intermediat.

2. Dasar Teori
2.1 Resin
Resin adalah sintesa senyawa organik dengan berat molekul yang besar yang
dibuat melalui reaksi kimia antar dua molekul yang sama atau berbeda dengan
menggunakan katalis pada kondisi tertentu. Resin dapat diperoleh secara alami
maupun sintesis dari bahan yang memiliki viskositas tinggi dan kuat. Resin dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Resin Alami
Merupakan campuran dari asam karboksilat yang di dapat secara alami di
alam misalnya: damar, karet alam
b. Resin Sintetis
Merupakan senyawa polimer yang mempunayi berat molekul yang tinggi
yang dihasilkan dari reaksi dua senyawa atau lebih.
Resin awalnya merupakan kategori dari zat nabati yang larut dalam etanol
tetapi tidak larut dalam air, tetapi umumnya di dalam teknologi modern adalah
sebuah polimer organik dengan berat molekul yant tak tentu. Resin nabati alami
sebagian besar merupakan politerpen dan derivarif asam, yang dapat ditemukan
sebagai aplikasi dalam pembuatan pernis, perekat, pernis, dan tinta.
Resin sintetis, mula-mula dilihat sebagai pengganti untuk kopal, damar, dan
resin alami yang memiliki tempat besar mereka sendiri dalam industri dan
perdagangan. Setiap polimer organik tanpa plastisasi dianggap sebagai resin,
sehingga hampir semua dari plastik biasa dapat dilihat sebagai resin sintetis. Resin
yang larut dalam air dipasarkan terutama sebagai pengganti Getah nabati dan di sisi
lain untuk aplikasi yang sangat khusus (Mark, 2007 ).

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 30


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

Resin sintetis lebih banyak digunakan daripada resin alami, karena resin
sintetik lebih murah harganya dan mudah untuk dimurnikan. Resin sintetik lebih
stabil dan seragam dibandingkan dengan resin alami, karena dibuat dibawah kondisi
pengontrolan sehingga kemungkinan untuk terbentuknya pengotor (impuritis) itu
sedikit.
Resin selalu digunakan sebagai bahan baku plastik, juga untuk industri cat,
varnishes, penukar ion dalam pemurnian air, maupun yang lainnya. Untuk industri
plastik, penggunakan resin dapat diterangkan dengan analogi dari logam besi pada
bidang metalurgi.
Konversi kimia pada pembuatan resin pada umumnya merupakan reaksi
polimerisasi, dimana molekul-molekul sederhana bereaksi membentuk polimer.
Reaksi utama pada pembentukan polimer adalah reaksi kondensasi dan adisi. Reaksi
kondensasi merupakan reaksi terjadinya pelepasan molekul-molekul kecil, misalnya
H2O dan metanol, sedangkan reaksi adisi adalah reaksi pemutusan ikatan rangkap
pada reaktan tanpa disertai pembentukan produk samping.
Reaksi kimia yang khusus dalam pembuatan resin disebut polimerisasi,
produknya disebut polimer dan bahan pembentuknya disebut monomer. Polimer
adalah suatu senyawa yang merupakan molekul raksasa yang tersusun dari molekul-
molekul kecil secara berulang dan mempunyai struktur yang sederhana, dan bagian-
bagian tersebut saling berhubungan secara kovalen.
Polimer terbentuk dari hasil ikatan silang antara monomer-monomer
pembentuknya yang dapat membentuk rantai molekul linear yang panjang atau
jaringan tiga dimensi dengan berat molekul merupakan gabungan antara molekul-
molekul monomer pembentuknya.
Fungsionalitas dari senyawa merupakan syarat terjadinya polimerisasi.
Fungsionalitas adalah banyaknya gugus fungsi yang reaktif sehingga terjadi
polimerisasi. Senyawa yang mempunyai satu gugus fungsional tidak dapat
membentuk polimer. Polimerisasi dapat terjadi pada suatu molekul apabila terdapat
beberapa gugus fungsional, misalnya pada gugus hidrolisa. Asam amino, di atau poli
alkohol amina dan lain-lain.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 31


