Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS Agustus 2019

“ILEUS OBSTRUKSI”

Disusun Oleh:

MUHAMAD ARIEF

N 111 17 135

Pembimbing Klinik:

dr. I Made Wirka, Sp.B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN
Ileus obstruktif merupakan kegawatan di bidang bedah digestive yang
sering dilaporkan. Gangguan saluran cerna ini menduduki 20% dari seluruh kasus
nyeri akut abdomen yang tidak tergolong appendicitis akuta. Sekitar 60%
penyebab obstruksi ileus disebabkan oleh adhesi yang terjadi pasca operasi regio
abdominal dan operasi di bidang obstetri ginekologik. Isidensi dari ileus obstruksi
pada tahun 2011 diketahui mencapai 16% dari populasi dunia yang diketahui
melalui studi besar pada banyak populasi1.

Gangguan yang terjadi pada ileus obstruktif bisa meliputi sumbatan


sebagian (partial) atau keseluruhan (complete) dari lumen usus, sehingga
mengakibatkan isi usus tak dapat melewati lumen itu sendiri. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai macam kondisi, paling sering dikarenakan oleh adhesi"
hernia" bahkan tumor2.

Ileus obstruktif tidak hanya dapat menghasilkan perasaan yang tidak


nyaman" seperti keram perut, nyeri perut, kembung, mual, dan muntah, bila tidak
diobati dengan benar, ileus obstruktif dapat menyebabkan sumbatan dan
menyebabkan kematian jaringan usus. Kematian Jaringan ini dapat ditunjukkan
dengan perforasi usus, infeksi ringan, hingga kondisi shock2.

Adhesi merupakan suatu jaringan parut yang sering menyebabkan organ


dalam atau jaringan tetap melekat setelah pembedahan. Adhesi dapat membelit
dan menarik organ dari tempatnya dan merupakan penyebab utama dari obstruksi
usus infertilitas (bidang ginekologik) dan nyeri kronis pelvis2.

2
BAB II

TINJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Ileus obstruktif adalah gangguan pasase isi usus akibat sumbatan


sehingga terjadi penumpukan cairan dan udara di bagian proksimal dari
sumbatan tersebut. Rintangan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus
terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan. sehingga pada
daerah proksimal tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus2.

Obstruksi usus juga disebut obstruksi mekanik misalnya oleh


strangulasi, invaginasi atau sumbatan di dalam lumen usus. Pada obstruksi
harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dari obstruksi strangulasi. Obstruksi
sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah.
Pada strangulasi ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia
yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala
umum berat, yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi
strangulasi memperlihatkan kombinasi gejala obstruksi dengan gejala
sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. Obstruksi usus yang disebabkan
oleh hernia, invaginasi, adhesi dan volvulus mungkin sekali disertai
strangulasi. Sedangkan obstruksi oleh tumor atau obstruksi oleh cacing
askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi2.

2.2 Etiologi
Beberapa kelainan penyebab obstruksi antara lain:
1. Adhesi intestinal : adanya jaringan fibrosa pada usus yang ditemukan saat
lahir kongenital (namun jaringan fibrosa ini paling sering terjadi setelah
operasi abdominal. usus halus yang mengalami perlengketan akibat
jaringan fibrosa ini akan menghalangi jalannya makanan dan cairan.
2. Hernia inkarserata : bila sudah terjadi penjepitan usus, maka dapat
menyebabkan obstruksi usus.
3. Tumor (primer metastasis) : dapat menyebabkan sumbatan terhadap
jalannya makanan dan cairan.
4. Divertikulum Meckel
5. Intussusception 'masuknya usus proximal ke bagian distal
6. Volvulus (terpuntirnya usus)
7. Striktur yang menyebabkan penyempitan lumen usus
8. Askariasis

3
9. Impaksi faeces (faecolith)
10. Benda asing1,3,4.

