Anda di halaman 1dari 20

A.

PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial. Meskipun manusia hadir di dunia sebagai satu individu,
namun interaksi sosial harus tetap terjalin. Interaksi sosial salah satunya dilangsungkan melalui
sebuah perantara. Secara kompleks, interaksi dengan sebuah bahasa pengantar ini disebut
komunikasi.
Komunikasi sebagai bentuk penuturan bahasa secara khusus memerhatikan kaidah-kaidah
tertentu. Hal tersebut perlu diperhatikan oleh orang-orang yang berkecimpung pada bidang
kesehatan.
Tenaga kesehatan tentu diharuskan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi yang baik. Hal
yang membedakan komunikasi umum dengan komunikasi kesehatan adalah, persamaan
persepsi yang diikuti oleh perubahan perilaku dari sang pasien sesuai dengan keinginan sang
pengirim pesan, dalam hal ini tenaga kerja kesehatan.
Komunikasi kesehatan yang berjalan efektif dan tepat sasaran memerlukan pemahaman
bagaimana pola interaksi yang baik antar manusia. Hal ini dikarenakan oleh setiap individu
yang memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai
hubungan yang baik antar individu dalam proses berkomunikasi.
Untuk menghindari sebuah kesalahan konsepsi dalam komunikasi dibutuhkan pedoman
khusus dalam berkomunikasi. Pedoman ini sangat perlu untuk diperhatikan demi
tersampaikannya informasi dengan baik. Prinsip komunikasi kesehatan merupakan suatu
pedoman bagi tenaga kesehatan dalam melakukan praktik komunikasi terhadap pasien agar
tersalurkannya informasi dengan baik.
Komunikasi kesehatan adalah sebuah bentuk komunikasi yag berlaku dalam dunia kesehatan.
Komunikasi kesehatan atau komkes adalah penyampaian informasi mengenai kesehatan dari
penyedia pelayanan kesehatan kepada penerima pelayanan kesehatan untuk mencapai tujuan.
Penyampaian informasi adalah sarana untuk menyamakan persepsi antar kedua belah pihak
agar terealisasi tujuan dari komunikasi kesehatan. Informasi yang disampaikan dapat melalui
dua bentuk komunikasi yang dipadukan, yaitu verbal dan nonverbal. Faktor dan variabel dalam
komunikasi kesehatan juga mengambil peran penting dalam kelancaran mencapai tujuan dari
komunikasi kesehatan itu sendiri. Dalam mencapai kesuksesan komunikasi kesehatan,
hambatan yang ada perlu diminimalisasi atau bahkan dihilangkan.
Masalah kesehatan dan penyakit tidak semata-mata bersumber dari kelalaian individu,
keluarga, kelompok, maupun komunitas. Kebanyakan penyakit yang diderita individu maupun
penyakit yang ada di komunitas masyarakat pada umumnya bersumber dari ketidaktahuan dan
kesalahpahaman atas berbagai informasi kesehatan yang diterima.

Komunikasi kesehatan mencakup pemanfaatan jasa komunikasi untuk menyampaikan


pesan dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan upaya
peningkatan dan pengelolaan kesehatan oleh individu maupun komunitas masyarakat. Selain itu,
komunikasi kesehatan juga meliputi kegiatan menyebarluaskan informasi tentang kesehatan
kepada masyarakat agar tercapai perilaku hidup sehat, menciptakan kesadaran, mengubah sikap
dan memberikan motivasi pada individu untuk mengadopsi perilaku sehat yang direkomendasikan
menjadi tujuan utama komunikasi kesehatan.

Komunikasi kesehatan memberi kontribusi dan menjadi bagian dari upaya pencegahan
penyakit serta promosi kesehatan. Komunikasi kesehatan juga dianggap relevan dengan beberapa
konteks dalam bidang kesehatan, termasuk didalamnya 1) hubungan antara ahli medis dengan
pasien, 2) daya jangkau individu dalam mengakses serta memanfaatkan informasi kesehatan, 3)
kepatuhan individu pada proses pengobatan yang harus dijalani serta kepatuhan dalam melakukan
saran medis yang diterima, 4) bentuk penyampaian pesan kesehatan dan kampanye kesehatan 5)
penyebaran informasi mengenai resiko kesehatan pada individu dan populasi, 6) gambaran secara
garis besar profil kesehatan di media massa dan budaya, 7) pendidikan bagi pengguna jasa
kesehatan bagaimana mengakses fasilitas kesehatan umum serta sistem kesehatan dan 8)
perkembangan aplikasi program seperti telekesehatan.

B. PEMBAHASAN

Komunikasi bersifat fundamental dalam kehidupan sehari-hari karena kita tidak dapat hidup tanpa
berkomunikasi. Berkomunikasi berarti menyampaikan suatu pesan dari sumber pesan
(komunikator) kepada satu atau lebih penerima pesan (khalayak) dengan menggunakan
seperangkat aturan atau cara tertentu. Pada tingkat yang paling sederhana, komunikasi
memerlukan unsur pengirim pesan, pesan, penerima, dan media komunikasi. Namun, setiap
peristiwa komunikasi yang kompleks, pengirim pesan juga berfungsi sebagai penerima pesan, dan
pesan lain yang berbeda dikirim melalui media yang berbeda. (Ganjar, 2009: v-4)

Menilik ulasan di atas, dapat ditarik sebuah pemaknaan bahwa komunikasi itu sangat penting.
Komunikasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, tertulis dan tidak tertulis. Komunikasi ini
berlangsung secara terus menerus dan tanpa disengaja terus berkesinambungan.

Komunikasi dalam bidang kesehatan adalah komunikasi yang mengandung pesan kesehatan di
dalamnya. Komunikasi kesehatan tidak sesederhana untuk menginformasikan, namun lebih
kepada bagian dari memotivasi dan mengajak seseorang untuk berubah dan taat pada hal yang
sedang dibicarakan. Komunikasi kesehatan sangat memengaruhi individu atau kelompok.
Komunikasi kesehatan dapat mengatur kehidupan masyarakat mulai dari hal terkecil, seperti
kebiasaan sehari-hari, kebersihan tubuh dan lingkungan, kesehatan makanan dan gizi.

Komunikasi kesehatan juga berperan untuk menjamin hak dasar sehat masyarakat. Informasi
terkait medis dan farmasi dasar, keselamatan kerja dan akses asuransi kesehatan. Peran penting
komunikasi kesehatan juga tercermin dalam judul pengantar "The Healthy People 2010
Information" yang menyatakan "use communication strategically to improve health". Artinya,
tidak ada jalan lain menyukseskan kesehatan individu dan masyarakat kecuali dengan
memanfaatkan jasa komunikasi.

Manfaat mempelajari ilmu komunikasi kesehatan menurut Alo Liliweri. (2009 : 56-69) adalah:

1. Memahami interaksi antara kesehatan dengan perilaku individu.


2. Meningkatkan kesadaran kita tentang isu kesehatan.

3. Melakukan strategi intervensi pada tingkat komunitas.

4. Menghadapi disparitas pemeliharaan kesehatan antar etnik atau ras dalam suatu
masyarakat.
5. Menampilkan ilustrasi ketrampilan, menggambarkan berbagai jenis keterampilan untuk
memelihara kesehatan, pencegahan, advokasi atau sistem layanan kesehatan kepada
masyarakat.
6. Menjawab permintaan terhadap layanan kesehatan (mengetahui dan melakukan analisis
kebutuhan).
7. Memperkuat infrastruktur kesehatan masyarakat di masa yang akan datang bagi hasil
yang memuaskan masyarakat umum.