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

2.2 Klasifikasi Polimer


2.2.1 Berdasarkan Sifat Terhadap Temperatur
a. Termoplastik
Yaitu bahan polimer yang bila dipanaskan akan menjadi lunak dan dapat
dialirkan ketika diberikan suatu tegangan (stress). Ketika didinginkan,
maka bahan polimer tersebut akan kembali (reversibel) ke wujud padat.
Secara analogi, es yang meskipun bukan bahan polimer memiliki
kemiripan sifat dengan termoplastik. Contoh: poletilen (PE), polivinil
klorida (PVC), poliamida (PA), polipropilena (PP), polistirena (PS), dan
sebagainya.
b. Termoset
Yaitu bahan polimer yang bila dipanaskan akan menjadi keras dan tidak
bisa mencair kembali (ireversibel). Pemanasan akan mengakibatkan
terjadinya reaksi curing. Pemanasan lanjut pada polimer termoset akan
mengakibatkan terjadinya degradasi bahan. Secara analogi, telur memiliki
kemiripan sifat dengan termoset. Contoh: melamin, urea formaldehid,
fenol formaldehid, resin epoksi, poliester tidak jenuh, poliuretana, dan
sebagainya. Pemanasan lanjut pada polimer termoplastik juga akan
mengakibatkan terjadinya degradasi bahan, tetapi bahan ini akan melunak
pada temperatur dibawah temperatur degradasinya.

2.2.2 Berdasarkan Sintesa Kimia


A. Polimer Kondensasi
Polimer yang terbentuk dari reaksi kondensasi dimana molekul kecil
dikeluarkan (biasanya H2O) dikenal sebagai polimer kondensasi. Misalnya
dalam reaksi pembentukan poliester berikut:

Diol Diasam Poliester

Gambar 1. Reaksi Polimerisasi Kondensasi

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 32


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

Dapat dilihat bahwa reaksi kondensasi antara diol dengan diasam


menghasilkan poliester dan molekul air (H2O). Adanya tanda “x” pada
poliester menunjukkan derajat polimerisasi (DP) dari unit poliester.
Derajat polimerisasi merupakan banyaknya unit monomer yang berulang
dalam rantai polimer.
B. Polimer Adisi
Reaksi pembentukan polimer berikutnya yaitu polimerisasi adisi dan
produknya dikenal sebagai polimer adisi. Polimerisasi adisi memiliki dua
karakteristik perbedaan. yaitu:
- Tidak ada molekul yang dikeluarkan, unit berulangnya memiliki
monomer yang sama
- Reaksi polimerisasi hanya melibatkan pembukaan ikatan rangkap.

Gambar 2. Reaksi Polimerisasi Adisi

2.3 Mekanisme Reaksi Polimerisasi Kondensasi


Pada umumnya, polimerisasi kondensasi menganut dua aturan sebagai berikut:
a. Dua gugus fungsional yang berbeda terlibat dalam polimerisasi
kondensasi. Ini mungkin dapat terjadi pada jenis monomer berbeda (AA
dan BB) atau monomer yang sama (AB dan AB)
b. Reaksi terjadi dengan penghilangan hasil samping (byproduct) dalam
jumlah yang kecil. Polimer kondensasi juga dikenal sebagai polimer yang
pertumbuhannya secara bertahap (step-growth polymers) karena terjadi
reaksi secara bertahap-tahap. Pertama dalam bentuk dimer, kemudian
trimer, diikuti tetramer, hingga polimer berhenti reaksi (terminasi).
Contoh reaksi polimerisasi kondensasi dapat ditunjukkan seperti reaksi
pembentukan poliester melalui kondensasi monomer etana-1,2-diol dan
asam 1,4-benzendikarboksilat (asam tereftalat).

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 33


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

Gambar 3. Reaksi Polimerisasi Kondensasi Pembentukan Poliester

2.4 Mekanisme Reaksi Polimerisasi Adisi


Monomer dari polimer adisi yang berupa alkena seperti, CH2=CH2 dan
CH3CH=CH2 atau alkana tersubstitusi seperti CH2=CHCl dan CH2=CHC6H5. Sebuah
inisiator digunakan untuk membuat sisi aktif untuk memulai proses polimerisasi.
Ketika dimulai, polimerisasi akan berjalan secara bertahap dengan melalui reaksi
adisi. Inisiator berbeda dapat digunakan untuk membentuk sisi aktif seperti
pembentukan radikal bebas, karbanion, dan ion karbonium.

