Binder1 PDF
Binder1 PDF
Oleh :
MOHAMMAD ARDANI
i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL........................................................................................................ iv
iii
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 29
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan panjang dan diameter dari beberapa serat alam .................... 12
Tabel 2.2 Densitas beberapa serat alam ....................................................................... 12
Tabel 2.3 Serat alam berdasarkan susunan dan sumbernya ......................................... 14
Tabel 2.4 Prosentase senyawa rata-rata yang terkandung dalam serat sutera.............. 16
Tabel 2.5 Karakteristik serat sutera ............................................................................. 17
Tabel 2.6 Sifat mekanik resin epoxy ........................................................................... 18
Tabel 3.1 Data pengujian ............................................................................................. 34
Tabel 3.2 Uji tarik dengan panjang serat 10 mm ......................................................... 34
Tabel 3.3 Uji tarik dengan panjang serat 30 mm ......................................................... 35
Tabel 3.4 Uji tarik dengan panjang serat 50 mm ......................................................... 35
Tabel 3.5 Uji impak dengan panjang serat 10 mm ...................................................... 35
Tabel 3.6 Uji impak dengan panjang serat 30 mm ...................................................... 36
Tabel 3.7 Uji impak dengan panjang serat 50 mm ...................................................... 36
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang berbeda-beda, seperti daun pohon mahoni, daun pohon jarak dan daun singkong.
Saat ini di pulau jawa tepatnya di daerah kulon progo telah mengembangkan budidaya
ulat sutera pemakan daun singkong atau secara ilmiah disebut sebagai Samia cyinthia
rucini. Berawal dari melihat potensi tumbuhan singkong yang melimpah di Indonesia,
melalui praktek lapangan dan bimbingan dari para praktisi dan peneliti ulat sutera jenis
ini diperoleh benang sutera dengan kualitas fisik yang baik, tidak kalah baik dengan
serat sutera yang dihasilkan oleh ulat sutera pamakan daun murbei atau dikenal dengan
istilah Bombyx mori. Ulat sutera Samia cynthia rucini merupakan jenis ulat sutera liar.
Apabila dibandingkan dengan sutera murbei, maka serat sutera liar anggota family
saturniidae secara mkiroskopis, serat sutera liar yang dihasilkan tampak memiliki
banyak saluran halus sehingga bersifat lebih lembut, tidak mudah kusut, tahan pada
temperatur tinggi dan anti bakteri (Akai, 1997).
Pengembangan serat sutera di Indonesia akan memberi peluang bagi
masyarakat untuk melakukan budidaya lebih luas lagi guna untuk menopang
perekonomian masyarakat. Serat sutera menjadi kebutuhan sebagian industri-industri
yang berkeperluan dengan serat sutera, seperti industri tekstil untuk keperluan
merancang busana. Terlepas dari manfaat mekanis dan lingkungan serat sutera,
pemanfaatan serat sutera sebagai bahan penguat untuk struktur komposit masih sangat
minim. Terlebih lagi jenis serat sutera yang dihasilkan oleh ulat sutera yang berbeda
jenis seperti ulat sutera pemakan daun singkong (Samia cynthia rucini).
Dari uraian latar belakang diatas, maka dirasa perlu untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh fraksi volume dan panjang serat terhadap
kekuatan tarik dan impact komposit berpenguat serat sutera liar (Samia cynthia
rucini)”.
2
2. Bagaimana kekuatan tarik pada komposit yang berpenguat serat sutera
samia cynthia rucini dengan panjang serat 30 mm berorientasi serat acak
pada fraksi volume 40%, 50%, dan 60%?
3. Bagaimana kekuatan tarik pada komposit yang berpenguat serat sutera
samia cynthia rucini dengan panjang serat 50 mm berorientasi serat acak
pada fraksi volume 40%, 50%, dan 60%?
4. Bagaimana kekuatan impak pada komposit yang berpenguat serat sutera
samia cynthia rucini dengan panjang serat 10 mm berorientasi serat acak
pada fraksi volume 40%, 50%, dan 60%?
5. Bagaimana kekuatan impak pada komposit yang berpenguat serat sutera
samia cynthia rucini dengan panjang serat 30 mm berorientasi serat acak
pada fraksi volume 40%, 50%, dan 60%?