Adhesi, hernia, dan tumor mencakup 90% etiologi kasus obstruksi


mekanik usus halus. Adhesi dan hernia jarang menyebabkan obstruksi pada
colon. penyebab tersering obstruksi pada colon adalah kanker,diverticulitis,
dan volvulus1,3.

2.3 Patogenesis
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang
terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding
usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal
tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akibat gangguan pasase
tersebut terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan pada
bagian proximal tempat penyumbatan. Hal ini menyebabkan pelebaran
dinding usus (distensi) di bagian proximal dari sumbatan. Sumbatan usus dan
distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar
pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah
yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi
juga dapat mengenai seluruh usus di bagian proximal sumbatan. Sumbatan ini
menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha
alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan antiperistaltik. Hal ini menyebabkan
terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus
yang lanjut peristaltik sudah hilang oleh karena dinding usus kehilangan daya
kontraksinya1.

2.4 Gambaran Klinik


Dengan melihat patogenesis yang terjadi, maka gambaran klinik yang
dapat ditimbulkan sebagai akibat obstruksi usus dapat bersifat sistemik dan
serangan yang bersifat kolik.Gambaran klinik yang bersifat sistemik meliputi.1
1. Dehidrasi berat
2. Ipovolemia
3. Syok
4. Oliguria
5. Gangguan keseimbangan elektrolit
6. Perut gembung
Gambaran klinik serangan kolik meliputi :
1. Nyeri perut berkala
2. Distensi berat
3. Mual / muntah
4. Gelisah/menggeliat

4
5. Bunyi usus nada tinggi
6. Obstipasi
7. Tidak ada flatus

Pada obstruksi usus dengan strangulasi, terjadi nekrosis atau gangguan


dinding usus yang menyebabkan timbulnya perdarahan pada dinding usus.
Bahaya umum dari keadaan ini adalah sepsis, toxinemia, bahkan shock.1

2.5 diagnosis

Obstruksi usus halus sering menimbulkan nyeri kolik dengan muntah


hebat. ,juga didapatkan distensi perut dan bising usus meningkat. Pada
anamnesis intususepsi" didapatkan bayi tampak gelisah dan tidak dapat
ditenangkan, sedangkan diantara serangan biasanya anak tidur tenang karena
sudah capai sekali. Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu
kolik, biasanya keluar lendir campur darah red currant jelly per anum, yang
berasal dari intususeptum yang tertekan, terbendung, atau mungkin sudah
mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan dan pada
pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya memanjang dengan
batas jelas seperti sosis. Bila invaginasi disertai strangulasi, harus diingat
kemungkinan terjadinya peritonitis setelah perforasi. +ada volvulus
didapatkan nyeri yang bermula akut" tidak berlangsung lama" menetap"
disertai muntah hebat biasanya penderita jatuh dalam keadaan syok.3
Ileus obstruksi usus besar agak sering menyebabkan serangan kolik
yang intensitasnya sedang. Muntah tidak menonjol, tetapi distensi tampak
jelas. Penderita tidak dapat melakukan defekasi atau flatus. Bila penyebabnya
adalah volvulus sigmoid maka perut dapat besar sekali.1
Strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti takikardia,
pireksia (demam), lokal tenderness dan guarding, rebound tenderness, nyeri
lokal, hilangnya suara usus lokal, untuk mengetahui secara pasti adanya
strangulasi hanya dengan laparotomi.4

Pemeriksaan fisik

1. inspeksi
perut distensi, dapat ditemukan darm kontur dan darm steifung. Benjola
pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia
inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk
sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya.
2. Perkusi
Hipertimpani

5
3. Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. pada fase lanjut
bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
4. Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor (pada colok dubur teraba massa
di rektum atau terdapat darah dan lendir), invaginasi atau hernia. Adanya
darah pada pemeriksaan colok dubur dapat menyokong strangulasi atau
neoplasma. Pada volvulus teraba massa yang nyeri dan bertambah besar.
Bila didapatkan feses yang mengeras kemungkinan adanya skibala, bila
feses negatif maka obstruksi usus diduga letaknya lebih tinggi. Ampula
rekti yang kolaps juga harus dicurigai adanya obstruksi. Bila ditemukan
nyeri tekan lokal atau general pada pemeriksaan palpasi dinding abdomen
maka pikirkan adanya peritonitis.

