Anda di halaman 1dari 3

MENGIKAT ILMU DENGAN MENULIS

“Ilmu itu ibarat seekor binatang buruan, dan tulisan itu adalah pengikatnya. Ikatlah
binatang buruanmu dengan ikatan yang kuat. Suatu kebodohan jika engkau memburu
seekor kijang, lalu engkau tinggalkan terlepas begitu saja”

Begitulah ujaran bijak seorang sayyidina Ali tentang betapa pentingnya menulis itu.
Berbagai informasi yang kita dapat dari segala macam hal jika tanpa ditorehkan di sehelai
kertas atau tidak diketik di layar komputer, handphone atau sejenisnya maka akan menguap
hilang melayang. Terkadang memang masih terekam sisanya diingatan saat kita tidak
langsung mencatatnya, namun informasi yang tidak utuh itulah yang terkadang bisa
menyebabkan distorsi komunikasi kita dengan orang lain terjadi, karena wujud informasi tak
lagi seperti semula saat disampaikan. Maka catatlah selagi fresh otak kita menangkap
sesuatu agar ilmu itu utuh terekam.

Kenapa kita harus mencatat atau menulis apa yang kita pikir, rasa, dengar, bicara
dan lihat? Hal tersebut karena terbatasnya masa rentang memory atau Memory Span untuk
menyimpan informasi-informasi yang masuk ke otak. Informasi yang datang ke otak kita silih
berganti bahkan terkadang bertubi-tubi, yang baru tentu akan menutup yang datang
sebelumnya. Demikianlah terus menerus terjadi. Maka dengan mencatat atau menulis
berarti kita telah membantu otak kita dalam mengkonstruksi pengetahuan secara utuh,
bahkan ia akan dapat memproduksi ilmu-ilmu baru. Daripada itu menulis disebut juga
sebagai Productive Skill, yaitu ketrampilan menghasilkan pengetahuan-pengetahuan dalam
bentuk tulisan. Jadi tidak cukup kita hanya mendengar sesuatu, membaca sesuatu dan
membicarakan sesuatu, tapi kita juga harus menulisnya.

Tuntutan bahwa seorang guru harus menulis seperti yang telah diatur dalam
Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor: 03 /V/PB/2010, Nomor: 14 Tahun2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, adalah suatu hal yang wajar. Peraturan tersebut
harusnya bukan sekedar memotivasi para guru untuk menulis demi kenaikan pangkat
ansich, tapi lebih dari itu sebagai pemicu untuk selalu merekam segala tindak tanduknya
dikelas dalam segala bentuk catatan atau tulisan, yang nantinya pun bisa menjadi bekal
torehan tulisan mereka yang berbentuk Penelitian Tindakan Kelas, Best Practices, ataupun
lainnya. Yang semuanya tentu bisa menjadi modal untuk kenaikan pangkat jika diusulkan.
Sejauh ini banyak para guru terbebani menulis karena memang mereka tidak pernah
memulainya. Padahal catatannya di jurnal harian saat observasi kelas merupakan sumber
data untuk mensupport berbagai macam karya-karya tulisnya. Mulailah dari diri sendiri, dari
yang kecil dulu, dan dari sekarang juga, begitulah motivasi Aa Gym yang sering kita dengar
untuk kita amalkan dalam menulis.
Kepada para siswapun,mencatat atau menulis harus selalu digalakkan oleh para
guru. Bila langkah-langkah pembelajarannya adalah bermodel saintifik, maka sejak kegiatan
awal, mengamati, para siswa mulai diajak mencatat secara detail terhadap objek yang
diobservasinya. Begitu juga pada saat fase bertanya dilakukan. Para siswa harus menyiapkan
pertanyaan-pertanyaan mereka bukan hanya secara lisan tapi juga tulisan. Apa yang mereka
lakukan pada dua kegiatan ini merupakan langkah awal mereka untuk mengenal dan
mengingat apa yang mereka ketahui melalui perolehan data awal. Maka menulis apa saja
yang mereka temukan sangatlah penting sebagai bekal informasi mereka untuk
dikonstruksi, diolah dan dikomunikasikan secara lisan maupun tulisan pada langkah-langkah
pembelajaran selanjutnya.

Namun untuk mempermudah para siswa mencatat atau menulis, maka setiap guru
harus membekali mereka terlebih dahulu tentang apa dan bagaimana melakukannya. Saat
mencatat misalnya, mereka harus mengerti apa yang akan ditulis dan apa tujuannya. Maka
mencatat dengan memakai berbagai macam graphic organizers yang sesuai perlu disiapkan
oleh seorang guru, karena penggunaan graphic organizers bisa melatih anak berfikir
mendalam dan sistematis. Apalagi hingga sampai kepada tahap mereka harus menulis
menjadi sebuah laporan, esai ataupun narasi. Konsep menulis sebagai suatu proses harus
mereka pahami betul-betul. Penulis teringat saat observasi di salahsatu sekolah tingkat
menengah di Scarsdale, sebuah kampung makmur di pinggiran kota New York, dimana
untuk melengketkan pemahaman para siswanya dalam menulis, maka urutan proses
menulis mulai dari prewriting, drafting, revising, dan editing terpampang melekat di dinding
kelas. Hal tersebut penting agar para siswa dapat merecall tahap-tahap menulis saat
diinstruksikan untuk menulis. Disamping gurupun membekali mereka berbagai macam
tehnik-tehnik yang diperlukan. Misalnya untuk mengembangkan ide pada tahap prewriting,
guru mengajak siswa melakukannya melalui mind mapping, membuat outline, bahkan
melakukan free writing, yaitu menulis apa saja yang terpikirkan di otak para siswa.

Menulis itu gampang, begitulah kata Arswendo, salahsatu penulis senior terkemuka
Indonesia, asalkan kita punya tekat kuat untuk memulainya, memiliki ide kreatif untuk selalu
dikembangkan dalam tulisan dan tidak terlalu dipusingkan oleh persoalan-persoalan tehnis
di dalam menulis. Mari terus menulis sebagai cara kita untuk mengikat ilmu-ilmu buruan
yang sudah kita tangkap, sehingga menjadi sebuah rekam jejak kehidupan yang bermanfaat.

Pangkalpinang, 21 Februari 2019


https://study.com/academy/lesson/memory-span-definition-measurement-
examples.html

https://www.teachingenglish.org.uk/article/productive-skills

Macam-macam menulis

Cara mengajar anak menulis

https://www.professorjackrichards.com/role-of-schema/

Anda mungkin juga menyukai