8. Membarui peranan para profesional di bidang kesehatan, misalnya meningkatkan


pengetahuan dan ketrampilan para petugas medis, memperkuat infrastruktur kesehatan,
membangun kemitraan, mengembangkan akuntabilitas, dan mengembangkan
pembuktian atas layanan.

Hubungan antara manusia dalam proses berkomunikasi merupakan hal yang sangat vital,
diantaranya seperti pemahaman, satu visi dan saling berkolaborasi. Persamaan persepsi antara
tenaga medis dan pasien juga merupakan hal yang sangat penting. Kesenjangan persepsi antar
tenaga medis seperti dokter dan pasiennya dapat mengakibatkan pada rasa ketidakpuasan oleh
pasien pada akhir pengobatannya. Tingkat kemampuan dan keterampilan sosial dalam kehidupan
pun berhubungan dalam komunikasi. Dengan ini, tenaga kerja kesehatan mampu bersikap
profesional dengan beradaptasi dan menyesuaikan hidup agar tidak mudah merasa cemas,
kesepian, ataupun depresi.

Komunikasi antar tenaga medis dan pasien merupakan komunikasi intra personal yang kompleks.
Komunikasi yang dijalankan wajib bersifat efektif yang mampu memberikan solusi dan
memberikan manfaat terhadap permasalahan yang dihadapi.

Sesuai dengan konsep dasar komunikasi kesehatan. Prinsip-prinsip komunikasi telah diuraikan
oleh beberapa pakar, seperti menurut Herri zan pieter dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar
Komunikasi bagi Perawat, yaitu :
1. Komunikasi merupakan proses
Makna komunikasi sebagai proses adalah adanya kegiatan yang berulang-ulang terjadi,
dinamis atau saling berhubungan.
2. Komunikasi sebagai sistem
Komunikasi sebagai suatu sistem yaitu antar komponen yang berperan dalam komunikasi
akan saling berpengaruh sehingga diperlukan sikap saling mendukung dalam sistem
berkomunikasi.
3. Komunikasi sebagai aksi
Tindakan komunikasi dalam aksi diartikan sebagai tuntutan adanya reaksi terhadap
instruksi dalam komunikasi.
4. Komunikasi sebagai aktivitas sosial
Komunikasi merupakan cara manusia untuk beraktivitas sosial dan membangun relasi.

1.1 . Persepsi

Persepsi adalah pengorganisiran dan penafsiran yang dilakukan oleh individu terhadap
rangsangan yang diterima oleh indera menjadi sebuah makna. Rangsangan yang didapat dapat
berupa pengelihatan atau pandangan fisik terhadap sesuatu. Rangsangan yang didapat juga dapat
berupa pendengaran akan informasi ataupun cerita yang terjadi di sekitar lingkungan seorang
individu berada. Persepsi secara singkatnya adalah sebuah penafsiran. Penafsiran dilakukan untuk
menerjemahkan rangsangan berupa informasi menjadi sebuah makna. Persepsi seseorang
merupakan repersentasi dari sebuah pemahaman akan informasi yang didapat oleh individu
tersebut.

Penyamaan persepsi adalah hal yang penting untuk dilakukan dalam komunikasi
kesehatan. Kesamaan persepsi antara penerima dan penyedia layanan kesehatan akan membuat
kelancaran komunikasi berjalan dengan baik. Persepsi tumbuh dari penyaluran pemikiran dari satu
individu ke individu lain Persepsi yang tertanam pada seseorang akan menghasilkan tindakan dan
kebiasaan yang sesuai dengan persepsi mereka. Persepsi yang benar dan sesuai dengan fakta yang
ada akan menimbulkan perilaku yang baik dengan efek yang baik pula. Namun, persepsi seseorang
yang tidak sesuai bahkan bertolak belakang dengan fakta yang ada akan memberikan pengaruh
buruk.

Persepsi memberikan dua dampak penting bagi seorang individu yang berpersepsi terhadap
sesuatu hal . Pertama, persepsi dapat merubah perilaku seseorang. Perubahan perilaku seseorang
adalah hal yang paling utama terjadi ketika persepsi sudah terbentuk dan tertanam dalam benak
seseorang. Perubahan perilaku dilakukan atas dasar keyakinan atas benar-salah dan baik-buruknya
sebuah perilaku bedasarkan persepsi yang tertanam. Persepsi dapat mengarahkan seseorang
kepada perilaku yang baik sesuai fakta yang ada, tetapi persepsi juga dapat mengarahkan seseorang
kepada perilaku yang buruk yang bertentangan dengan fakta yang ada.

Dampak persepsi yang kedua adalah pembentukan pola pikir. Pola pikir adalah dampak
yang lebih dalam daripada perubahan perilaku. Perubahan pola pikir memengaruhi cara berpikir
seseorang secara keseluruhan. Pola pikir akan menjadi dasar pengambilan tindakan dan perilaku
seseorang. Pola pikir merupakan akar dari perbuatan baik yang dilakukan seseorang. Namun, pola
pikir juga merupakan akar dari permasalahan yang timbul akibat perilaku buruk yang dilakukan
seseorang. Dalam dunia kesehatan, persepsi akan mempengaruhi pola pikir seseorang dalam
bertindak dan berperilaku terhadap sesuau yang berhubungan dengan kesehatan, baik yang baik
maupun yang buruk.

Dalam dunia kesehatan, kewajiban seorang penyedia pelayanan kesehatan adalah


menanamkan persepsi kepada penerima pelayanan kesehatan yang sesuai dengan fakta medis yang
ada sehingga persepsi tersebut dapat menggiring para penerima pelayanan kesehatan kepada hal
yang baik. Hal yang baik dalam dunia kesehatan dibentuk pada pola pikir. Pola pikir seseorang
akan pentingnya kesehatan akan menarik seseorang untuk melakukan perilaku maupun tindakan
yang baik dalam menjaga kesehatan. Pentingnya persepsi pada dunia kesehatan akan sangat
terlihat pada pola pikir serta perilaku yang dilakukan seorang penerima pelayanan kesehatan
setelah mendapatkan penumbuhan persepsi melalui komunikasi kesehatan yang baik.

