Anda di halaman 1dari 18

INTERPRETASI ANALISA GAS DARAH ARTERI

INTERPRETASI ANALISA GAS DARAH ARTERI

1. Pengertian
Kegiatan untuk menginterpretasi hasil analisa sampel darah arteri melalui
kompenen-komponen gas yang terdapat pada sampel darah arteri

2. Tujuan
a. Untuk mengetahui kondisi keseimbangan komponen-komponen gas dalam arteri
b. Evaluasi diagnostik pada pemberian terapi oksigen

3. Gambaran interpretasi

Gas-gas darah normal dari sampel arteri

No Parameter Sampel arteri


1 pH 7,35 – 7,45
2 PaCO2 35-45 mmHg
3 PaO2 80-100 mmHg
4 Saturasi Oksigen 95-100%
5 HCO3 22-26 mEq/L

Gangguan-gangguan asam basa


No Gangguan PaCO2 HCO3 pH
1 Asidosis respiratorik ↑ Normal atau ↑ ↓
2 Alkalosis respiratorik ↓ Normal atau ↓ ↑
3 Asidosis metabolik Normal atau ↓ ↓ ↓
4 Alkalosis metabolik Normal atau ↑ ↑ ↑

Diposkan oleh hilman lubis di 00.46

Gangguan Keseimbangan Asam-Basa dan Analisa Gas


Darah

Bismillahirrahmanirrahim..

Gangguan keseimbangan asam-basa ada 4 macam, yaitu:


1. Asidosis respiratorik (contoh: PPOK)
2. Alkalosis respiratorik (contoh: asthma bronkiale)
3. Asidosis metabolik (contoh: diare)
4. Alkalosis respiratorik (contoh: muntah-muntah)

Nah, sebelum kita melakukan analisis gas darah, maka kita wajib mengetahui rentang
nilai normal dan interpretasi dari tiap komponen:

1. pH

Rentang nilai normal : 7,35 – 7,45

Asidosis : <7,35

Alkalosis : >7,45
2. PaO2

Rentang nilai normal : 80 – 100 mmHg

Hipoksemia ringan : 70 – 80 mmHg

Hipoksemia sedang : 60 – 70 mmHg

Hipoksemia berat : <60 mmHg

3. SaO2

Rentang nilai normal : 93% – 98%

Bila nilai SaO2 >80% sudah dapat dipastikan bahwa darah diambil dari arteri, kecuali

pada gagal napas.

4. PaCO2

Rentang nilai normal : 35 – 45 mmHg

Asidosis respiratorik : >45 mmHg (pH turun)

Alkalosis respiratorik : <35 mmHg (pH naik)


5. HCO3

Rentang nilai normal : 22 – 26 mEq/L

Asidosis metabolik : <22 mEq/L (pH turun)


Alkalosis metabolik : >26 mEq/L (pH naik)
6. BE
Rentang nilai normal : -2 s/d +2 mEq/L
Nilai – (negative) : asidosis
Nilai + (positif) : alkalosis
BE dilihat saat pH normal.
Cara menentukan apakah suatu kondisi termasuk ke dalam salah satu dari 4 gangguan
asam-basa di atas:

Diagram 1

Tabel 1

Pada Tabel 1 di atas, baris kecil pertama (kolom 2-4) pada tiap baris besar (kolom 1)
adalah kondisi akut, dan di bawahnya adalah kondisi kronis.

Sekarang bedakan antara gangguan keseimbangan asam-basa yang belum


terkompensasi, terkompensasi sebagian, dan terkompensasi penuh.
Tabel 2

Udah ngerti? Yakin? Mari kita uji dengan beberapa contoh soal di bawah ini..

1. pH : 7,59 (naik) Alkalosis


PaO2 : 89 mmHg (normal)
PaCO2 : 30 mmHg (turun) Alkalosis Respiratorik
HCO3 : 24 mEq/L (normal)
BE : +3 (naik) Alkalosis
SaO2 : 96% (normal) darah arteri
Jawaban:
Alkalosis respiratorik belum terkompensasi (akut)

2. pH : 7,21 (turun) Asidosis


PaO2 : 56 mmHg (turun) Hipoksemia Berat
PCO2 : 51mmHg (naik) Asidosis Respiratorik
HCO3 : 18 mEq/L (turun) Asidosis Metabolik
BE : -8 (turun) Asidosis
SaO2 : 90% (normal) darah arteri
Jawaban:
Asidosis metabolik dan asidosis respiratorik dengan hipoksemia berat.