2.5 Resin Urea Formaldehid


Salah satu produk resin yang dikenal adalah resin urea formaldehid. Resin ini
merupakan jenis resin amina yang diproduksi secara komersil. Bahan baku

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 34


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

pembentuknya adalah urea dan formaldehid dengan bantuan katalis dan buffering
agent.
Resin urea formaldehid adalah hasil kondensasi urea dengan formaldehid, resin
tipe ini termasuk dalam kelas resin termoset, yaitu resin yang mempunyai sifat tahan
terhadap asam dan basa, tidak dapat melarutkan dan tidak dapat meleleh. Oleh
kemungkinan sifat-sifatnya, resin urea formaldehid berkembang dengan pesatnya.
Sebagai contoh: industri bahan adesif (perekat) untuk plywood, tekstil, resin finishing,
laminating, coating, molding, cocting, lacquers dan lain-lain.
Resin urea formaldehid adalah hasil reaksi polimerisasi kondensasi dari urea
dengan formaldehid pada pH diatas 7 adalah metilolasi, yaitu adisi formaldehid pada
gugus amino dari urea dan menghasilkan metilol. Derivat-derivat metilol merupakan
monomer penyebab terjadinya reaksi polimerisasi kondensasi.
Polimer yang dihasilkan mula-mula mempunyai rantai lurus dan masih larut
dalam air, selanjutnya membentuk tiga dimensi dan semakin berkurang kelarutannya
dalam air. Pada proses pengerasan (curing), kondensasi tetap berlangsung, polimer
membentuk rangkaian tiga dimensi yang sangat kompleks dan menjadi resin
termoset, yaitu menjadi resin yang tidak dapat melarut dan tidak dapat meleleh.
Resin urea formaldehid merupakan contoh dari resin termoset dari resin amino.
Resin urea formaldehid terdiri dari sekitar 80% resin amino yang dihasilkan dunia.
Resin melamin formaldehid juga merupakan salah satu resin amino. Resin amino
sering digunakan untuk memodifikasi sifat dari material lain. Resin ini ditambahkan
selama proses seperti pada produk serat tekstil untuk mempertahankan karakteristik
tekan yang tetap. Kelemahan resin urea formaldehid adalah tidak resistan terhadap
kelembaban sehingga cetakan cenderung lapuk, dan permukaan yang terlalu lunak
dan mudah tergores. Selain itu, resin ini juga tidak tahan terhadap panas seperti
halnya resin melamin formaldehid. Keuntungan dari penggunaan resin ini adalah
harganya yang murah untuk membentuk lapisan yang jernih, dan resistan terhadap
penyerapan (absorbsi) ultraviolet, serta berkilau dan resistan terhadap air bila resin
ditambah thiourea pada cetakan atau lapisan resin.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 35


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

2.5.1 Tahap-Tahap Reaksi Urea Formaldehid


Pada dasarnya pembuatan produk-produk urea formaldehid berlangsung
melalui tiga tahap:
1. Tahap Intermediat
Adalah tahap sampai diperoleh resin yang masih berupa larutan yang
masih larut dalam air ataupun pelarut lainnya. Pada tahap ini terjadi reaksi
utama:
a. Reaksi metilolasi (adisi)
H2N-CO-NH2 + CH2O  H2N-CO-NH-CH2OH
b. Reaksi polimerisasi kondensasi
H2N-CO-NH-CH2OH + H2N-CO-NH2 H2N-CO-NH-CH2-NH-CO-
NH2 + H2O
Monometilol urea dihasilkan pada reaksi metilolasi dalam suasan
netral atau sedikit basa (pH: 7-9). Untuk reaksi kondensasi suasana
yang paling baik adalah suasana asam. Pada reaksi kondensasi
dilepaskan molekul-molekul air. Untuk itu agar hasilnya lebih baik
dan reaksinya lebih cepat, air harus dikeluarkan misalnya dengan cara
memanaskan.
2. Tahap Persiapan Curing
Tahap persiapan untuk curing yaitu pencampuran zat-zat kimia filter
3. Tahap Curing
Tahap curing yaitu proses terakhir yang oleh pengaruh katalis, panas,
tekanan maka resin diubah menjadi resin termoset dengan reaksi
(CH-NH-CO-NH-CH)n + 2CH2O  (CH-NCH-CO-NCH-CH)n