1.2 Bentuk Komunikasi Kesehatan

Komunikasi adalah kegiatan yang setiap hari dilakukan oleh setiap individu dalam menunjang
kehidupan mereka, begitu pula dalam dunia kesehatan. Komunikasi adalah dilakukan oleh manusia
secara natural untuk berinteraksi dengan sesamanya. Komunikasi dalam bidang kesehatan disebut
sebagi komunikasi kesehatan atau disingkat komkes. Komunikasi kesehatan merupakan bentuk
interaksi sosial antara seorang penyedia pelayanan kesehatan dengan penerima pelayanan
kesehatan. Tujuan dari komunikasi kesehatan dengan cara memberi informasi, memotivasi, hingga
mempengaruhi invidu maupun kelompok dalam rangka perbaikan dalam bidang kesehatan. Verbal
dan nonverbal merupakan bentuk dari komunikasi yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-
hari, termasuk dunia kesehatan.
Komunikasi kesehatan yang pertama datang dalam bentuk verbal. Komunikasi kesehatan
secara verbal sangat umum digunakan, terutama secara lisan. Komunikasi verbal dibangun dari
rangkain kata demi kata sehingga tercipta informasi yang baik untuk disampaikan. Komunikasi
verbal bertujuan untuk penyampaian informasi, pemberian instruksi atau perintah, dan persuasi
terhadap seorang individu maupun kelompok, seperti pasien dan klien kesehatan. Penyampaian
informasi dalam bentuk kata-kata ini harus mudah dimengerti dan dipercayai oleh penerima
pelayanan kesehatan agar tumbuh persamaan persepsi. Selain itu, komunikasi kesehatan harus
disampaikan dalam bahasa yang persuasif agar penerima pelayanan kesehatan dapat mengikuti
ajakan serta instruksi dari penyedia pelayanan kesehatan.
Komunikasi kesehatan yang kedua datang dalam betuk nonverbal. Komunikasi kesehatan
secara nonverbal dalah bentuk komunikasi yang disampaikan tidak dalam bentuk lisan, tetapi
dalam bentuk gestur, ekspresi, gerak-gerik tubuh, dan lain-lain. Penyampaian komunikasi
nonverbal sangatlah penting karena komunikasi dalam bentuk ini dianggap sebagai komunikasi
yang lebih jujur. Komunikasi kesehatan secara nonverbal lebih mudah untuk dipercayai daripada
komunikasi nonverbal karena lisan dianggap sebagai sesuatu yang mudah dimodifikasi, sementara
nonverbal (gesture, ekspresi, dan gerak-gerik) adalah sesuatu yang lebih natural. Penyaluran
komunikasi dalam bentuk nonverbal secara tidak disadari akan memengaruhi psikis dan pikiran
dari penerima informasi. Pikiran dan persepsi yang dihasilkan dapat berupa hal yang baik atau hal
yang buruk.
Hubungan antara komunikasi kesehatan dalam bentuk verbal dengan nonverbal sangat erat dan
saling menunjang satu sama lain. Keselarasan hubungan antara kedua bentuk komunikasi ini
sangat menunjang kesuksesan dari komunikasi dalam bidang kesehatan. Pentingnya keselarasan
anatara komunikasi kesehatan secara verbal dan nonverbal dapat ditinjau dari definisi dari
komunikasi kesehatan itu sendiri. Komunikasi kesehatan adalah proses yang dilakukan secara
verbal dan non verbal dalam rangka melakukan penstimulasian dalam dunia kesehatan. Kedua
bentuk komunikasi ini harus dapat menjalin keharmonisan dan keselarasan demi menacapai tujuan
dari komunikasi kesehatan dan menghindari terjadinya kesalahan persepsi yang dapat
menimbulkan masalah pada kedua belah pihak yang bersangkutan, baik penerima maupun
penyedia pelayanan kesehatan. Keselarasan anatara dua bentuk komunikasi tersebit akan
mempermudah jalur informasi, meningkatkan kepercayaan, mempersuasi pihak penerima untuk
mejalankan hal-hal yang sudah diinstruksikan oleh penyedia, serta menumbuhkan persepsi yang
sama anatar pelaku komunikasi kesehatan.
Komunikasi kesehatan secara verbal (lisan) dan nonverbal (ekspresi, gesture, gerak-gerik,
dan lain-lain) adalah hal yang penting untuk dikuasasi seorang pekerja pelayanan kesehatan.
Kemampuan komunikasi dalam bidang kesehatan secara verbal dan nonverbal harus berjalan
secara bersamaan agar tidak terjadinya ketidakselarasan yang dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan komunikasi dan kesalahan presepsi. Kemampuan komunikasi kesehatan perlu terjadinya
koneksi antar penerima pelayanan kesehatan dan pemberi pelayanan kesehtan secara baik.
Komunikasi kesehatan dikatakan memiliki koneksi yang baik jika tercapainya tujuan dari
komunikasi kesehatan sendiri. Tujuan dari komunikasi kesehatan yang harus tercapai adalah
memberi informasi, memotivasi, dan mempengaruhi invidu maupun kelompok dalam rangka
peningkatan kesehatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi baik sebagai faktor pendukung maupun
penghambat terjadinya komunikasi yang efektif, tidak lepas dari unsur-unsur yang terdapat dalam
komunikasi itu sendiri.
1. Faktor Sumber Pesan (Source)
Sumber adalah dasar yang digunakan di dalam penyampaian pesan dalam rangka memperkuat
pesan itu sendiri. Menurut Sastropoetro (1991: 87) menegaskan bahwa sumber dapat berupa
organisasi, lembaga, maupun pribadi seseorang. Menurut hemat peneliti hal ini menunjukan bahwa
sumber pada saat tertentu bisa jadi adalah seorang komunikator, tentunya dalam hal ini jika
komunikasi yang terjadi adalah komunikasi interpersonal, misalnya komunikasi antara orang tua
dan anak. Sumber yang berupa organisasi atau lembaga biasanya terjadi pada saat komunikasi
organisasi ataupun komunikasi massa
2. Faktor Komunikator (Comunicator)
Komunikator adalah penyampai atau penyebar pesan (Sastropoetro, 1991: 88). Komunikator
dapat berupa individu yang sedang berbicara atau menulis, kelompok orang, organisasi
komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya. Dalam komunikasi, komunikator
dapat menjadi komunikan, dan sebaliknya komunikan dapat menjadi komunikator (Suryanto,
2015: 161). Menurut hemat peneliti siapa yang memberikan pesan dialah komunikatornya.
Suryanto (2015: 165) menjelaskan beberapa syarat yang perlu diperhatikan oleh seorang
komunikator yaitu sebagai berikut:
a. Memiliki kedekatan dengan khalayak.
b. Memiliki kesamaan dan daya tarik sosial serta fisik.
c. Kesamaan yang meliputi gender, pendidikan, umur, agama, latar belakang sosial, ras, hobi
dan kemampuan bahasa.
d. Memiliki dan dikenal kredibilitasnya dan otoritasnya.
e. Pandai dalam cara penyampaian pesan.
f. Dikenal status, kekuasaan dan kewenangannya.