Pemeriksaan Penujang
1. Radiologi
Pada foto polos pasien dengan obstruksi yang komplit akan tampak
terjadi dilatasi dari usus bagian proksimal sampai ke tempat obstruksi
dalam 3-5 jam usus yang diameternya lebih dari 3 cm sering dikaitkan
dengan obstruksi. Usus bagian proksimal yang terdistensi oleh gas dan
cairan, akan tampak berdilatasi oleh timbunan udara intraluminer.
Sebaliknya, pada usus bagian distal dari obstruksi tidak tampak bayangan
gas, atau bila sumbatannya terjadi belum lama maka tampak bayangan gas
yang sangat sedikit di bagian distal obstruksi. Pada daerah rektum tidak
tampak bayangan gas atau udara.3

Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang
banyak dibeberapa tempat (multiple fluid levels) yang tampak terdistribusi
dalam susunan tangga (step ladder appearance), sedangkan usus sebelah
distal dari obstruksi akan tampak kosong. Jumlah loop dari usus halus
yang berdilatasi secara umum menunjukkan tingkat obstruksi. Bila Jumlah
loop sedikit berarti obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila
jumlah loop lebih banyak maka obstruksi usus halus letaknya rendah.
Semakin distal letak obstruksi, jumlah air fluid level akan semakin banyak,
dengan tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder
appearance.1,4

Jarak valvula conniventes satu sama lain yang normal adalah 1-4
mm. Jarak ini akan melebar pada keadaan distensi usus halus. Akibat
distensi usus halus, maka valvula conniventes agak teregang dan bersama-
sama dengan valvula conniventes dari loop yang bertetangga, akan tampak

6
di foto sebagai gambaran sirip ikan yang disebut herringbone
appearance.4

Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer


dan biasanya berbentuk huruf “U” terbalik. Obstruksi kolon ditandai
dengan dilatasi proksimal kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan
dekompresi dari kolon bagian distal. Colon bagian proksimal sampai letak
obstruksi akan lebih banyak berisi cairan dari pada feses. Usus halus
bagian proksimal mungkin berdilatasi, mungkin juga tidak.

Gambar 1. Gambaran radiografi ileus obstruksi

Untuk mengetahui ada tidaknya strangulasi usus, beberapa


gambaran klinik dapat membantu :

Rasa nyeri abdomen yang hebat, bersifat menetap, makin lama makin
hebat, pada pemeriksaan abdomen didapatkan ascites, terdapatnya
abdominal tenderness, adanya tanda-tanda yang bersifat umum, demam,
dehidrasi berat, takikardia, hipotensi atau shock.

Namun dari semua gejala klinik di atas, kita mempunyai pedoman Essential of
Diagnosis yaitu :

1. Complete Proximal Obstruction


 Vomiting
 Abdominal discomfort
 Abnormal oral contrast xrays
2. Complete Mid or Distal Obstruction
 Nyeri kolik abdomen
 Vomiting
 Abdominal distention
 Constipation-obstipation
 Peristaltic rushes
 Usus yang berdilatasi pada pemeriksaan rontgen.