6. Bagaimana kekuatan impak pada komposit yang berpenguat serat sutera
samia cynthia rucini dengan panjang serat 50 mm berorientasi serat acak
pada fraksi volume 40%, 50%, dan 60%?
3
1.4 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dan menganalisa kekuatan tarik dari komposit berpenguat serat
sutera samia cynthia rucini dengan panjang serat mulai dari 10, 30 dan 50
mm pada fraksi volume serat 40%, 50% dan 60% dengan orientasi serat acak
dengan matrik resin epoxy.
2. Mengetahui dan menganalisa kekuatan tarik dari komposit berpenguat serat
sutera samia cynthia rucini dengan panjang serat mulai dari 10, 30 dan 50
mm pada fraksi volume serat 40%, 50% dan 60% dengan orientasi serat acak
dengan matrik resin epoxy.
4
2. BAB II Landasan Teori
menerangkan tinjauan pustaka dan ilmu-ilmu dasar teori tentang komposit
dan serat sutera. Bab ini memberikan ilmu dasar sebagai acuan dalam
penelitian.
3. BAB III Metode Penelitian
menjelaskan tentang pelaksanaan penelitian yang meliputi peralatan yang
digunakan, tempat percobaan, pengambilan data.
4. BAB IV Hasil dan Pembahasan
menjelaskan tentang data hasil penelitian.
5. BAB V Kesimpulan dan Saran
Berisi tentang kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian dan
pembahasan serta seluruh pelaksanaan penelitian untuk saran-saran dan
pengembangan penelitian selanjutnya.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
6
yaitu 0,8056 Joule/mm2. Sedangakn untuk kekuatan impak terendah terdapat pada
komposit dengan panjang serat 10 mm dengan fraksi volume 5% yaitu 0,4160
joule/mm2. Dari pengujian impak komposit polyester berpenguat serat daun nanas yang
telah dilakukan oleh saudara Aditya wahyu, dkk pada tahun 2014 melaporkan bahwa
semakin panjang serat daun nanas yang digunakan pada komposit polyester maka nilai
kekuatan impak akan semakin tinggi. Dan semakin besar persentasi fraksi volume serat
yang digunakan pada komposit polyester berpenguat serat daun nanas maka semakin
bertambah nilai kekuatan impak.
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Komposit
Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari penggabungan dua atau
lebih material yang dikombinasikan. Sehingga dihasilkan material komposit yang
mempunyai karakteristik dan sifat mekanik yang berbeda dari material pembentuknya.
Secara umum komposit terdiri dari dua material pembentuk. Material
pembentuk pertama disebut matriks, yang berfungsi sebagai pengikat. Material
pembentuk kedua adalah Reinforcement yang memiliki fungsi sebagai penguat seperti
Gambar 2.1. sifat-sifat dan karakteristik komposit ditentukan oleh sifat dan karakteristik
penguat, rasio penguat terhadap matriks dan geometri atau orientasi penguat dalam
komposit.
8
Material yang digunakan sebagai bahan penguat bisa dari material logam ataupun
material non logam. Komposit partikel mempunyai keunggulan seperti, ketahanan
keausan yang baik, tidak mudah retak dan daya ikat dengan matriks baik. Contoh dari
komposit ini termasuk seperti partikel silikon karbida pada pada aluminium, pasir dan
semen untuk membuat beton.
9
c. Komposit Berlapis (Structural Composites)
Komposit Berlapis (Structural Composites) merupakan jenis komposit yang
terdiri dari dua atau lebih lapisan yang digabung menjadi satu dan setiap lapisannya
memiliki karakteristik tersendiri. Penyusunan lapisan dalam komposit ini bisa searah
ataupun juga bisa melintang dapat dilihat pada Gambar 2.5
10
laju mulur, konduktivitas thermal dan ukuran yang stabil. Matrix Metal Composites
memiiki keunggulan dibandingkan Polymers Matrix Composites yaitu penggunaan pada
temperatur tinggi, tidak mudah terbakar dan lebih tahan terhadap degradasi yang terjadi
oleh cairan organik. Beberapa kombinasi pada Matrix Metal Composites sangat reaktif
pada saat dilakukan penurunan temperatur. Konsekuensinya terjadi degradasi pada saat
pemrosesan suhu tinggi atau pada saat dilakukan penurunan suhu pada proses
pembuatan. Masalah ini biasanya diatasi dengan menerapkan lapisan pelindung pada
permukaan pengikat komposit atau dengan memodifikasi komposisi paduan matriks.