Beberapa sikap yang dapat menunjang keberhasilan komunikator adalah:


1) Senyum (keep smiling)
2) Terbuka
3) Rendah hati
4) Dapat menjadi pendengar yang baik
5) Tidak sombong/ angkuh
6) Saling percaya

3. Faktor Pesan (Massage)


a. Teknik penyampaian pesan yang digunakan
Teknik penyampaian pesan yang digunakan ini sering terganggun karena faktor bahasa
(language factor) dan faktor teknis (noise factor) selama pesan disampaikan.
1) Faktor bahasa
Penggunaan bahasa yang kurang tepat selama komunikasi dapat menimbulkan persepsi yang
berbeda, sehingga pesan yang dimaksud komunikator tidak dapat tersampaikan dengan tepat
kepada komunikan.
2) Faktor Teknis
Hambatan yang terjadi karena faktor teknis ini biasanya terjadi bila komunikasi tersebut
menggunakan media, misalnya: pengeras suaranya rusak sehingga tidak dapat terdengar dengan
baik oleh komunikan, adanya halilintar dan sebagainya.
b. Bentuk pesan
Bentuk pesan yang disampaikan dapat bersifat informatif, persuasif dan koersif.
Informatif yaitu pesan yang ditujukan untuk memberikan keterangan fakta dan data kemudian
komunikan mengampil kesimpulan dan keputusan sendiri. Persuasif yaitu pesan yang ditujukan
untuk membangkitkan. pengertian dan kesadaran manusia bahwa yang disampaikan akan
mengubah sikap penerima pesan. Perubahan ini diterima bukan karena paksaan melainkan atas
kesadaran dan keterbukaan. Koersif yaitu pesan yang bersifat memaksa dan menggunakan sanksi-
sanksi. Koersif berbentuk perintah atau instruksi untuk penyampaian suatu target (Suryanto, 2015:
182).
c. Pesan sesuai kebutuhan
Pesan yang disampaikan seorang komunikator dapat menimbulkan ketertarikan atau
sebaliknya kepada komunikan. Informasi atau pesan akan diminati atau bahkan “dikejar” apabila
pesan tersebut sesuai dengan kebutuhan atau yang diinginkan komunikan.
Bila pesan yang disampaikan dirasa tidak perlu dan tidak bermanfaat bagi komunikan, maka
proses komunikasi yang berlangsung akan cenderung pasif dan tidak berkembang.
d. Jelas
Faktor kejelasan pesan dapat menjamin keefektifan komunikasi yang dilakukan. Pesan yang
disampaikan dengan jelas dan mudah diterima oleh komunikan akan lebih nampak hasilnya dan
efektifnya proses komunikasi. Faktor ini dapat berupa jelas bahasa yang digunakan, jelas maksud
yang diharapkan, dan jelas bentuk pesannya. Kejelasan disini juga dimaksudkan agar pesan yang
disampaikan dengan kejujuran dan keterbukaan, tidak ada maksud yang tersembunyi dari tujuan
awal.
e. Simple (Isi pesan tidak terlalu banyak)
Penyampaian pesan yang terlalu banyak juga merupakan faktor yang dapat mengganggu proses
komunikasi. Komunikan akan merasa kelelahan dan bosan terhadap pesan yang disampaikan.
Disamping itu, bila pesan disampaikan secara melebar akan jauh dari tujuan pesan semula
sehingga komunikasi yang dilakukan tidak efektif.
4. Faktor Media/Saluran (channel)
Saluran komunikasi atau media adalah perantara dalam penyampaian informasi dari
komunikator kepada komunikan yang bertujuan untuk efisiensi penyebaran informasi atau pesan
tersebut (Suryanto, 2015: 185). Menurut Suryanto (2015: 187-188) media komunikasi memiliki
beberapa fungsi yaitu;
a. Efektifitas yaitu mempermudah kelancaran penyampaian informasi.
b. Efisiensi yaitu mempercepat penyampaian informasi.
c. Konkret yaitu membantu mempercepat isi pesan yang bersifat abstrak.
d. Motivatif yaitu menambah semangat untuk melakukan komunikasi.
5. Faktor Umpan balik (Feedback)
Umpan balik ialah tanggapan yang diberikan oleh komunikan oleh seorang komunikator.
Umpan balik yang ditimbulkan dalam proses komunikasi memberikan gambaran kepada
komunikator tentang hasil komunikasi yang dilakukannya. Umpan balik merupakan elemen yang
dapat menjadi tolak ukur berhasil atau tidaknya komunikasi (Suryanto, 2015: 199). Dari beberapa
unsur komunikasi tersebut di atas menurut Yusup (2009: 5) yang sangat menentukan berhasil atau
tidaknya komunikasi adalah faktor manusia. Oleh karena itu ia memberi saran jika seseorang
mempelajari komunikasi maka ia harus mempelajari manusia dengan segala keunikannya.
Menurutnya manusia yang sama pada suatu saat di suatu tempat, akan berbeda dalam banyak hal
jika berada di suatu saat dan suatu tempat yang lain.
6. Faktor Komunikan (Comunican)
Komunikan adalah penerima pesan yang sekaligus merupakan tujuan dari proses komunikasi
(Sastropoetro, 1991: 88). Adapun syarat komunikan sebagai faktor penyebab keberhasilan
komunikasi yang patut diperhatikan ialah kerangka pengetahuan dan lingkup pengalaman.
Penerima pesan dapat digolongkan dalam tiga jenis, yakni personal, kelompok, dan
massa.(Suryanto, 2015: 192-194). Hal tersebut penting karena jika seorang komunikan tidak cukup
memiliki pengetahuan dan pengalaman komunikator harus lebih pandai untuk bisa membuat pesan
itu sampai dan dimengerti oleh komunikan.
7. Faktor Efek (Effect)
Efek adalah perubahan yang terjadi dipihak komunikan atau tujuan setelah menerima pesan
(Sastropoetro, 1991: 89). Suryanto (2015: 194) menjelaskan bahwa efek merupakan akhir dari
proses komunikasi, yaitu sikap dan tingkah laku orang yang dijadikan sasaran komunikasi, sesuai
atau tidak sesuai dengan yang dilakukan. Jika sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan
yang diinginkan komunikan maka komunikasi dapat dikatakan berhasil, demikian pula sebaliknya.
Selain itu terdapat pula faktor-faktor yang menghambat komunikasi, yaitu :
1. Hambatan secara Fisik (Physical Barries)
Sarana fisik dapat menghambat komunikasi yang efektif, misalnya pendengaran kurang tajam
dan gagguan pada system pengeras suara (sound system) yang sering terjadi dalam suatu kegiatan.
Hal ini dapat membuat penyampaian pesan akan terganggu dan penerima tidak menangkap
maksud dari pesan tersebut. Hal ini juga dapat terjadi pada si pengirim maupun penerima.
Misalnya jika pengirim pesan memiliki keterbatasan fisik untuk berbicara seperti bisu atau
sebaliknya penerima pesan memilki keterbatasan fisik untuk mendengar seperti tuli maka hal ini
berpotensi menjadi hambatan untuk komunikasi yang efektif.
2. Hambatan Dalam Proses Penyampaian (Sender Barries)
Hambatan bisa datang dari pihak komunikatornya yang mendapat kesulitan dalam
menyampaikan pesan, tidak menguasai materi pesan dan belum memiliki kemampuan sebagai
komunikator yang baik. Hambatan ini bisa juga berasal dari penerima pesan tersebut (receiver
barrier) karena sulitnya berkomunikasi dalam memahami pesan itu dengan baik. Rendahnya
tingkat penguasaan bahasa, pendidikan, intelektual dan sebagainya yang terdapat dalam diri
komunikan dapat menjadi penyebabnya. Kegagalan komunikasi dapat pula terjadi dikarenakan
faktor-faktor feed backnya bahasa tidak tercapai, medium barrier (media atau alat yang
dipergunaan kurang tepat) dan decoding barrier (hambatan untuk memahami pesan secara tepat)
3. Hambatan Psikologi
Disebut sebagai hambatan psikologis karena hambatan-hambatan tersebut merupakan unsur-