7
2.6 Diagnosis Banding
Ileus obstruktif dapat dikacaukan dengan gangguan saluran cerna lain
dengan gambaran klinis yang serupa seperti pseudo-obstruksi (Sindroma
Ogilvie) dan ileus paralitik.
Obstruksi Ileus Paralitik Pseude-obstruksi
Mekanis
Sederhana
(Ileus
Obstruksi)
Keluhan Nyeri keram Nyeri Nyeri keram
abdomen, abdominal abdominal,
konstipasi, ringan, perut konstipasi, obstipasi,
obstipasi, mual, kembung , mual, muntah, dan
muntah, dan mual, muntah, anoreksia
anoreksia obstipasi, dan
konstipasi
Hasil Borborygmi, Bising usus Borborygmi, timpani,
Pemeriksaan bunyi senyap, terdapat gelombang
Fisik peristaltic distensi, dan peristaltik dengan
meningkat timpani bising usus hipo atau
dengan bising hiperaktif, distensi
usus nada dan nyeri terlokalisir
tinggi, distensi,
nyeri
terlokalisir
Gabaran Bow-shaped Dilatasi usus Dilatasi usus besar
Foto Polos loops in ladder kecil dan usus terisolasi dengan
BOF patern, terdapat besar dengan peningkatan
gambaran gas peningkatan diafragma
kolon yang diafragma
terperangkap di
bagian distal
dari lesi
2.7 Penatalaksanaan

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan


elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.3

a. Persiapan enderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan
diagnosis obstruksi usus secara lengkap dan tepat. Sering dengan

8
persiapan penderita yang baik" obstruksinya berkurang atau hilang sama
sekali. Persiapan penderita meliputi.3
1. Dekompressi usus dengan suction, menggunakan NGT yang
dimasukkan dalam perut atau usus.
2. Pemasangan kateter untuk mengukur urine output.
3. Koreksi elektrolit dan keseimbangan asam basa.
4. Atasi dehidrasi.
5. Mengatur peristaltik usus yang efisien berlangsung selama 4 sampai
24 jam sampai saatnya penderita siap untuk operasi.

b. Operatif

Tindakan operatif untuk membebaskan obstruksi dibutuhkan bila


dekompresi dengan NGT tidak memberikan perbaikan atau diduga adanya
kematian jaringan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara tindakan bedah
yang dikerjakan pada obstruksi ileus.3

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan


bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada
hernia incarcerata non-strangulasi. Jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.2.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang melewati
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinomacolon, invaginasi, strangulate, dan
sebagainya. Aada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan
tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri
maupun karena keadaan penderitanya misalnya pada Ca sigmoid
obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis

2.9 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Teterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan
mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. rognosisnya baik bila diagnosis dan
tindakan dilakukan dengan cepat.3

9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Usia : 63Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : jln. Bangau
Pekerjaan : Swasta
Agama : islam
Tanggal masuk: 8/7/2019

SUBJEKTIF
a. Keluhan Utama
Nyeri perut

b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Pasien masuk dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari SMRS. Nyeri perut
durasakan disemua lapang parut. Pasien. Selain nyeri perut, pasien juga mengeluhkan
demam, perutnya kembung dan membesar, perut membesar dirasakan sejak 3 hari yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan tidak BAB sudah 5 hari lalu, pasien mengeluhkan mual
dan muntah, BAK lancar .

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma disangkal.
 Riwayat operasi daerah perut disangkal.
 Riwayat benturan pada perut disangkal.
 Riwayat dipijat daerah perut disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang serupa.
 Riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, asma pada keluarga
disangkal.

10
e. Riwayat Personal Sosial (RPSos)
Merokok (+), alkohol (-), pola makan dalam 3 hari terakhir nafsu makan
berkurang.

OBJEKTIF
a. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Pasien tampak kesakitan. Compos Mentis.

Tanda Vital :
Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Frekuensi Denyut Nadi : 89 kali per menit

Frekuensi Pernapasan : 20 kali per menit

Suhu tubuh : 37,6C

Kepala :
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 3mm
(+/+), refleks cahaya (+/+).
 Hidung : Napas cuping hidung (-), deviasi septum nasal (-).
 Mulut : Bibir tidak sianosis, mukosa basah, massa (-).

Leher :
Limfonodi coli tidak teraba, massa (-), deviasi trakea (-), JVP meningkat (-).