3. pH : 7,19 (turun) Asidosis


PaO2 : 65 mmHg (turun) Hipoksemia Sedang
PaCO2 : 28 mmHg (turun) Asidosis Metabolik
HCO3 : 14 mEq/L (turun) Alkalosis Respiratorik
BE : -10 (turun) Asidosis
SaO2 : 89%
Jawaban:
Asidosis metabolic terkompensasi sebagian alkalosis metabolik dengan
hipoksemia sedang

4. pH : 7,36 (normal)
PaO2 : 76 mmHg (turun) Hipoksemia Ringan
PaCO2 : 56 mmHg (naik) Asidosis Respiratorik
HCO3 : 30 mEq/L (naik) Alkalosis Metabolik
BE : -4 (turun) Asidosis
SaO2 : 92% (normal) darah arteri
Jawaban:
Asidosis respiratorik terkompensasi penuh alkalosis metabolic dengan
hipoksemia ringan
NB: saat pH normal, maka BE dilihat apakah asidosis atau alkalosis.

5. pH : 6,84 (turun) Asidosis


PaO2 : 55 mmHg (turun) Hipoksemia Berat
PaCO2 : 55 mmHg (naik) Asidosis respiratorik
HCO3 : 18 mEq/L (turun) Asidosis Metabolik
BE : -6 (turun) Asidosis
SaO2 : 70% (turun) curigai bukan darah arteri
Jawaban:
Salah mengambil darah vena (cek ulang) karena SaO2 dibawah 80%

6. pH : 7,60 (naik) Alkalosis


PaO2 : 90 mmHg (normal)
PaCO2 : 35 mmHg (normal)
HCO3 : 30 mEq/L (naik) Alkalosis Metabolik
BE : +4 (naik) Alkalosis
SaO2 : 96% (normal) darah arteri
Jawaban:
Alkalosis metabolik belum terkompensasi (akut)

Gimana, pusing nggak ngerjain soalnya? Sebenarnya sih ada cara sederhananya,
intinya:
1. Kalau SALAH SATU dari PaCO2 atau [HCO3-] masih NORMAL, itu berarti BELUM
TERKOMPENSASI <-- AKUT
2. Kalau peningkatan PaCO2 DIIKUTI dengan peningkatan [HCO3-] dan pH yang DI
LUAR RENTANG NORMAL maka asidosis/alkalosis TERKOMPENSASI SEBAGIAN.
Namun, bila dalam keadaan tersebut pH nya NORMAL maka berarti sudah
TERKOMPENSASI PENUH. <-- KRONIS
3. Kalau salah satu dari PaCO2 atau [HCO3-] ada yang MENINGKAT sedangkan yg
lainnya MENURUN, berarti terjadi asidosis/alkalosis metabolik/respiratorik GABUNGAN.