unsur dari kegiatan psikis manusia.
Hambatan psikologis di buku Effendi (2004:43) dibagi menjadi 4 :
1. Perbedaan kepentingan atau interest, akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi
atau menghayati pesan. Orang hanya akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya.
2. Prasangka, berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau kelompok lain, dan sikap
serta perilakunya terhadap mereka.
3. Stereotip, adalah gambaran atau tanggapan mengenai sifat atau watak bersifat negative.
Seandainya dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang memiliki stereotip tertentu pada
komunikatornya, maka dapat dipastikan pesan apapun tidak dapat diterima oleh komunikan.
4. Motivasi, merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan
atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu.
Keadaan psikologis yang kurang baik tentunya akan menghambat komunikasi yang efektif,
seperti misalnya si pengirim dan/atau penerima berada dalam keadaan psikologis yang kurang
memungkinkan untuk berkomunikasi secara sehat, misalnya dalam keadaan marah, maka hal ini
berpotensi menjadi hambatan untuk komunikasi yang efektif
4. Hambatan Sosial (sychossial noise)
Hambatan adanya perbedaan yang cukup lebar dalam aspek kebudayaan, adat istiadat,
kebiasaan, persepsi, dan nilai-nilai yang dianut sehingga kecenderungan, kebutuhan serta harapan
- harapan kedua belah pihak yang berkomunikasi juga berbeda.
5. Hambatan mekanis
Hambatan mekanis merupakan hambatan pada media yang digunakan untuk melancarkan
komunikasi. Banyak contoh yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari, suara telepon yang tidak
jelas, ketika huruf buram pada surat, suara yang hilang-muncul pada pesawat radio, berita surat
kabar yang sulit dicari sambungan kolumnya, gambar yang meliuk-liuk pada pesawat televisi, dan
lain-lain4.
6. Hambatan Semantik
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua dan
berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima, dengan kata lain bahasa
yang dipergunakan berbeda dalam buku marhaeni Fajar (2009:63).
Sebagai petugas kesehatan kita harus memperhatikan variabel-variabel yang ada dalam
komunikasi agar kita dapat mencapai hal-hal yang kita inginkan dalam berkomunikasi dengan
pasien. (Devito, 1997) menyebutkan beberapa variabel yang mempengaruhi komunikasi
interpersonal yaitu empati dan keterbukaan. Variabel lainnya adalah kontrol, kepercayaan, dan
konfirmasi.
Empati merupakan suatu aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan
orang lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oelh yang bersangkutan (observer, perceiver)
terhadap kondisi yang sedang dialami orang lain, tanpa yang bersangkutan kehilangan kontrol
dirinya. Empati dalam komunikasi kesehatan sangat diperlukan karena kita sebagai petugas
kesehatan dapat ikut merasakan apa yang dirasakan pasien sehingga pengobatan bisa dilakukan
dengan efektif. Lawan bicara kita yaitu pasien juga dapat merasakan bahwa dirinya merasa
diperhatikan oleh kita sehingga tidak ada keraguan pada pasien untuk menceritakan lebih
mendalam tentang kondisinya. Dengan adanya rasa empati yang dimiliki petugas kesehatan, pasien
akan merasa puas dengan pelayanan yang sudah diberikan. Empati bisa juga dapat meminimalisir
ketidaksamaan persepsi yang ingin disampaikan petugas kesehatan dan penerima pesan yaitu
pasien, sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik dan semestinya.
Keterbukaan adalah perilaku bisa menerima saran dari orang lain, serta mau mengatakan
informasi penting kepada orang lain. Dalam komunikasi kesehatan keterbukaan sangat penting
karena dengan sifat keterbukaan yang dimiliki pasien dan petugas kesehatan, maka penanganan
penyakit pasien dapat dengan mudah dilakukan karena Petugas kesehatan mau terbuka tentang
peralatan apa yang dipakai, obat yang digunakan akan berefek samping apa, dan lain sebagainya.
Dengan begitu, pasien pun mau terbuka membicarakan tentang kondisi yang mereka rasakan.
Kontrol merupakan bagian intrinsik dalam interaksi manusia. Kontrol terbagi dibagi menjadi dua
yaitu kontrol personal dan kontrol relasional. (Peterson & Stunkard, 1989) menyatakan bahwa
kontrol personal adalah keyakinan individu tentang sejauh mana ia bisa mendapatkan suatu
kejadian baik dan menghindari kejadian buruk. Kontrol personal yang tinggi dapat dikaitkan
dengan kekuatan intelektual, emosional, perilaku, dan fisiologis dalam menghadapi situasi dan
peristiwa yang menantang; kontrol personal yang rendah dikaitkan dengan kepasifan maladaptif
dan moral yang buruk. Sedangkan kontrol relasional dikaitkan antar individu dalam hubungan.
Kontrol di dalam komunikasi kesehatan sangat diperlukan untuk menentukan pilihan dalam
memilih kemungkinan tindakan.
Kepercayaan didefinisikan sebagai kesediaan satu pihak untuk memercayai pihak lain. Didasarkan
pada harapan bahwa pihak lain tersebut akan melakukan tindakan tertentu yang penting bagi pihak
yang memercayainya. untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya
Dalam pengaturan layanan kesehatan, kepercayaan sangat penting, karena banyak pasien dan
anggota keluarga sering merasa tidak berkemampuan dan rentan. Kepercayaan dapat meningkat
saat penyedia layanan kesehatan menggunakan perilaku komunikatif yang mendukung, sedangkan
itu dapat terhambat oleh pemakaian perilaku defensif. Seperti yang ditulis oleh Hargie dan Dickson
(2004), para profesional kesehatan tidak boleh mempunyai anggapan bahwa pasien akan dengan
sendirinya mempercayai mereka sebagai akibat dari status mereka. Penting untuk menumbuhkan
rasa percaya dan kredibilitas, dengan memperhatikan kebutuhan yang diperlukan pasien dan
perilaku komunikatif yang tepat, dan kemudian mempertahankannya. Sudah sering diberikan
tanggapan bahwa butuh waktu yang tidak sebentar untuk membangun kepercayaan, namun
kepercayaan bisa hilang dalam waktu singkat.
Konfirmasi dalam komunikasi diperlukan untuk memperkuat perilaku positif kepada pasien dan
orang lain. Ini adalah prinsip dasar yang mengatur perilaku bahwa orang lebih cenderung
melakukan hal-hal yang terkait dengan hasil bernilai positif, dan yang diperkuat secara positif.
Memang, sebagai keterampilan sosial, penguatan adalah pusat interaksi interpersonal. Seperti
dicatat oleh Dickson et al. (1997), penggunaan penguatan sosial melayani sejumlah tujuan yang
berbeda. Dengan demikian, ini mendorong keterlibatan orang lain, menunjukkan minat, membantu
mengembangkan dan memelihara hubungan, memberikan kepastian, menyampaikan kehangatan
dan membantu mengendalikan aliran percakapan.
Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah interaksi antar dua atau beberapa orang secara langsung.
Komunikasi ini merupakan keadaan di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara
langsung dan penerima dapat secara langsung menanggapi pengirim pesan. (Hardjana, 2003)