Thoraks :
 Inspeksi : Pernapasan spontan, reguler, gerakan dada simetris, retraksi
interkosta (-/-), ketinggalan gerak (-/-).
 Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus (+/+) normal, ictus cordis teraba
di SIC 5 linea midclavicula sinistra, daya kembang paru (+/+) normal.
 Perkusi : Sonor (+/+).
 Auskultasi : Sdv (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-). Cor S1/S2, reguler.

Abdomen :
 Inspeksi : Distended (+), jejas (-), darm contour (-), darm steifung (-).

11
 Auskultasi : Bising usus (+)meningkat.
 Palpasi : Teraba keras, nyeri tekan (+), McBurney (+), deffense muscular
(-).
 Perkusi : Redup (+) disemua lapang abdomen

Ekstremitas :
Akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik.

b. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi Abdomen 3 posisi (7-7- 2019)

12
Ekspertise:

 Thorax : Radiografi thoraks, inspirasi kurang dengan hasil kedua pulmo dalam
batas normal. CTR tidak valid dinilai, konfigurasi cor tidak membesar.

 Abdomen 3 posisi : Dilatasi sistema usus halus dengan coil spring appearance
dan multiple air fluid level intralumen mengarah gambaran small bowel
obstruction. Tak tampak pneumoperitoneum.
Kesan: Susp. ileus obstruktif

Pemeriksaan Darah lengkap :

Result Normal Range

WBC : 6,8 x 103/ul L (4 -11)

RBC : 5,1 x 106/ul L (4.4 – 5.9)

Hb : 15,9 g/dl L (13,2 – 17,3)

HCT : 45.2% L (40 – 52 )

PLT : 199 x 103/ul 150- 400

GDS : 80 mg/dl

HbsAG : Non reaktif

Anti HCV : Non reaktif

Pemeriksaan Kimia Darah :

SGOT : 25 U/L

SGPT : 16 U/L

13
Pemeriksaan Elektrolit Darah

Natrium : 131 nmol/L

Kalium : 3,4 nmol/L

Clorida : 97 nmol/L

RESUME

Pasien laki-laki 63 tahun masuk dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari
SMRS. Nyeri perut durasakan disemua lapang parut. Pasien. Selain nyeri perut,
pasien juga mengeluhkan demam, perutnya kembung dan membesar, perut
membesar dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan tidak BAB
sudah 5 hari lalu, pasien mengeluhkan mual dan muntah, BAK lancar Flatus (-).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis, tanda vital.

TD : 130/80 mmhg. N : 89 x/M, RR : 20 x/M, S : 37,60C. Pada pemeriksaan


abdomen. Inspeksi : Distended (+), auskultasi : Bising usus (+)meningkat ,Palpasi
Teraba keras, nyeri tekan (+), Perkusi : Redup (+) di semua lapang abdomen.
Pemeriksaan lab didapatkan : WBC : 6,8 x 103/ul, RBC : 5,1 x 106/ul, Hb :
15,9 g/dl, HCT : 45.2%, PLT : 199 x 103/ul. Radiografi Abdomen 3 posisi, Kesan :
Susp. ileus obstruktif letak rendah.

DIAGNOSIS : ILEUS OBSTRUKSI

PLANNING
 Pasang kateter
 Pasang NGT
 IVFD RL 20 tpm
 Ranitidin 50 mg / 12 jam
 Cefriaxon 1 gr / 12 jam
 Injeksi Pantoprazole 40 mg

14
 Infus Paracetamol 1 gr
 Injeksi Ondansetron 8 mg
 Injeksi Metronidazole 500 mg
 Pro Laparotomi eksplorasi

Operatif Laparotomi eksploratif

1. Pasien baring dengan posisi supine dibawah pengaruh spinal anastesi


2. Desinfeksi dengan prosedur aseptic
3. Dilakukan insisi midline lapatomy, diperdalam lapis demi lapis hingga
peritoneum parietalis dan dibuka hingga perironeum
4. Identifikasi pada colon
5. Membebaskan perlengketan pada omentum pada colon, didapat colon
bant, dan didapatkan appendicitis.
6. Lakukan prosedur appendectomy lanjut jahit tabac sac
7. Bebaskan mesoappendiks
8. Control perdarahan dan cuci rongga abdomen
9. Jahit luka operasi lapis demi lapis
10. Operasi selesai