2.5.2 Mekanisme Reaksi Resin Urea Formaldehid


Urea akan bereaksi dengan formaldehid dalam suasana asam ataupun basa.
Produk dari reaksi ini disebut plastik amino. Polimerisasi antara urea dengan
formaldehid dengan perbandingan 1,5 : 1 pada reaksi tahap pertama menghasilkan
bermacam metilolurea sebagai prepolimer, yang dimana pada reaksi tahap kedua
mengalami proses cured akibat pemanasan dalam suasana netral ataupun sedikit
asam. Pengendalian reaksi dilakukan dengan cara kontrol pH (menggunakan larutan

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 36


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

buffer) dan kontrol suhu. Laju reaksi akan meningkat dengan meningkatnya
keasaman. Prepolimer dapat dibuat dengan memvariasikan tingkat pH sesuai suhu
reaksi. Polimerisasi dihentikan dengan cara menetralkan pH larutan dan pendinginan.

Menghasilkan
bermacam
metilolurea
yang dapat
mengalami
reaksi
kondensasi
sebagai
prepolimer

Gambar 4. Reaksi Polimerisasi Kondensasi Urea dan Formaldehid

Tahap kedua reaksi yaitu reaksi sambung silang (crosslinking) dari prepolimer
dalam suasana asam (resinifikasi) menyebabkan pembentukan jaringan yang
mengandung campuran acak dari unit trimetilamin linear atau bercabang. Selain itu,
juga terbentuk jembatan metilen eter dan jembatan metilen. Kedua senyawa yang
disebut terakhir terbentuk dalam suasana asam yang sangat kuat.

Gambar 5. Pembentukan Jaringan pada Resinifikasi

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 37


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Pembentukan Resin Urea


Formaldehid
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi dan hasil reaksi urea
formaldehid adalah sebagai berikut:
a. Katalis
Jenis katalis yang digunakan dapat berbeda untuk setiap reaksi, misalnya
pada tahap metilolasi diperlukan katalis basa, sedangkan tahap resinifikasi
diperlukan katalis asam karena pada suasana ini terjadi jembatan metilol
yang lebih cepat.
b. Perbandingan Mol Reaktan
Jika formaldehid yang digunakan berlebih dengan jumlah yang cukup
banyak, gugus metilol yang ada dapat bereaksi lebih lanjut dengan guugs
formaldehid dan membentuk gugus formaldehid hemi-asetat sehingga
terjadilah pembuatan ester yang menyebabkan produk yang terbentuk
semakin hidrofilik sehingga resin mudah larut dalam air.
c. Penambahan Bahan Aktif
Bahan aktif ini merupakan larutan buffer yang berfungsi untuk menjaga
pH larutan agar tetap konstan. Pada reaksi kondensasi urea formaldehid
digunakan buffering agent Na2CO3.H2O. Hal ini disebabkan karena dalam
suasana basa, pH cenderung turun akibat formaldehid mengalami reaksi
Cannizaro (reaksi autoredoks), yaitu:
2CH2O + OH- HCOO- + CH3OH
Formaldehid ion metanoat metanol
HCOO- + H+ HCOOH (asam metanoat)
d. Temperatur Operasi
Pada umumnya reaksi kimia yang mengalami kenaikan suhu akan
mengakibatkan naiknya kecepatan reaksi. Hal ini sesuai dengan persamaan
Arhenius, yaitu:
k = AeEa/RT
k = konstanta kecepatan reaksi T = suhu mutlak
A = konstanta Arhenius Ea = Energi Aktivasi
R = konstanta gas

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 38


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

3. Bahan dan Peralatan Percobaan


3.1 Bahan
1. Amonia (NH3) 6. Natrium Karbonat (Na2CO3)
2. Asam Klorida (HCl) 7. Natrium Sulfat (Na2SO4)
3. Aquadest (H2O) 8. Phenolpthalein (C20H14O4)
4. Etanol (C2H5OH) 9. Urea(CO(NH2)2)
5. Formaldehid (CH2O)
3.2 Peralatan
1. Labu leher empat 6. Penangas Pasir
2. Refluks Kondensor 7. Kaki tiga
3. Pipet 8. Batang pengaduk
4. Pemanas bunsen 9. Termometer
5. Statif dan Klem

4. Variabel dan Parameter Percobaan


4.1 Variabel Percobaan
1. Perbandingan mol formaldehid dan urea
2. Perbandingan massa katalis
3. Perbandingan massa buffering agent
4.2 Parameter Percobaan
1. Densitas resin
2. Kadar resin
3. pH resin
4. Kadar formaldehid bebas