Hal yang boleh dilakukan saat melakukan komunikasi interpersonal:


 Melakukan komunikasi secara 2 arah
 Menggunakan pemilihan kata yang tepat
 Menggunakan gesture yang tepat apabila dibutuhkan
 Memberikan kesan yang nyaman
 Intonasi penyampaian tepat sesuai dengan topik
Hal yang tidak boleh dilakukan saat melakukan komunikasi interpersonal:
 Terlalu banyak bicara
 Terlalu cepat saat menyampaikan informasi
 Menggunakan bahasa yang tidak umum digunakan
 Memotong pembicaraan lawan bicara
Salah satu contoh dari komunikasi interpersonal adalah melakukan konseling. Dalam melakukan
konseling terdapat beberapa tahapan. Tahap awal dalam konseling adalah sebagai berikut:

 Membangun hubungan

Tujuan dari tahap ini adalah agar klien dapat menjelaskan masalahnya serta alasannya datang pada
konselor.

 Identifikasi dan Penilaian Masalah

Dalam tahap ini konselor berdiskusi dengan konseli apa yang ingin didapatkan dari konseling ini.

 Memfasilitasi Perubahan Terapeutis

Konselor bertindak sebagai fasilitator dengan memberikan wacana-wacana baru yang dapat
menjadi alternatif penyelesaian masalah konseli.

 Evaluasi dan Terminasi

Konselor bersama klien mengevaluasi hasil konseling yang telah dilakukan.

Bentuk dari komunikasi interpersonal dapat dibagi menjadi dua melalui cara penyampaiannya,
yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi ini dilakukan dengan menggunakan kata-kata
baik itu lisan atau tulisan. Komunikasi verbal dapat dilakukan secara langsung atau dari jarak jauh,
sedangkan komunikasi nonverbal dilakukan tanpa menggunakan kata-kata, tetapi melalui kontak
mata, mimik, dan juga gerak tubuh. Melalui fokus komunikasinya, komunikasi interpersonal dapat
dibagi menjadi dua pula, yaitu behavorial dan assertif. Komunikasi behavorial lebih terfokus pada
tingkah laku konseli yang cakupannya luas. Konselor akan berupaya untuk membantu konseli
mempelajari cara bertindak dengan tepat dan efisien, sedangkan komunikasi assertif
menitikberatkan kepada kasus yang mengalami kesulitan dalam menyatakan perasaannya.

Komunikasi Penyampaian Berita Buruk


Komunikasi penyampaian berita buruk adalah situasi menyampaikan suatu kabar ketika tidak ada
harapan terhadap kesehatan, kesejahteraan fisik ataupun mental seseorang, sesuatu yang menuntut
perubahan gaya hidup seseorang, membuat seseorang memiliki sedikit kebebasan akan hidupnya
karena adanya kabar atau berita negatif yang disampaikan kepadanya.

 Hal yang boleh dilakukan saat menyampaikan berita buruk:


1. Persiapan
Dilakukan dengan mencari suatu ruangan yang nyaman dan menjamin privasi.
2. Mencari tahu informasi apa yang telah pasien miliki tentang kesehatannya.
Dilakukan dengan mencari tahu seberapa banyak informasi yang ingin pasien
ketahui tentang kesehatannya.
3. Berbagi informasi
Mempersiapkan data mengenai diagnosis, penanganan, prognosis,serta fasilitas.
4. Menghargai dan menanggapi perasaan pasien
Menanggapi emosional pasien setelah mengetahu kondisinya.
5. Perencanaan dan tindak lanjut
 Hal yang tidak boleh dilakukan saat menyampaikan berita buruk:
1. Mengatakan kata-kata yang dapat menurunkan semangat pasien.
2. Memojokkan pasien karena keadaan atau pilihannya.
3. Berperilaku yang memiliki kecenderungan untuk membuat pasien menjadi putus
asa.
Dalam menyampaikan berita buruk terdapat tahapan dan cara yang dapat dilakukan agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi dengan pasien. Tahapan dalam
menyampaikan berita buruk adalah sebagai berikut:

1. Melakukan persiapan
Persiapan ini dapat dilakukan dengan cara menanyakan keadaan pasien terlebih
dahulu untuk memastikan keadaan pasien.
Contoh: “Bagaimana perasaan Anda sekarang?”
2. Mencari tahu informasi yang diketahui oleh pasien
Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan untuk menggali
informasi dari pasien seperti riwayat penyakit pasien atau hasil tes sebelumnya.
Contoh: “Apa Anda pernah mengalami penyakit ini sebelumnya?”
3. Mencari tahu informasi yang ingin diketahui pasien
Hal ini dapat dilakukan dengan cara menanyakan keadaan pasien untuk
memberitahukan keadaannya.
Contoh: “Bapak/Ibu, apabila hasil tes menunjukkan sesuatu yang serius, apakah
saya bisa menyampaikannya kepada Anda mengenai masalah tersebut?”
4. Berbagai informasi
Informasi ini harus disampaikan kepada pasien dengan bahasa yang mudah
dipahami.
Contoh: “Bapak/Ibu, mohon maaf saya terpaksa menyampaikan berita ini bahwa
hasil tes menunjukkan Anda menderita leukemia.”
5. Menanggapi perasaan pasien
Tenaga kesehatan yang baik harus menanggapi perasaan pasien dengan bersikap
empati terhadap keadaan pasien.
Contoh: “Saya tahu bahwa ini merupakan kabar yang tidak kita harapkan.”
6. Perencanaan dan tindak lanjut
Dalam hal menindaklanjuti keadaan pasien, tenaga kesehatan dapat menanyakan
kekhawatiran atau bahkan harapan dari pasien.
Contoh: “Apa kekhawatiran Anda mengenai pengobatan ini?”

A. Komunikasi pada pasien pasif/depresif


Depresi dapat diartikan sebagai suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan dan dangkal
(low mood) sebagai akibat dari pengaruh peristiwa yang tidak diharapkan, dimana manifestasi
gejalanya dapat bersifat ringan hingga pada tingkat yang berat (Rosenbaum, 2000). Selain itu,
depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan cemas.
Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang
dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental Health, 2010). Menurut
WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan
mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan,
kehilangan energi, dan penurunan konseintrasi (World Health Organization, 2010). Faktor-faktor
penyebab depresi dapat dibagi menurut asalnya antara lain bersumber dari fisik, psikis, dan sosial.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk pasien khusus yang depresif antara lain :

a. Memberikan dukungan sosial


b. Mendekatkan diri dengan kehidupan religius
c. Beradaptasi dengan lingkungan
d. Pola hidup sehat, gizi seimbang, olahraga, dan hidup teratur
e. Terapi Individual Konseling, dengan membantu pasien mengenali dan mengekspresikan
perasaannya dan mengembangkan kemampuan pasien beradaptasi terhadap masalah,
mengembangkan pola pikir, dan menumbuhkan sikap optimis dan percaya diri.
f. Terapi Kelompok, bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial, mengembangkan
sikap asertif, juga sebagai media untuk saling berbagi cerita.
g. Konseling Keluarga, bertujuan mengembangkan partisipasi keluarga dalam proses terapi,
menurunkan faktor ekspresi emosi dalam keluarga dan memperbaiki pola adaptasi keluarga
dalam menghadapi perubahan perilaku pasien.
h. Memberikan obat antidepresan untuk memberikan ketenangan dibawah pengawasan
dokter.
Tak hanya pasien depresif, pasien yang pasif dapat membuat kesulitan bagi petugas kesehatan
karena lebih menutup diri dan kesulitan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan. Hal ini dapat
menyebabkan terganggunya proses diagnosis dari pasien tersebut. Untuk itu, petugas kesehatan
harus memiliki kemampuan interpersonal yang baik untuk dapat meraih komunikasi yang baik
kepada pasien. Hal tersebut meliputi pengenalan pasien yang bukan hanya sebatas benda
melainkan sebagai seorang manusia yang memiliki perasaan. Dengan begitu, kita bisa memberikan
ketenangan kepada pasien yang tepat sasaran dan dapat diterima dengan baik oleh pasien.