Interpretasi Hasil AGD


Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:
 pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis. Nilai
normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
 PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan hipoksemia
dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya
pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg
 PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal, PCO2
dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan hipoventilasi dan begitu
pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai
kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg
 HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti ketoasidosis.
Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula sebaliknya. HCO3- juga
dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi gangguan pernafasan agar pH kembali
dalam rentang yang normal. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26 mmol/l
 Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus ditambahkan
dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb
5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya,
BE bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2
mmol/l
 Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai normalnya
adalah 95-98 %
Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat keadaan yang
menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:
Asidosis respiratorik
Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar HCO3- juga tinggi sebagai
kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut. Ventilasi alveolar yang inadekuat dapat terjadi
pada keadaan seperti kegagalan otot pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi obat.
Kondisi lain yang juga dapat meningkatkan PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi
kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal.
Alkalosis respiratorik
Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH meningkat. Kondisi ini sering
terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak CO2 yang dilepaskan melalui ekspirasi. Penting
bagi dokter untuk menentukan penyebab hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau
kelainan paru-paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri
hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator. Kompensasi ginjal adalah dengan meningkatkan
ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah kronik.
Asidosis Metabolik
Ditandai dengan menurunnya kadar HCO3-, sehingga pH menjadi turun. Biasanya disebabkan oleh
kelainan metabolik seperti meningkatnya kadar asam organik dalam darah atau ekskresi HCO3-
berlebihan. Pada kondisi ini, paru-paru akan memberi respon yang cepat dengan melakukan
hiperventilasi sehingga kadar PCO2 turun. Terlihat sebagai pernafasan kussmaul. Pemberian ventilasi
untuk memperbaiki pola pernafasan justru akan berbahaya, karena menghambat kompensasi tubuh
terhadap kondisi asidosis. Untuk mengetahui penyebab asidosis metabolik, dapat dilakukan
penghitungan anion gap melalui rumus
(Na+ + K+) – (HCO3– + Cl–)
Batas normal anion gap adalah 10 – 12 mmol/l. Rentang normal ini harus disesuaikan pada pasien
dengan hipoalbumin atau hipofosfatemi untuk mencegah terjadinya asidosis dengan anion gap yang
lebih. Koreksi tersebut dihitung dengan memodifikasi rumus diatas menjadi
(Na+ + K+) – (HCO3– + Cl–) – (0,2 x albumin g/dl + 1,5 x fosfat mmol/l)
Asidosis dengan peningkatan anion gap, disebabkan oleh adanya asam-asam organik lain seperti
laktat, keton, salisilat, atau etanol. Asidosis laktat biasanya akibat berkurangnya suplai oksigen atau
berkurangnya perfusi, sehingga terjadilah metabolisme anaerob dengan hasil sampingan berupa
laktat. Pada keadaan gagal ginjal, ginjal tidak mampu mengeluarkan asam-asam organik sehingga
terjadi asidosis dengan peningkatan anion gap.
Asidosis dengan anion gap yang normal disebabkan oleh hiperkloremia dan kehilangan bikarbonat
atau retensi H+. Contohnya pada renal tubular asidosis, gangguan GIT (diare berat), fistula ureter,