sebagai contoh Metal Matrix Composite pada komponen mesin mobil menggunakan
komposit paduan aluminium sebagai pengikatnya dan penguat berupa serat aluminium
oksida dan karbon. Komposit berpengikat logam logam jauh lebih mahal dalam hal
biaya pembuatan dan memiliki densitas lebih besar dibanding komposit berpengikat
polimer. Oleh karena hal tersebut penggunaan komposit berpengikat logam menjadi
sangat terbatas.
c. Ceramic Matrix Composites (CMC)
Ceramic Matrix Composites (CMC) merupakan bahan pembuat komposit yang
menggunakan keramik sebagai matriknya dan sebagai penguat biasanya digunakan
adalah oksida, carbide dan nitrid. Salah satu pembuatan CMC yaitu dengan proses
DIMOX, yaitu proses pembentukan komposit dengan reaksi oksidasi leburan logam
untuk pertumbuhan matriks disekeliling daerah penguat. Komposit berpengikat keramik
memiliki dimensi yang lebih stabil dibanding komposit berpengikat logam,
ketangguhan yang baik, karakterisktik permukaan tahan aus, unsur kimianya stabil pada
temperatur tinggi. Proses pembuatan komposit berpengikat keramik cukup sulit dan
rumit. Pembuatan harus dilakukan dengan hati-hati karena sensifitas sifat bahan pada
mikrostrukturnya yang tidak dapat dihindari. Sebagai contoh penggunaan komposit
berpengikat keramik yaitu pada pembuatan perkakas potong yang menggunakan
pengikta Alumina (A1203), karbida silicon (SiC) dan kombinasi serat wisker.
2.2.5 Serat
Serat adalah unsur utama pada bahan komposit berpenguat serat. Serat terdiri
dari dua jenis yaitu serat alam dan serat sintetis. Contoh dari serat alam adalah jute,
serabut kelapa, kapas, wol, sutera, dan rami. Sedangkan serat sintetis adalah gelas,
karbon, rayon, akril, dan nilon. Secara garis besar rasio antara garis panjang serat dan
11
diameter serat, maka semakin baik sifatnya, serta diameter kecil mampu mengurangi
cacat permukaan yang menyebabkan kerapuhan. Serat yang disusun secara teratur akan
menghasilkan sifat mekanik yang baik, karena gaya yang bekerja pada komposit akan
searah (memiliki ikatan antara matrik dengan serat cukup baik), ini berkaitan erat
dengan penyebaran gaya yang bekerja pada komposit (Rahaman, 2011)
Untuk perbandingan panjang dan diameter serat alam dapat dilihat pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1 perbandingan panjang dan diameter dari beberapa serat alam
No Serat Panjang (mm) Diameter (mikron)
1 Kapas 25 17,5
2 Wol 75 25
3 Sutera 5.105 15
4 Rami 150 50
5 Jute 25 20
6 Flax 25 15
7 Sisal 3 24
(Sumber: Ichwan, 2013)
1. Serat alam
Secara garis besar dapat disebutkan bahwa serat alam adalah kelompok serat
yang dihasilkan dari tumbuhan, hewan, mineral. Serat alam merupakan kandidat kuat
sebagai bahan penguat yang digunakan sebagai bahan komposit yang ringan, ramah
lingkungan, serta ekonomis.
Untuk densitas beberapa serat alami dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Densitas beberapa serat alami
Jenis serat Bahan Densitas (g/cm3)
Jaring laba-laba 1,3
sutera 1,3-1,38
Serat alami Lenan 1,45
Rami 1,48
(sumber: Kevin Loh, 2011)
12
Serat alam mendapat perhatian dari para ahli material komposit karena:
Lebih ramah lingkungan dan biodegradable dibandingkan dengan serat
sintetis.
Merupakan raw material terbaharui dan ketersediaannya berlimpah di
daerah tertentu.
Memiliki sifat mekanik yang baik, terutama kuat tarik.
Combustibility, artinya serat alam dapat dibakar jika tidak digunakan
lagi, dan energi pembakarannya dapat dimanfaatkan.