Konsep dasar dari semua aplikasi yang dijelaskan di atas merupakan bentuk dari “empati”.
Dengan Empati kepada pasien kita, kita dapat mengerti dari mana sumber dari kekhawatiran dan
ketakutan yang dialami oleh pasien.

B. Komunikasi dengan pasien marah/agresif


Marah didefinisikan sebagai suatu reaksi emosional kuat yang didatangkan oleh ancaman,
campur tangan, serangan kata-kata, penyerangan jelas, atau frustasi dan dicirikan dengan reaksi
gawat dari sistem syaraf yang bebas dengan balasan-balasan serangan atau tersembunyi (Rycroft,
1979). Singkatnya, kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi
terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Pengungkapan marah yang
kontruktif dapat membuat perasaan lega. Namun, pada pasien dengan kondisi marah memerlukan
penanganan khusus.

Floyd and Bor (1996) menyarankan petugas kesehatan untuk melakukan beberapa hal
berikut ketika menghadapi pasien marah/agresif.
a. Jaga jarak, jangan menyentuh, jangan memotong pembicaraan, memahami
kemarahannya, memberi solusi, jika sudah berhenti marah segera ambil alih
pembicaraan.
b. Ketahui penyebab kemarahannya dan menunjukan kemauan untuk berbicara dan
mendengarkan pasien.
c. Tanyakan pertanyaan yang sifatnya terbuka.
d. Tidak menganggu atau mengancam pasien atau keluarganya dalam cara apapun.
e. Tidak menyetujui atau menjanjikan sesuatu yang tidak dapat ditepati.
f. Bantu pasien merasa bahwa mereka mempunyai berbagai pilihan.
g. Jangan membicarakan orang yang marah atau agresif tanpa sepengetahuan mereka
karena mereka dapat menganggapnya sebagai tindakan yang mengancam mereka.
h. Coba untuk tidak tersinggung atau terlibat terlalu dalam secara emosional.
i. Jaga jarak yang aman jika pasien mulai menunjukkan tanda-tanda agresif.
j. Jika keadaan yang ada menjadi terlalu membahayakan, panggilah bantuan namun coba
juga untuk mengawasi pasien jika sedang menghadapi masalah dan pertahankan situasi
jika memungkinkan.

C. Komunikasi dengan pasien Geriatri


Menurut Permenkes No. 79 Tahun 2014, Geriatri adalah cabang disiplin ilmu kedokteran
yang mempelajari aspek kesehatan dan kedokteran pada warga Lanjut Usia termasuk pelayanan
kesehatan kepada Lanjut Usia dengan mengkaji semua aspek kesehatan berupa promosi,
pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan rehabilitasi. Lebih jelasnya, pasien geriatri adalah
seorang pasien yang memiliki ciri-ciri atau tanda-tanda sebagai berikut:
a. Pasien Usia Lanjut (lansia) yang berusia 60 tahun ke atas.
b. Lansia yang menderita lebih dari 1 penyakit kronis atau degeneratif dengan/atau tanpa
disertai penyakit akut.
c. Lansia yang menghadapi kesulitan untuk berjalan, mengalami jatuh, atau imobilisasi.
d. Lansia yang menghadapi masalah untuk merawat diri sendiri, seperti kesulitan makan
atau berpakaian.
e. Lansia yang mengalami penurunan daya ingat dini atau gangguan tingkah laku dini.
f. Lansia dengan masalah kesehatan lain seperti osteoporosis, penyakit parkinson, artritis,
gangguan berkemih (inkontinensia urin), atau gangguan buang air besar.

Dalam menyampaikan suatu informasi pada pasien geriatri, terdapat beberapa teknik untuk
meningkatkan komunikasi dengan lansia, yaitu :
1. Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan.
2. Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapakan pesan-pesan verbal
dan merupak metode primer yang non verbal.
3. Jelaskan tujuan dari wawancara yang akan diberikan.
4. Mulai pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam.
5. Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif.
6. Secara periodic mengklarifikasi pesan
7. Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk
berfokus pada informasi.
8. Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati.
9. Minta ijin bila ingin bertanya secara formal.

Adapun hal-hal yang dapat dilakukan ketika berkomunikasi dengan pasien geriatri adalah:
1. Memposisikan diri dengan jarak 3 hingga 6 kaki dari pasien.
2. Tidak berbicara persis di telinga pasien, dikhawatirkan pesan dapat terdistorsi.
3. Menggunakan sentuhan (untuk mendapatkan perhatian) bila perlu.
4. Memberitahukan dengan kalimat yang singkat dan mudah dipahami.

A. PENUTUP

Komunikasi kesehatan pada hakikatnya sangat penting. Komunikasi kesehatan menjamin


keberlangsungan hidup manusia dan kesehatan masyarakat. Harapan kesehatan dipegang
dengan komunikasi kesehatan yang efektif.
Hubungan antara manusia dalam proses berkomunikasi dalam bidang kesehatan,
yakni dianutnya kesetaraan posisi antara konselor dan pasien. Selain itu, terwujudnya
kepuasaan oleh sang pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan, harus didasari
oleh persamaan presepsi melalui komunikasi dua arah yang berujung pada perubahan
perilaku pasien. Seorang tenaga kesehatan wajib menjaga profesionalitas dan memiliki
pengetahuan serta keterampilan yang tinggi untuk menjalankan komunikasi kesehatan
yang baik dan efektif.
Komunikasi dapat berjalan dengan lancar jika informasi secara sempurna
tersampaikan sesuai dengan sumber informasinya. Terlepas dari berbagai prinsip yang
telah dipaparkan, lingkungan dan kepribadian seorang tenaga kesehatan berkaitan dengan
sangat erat. Tenaga kesehatan harus mampu memosisikan dirinya dengan baik dalam
pelaksanaan komunikasi kesehatan dan mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi
kesehatan ketika berinteraksi.

Komunikasi merupakan hal yang penting dalam dunia kesehatan, khususnya pada pasien-pasien
dengan kriteria khusus seperti pasien depresi, pasif, marah, dan geriatri. Penanganan yang berbeda
bagi setiap pasien tetap berdasar pada bioetika yakni beneficence, non-maleficence, justice, dan
autonomy. Selain itu setiap komunikasi yang dibangun wajib dilandasi pada rasa empati karena
dengan empati kepada pasien, tenaga kesehatan dapat mengerti dari mana sumber dari
kekhawatiran dan ketakutan yang dialami oleh pasien.