terapi acetazolamide, dan yang paling sering adalah akibat pemberian infus NaCl berlebihan.
Alkalosis metabolik
Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula. Adanya peningkatan PCO2
menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru. Penyebab yang paling sering adalah iatrogenik
akibat pemberian siuretik (terutama furosemid), hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal
mereabsorpsi sodium dan mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan
pemberian HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan. Persisten metabolik
alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena biasanya ginjal dapat mengkompensasi
kondisi alkalosis metabolik.
Keseimbangan Asam Basa
pH adalah derajat keasaman yang merupakan log negatif dari konsentrasi ion H+. Konsentrasi ion H+
ini diatur dengan sangat ketat, karena perubahan pada konsentrasinya akan mempengaruhi hampir
semua proses biokimia, termasuk struktur dan fungsi protein, dissosiasi dan pergerakan ion, serta
reaksi kimia obat. Berbeda dengan ion-ion lain, kadar ion H+ dijaga dalam nanomolar (36-43 nmol/l
~ pH 7,35-7,45).
Sebagian besar asam yang masuk dalam tubuh berasal dari proses respirasi, yaitu CO2 yang
membentuk asam karbonat, sedangkan sisanya berasal dari metabolisme lemak dan protein.
Mekanisme tubuh untuk menjaga pH tetap dalam rentang normalnya diketahui melalui tiga
mekanisme,
 Kontrol respirasi terhadap PaCO2 oleh pusat pernafasan yang mengatur ventilasi alveolar.
Semakin banyak ion H+ dalam darah, semakin banyak CO2 yang dibuang melalui paru-paru.
Mekanisme ini cepat dan sangat efektif untuk mengkompensasi kelebihan ion H+.
 Pengontrolan ginjal terhadap bikarbonat dan ekskresi asam-asam non-volatil. Mekanisme ini
relatif lebih lama (jam sampai hari) jika dibandingkan dengan kontrol respirasi.
 Sistem buffer oleh bikarbonat, sulfat, dan hemoglobin yang meminimalkan perubahan asam-
basa akut.
Metode Henderson – Hasselbach (H – H)
Persamaan H – H menitik beratkan pada sistem buffer asam karbonat yang memegang peranan
penting dalam pengaturan asam basa melalui ginjal dan paru – paru. Karbondioksida bereaksi
dengan air untuk membentuk HCO3- dan H+.

CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-


Berdasarkan hukum kekekalan massa, maka [H+] [HCO3-] / [H2CO3] = konstan. Sehingga, dapat
ditentukan bahwa pH = pKa + log([H+] [HCO3-] / [H2CO3]). Dari persamaan tersebut, pH dapat
dikatakan sebagai rasio antara bikarbonat dan karbondioksida. Perubahan pH dapat disebabkan oleh
perubahan CO2 (respirasi) atau HCO3- (metabolik). Sistem kompensasi tubuh berusaha
mempertahankan rasio tersebut tetap 20:1.
Namun, persamaan H – H tidak membahas mekanisme perubahan pH akibat efek metabolik sejelas
efek respiratoriknya, karena secara in vivo kadar bikarbonat sangat tergantung pada tekanan parsial
karbondioksida (pCO2). Oleh sebab itu, muncullah konsep standard bikarbonat dan standard base
excess (BE) untuk membantu menghitung efek metabolik terhadap perubahan pH. Standard
bikarbonat adalah jumlah bikarbonat yang seharusnya ada pada PCO2 = 40 mmHg, sehingga dapat
menyingkirkan efek respirasi pada suatu perubahan pH. Sementara standard BE melihat jumlah asam
(dalam mmol/l) yang harus ditambahkan atau dikurangkan pada sampel darah yang sama dengan Hb
5,5 g/dl untuk mencapai pH normal pada PCO2 40 mmHg. Semakin negatif BE menunjukkan sampel
darah tersebut semakin asam.
Metode Stewart
Pada tahun 1983, Stewart memperkenalkan metode pendekatan asam basa yang diakui secara luas.
Metode ini menggunakan pendekatan matematis dan menyimpulkan bahwa jika hukum
keseimbangan muatan terjadi pada suatu larutan, maka pH atau konsentrasi ion H+ akan ditentukan
terutama oleh derajat disosiasi air. Terdapat tiga variabel yang masing-masing dapat mempengaruhi
derajat disosiasi air, yaitu PCO2, strong ion difference (SID), dan konsentrasi total asam lemah (Atot).
Ion bikarbonat dan asam lemah merupakan variabel yang terikat dan tidak mempengaruhi pH secara
langsung.