Berat jenis serat alam lebih kecil.
Aman bagi kesehatan karena merupakan bahan alam yang bebas dari
bahan kimia sintetis, selain itu bila dibakar tidak menimbulkan racun.
Serat alam lebih ekonomis dari serat gelas dan serat karbon.
b. Kekurangan serat alam
Selain kelebihannya, serat alam juga memiliki kekurangan yang perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengurangi kekurangan tersebut. Kekurangan serat
alam yaitu:
Kualitas bervariasi tergantung pada cuaca, jika cuaca cerah atau tidak
hujan, maka serat yang didapat memiliki kelembaban yang rendah yang
berguna dalam proses pembuatan komposit. Serat yang lembab
menyebabkan komposit matrik mengembang dan timbul void.
Temperatur prosesnya terbatas. Hal ini disebabkan karena sifat serat alam
adalah mudah terbakar sehingga jika temperatur prosesnya terlalu tinggi
maka serat akan terbakar.
Kemampuan rekatnya rendah. Hal ini dikarenakan kandungan lignin dan
minyak. Pertemuan antara serat dan matrik dibatasi oleh lignin atau
minyak yang mana mengurangi kekuatan rekat serat dengan matrik.
Dimensinya bervariasi antara serat satu dengan serat yang lain walau satu
jenis serat. Hal ini dikarenakan sifat serat alam higroskopik, dimana
antara serat yang satu dengan yang lain memiliki kadar penyerapan air
yang berbeda-beda. Jika daya serapnya tinggi, maka dimensi serat
menjadi lebih besar dibandingkan serat yang daya serapnya rendah.
Untuk klasifikasi serat alam dapat dilihat pada Tabel 2.3.
13
Tabel 2.3 Serat alam berdasarkan susunan dan sumbernya
jenis serat Serat Sumber
Selulosa Kapas Biji buah kapas
Kapuk Biji kapuk
Serat nanas Daun tanaman nanas
Jute Batang tanaman jute
Flax/linen Batang tanaman flax
Rami Batang tanaman rami
Sisal Daun tanaman agava
Sabut Sabut kelapa
Protein Silk Cocon ulat sutera
Wool Bulu domba
Mineral Serat asbes Magnesium, kalsium,
silikat
14
sutera. Para ilmuan mulai meneliti sutera sejak permulaan abad 20 dan terus mengalami
perkembangan yang pesat. Hingga kini sutera dikenal secara luas dikarenakan potensi
ekonominya yang tinggi.
Dalam ordo lepidoptera terdapat dua kelompok penghasil sutera, yaitu sutera
murbei dan sutera non murbei. Ulat sutera yang termasuk kelompok sutera murbei
adalah yang sudah didomestikasi dan pakannya adalah daun murbei, sedangkan yang
termasuk kelompok non murbei atau sutera liar adalah yang belum didomestikasi dan
pakannya bukan daun murbei. Di Indonesia paling tidak terdapat lima spesies ulat sutera
liar yaitu Attacus atlas L., Samia cynthia rucini Bsd., Cricula trifenestrata Helf., Cricula
aelaezea Jord., Antherea pernyi yang semuanya termasuk dalam famili Saturnidae
(Situmorang, 1996).
Adapun dalam penelitian ini menggunakan serat dari ulat sutera liar Samia
cynthia rucini sebagai penguat dalam komposit.
Menurut Akai (1997), terdapat perbedaan karakteristik sutera yang dihasilkan
ulat sutera murbei dengan ulat sutera liar. Pertama, pada pengamatan mikroskopis
menunjukkan bahwa serat sutera liar memiliki lebih banyak saluran halus dan vakuola.
Kedua serat sutera liar bertekstur halus, kuat, tidak mudah kusut, tahan panas, anti
bakteri, dan tidak menyebabkan alergi. Karakteristik tersebutlah yang menyebabkan
serat sutera liar lebih unggul dibandingkan dengan serat sutera murbei.
1. Komposisi serat sutera
Sutera adalah filamen serat alam yang dihasilkan oleh larva ulat pada saat
membentuk kepompong, filamennya solid dan lembut tetapi diameterya tidak teratur
sepanjang serat filamen. Filamen sutera mentah terdiri dari dua serat fibroin yang
terbungkus di dalam serisin. Lebar filamen tidak rata dan menunjukkan banyak
ketidakrataan permukaan, seperti garis-garis dan lipatan-lipatan.