5. Prosedur
5.1 Prosedur Percobaan
1. Ke dalam labu leher empat dimasukkan formalin yang tertentu jumlahnya.
2. Larutan ini kemudian ditambahkan katalis (amonia pekat) sebanyak...%
dari massa total campuran, dan ditambahkan buffering agent, Na2CO3
sebanyak....% dari massa katalis.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 39


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

3. Diaduk campuran sampai rata dan diambil sebanyak...ml sampel nomor 0


untuk dianalisa
4. Dimasukkan urea yang tertentu jumlahnya ke dalam labu leher empat
secara perlahan-lahan, kemudian diaduk sampai rata.
5. Diambil 10 ml sampel sebagai sampel no 1 untuk dianalisa.
6. Dipanaskan campuran sampai mendidih dan diambil sebanyak...ml sampel
sebagai sampel no 2 untuk dianalisa
7. Diatur pengambilan sampel sebanyak ml dengan selang waktu beberapa
menit.
8. Dihentikan pengambilan sampel pada saat kadar formaldehid bebas telah
konstan (tiga kali konstan semua analisa).

5.2 Prosedur Analisa Sampel


5.2.1 Analisa Densitas
1. Piknometer kosong ditimbang massanya.
2. Piknometer diisi sebanyak ml air dan ditimbang massanya.
3. Piknometer diisi sebanyak ml sampel dan ditimbang massanya.
4. Densitas sampel dihitung dengan persamaan:
massa sampel (gr)
ρ sampel  ρ air
massa air (gr)

5.2.2 Analisa Kadar Resin


1. Dipanaskan cawan porselen pada suhu 140oC selama 30 menit.
2. Cawan didinginkan dalam desikiator hingga suhu ruangan.
3. Cawan ditimbang sebagai G1.
4. Ditimbang ... gr sampel resin pada cawan porselen.
5. Dipanaskan pada suhu 140oC selama 1 jam.
6. Didinginkan dalam desikiator hingga suhu ruangan.
7. Sampel dengan cawan ditimbang sebagai G2.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 40


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

5.2.3 Analisa pH
1. Larutan sampel dimasukkan ke dalam Beaker Glass.
2. Dimasukkan kertas pH ke dalam Beaker Glass tersebut.
3. Warna pH disesuaikan dengan warna standard yang sesuai dengan harga
pH-nya.

5.2.4 Analisa Kadar Formaldehid Bebas


1. Sampel sebanyak...ml ditambahkan 2-3 tets phenolphthalein dan
ditambahkan 5 ml etanol 96%.
2. Ditambahkan 25 ml Na2SO4 dan diaduk sampai homogen.
3. Larutan dititrasi dengan HCl.
4. Kemudian dilakukan titrasi blanko.
5. Kadar formaldehid bebas dihitung dengan persamaan:
gr CH 2 O 3 x ml HCl x N HCl

V (ml) laru tan ml sampel

6. Matriks Percobaan
Tabel 1. Data Percobaan

Massa Massa Volume


No. Waktu
Pikno + Sampel Pentiter pH G1 (g) G2 (g)
Sampel (menit)
Sampel (g) (g) (ml)

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 41


2019/2020 Laboratorium Proses Industri Kimia

DAFTAR PUSTAKA
D’Mello, G.F., “Experimental Plastic and Synthetic Resin”.
Ellis, “The Chemistry of Synthetic Resin”, hal 564-639, Reinhold Publishing Co.
Hallensleben, M.L., Crosslinking and Polymer Networks dalam Kricheldorf, dkk.,
Handbook of Polymer Synthesis. Second Edition. Marcel Dekker : USA, 2005
Mark D. Licker.2007. Encyclopedia of science & technology. 10th edition. McGraw-
Hill: Newyork.
Rosen, L.S., Fundamental Principles of Polymeric Materials. Second Edition. John
Wiley & Sons, Inc : Singapore, 1993.
Schidk Nect, C.H., “Polymer Processes”
Schidk Nect, C.H., “High Polymer Vol.X.295-326”
Weissermel, K., “Industrial Organic Chemical”, 3rd edition, VHC. New York, 1997.
Yoon, H.H, Pre-U Text STPM Organic Chemistry. 1st edition. Pearson Longman:
Malaysia, 2007.

Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 42

Anda mungkin juga menyukai