Diagram1. Pendekatan Asam Basa Metode Stewart


Pengaruh PCO2 sudah dijelaskan melalui persamaan H – H, bahwa perubahan pada CO2 hasil
respirasi secara langsung juga akan mengubah konsentrasi ion H+.
Ion-ion kuat adalah ion yang dalam jumlah besar terdapat dalam bentuk terdisosiasi atau ion bebas
dalam plasma. Pada manusia, SID adalah selisih antara kation kuat (Na+, K+, Mg2+, dan Ca2+)
dengan anion kuat (Cl- dan laktat) yang nilai normalnya adalah 42 mmol/l. SID memiliki pengaruh
kuat terhadap disosiasi air, peningkatan kation total akan menurunkan konsentrasi H+ dan
menurunkan pH. Begitu pula sebaliknya, peningkatan jumlah anion total akan menurunkan pH. Pada
dasarnya plasma tidak bisa bermuatan, sehingga dibutuhkan muatan negatif untuk menetralkan
kelebihan muatan (SIDe). SIDe terutama dibentuk oleh ion yang sulit berdisosiasi seperti HCO3- dan
asam lemah yang terdisosiasi seperti albumin, fosfat, dan sulfat. Strong ion gap (SIG) adalah selisih
antara SID dan SIDe, menggambarkan ion-ion yang tidak terukur seperti keton, sulfat, atau asam
yang berasal dari luar. Perhitungan ini mirip dengan anion gap, namun memiliki kelebihan karena
memperhitungkan albumin dan fosfat. SIG juga dapat menjadi prediktor yang sensitif bagi kegawatan
pada pasien-pasien kritis. Atot adalah konsentrasi total asam-asam lemah non-volatil dalam plasma,
fosfat inorganik, protein serum dan albumin.

Gambar1. Keseimbangan Ion-ion Dalam Plasma


Pendekatan Stewart tidak merubah klasifikasi kelainan asam basa sebelumnya, begitu pula dengan BE
tetap dapat digunakan untuk menghitung jumlah perubahan SID yang telah terjadi dibandingkan
dengan nilai normal. Namun dengan pendekatan ini, kita dapat melihat peran ion-ion dalam
mengembalikan pH darah. Contoh kasus adalah, untuk merubah BE dari -20 menjadi -10 mEq/l
adalah dengan memberikan NaHCO3, dimana terjadi peningkatan konsentrasi Na+ dalam serum
sebesar 10 mEq/l.
Implikasi lain yang penting dari pendekatan Stewart adalah peran ion klorida dalam homeostasis
asam basa. Ion-ion yang terutama mempengaruhi SID adalah Na+ dan Cl-. Peningkatan Cl- relatif
terhadap Na+ akan menurunkan SID dan begitu pula pH. Peran Cl- menjadi lebih penting dalam
mengatur pH, karena Na+ dikontrol secara lebih ketat untuk mengatur tonus plasma. Contoh kasus
adalah pada muntah yang terus menerus sering menyebabkan alkalosis. Pendekatan lama
menganggap hal ini disebabkan karena kehilangan ion H+ melalui HCl. Namun, hipotesis Stewart
menganggap hal ini terjadi akibat Cl- (anion kuat) berkurang tanpa diimbangi oleh berkurangnya
kation kuat, sehingga terjadi peningkatan SID. Pada akhirnya hal ini akan menghambat disosiasi air
dan ion H+ berkurang. Penatalaksanaan kasus ini adalah dengan pemberian normal saline sehingga
ion klorida tergantikan. Kasus lain adalah asidosis hiperkloremik yang juga sering terjadi akibat
pemberian infus normal saline berlebihan. Normal saline mengandung ion sodium dan klorida
sebanyak 150 mEq/l dibandingkan dengan konsentrasi plasma 135 dan 100 mEq/l. Hal ini
menyebabkan penurunan SID dan pH.
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kedua metode sebenarnya dapat digunakan. Metode
pendekatan Handerson-Hasselbach lebih mudah diterapkan, terutama untuk mengklasifikasikan
jenis kelainan asam basa yang terjadi. Sedangkan, pendekatan Stewart lebih berguna dalam
menghitung kelainan asam basa secara kualitatif dan juga untuk menyusun hipotesis mekanisme yang
menyebabkan timbulnya kelainan asam basa pada pasien.
Gangguan Keseimbangan Asam Basa Pada Pasien Kritis
Beberapa kelainan pada AGD dapat digunakan sebagai marker resiko kematian pada pasien-pasien
kritis. Diantaranya adalah terjadinya asidosis laktat, BE yang tinggi, asidosis hiperkloremik, efek
asidosis terhadap sistem imun, dan SIG yang tinggi.
Sebagian besar pasien-pasien trauma menderita asidosis laktat akibat hovolemia atau hipoperfusi.
Perbaikan asidosis laktat berkorelasi dengan survival pasien berdasarkan hubungan waktu. Keadaan
asidosis laktat yang persisten, meskipun telah terjadi perbaikan tanda vital, berhubungan dengan
resiko infeksi dan kematian.
Kadar BE yang tinggi dapat menjadi prognosis yang buruk bagi pasien-pasien, namun hal tersebut
tergantung pada jenis penyakit atau trauma pasien. BE lebih memiliki nilai prognostik pada pasien-
pasien dengan cedera kepala. Selain itu, jumlah SIG juga memiliki nilai prognostik pada pasien-
pasien kritis. Dikatakan nilai SIG >5 pada pasien yang membutuhkan resusitasi atau >2 pada pasien
asidosis metabolik adalah prediktif untuk mortalitas.
Kondisi hiperkloremik diketahui dapat menyebabkan disfungsi renal dan gangguan pembekuan
darah. Asidosis diduga dapat menstimulasi sel T-protein kinase sehingga memperparah reaksi
peradangan pada pasien kritis.