REFERENSI

Schiavo R. Health communication. San Francisco: Jossey-Bass; 2014.

Yusuf SM. Persepsi warga terhadap proram one man one tree. Skripsi Unila [Internet]. 2015
September 11 [cited : 2019 September 16]. Available from :
http://digilib.unila.ac.id/8570/20/BAB%20II.pdf

Chotimah C. Persepsi peserta didik tentang pentingnya penggunaan media social facebook
terhadap pola pikir motivasi dan perilaku social di Min Pandansari Ngunut Tulungagung. Skripsi
Universitas Tulungagung [Internet]. 2017 September 14 [cited 2019 September 16]. Available
from : http://repo.iain-tulungagung.ac.id/6040/5/BAB%202%20.pdf

Daftar Pustaka
Baile WF, Buckman R, Lenzi R, Glober G, Beale EA, Kudelkan AP. SPIKES-A six step
protocol for Delivering Bad News: Application to the Patient with Cancer. The Oncologist.
2000;5 (4):302-11

Bor R, Miller R, Goldman E. The meaning of bad newsin HIV disease : counseling about
dreaded issues revisited. Counseling Psychol Quarterly. 2007 Sep 27;6(1):69-80

Buckman, R. 1984. Breaking bad news: why is it still so difficult? British Medical Journal,
288, pp. 1597-9.

Cangara, H 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal.32
Effendy, Uchjana Onong. 2004. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
Rosdakarya

Fujimoro M, Uchitomi Y,. Preferences of Cancer Patients Regarding Communication of


Bad News: A Systematic Literature Review. Jpn J Clin Oncol. 2009 Apr 1;39(4):201-16

Hardjana, AM 2003, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, Yogyakarta: Kanisius,


hal: 84

Lubis, Namora Numongga 2013, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan
Praktek, Kencana, Jakarta

Mulawarman, Eem Munawaroh,Psikologi Konseling: Sebuah Pengantar bagi Konselor


Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Nugroho D, Riant. 2004. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.


Jakarta: Gramedia

Schiavo, Renata 2007, Health Communication: from theory to practice, 1st edn, Jossey-
Bass, United States of America

Wahyuliati, Tri. 2016. Menyampaikan Berita Buruk. Seminar Nasional : Maternal ̶


Neonatal Health Care. 3-7.

Berry, D. (2007). Health communication (pg. 40). Maidenhead: Open University Press.
Berry, D. (2007). Health communication (pg. 117). Maidenhead: Open University Press.
Devito. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Book Profesional.
Hutagol, D., Andayani, L., & Syahrial, D. (2014). THE FACTORS ASSOCIATED WITH
HEALTH WORKERS IN INTERPERSONAL COMMUNICATION SATISFACTIONS OF
OUTPATIENT HEALTH CENTER PANDAN TAPANULI DISTRICT MIDDLE OF 2014
working area pandan KEC. PANDAN 2014. Https://Jurnal.Usu.Ac.Id. Retrieved from
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/kpkb/article/download/10240/4814
Peterson, C., & Stunkard, A. (1989). Personal control and health promotion. Social Science &
Medicine, 28(8), 819-828. doi: 10.1016/0277-9536(89)90
Hutagaol D. Faktor-faktor yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal tenaga
kesehatan terhadap kepuasan pasien rawat jalan di puskesmas pandan kabupaten tapanuli tengah
pada tahun 2014. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara; 2014; [cited 2019 September 7].
Available from
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/
handle/123456789/39335/Chapter%2520ll.pdf%3Fsequence%3D4%26isAllowed%3Dy&ved=2a
hUKEwjXrpjcwr3kAhXA63MBHTeWCFsQFjAQegQIARAB&usg=AOvVaw2K4eeDOeIpBhZ
gkRWLtf_k&cshid=1567818448790
[Internet]. www.ubm.ac.id. [cited 10 September 2019]. Available from:
https://www.ubm.ac.id/faktor-hambatan-barriers-dalam-komunikasi-yang-efektif/
[Internet]. Repository.widyatama.ac.id. [cited 10 September 2019]. Available from:
https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/5648/Bab%202.pdf?seque
nce=11
[Internet]. Ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id. [cited 10 September 2019]. Available from:
https://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2014/05/ejournal_rahma%20new_word%20(05-19-14-05-58-25).pdf
Putri T.H, Fanani A. Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Merkid Press Yogyakarta; 2013.
[Internet]. Eprints.ums.ac.id. [cited 10 September 2019]. Available from:
http://eprints.ums.ac.id/43913/3/BAB%20I.pdf
Purnama E, Rande S, Sabiruddin. Analisis penghambat komunikasi kelompok pada dinas
kesehatan dalam kegiatan sosialisasi keluarga berencana. eJournal Ilmu Komunikasi. 2018;6:325.
Turhamun. Komunikasi organisasi. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo; 2015;
cited 2019 Sept 16. Available from:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.walisongo.ac.id/7103/3
/115112015_Bab2.pdf&ved=2ahUKEwiLqOHXidXkAhWTfisKHRlqDyMQFjAEegQIBBAB&
usg=AOvVaw3go5XSXuRPRDxAftSjwbhu
Berry, D. Health communication : theory and practice [Internet]. London : McGraw-Hill; 2006
October 1 [cited 2019 September 2019]. Available from :
http://blogs.unpad.ac.id/teddykw/files/2012/06/Health-Communication-Theory-and-Practice.pdf
Rahmadiana, M. Komunikasi kesehatan : sebuah tinjauan [Internet]. Jurnal Psikogenesis. 2012
December [cited 2019 September 2019]. Available from :
http://academicjournal.yarsi.ac.id/index.php/Jurnal-Online-Psikogenesis/article/view/38
Liliweri, Alo. 2008. Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Jakarta : Pustaka Pelajar

Rahmadiana, M. (2012). Komunikasi Kesehatan : Sebuah Tinjauan*. Psikogenesis, 1.


Universitas Muhammadiyah Malang, (Malang : http://eprints.umm.ac.id/35141/3/jiptummpp-
gdl-dwistyanin-46971-3-babii.pdf, 2017)
1. Scele UI. Modul komunikasi kesehatan [unpublished lecture]. Rangkuman materi
komunikasi kesehatan. Depok: Universitas Indonesia; lecture given 2019 Sep 5.
2. Arianto. Komunikasi kesehatan (komunikasi antara dokter dan pasien). Palu: Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako; 2013
Rahmadiana, M. (2019). KOMUNIKASI KESEHATAN : SEBUAH TINJAUAN*. [online]
Academicjournal.yarsi.ac.id. Available at: http://academicjournal.yarsi.ac.id/index.php/Jurnal-
Online-Psikogenesis/article/view/38 [Accessed 11 Sep. 2019].

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35367/Chapter%20ll.pdf;jsessionid=56D
E2E3B7A8DBCAE0C0C113E38138055?sequence=4 [Accessed 11 Sep. 2019].

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 Tahun 2014

Anda mungkin juga menyukai