Serisin merupakan protein albumin yang tidak larut dalam air dingin, tetapi
menjadi lunak di dalam air panas dan larut di dalam larutan alkali lemah. Di samping
fibroin dan dan serisin, sutera mentah juga mengandung garam-garam mineral dan lilin.
Komposisi rata-rata serat sutera dapat dilihat pada tabel 2.4.
15
Tabel 2.4 prosentase senyawa rata-rata yang terkandung dalam serat sutera
Senyawa Prosentase
Serisin (perekat) 22%
Fibroin (serat) 76%
lilin 1,5%
Garam-garam mineral 0,5%
16
Gambar 2.6 Bentuk Serat sutera mentah
2.2.7 Epoksi
Secara umum, epoksi merupakan jenis bahan kimia yang sekaligus bisa
dikatakan sebagai jenis resin dari proses polimerisasi serta epoksida yang biasa
digunakan sebagai bahan perekat, coating, ataupun cat untuk berbagai material. Dalam
penerapannya, epoksi sendiri sering dicampurkan dengan bahan hardener atau bahan
pengeras, agar merubah sifat cair epoksi menjadi padat, dan membuatnya menjadi
semakin kuat, tahan terhadap suhu tinggi, serta memiliki tahanan terhadap reaksi kimia
yang cukup tinnggi. Karena ketahanan epoksi resin yang begitu kuat, maka banyak
bahan yang dilapisi oleh cairan ini. Diantaranya seperti logam, kayu, baja, lantai beton,
plastik, hingga kaca sekalipun yang mampu memberikan ketahanan lebih terhadap
material tersebut. Tak hanya itu, resin epoksi juga digunakan dalam sebuah cetakan
model, melapisi hasil cor, pengikat matrik komposit dan kebutuhan lainnya.
Manfaat utama menggunakan epoksi termasuk kemampuannya untuk
disesuaikan dengan produk yang berbeda, penyusutannya yang rendah, sifat mekanik
17
yang kuat, ketahanan terhadap cairan korosif dan lingkungan, sifat listrik yang unggul,
kinerja yang baik pada suhu tinggi, dan adhesi yang baik untuk substrat.
Sifat mekanik resin epoksi dapat dilihat pada Tabel 2.6.
18
Continuous Fiber Compsite, mempunyai bentuk serat panjang, lurus dan serat
disusun secara parallel satu sama lain. Kekuatan tarik yang paliing tinggi terdapat
pada bahan yang sejajar dengan arah serat.
b. Woven Fiber Composite atau Bi-directional
Woven Fiber Composite, komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antara
lapisan karena susunan seratnya juga mengikat serat antar lapisan. Akan tetapi
susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan
kekakuan akan melemah.
c. Discontiuous/Chopped Fiber Composite
Discontiuous Fiber Composite, mempunyai bentuk serat pendek. Jenis komposit ini
dibedakan menjadi tiga golongan (Gibson, 1994):
1) Aligned discontinuous fiber
Pada golongan ini penyusun serat dilakukan secara searah. Dapat dilihat pada
Gambar 2.8.
19
Gambar 2.10 Randomly oriented discontinuous fiber
Salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan karateristik material
komposit adalah kandungan/presentase antara matriks dan serat. Sebelum melakukan
proses pencetakan komposit, terlebih dahulu dilakukan penghitungan mengenai volume
cetakan komposit (𝑉𝑉𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 ), Volume matrik (𝑉𝑉𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 ), Volume serat (𝑉𝑉𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 sebelum
komposit dicetak).
Dimana :
Dimana :
20
P = Panjang cetakan (cm)
Dimana :
Dimana :
Dimana :
21
Pengujian tarik yaitu pengujian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran
tentang sifat-sifat dan keadaan dari suatu logam. Pengujian tarik dilakukan dengan
penambahan beban secara perlahan-lahan, kemudian akan terjadi pertambahan panjang
yang sebanding dengan gaya yang bekerja. Kesebandingan ini terus berlanjut sampai
bahan sampai titik propotionality limit. Setelah itu pertambahan panjang yang terjadi
sebagai akibat penambahan beban tidak lagi berbanding lurus, pertambahan beban yang
sama akan menghasilkan penambahan panjang yang lebih besar dan suatu saat terjadi
penambahan panjang tanpa ada penambahan beban, batang uji bertambah panjang
dengan sendirinya. Hal ini dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini
hanya berlangsung sesaat dan setelah itu akan naik lagi.