Analisa gas darah (AGD) merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat


penting untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida, dan tingkat asam
basa (pH) di dalam darah.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui status oksigenasi pasien, status
keseimbangan asam basa, fungsi paru dan status metabolisme pasien.
Sampel untuk pemeriksaan analisa gas darah adalah darah arteri yang diambil
dari arteri brachialis atau arteri radialis atau arteri femoralis (pergelangan
tangan, lengan atau pangkal paha).
Analisa gas darah umumnya dilakukan untuk
1. Memeriksa fungsi organ paru yang menjadi tempat sel darah merah
mengalirkan oksigen dan karbon dioksida dari dan ke seluruh tubuh.
2. Memeriksa kondisi organ jantung dan ginjal, serta gejala yang
disebabkan oleh gangguan distribusi oksigen, karbon dioksida atau
keseimbangan pH dalam darah,
3. Pada pasien penurunan kesadaran, gagal nafas, gangguan metabolik
berat.
4. Tes ini juga dilakukan pada pasien yang sedang menggunakan alat
bantu napas untuk memonitor efektivitasnya.
Sampel darah dianalisa oleh alat analisa gas darah yang ada di laboratorium.
Sampel darah harus dianalisis dalam waktu 10 menit dari waktu pengambilan
untuk memastikan hasil tes yang akurat.
Analisa gas darah meliputi pemeriksaan PO2, PCO3, PH, HCO3, dan saturasi
O2.
Nilai Normal Analisa Gas Darah
Hasil analisa gas darah dapat membantu dokter mendiagnosa berbagai
penyakit atau menentukan seberapa baik perawatan yang telah diterapkan.
Hasil akan didapat meliputi:
 PH darah arteri, menunjukkan jumlah ion hidrogen dalam darah.
pH < 7,0 disebut asam,
pH > 7,0 disebut basa (alkali).
Jika pH darah menunjukkan bahwa darah lebih asam, maka hal ini terjadi
akibat kadar karbon dioksida yang lebih tinggi.
Jika Sebaliknya ketika pH darah tinggi yang menunjukkan bahwa darah lebih
basa, maka hal ini terjadi akibat kadar bikarbonat yang lebih tinggi.
 Bikarbonat adalah bahan kimia yang membantu mencegah pH darah
menjadi terlalu asam atau terlalu basa.
 Tekanan parsial oksigen adalah ukuran tekanan oksigen terlarut dalam
darah. Hal ini menentukan seberapa baik oksigen bisa mengalir dari paru-paru
ke dalam darah.
 Tekanan parsial karbon dioksida adalah ukuran tekanan karbon
dioksida terlarut dalam darah. Hal ini menentukan seberapa baik karbon
dioksida dapat mengalir keluar dari tubuh.
 Saturasi oksigen adalah ukuran dari jumlah oksigen yang dibawa oleh
hemoglobin dalam sel darah merah.
Berdasarkan unsur pengukuran ada dua jenis hasil analisa gas darah, yaitu
normal dan abnormal
• Hasil normal. Hasil analisa gas darah dikatakan normal jika:
o pH darah arteri: 7,38-7,42.
o Tingkat penyerapan oksigen (SaO2) : 94-100%.
o Tekanan parsial oksigen (PaO2) : 75-100 mmHg.
o Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) : 38-42 mmHg.
o Bikarbonat (HCO3) : 22-28 mEq/L.
• Hasil abnormal dapat menjadi indikator dari kondisi medis tertentu.
Berikut ini beberapa kondisi medis yang mungkin terdeteksi melalui analisa
gas darah.
pH darah Bikarbonat PaCO2 Kondisi Penyebab Umum
<7,4 Rendah Rendah Asidosis metabolik Gagal ginjal, syok,
ketoasidosis diabetik.
>7,4 TinggiTinggiAlkalosis metabolik Muntah yang bersifat kronis,
hipokalemia.
<7,4 TinggiTinggiAsidosis respiratorik Penyakit paru,termasuk
pneumonia atau penyakit paru obstruktif kronis (COPD).
>7,4 Rendah Rendah Alkalosis respiratorik Saat nyeri atau
cemas.
Indikasi Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Pemeriksaan AGD akan memberikan hasil pengukuran yang tepat dari kadar
oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Hal ini dapat membantu dokter
menentukan seberapa baik paru-paru dan ginjal bekerja. Biasanya dokter
memerlukan tes analisa gas darah apabila menemukan gejala-gejala yang
menunjukkan bahwa seorang pasien mengalamai ketidakseimbangan oksigen,
karbon dioksida, atau pH darah. Gejala yang dimaksud meliputi: Sesak napas,
Sulit bernafas, Kebingungan, Mual.
Perlu diingat bahwa ini merupakan gejala dari suatu penyakit yang
menyebabkannya seperti pada asma dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Di sisi lain, apabila dokter sudah mencurigai adanya penyakit, maka
pemeriksaan analisa gas darah juga akan diperlukan, seperti pada kondisi-
kondisi di bawah ini:
 Penyakit paru-paru, misalnya asma, PPOK, pneumonia, dan lain-lain.
 Penyakit ginjal, misalnya gagal ginjal.
 Penyakit metabolik, misalnya diabetes melitus atau kencing manis
 Cedera kepala atau leher yang mempengaruhi pernapasan
Dengan melakukan pemeriksaan ini, selain untuk menentukan penyakit,
dokter juga bisa memantau hasil perawatan yang sebelumnya diterapkan
kepada pasien. Untuk tujuan ini, pemeriksaan AGD sering dipesan bersama
dengan tes lain, seperti tes glukosa darah untuk memeriksa kadar gula darah
dan tes darah kreatinin untuk mengevaluasi fungsi ginjal.
Indikasi umum :
1. Abnormalitas Pertukaran Gas
Penyakit paru akut dan kronis
Gagal nafas akut
Penyakit jantung
Pemeriksaan keadaan pulmoner (rest dan exercise)
2. Gangguan Asam Basa
Asidosis metabolic
Alkalosis metabolik
Indikasi dilakukan pemeriksaan Analisa gas Darah (AGD) yaitu :
1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible ataupun
reversible parsial. Terdiri dari 2 jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema,
tetapi bisa juga gabungan antar keduanya.
2. Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas
(oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan
pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya ini dapat dirujuk sebagai “air
dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda.
Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary
edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non
cardigenik pulmonary edema.
3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan ke dalam ruang interstisial
alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-akibat kerusakan
pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS
menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada
kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru
menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas
residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia.
4. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan pleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak
umumnya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan.
5. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana alveoli
(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan
cairan. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik
dari paru-paru,atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru
atau penggunaan alkohol.
6. Pasien syok
Syok merupakan satu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah arteri
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi
jaringan yang tidak adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah
jantung, volume darah, dan pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor
penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka
akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi jaringan yang
menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel sehingga seringkali
menyebabkan kematian pada pasien.
Cara membaca hasil analisa gas darah (AGD):
 Jika pH darah rendah (asidosis), maka perhatikan nilai pCO2, jika tinggi
berarti respiratorik dan jika rendah berarti metabolik.
 Jika pH darah tinggi (alkalosis), maka perhatikan nilai bikarbonat, jika
tinggi berarti metabolik dan jika rendah berarti respiratorik.
Angka kisaran normal dan tidak normal umumnya bervariasi tergantung pada
laboratorium tempat pasien menjalani analisa gas darah. Hal ini dikarenakan
beberapa laboratorium menggunakan pengukuran atau metode yang berbeda
dalam menganalisa sampel darah. Konsultasikan hasil tes kepada dokter
untuk mendapatkan penjelasan secara detail. Dokter akan menentukan
apakah pasien membutuhkan pemeriksaan lanjutan atau terapi pengobatan
tertentu.
Prosedur analisa gas darah jarang menimbulkan efek samping. Efek samping
yang umumnya dialami pasien adalah rasa nyeri atau iritasi di area suntik
ketika proses pengambilan darah.
Efek samping lain yang mungkin dialami pasien setelah menjalani prosedur
AGD, antara lain: Perdarahan atau pembengkakan di area suntikan,
penggumpalan darah di bawah kulit (hematoma), pusing, pingsan, infeksi pada
area kulit yang disuntik.
Penjelasan dari Hasil Tes
1 . Lihat hasil pH
normal pH darah adalah 7. 35 – 7. 45
Apabila pH < 7. 35 maka kita sebut asidotik
Apbila pH > 7. 45 maka kita sebut alkalotik
2. Lihat hasil CO2
Kadar normal CO2 dalam darah arteri adalah 35 – 45 mmHg
Apabila kadar CO2 < 35 mmHg, maka kita sebut alkalotik
Apabila kadar CO2 > 45 mmHg, maka kita sebut asidotik
3. Lihat hasil HCO3-
Kadar normal HCO3- adalah 22 – 26 mEq/L
Apabila kadar HCO3- < 22 mEq/L, maka kita sebut asidotik
Apabila kadar HCO3- > 26 mEq/L, maka kita sebut alkalotik
4. Perhatikan nilai CO2 dan HCO3-, mana yang cocok dengan pH
Maksudnya apabila nilai pH menunjukkan asidotik (pH < 7. 35), mana diantara
CO2 dan HCO3- yang juga asidotik.
Contohnya seperti ini: apabila pH asidotik dan CO2 juga asidotik (CO2 > 45
mmHg), maka kita sebut pasien mengalami asidosis respiratorik. Sebaliknya,
apabila pH asidotik dan HCO3- juga asidotik ( < 22 mEq/ L), maka kita sebut
pasien mengalami asidosis metabolik. Ingat bahwa kadar CO2 dalam darah
ditentukan oleh fungsi pernafasan atau respiratory dan kadar HCO3-
ditentukan oleh fungsi metabolisme tubuh termasuk fungsi ginjal.
5. Perhatikan apakah mekanisme kompensasi sudah terjadi
Tubuh akan selalu melakukan mekanisme kompensasi apabila terdapat
gangguan keseimbangan asam basa. Apabila pH asidotik (< 7. 35) dan CO2
juga asidotik (> 45 mmHg) maka kondisi ini kita sebut asidosis respiratorik,
yang mana gangguan keseimbangan asam basa nya disebabkan oleh masalah
pada fungsi paru. Dalam kondisi seperti ini, tubuh akan melakukan
kompensasi untuk menyeimbangkan kadar asam basa dengan menaikkan
kadar HCO3- atau menaikkan kadar basa didalam tubuh. Karena itu, apabila
kita menerima hasil AGD yang menunjukkan pH asidotik dan CO2 asidotik,
kita juga harus melihat apakah HCO3- sudah alkalotik (sudah mulai naik
menjadi > 26 mmEq).
6. Lihat hasil PO2 dan SaO2 (Oxygen saturation) dan hitung ratio paO2 / FiO2
Nilai normal PO2 dalam darah arteri adalah 80 – 100 mmHg
Nilai normal SaO2 adalah 95 – 100 %
Apabila nilai PO2 < 80 mmHg, kita sebut hipoxemia atau kondisi kekurangan
oxygen didalam tubuh dan pasien seharusnya sudah diberikan oksigen.
menghitung rasio paO2/ FiO2
Perhitungan rasio PaO2 / FiO2 dilakukan untuk mengetahui status oksigenasi
pasien. Rasio paO2 / FiO2 yang normal adalah > atau =300. Apabila rasio paO2
/ FiO2 < 300 maka pasien mengalami acute lung injury ( ALI) dan apabila rasio
PaO2 / FiO2 < 200 maka pasien mengalami acute respiratory distress
syndrome (ARDS) dan memerlukan intervensi segera.
Cara menghitung rasio paO2 / FiO2 pasien diatas adalah:
• cari nilai FiO2: pasien menggunakan oksigen 3 liter per menit, jadi FiO2
adalah : 30% atau 0, 3 dari hasil AGD didapat paO2 pasien diatas adalah 82
mmHg
Kemudian masukan ke rumus berikut:
PaO2 / FiO2
82 / 0,3 = 273,3
Maka dapat disimpulkan pasien mengalami acute lung injury ( ALI) tetapi
belum sampai pada distress pernafasan akut (ARDS).

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD) dilakukan untuk evaluasi pertukaran oksigen
dan karbon dioksida dan untuk mengetahui status asam basa. Pemeriksaan dan Interpretasi Hasil
Analisa Gas Darah (AGD) ini dapat dilakukan pada pembuluh darah arteri untuk melihat keadaan
pH, paCO2, paO2, dan SaO2.

Indikasi Umum :
1. Abnormalitas Pertukaran Gas
 Penyakit paru akut dan kronis
 Gagal nafas akut
 Penyakit Jantung
 Pemeriksaan Keadaan Pulmoner (rest dan exercise)
2. Gangguan Asam Basa
 Asidosis metabolik
 Alkalosis metabolik
Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD)
A. Interpretasi Hasil Pemeriksaan pH

Serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber ion hidrogen dalam
tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam (seperti asam laktat dan asam keto).

Nilai normal pH serum :

 Nilai normal : 7.35 - 7.45


 Nilai kritis : < 7.25 - 7.55
Implikasi Klinik

1. Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia (peningkatan


pembentukan asam)
2. Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia (kehilangan asam)
3. Bila melakukan evaluasi nilai pH, sebaiknya PaCO2 dan HCO3 diketahui juga untuk
memperkirakan komponen pernafasan atau metabolik yang mempengaruhi status asam basa

B. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Karbon Dioksida (PaCO2 )

PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 kyang terlarut dalam plasma. Dapat
digunakan untuk menetukan efektifitas ventilasi dan keadaan asam basa dalam darah.

Nilai Normal : 35 - 45 mmHg SI : 4.7 - 6.0 kPa


Implikasi Klinik :

1. Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety/ nervousness dan
emboli paru. Nilai kurang dari 20 mmHg perlu mendapatkan perhatiaan khusus.
2. Peningkatan nilai PaCO2 dapat terjadi pada gangguan paru atau penurunan fungsi
pusat pernafasan. Nilai PaCO2 > 60 mmHg perlu mendapat perhatian khusus.
3. Umumnya peningkatan PaCO2 dapat terjadi pada hipoventilasi sedangkan
penurunan nilai menunjukkan hiperventilasi.
4. Biasanya penurunan 1 mEq HCO3 akan menurunkan tekanan PaCO2 sebesar 1.3
mmHg.

C. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Oksigen (PaO2 )

PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah oksigen yang terlarut dalam
plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru dalam menyediakan oksigen bagi darah.

Nilai Normal (suhu kamar, tergantung umur) ; 75 - 100 mmHg SI : 10 - 13.3 kPa

Implikasi Klinik

1. Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK),
penyakit obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat gangguan fisik atau neoromuskular
dan gangguan fungsi jantung. Nilai PaO2 kurang dari 40 mmHg perlu mendapatkan
perhatian khusus.
2. Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2 oleh alat
bantu (contoh; nasal prongs, alat ventilasi mekanik) hiperventilasi dan polisitemia
(peningkatan sel darah merah dan daya angkut oksigen)

D. Interpretasi Hasil Saturasi Oksigen (SaO2)

Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi total oksigen yang terikat
pada hemoglobin.

Nilai Normal : 95 - 99 % O2
Implikasi Klinik

1. Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar oksigenasi hemoglobin dan


kecakupan oksigen pada jaringan
2. tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma menggambarkan jumlah oksigen
yang terikat pada hemoglobin sebagai ion bikarbonat
E. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Karbon Dioksida (CO2)

Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat, 5% sebagai larutan gas
CO2 terlarut dan asam karbonat. Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan
yang bersifat basa dan diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama bersifat asam dan diatur
oleh paru-paru. Oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi bikarbonat.

Nilai Normal Karbon Dioksida (CO2) : 22 - 32 mEq/L SI : 22 - 32 mmol/L

Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan diatur
oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama yang bersifat asam dan diatur oleh paru-paru. oleh
karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi bikarbonat.

Implikasi Klinik :

1. Peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada muntah yang parah, emfisema, dan
aldosteronisme
2. Penurunan kadar CO2 dapat terjadi pada gagal ginjal akut, diabetik asidosis dan
hiperventilasi
3. Peningkatan dan penurunan dapat terjadi pada penggunaan nitrofurantoin

F.Anion Gap (AG)

Anion gap digunakan untuk mendiagnosis asidosis metabolik. Perhitungan menggunakan elektrolit
yang tersedia dapat membantu perhitungan kation dan anion yang tidak terukur. Kation dan anion
yang tidak terukur termasuk Ca+ dan Mg2+. Anion yang tidak terukur meliputi protein, posfat sulfat
dan asam organik. Anion gap dapat dihitung menggunakan dua pendekatan yang berbeda.

Na+ - (Cl- + HCO3) atau Na + K - (Cl + HCO3) = AG

Nilai Normal Pemeriksaan Anion Gap : 13 - 17 mEq/L


Implikasi Klinik

1. Nilai anion gap yang tinggi (dengan pH tinggi) menunjukkan penciutan volume
ekstraseluler atau pada pemberian penisilin dosis besar.
2. Anion gap yang tinggi dengan pH rendah merupakan manifestasi dari keadaan yang
sering dinyatakan dengan singkatan "MULEPAK" yaitu akibat asupan metanoll, uremia,
asidosis laktat, etilen glikol, paraldehid, intoksikasi aspirin dan ketoasidosis.
3. Anion gap rendah dapat terjadi pada hipoalbuminemia, dilution, hipernatremia,
hiperkalsemia yang terlihat atau toksisitas litium.
4. Anion gap yang normal dapat terjadi pada metabolik asidosis akibat diare, asidoses
tubular ginjal atau hiperkalsemia.

Anda mungkin juga menyukai