15
Dokumentasi Operasi

PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam

16
Follow Up

Tanggal 9-8-2019

S: Nyeri bekas op, Flatus (+), BAB (-)

O:

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,8 ºC

A: Post op laparatomi + Appendectomy H1

P:IVFD RL 20 Tpm

Cefriaxon 1 gr / 12 jam
Ranitidin 50 mg / 12 jam
Ketorolac 30 mg / 8 jam

Rawat luka

Tanggal 10-8-2019

S: nyeri bekas op, Bab (+)

O:

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5 ºC

A: Post Op Laparatomi + Appendectomy H2

17
P:IVFD RL 20 Tpm

Cefriaxon 1 gr / 12 jam
ranitidin 50 mg / 12 jam
Ketorolac 30 mg / 8 jam

Rawat luka

Tanggal 11-8-2019

S: nyeri bekas op (+), BAB (+)

O:

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi :78 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,6 ºC

A: Post Op Laparatomi + Appendectomy H3

P:IVFD RL 20 Tpm

Cefriaxon 1 gr / 12 jam
Ranitidin 50 mg / 12 jam
Ketorolac 30 mg / 8 jam

18
BAB IV
DISKUSI

Berdasar hasil dari anamnesis Pasien laki-laki 63 tahun masuk dengan


keluhan nyeri perut sejak 3 hari SMRS. Nyeri perut durasakan disemua lapang
parut. Pasien. Selain nyeri perut, pasien juga mengeluhkan demam, perutnya
kembung dan membesar, perut membesar dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien
juga mengeluhkan tidak BAB sudah 5 hari lalu, pasien mengeluhkan mual dan
muntah, BAK lancar Flatus (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis, tanda vital.
TD : 130/80 mmhg. N : 89 x/M, RR : 20 x/M, S : 37,60C. Pada pemeriksaan
abdomen. Inspeksi : Distended (+), auskultasi : Bising usus (-),Palpasi Teraba keras,
nyeri tekan (+), Perkusi : Redup (+) di semua lapang abdomen. Pemeriksaan lab
didapatkan : WBC : 6,8 x 103/ul, RBC : 5,1 x 106/ul, Hb : 15,9 g/dl, HCT :
45.2%, PLT : 199 x 103/ul. Radiografi Abdomen 3 posisi, Kesan : Susp. ileus
obstruktif letak rendah.
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Rintangan pada jalan isi usus akan
menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari
sumbatan. sehingga pada daerah proksimal tersebut akan terjadi distensi atau
dilatasi usus.
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus
sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akibat gangguan pasase tersebut
terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan pada bagian
proximal tempat penyumbatan. Hal ini menyebabkan pelebaran dinding usus
(distensi) di bagian proximal dari sumbatan. Sumbatan usus dan distensi usus
menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan.
Menurut Jackson & Raiji (2011) hampir 15% pasien yang datang ke
instalasi gawat darurat dengan keluhan akut abdomen merupakan kasus ileus