Pada pengujian tarik nantinya akan diperoleh sifat mekanik dari logam.
Beberapa sifat mekanik tersebut adalah:
22
maksimum ditunjukkan sebagai tegangan maksimum (ultimate stress) pada
kurva tegangan-regangan.
b. Keuletan (Ductility): Kemampuan bahan untuk berdeformasi tanpa menjadi
patah. Dapat diukur dengan besarnya tegangan plastis yang terjadi setelah batang
uji putus. Ditunjukkan sebagai garis elastik pada grafik tegangan-regangan.
(Sumber:http://dimasrepaldo.blogspot.co.id)
Seperti pada gambar diatas benda yang di uji tarik diberi pembebanan pada
kedua arah sumbunya. Pemberian beban pada kedua arah sumbunya diberi beban yang
sama besarnya.
Keterangan ;
23
P : beban yang diberikan (N)
L−L0
𝑒𝑒 = (2.7)
2𝑎𝑎𝑎𝑎0
Keterangan ;
e : Besar regangan
Pada tegangan dan regangan yang dihasilkan, dapat diketahui nilai modulus
elastisitas.Persamaannya dituliskan dalam persamaan.
σ
E= (2.8)
𝑒𝑒
Keterangan ;
e :Regangan
σ : Tegangan (kg/mm2)
Pada pengujian ini standar pengujian tarik yang di gunakan untuk material
komposit dan plastik yakni standar ASTM D3039 untuk uji kekuatan tarik.
24
Gambar 2.12 Kurva Tegangan Dan Regangan Pada Uji Tarik
(Sumber http//:www.infometrik.com/2009/09/mengenal-uji-tarik-dan-sifat-sifat-
mekanik-logam/)
2.2.11 Uji Impact
Uji impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat
atau secara kejut (rapid loading). Pengujian impact merupakan suatu pengujian yang
mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian
impak dengan pengujian tarik dan kekerasan, dimana pembebanan dilakukan secara
perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi
operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi
dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara
tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan
kecelakaan. Pada uji impak terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban
menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan
menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Dasar pengujiannya yakni penyerapan
energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan
menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impak
ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan
ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut.
Ada dua macam metode impact,yakni metode charpy dan izod, perbedaan
mendasar dari metode itu adalah pada peletakan spesimen. Berikut penjelasan dua
metode uji impact tersebut:
1. Pengujian impact metode charpy
Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang
bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul, serangkaian uji charpy pada suatu
material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk
25
mengetahui temperatur transisi. Prinsip dasar pengujian charpy ini adalah besar gaya
kejut yang dibutuhkan untuk mematahkan benda uji dibagi dengan luasan penampang
patahan. Mula-mula bandul charpy disetel dibagian atas, kemudian dilepas sehingga
menabrak benda uji dan bandul terayun sampai ke kedudukan bawah. jadi dengan
demikian, energi yang diserap untuk mematahkan benda uji ditunjukkan oleh selisih
perbedaan tinggi bandul pada kedudukan atas dengan tinggi bandul pada kedudukan
bawah (tinggi ayunan). Segera setelah benda uji diletakkan, kemudian bandul
dilepaskan sehingga batang uji akan melayang (jatuh akibat gaya gravitasi). Bandul ini
akan memukul benda uji yang diletakkan semula dengan energi yang sama. Energi
bandul akan diserap oleh benda uji yang dapat menyebabkan benda uji patah tanpa
deformasi (getas) atau pun benda uji tidak sampai putus yang berarti benda uji
mempunyai sifat keuletan yang tinggi. Bentuk perpatahan dapat dilihat dengan mata
telanjang atau dapat pula dengan bantuan mikroskop.
27
E = Energi impact (J)
A = Luas penampang (mm2)
28
BAB III
METODE PENELITIAN
29
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Tupperware
b. Injection (50 ml)
c. Vernier caliper XP tool (0,05 mm)
d. Timbangan digital Pocket scale (0,01 gram)
e. Gelas ukur (250 ml)
f. Kertas transparan
g. Gunting
h. Cutter
i. Pelumas cetakan (KIT motor)
j. Alat uji tarik
k. Alat uji impak
l. Sarung tangan karet
m. Masker
30
berkurang. Setelah kering serat sutera diproses menjadi sliver dengan mesin carding,
setelah itu baru dipintal menjadi benang carded.
3.3.2 Pemotongan ukuran serat
Untuk pemotongan ukuran serat menggunakan penggaris mistar dan gunting
dengan panjang serat yang digunakan mulai dari 10 mm, 30 mm dan 50 mm.
3.3.3 Pembuatan cetakan
Untuk pembuatan cetakan spesimen dibuat dengan menggunakan Silicone Rubber
lembaran dengan ketebalan 6 mm. Sedangkan dimensi spesimen mengacu pada standar
ASTM D3039 untuk spesimen uji tarik dan standar ASTM D 256-00 untuk spesimen uji
impact.
3.3.4 Perhitungan fraksi volume
Mf = Vf x ρf
4. Volume Matrik (Vm)
Vm = Ʋm x Vc
5. Massa Matrik (Mm)
Mm = Vm x ρm
6. Volume Filler (VF)
VF = ƲF x Vc
7. Massa Filler
MF = VF x ρF
Keterangan:
31
Vc = Volume Cetakan (cm3)
Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan untuk
mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik atau untuk mendapatkan nilai modulus
elastisitas komposit serat ijuk yang digunakan dalam penelitian ini.
6 mm
25 mm
50 mm 150 mm
250 mm
Gambar 3.2 Bentuk dan dimensi spesimen uji tarik standar ASTM D3039.
32
Langkah pengujian tarik komposit adalah sebagai berikut:
Gambar 3.3 Bentuk dan dimensi spesimen uji impact ASTM D 256
33
6. Kemudian mencatat nilai energi yang diserap untuk mematahkan benda uji dan
melakukan pengamatan perpatahan yang terjadi.
34
Tabel 3.3 Uji Tarik dengan panjang serat 30 mm
35
Tabel 3.6 Uji Impak dengan panjang serat 30 mm
36
DAFTAR PUSTAKA
Akai, H. 1997. Recent Aspects of Wild Silkmoths and Silk Research. Makalah Dalam
Seminar Prosepek Pengembangan Ulat Sutera Liar Indonesia dan Prospek
Kerjasama Dalam Provinsi DIY-Kyoto. Pusat Study Jepang. UGM. Jogjakarta.
Askeland., D. R., 1985, “The Science and Engineering Of Material’’, Alternate Edition,
PWS Engineering, Boston, USA.
Callister, William D Jr, 2003. Material Science and Engineering. Utah: University of
Utah.
Ichwan, M., Gunawan, S., Noerati, S. 2015. Bahan Ajar Pendidikan & Latihan Profesi
Guru (PLPG) teknologi tekstil. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Bandung.
Loh, K.M.K., Tan, C.K.W. 2011. Natural Silkworm Silk-Epoxy Resin Composites For
High Performance Application. School of Applied Sciene. Republic Polytechnic
Singapore.
Rahaman, 2011. Pengaruh Fraksi Volume Serat Terhadap Sifat-Sifat Tarik Komposit
Diperkuat Unidirectional Serat Tebu Dengan Matrik Poliyester. Semesta
Teknika. 14, (1), 80-91.
Raharjo, W.W. 2002. Pengaruh Waktu Peredaman Pada Sifat Mekanik Komposit
Unsaturated Polyester Yang Diperkuat Serat Cantula. Simposium Nasional I
RAPI. Fakultas teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Suartama, I.P.G., Nugraha, I.N.P., Dantes,K.R., 2016. “Pengaruh Fraksi Volume Serat
Terhadap Sifat Mekanis Komposit Matriks Polimer Polyester Diperkuat Serat
Pelepah Gebang”. Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin. 5, (2), 5-11.
Widiartha, I.G., Sari, H.N., Sujita., 2012. Study Kekuatan Bending Dan Struktur Mikro
Komposit Polyethylene Yang Diperkuat Oleh Hybrid Serat Sisal Dan Karung
Goni. Jurnal Dinamika Teknik Mesin. 2, (2), 92-98