19
obstruktif. Penegakan diagnosis yang baik dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang harus dilakukan dengan segera karena kasus ileus obstruktif
merupakan salah satu kondisi akut abdomen. Kasus ini merupakan salah satu
kasus yang biasanya memerlukan intervensi bedah emergensi karena bila tidak
segera ditangani dapat mengakibatkan komplikasi seperti iskemia, perforasi serta
gangguan hemodinamika dan elektrolit, hingga menyebabkan kematian.
Pemeriksaan awal pada pasien dengan gejala kardinal ileus obstruktif
meliputi pemeriksaan foto polos abdomen posisi erect dan left lateral decubitus.
Pada posisi tersebut keberadaan udara bebas dalam peritoneum dapat terlihat
diatas proyeksi hepar. Pemeriksaan rontgen abdomen hampir 60% akurat dalam
menegakkan diagnosis ileus obstruktif. Namun foto polos abdomen dapat pula
memperlihatkan kondisi normal pada kondisi awal obstruksi atau pada obstruksi
segmen duodenal dan jejunal. Pada hasil rontgen abdomen 3 posisi pasien ini
menunjukkan adanya dilatasi beberapa loops proyeksi usus halus, serta terdapat
gambaran batas udara cairan yang tersususn step ladder atau pola tangga pada
posisi erect. Gambaran ini sangat mengarah pada kondisi ileus obstruktif mekanik.
Sesuai penelitian Thompson yang berkesimpulan bahwa adanya gambaran lebih
dari 2 batas udara air, dengan ukuran lebih dari 2,5 cm, dan adanya batas udara air
dengan ukuran selisih 5 mm pada satu segmen usus yang terdilatasi pada foto
rontgen abdomen merupakan tanda yang signifikan untuk ileus obstruksi.
Tindakan pembedahan direkomendasikan pada pasien yang tidak membaik dalam
48 jam setelah dilakukan perawatan konservatif. Sedangkan pada kasus ini,
kurang dari 24 jam setelah diagnosis ileus obstruktif ditegakkan, segera
direncakan tindakan pembedahan laparotomi eksplorasi sebagai tindakan definitif.
Durante pembedahan, ditemukan adanya perlengketan pada ometum dan adan
colon bant yang merupakan penyebab terjadinya obstruksi. Kemudian didapatkan
usus yang kolaps pada bagian distal dari lokasi volvulus. Hal tersebut sesuai
dengan gambaran radiologis abdomen yang mana hanya tampak dilatasi pada
proyeksi sentral atau usus halus, yaitu proksimal dari lokasi volvulus. Sedangkan
gambaran dilatasi proyeksi colon cenderung tidak tampak.

20
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan mengenai kasus ini, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Ileus obstruktif merupakan kegawatan di bidang bedah digestive
2. Diagnosis Ileus obstruktif ditegakkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium, dan ultrasonography (USG) dan foto polos
abdomen 3 posisi.
3. Gejala klinis meliputi Nyeri perut berkala, Distensi berat, Mual / muntah,
Gelisah/menggeliat, Bunyi usus nada tinggi, Obstipasi dan Tidak ada flatus

21
DAFTAR PUSTAKA

4. Filippone A, Cianci R, Pizzi AD, et al. CT findings in acute peritonitis: a pattern-


based approach. Diagnostic and Interventional Radiology. 2015;21(6):435-440.
doi:10.5152/dir.2015.15066.

5. Jackson, Patrick G. Raiji, Manish. 2011. Evaluation and Management of


Intestinal Obstruction. Georgetown University Hospital, Washington, District of
Columbia. Am Fam Physician. 2011 Jan 15;83(2):159-165.

6. James B, Kelly B. The Abdominal Radiograph. The Ulster Medical Journal.


2013;82(3):179-187.

7. Narisha Maharaj & Bhugwan Singh (2015) A review of the radiological imaging
modalities of non-traumatic small bowel obstruction, South African Family
Practice, 57:3, 146-159, DOI: 10.1080/20786190.2014.977052

8. Paulson, Erik. Thompson, William. 2015. Review of Small-Bowel Obstruction:


The Diagnosis and When to Worry. Radiology Society of North America.
Volume 275 issue 2.

9. Price & Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
ke-6. Jakarta : EGC.

10. Melly. 2010.Askep Ileus Paralitik.


http://www.scribd.com/doc/20949962/askep-ileus. diakses pada tanggal 20
desember 2010 pukul 18.15

11. Anonymus. 2010. Ileus paralitik.


http://thiazone.blogspot.com/2010/09/ileus-paralitik.html. Diakses pada
tanggal 20 desember 2010 pukul 18.00

12. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius


FKUI: Jakarta

13. Dongoes, et.al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai