Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN

ASUHAN PASIEN KOMA DAN


YANG MENGGUNAKAN VENTILATOR

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. (H.C) Ir. SOEKARNO
Jl. Zipur Desa Air Anyir Kecamatan Merawang – Kabupaten Bangka 33172
Telp : 0717-9106750 (IGD) / 0717-9106753 (TU), Fax : 0717-9106754, Website : rsup.babelprov.go.id
Email :rspsoekarno@yahoo.co.id
BAB I
DEFINISI

Pasien koma dan dengan yang membutuhkan alat bantu nafas memerlukan asuhan yang
berhubungan dengan masalah psikososial, spiritual dan budaya.
• Ventilator atau Alat Bantu Napasadalah Suatu alat yang mampu mengambil alih semua atau
sebagian fungsi pernafasan untukl mempertahan kan oksigenisasi.
• Pasien Koma adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit dimana terjadi
kerusakan organ multiple yang dengan dapat menggunakan alat bantu hidup untuk
mempertahankan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
• Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat
maupun sakit.
• Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan atau persetujuan dari seorang
(pasien ) yang diberikan secara bebas , rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup (
informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
BAB II
RUANG LINGKUP

Penggunaan ventilator ini digunakan pada pelayanan pasien di ruang ICU. Banyak
masalah yang melingkupi kondisi pasien koma yaitu mulai dari titiuk dimana adanya kegawatan
dini pada pasien dan proses berlanjut sampai pasien yang tidak dapat mempertahankan
oksigenisasi yang sudah mendapatkan therapy maksimal hingga keadaan koma dan
membutuhkan alat bantu nafas.
Aspek Medis
Ketika pasien mengalami cedera atau sakit yang serius, maka beberapa intervensi medis
dapat memperpanjang hidup pasien sebagai berikut
a. Tindakan resusitasi jantung paru (RJP), Pemeberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepasa
pasien yang mengalami henti nadas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk pasien yang
tidak bernafas dan tidak menunjukkan tanda tanda sirkulasi dan tanpa instruksi DNR (Do Not
Resusitasi) dibrekam medisnya
b. Pemakaian Ventilasi Mekanik (Ventilator) Pemakaian ventilator ditunjukkan untuk keadaan
tertentu karena penyakit yang berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
c. Pemberian Nutrisi, Pada pasien koma dan yang menggunakan vemtilator membutuhkan
nutrisi yang lebih disbanding dengan nutris pada orang sehat. Nutrisi diperlukan tubuh
dengan cara melalui feeding tube ataupun Parenteral Nutrition.
d. Pemberian Antibiotik, Dimana pasien dengan kondisi koma dan yang terpasang alat bantuan
hidup m,emiliki resiko infeksi lebih berat 5-10x lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada saluran pernafasan, saluran kemih,
peredaran darah, atau daerah trauma/operasi. Infeksi tersebut dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas, perpanjangan masa perawatan dan pembengkakan biaya
perawatan. Penyebab meningkatkan resiko infeksi ini bersifat multifaktorial, meliputi
penurunan fungsi imun, gangguan fungsi berrier usus, penggunaan antibiotic spectrum luas,
atau dari alat kesehatan yang digunakan seperti ventilator.
BAB III
TATALAKSANA

A. Indikasi
Indikasi penggunaan vebtilator mekanik adalah kondisi gagal nafas yang tidak bias
diperbaiki dengan bantuan oksigenisasi biasa. Gagal nafas sendiri dapat diartikan sebagai
ketidakmampuan untuk mempertahankan ph (7,35 – 7,45), PaCO2 (35-45 mmhg dan
PaO2 (>50 mmhg).
Indikasi klinis seorang pasien membutuhkan ventilator adalah :
1. Gagal nafas akut disertaiasidosis respiratorik yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan biasa
2. Hipoksemia yang telah mendapatkan therapy oksigen maksimal namun tidak ada
perbaikan.
3. Apnue
4. Secara Fisiologis memenuhi criteria :
RR > 35 x/menit TV < 5 ml/kg BB
Tekanan inspirasi maksimal < 20 cmH2O
PaO2 <60 mmhg dengan Fio2 ruanganj 21 %
PaO2 , 60 mmhg dengan FiO2 > 60 %
PaCO2 > 60 mmhg

Klinis seorang pasien membutuhkan pemasangan ventilator dapat dilihat pada


table berikut :
No PARAMETER NILAI
1. Frekuensi pernafasan < 10 x/menit
> 35 x/menit
2. TV < 5 ml/kgBB
3. Tekanan Inspirasi < 20 cmH2) atau cenderung turun
4. Kerja Pernafasan Berat
a. Ph < 7,25
b. PaCO2 > 50 mmHg
c. PaO2 < 50 mmhg dengan therapy oksigen
5. Auskultasi dada Penurunan atau tidak ada bunyi nafas
6. Irama dan frekuensi Jantung Nadi > 120 x/menit
7. Aktivitas Kelelahan Berat, Intoleransi Aktivitas
8. Observasi Fisik Penggunaan otot aksesori, kelelahan
Sumber : Hudac & Gallo 1994
Selain murni karena pernafasan, yaitu gagalnafas, penggunaan ventilator mekanik
dapat disebabkan oleh insufisiensi jantung dan disfungsi neurologis. Pada pasien dengan
insufisiensi jantung baik shock kardiogenik maupun gagal jantung kronik (CHF), terjadi
peningkatan kebutuhan aliran darah pada system pernafasan akibat dari meningkatnya
kerja nafas dan komsumsi oksigen.Hal inibisa menyebabkan jantung kolaps.Dengan
demikian penggunaan ventilator pada kondisi ini ditunjukkan untuk mengurangi beban
kerja system pernafasan sehingga ikut menurunkan beban kerja jantung.
Sedangkan pada pasien dengan disfungsi neurologis, dimana GCS 8 atau kurang,
selain untk mencegah pasien pasien dari kemungkinan apnue (henti nafas) berulang,
pemasangan ventilator juga ditunjukkan untuk mempertahankan kep[atenan jalan nafas
pasien dan pemberian hiperventilasi pada pasien dengan peningkatan intracranial. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi kadar CO2 sebagai zar vasoidilator dapat menurunkan
TIK

B. Pembagian Ventilator Mekanik


Berdasarkan mekanisme kerjanya, ventilator dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni :
1. Ventilator tekanan negative
Ventilator tekanan negative ini bekerja dengan menciptakan tekanan negative yang
hasilnya dapat meomperbesar rongga dada sehingga menimbulkan tekanan negative
intratorakal yang kemudian memicu aliran udara dari atmosfer menuju paru-
paru.Ketikan tekanan negative dari ventilator dihentikan, maka tekanan intratorakan
meningkat sehingga udara terdorong keluar dari paru-paru. Ventilator ini digunakan
pada pasien yang mengalami gangguan ventilasi.
2. Ventilator tekanan positive
Ventilator ini bekerja dengan memberikan tekanan positif pada daerah diluar pari-paru
yakni jalan nafas.Kondisi ini membuattekanan intrapleural semakin lebih negative
disbanding tekanan atmosfer, sehinggak udara dengan mudah memasuki paru0paru.
Jenis ventilator positiflah yang kemudian terus mengalami perkembangan sehingga
digunakan untuk hamper semuajenmis gangguan pernafasan. Hal inilah yang
membuat jenis vemtilator ini paling sering digunakan pasien.
Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu : pressure cycled, volume cycled dan time cycled.
a. Volume cycled
Yaitu ventilator akan terus memberikan udara pernafasan (inspirasi) hingga
mencapai volume yang telah disetting sebelumnya, kemudian ekspirasi terjadi
secara pasif , maka volume tidal pasien akan tetap sedangkan tekanan akan
berubah ubah. Keuntungan dari volume cycled ini yakni menjamin kecukupan tidal
pernafasan pasien..
b. Pressure Cycled
Yaitu ventilator akan terus melakukan inspirasi hingga tekanan yang telah disetting
sebelumnya tercapai, maka tekanan tidak berubah sedangkan volume tidal selalu
berubah ubah sesuai dengan kondisi lapangan paru pasien.
c. Time Cycle
Yaitu ventilator bekerja berdasarkan waktu yang telah disetting sebelumnya, dan
waktu ekspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah nafas
permenit). Waktu inspirasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai volume
tidal atau tekanan tertentu.

C. Mode Ventilator Mekanik


Penamaan mode ventilator mekanik ini tergantung dari merk ventilator mekanik itu
sendirisehingga istilah mode setiap ventilator bias berbeda – beda, akan tetapi pada
dasarnya mode ventilator terdiri dari: Control mode, Assisted mode, SIMV, dan Automated
mode.
1. Control Mode (Mode Terkontrol)
Mode ini dikenal sebagai CMV (Controlled Mechanical Ventilation) terdapat dua jenis
mode ini yaitu:
a. Pressure Control Ventilation (PCV)
Ventilator mekanik ini termasuk pressure cycled, dimana proses inspirasi diberikan
ventilator hingga tekanan yang telah disetting tercapai. Dalam hal ini tekanan
pernafasan tetap, sedangkan volume udarapernafasan berubah ubah. Nama –
nama lain mode ini yaitu : BIPAP, (dragger) P.CMV (Gallileo & G5), PC (Servo
900C)
b. Volume Controlled Ventilation (VCV)
Ventilator mekanik initermasukvolume cycled, dimana proses inspirasi ditentukan
oleh pencapaian volume tidal yang disetting. Dalam hal ini volume udara
pernafasan tetap, sedangkan tekanan pernafasan berubah ubah. Nama – nama
lain dati mode ini yaitu : CMV (Bennet 7200), IPPV (Drager), S.CMV (Galilei&G5),
VC (Servp900C)
Cara kerja :
Ventilator membverikan udara pernafasan dengan kecepatan dan volume yang
telah di setting tanpa usaha pernafasan pasien.
Indikasi:
Indikasi penggunaan mode terkontrol ini antara lain:
a. Pressure Controlled Ventilation (PCV)
Ventilator mekanik ini termasuk pressure cycled, dimana proses inspirasi
diberikan ventilator hingga tekanan yang telah disetting tercapai. Dalam hal ini
tekanan pernafasan tetap, sedangkan volume udara pernafasan berubah-ubah.
Nama-nama lain mode yaitu: BIPAP (Dragen), P.CMV (Galileo & G5), PC (Servo
900C).
b. Volume Controlled Ventilation (VCV)
Ventilator mekanik ini termaasuk volume cycled, dimana proses inspirasi
ditentukan oleh pencapain volume tidal yang tersetting. Dalam hal ini volume
udara pernafasan tetap, sedangkan tekanan pernafasan berubah-ubah. Nama-
nama lain mode ini yaitu: CMV (Bennet 7200), IPPV (Dragen), S.CMV(Galileo &
G5), VC(Servo 900C).
Cara kerja:
Ventilator memberikan udara pernafasan dengan kecepatan dan volume yang
telah disetting tanpa usaha pernafasan pasien.
Indikasi:
Indikasi penggunaan mode terkontrol ini antara lain:
a. Pasien yang melawan pernafasan ventilator terutama saat pertama kali
memakai ventilator.
b. Pasien tetanus atau kejang yang dapat menghentikan hantaran gas
ventilator.
c. Pasien yang sama sekali tidak ada trigger nafas (cedera kepala berat).
d. Trauma dada dengan gerakan nafas paradoks.
Komplikasi dengan mode ini:
a. Pasein menjadi sangat beruntung dengan ventilator.
b. Potensial terjadi apneu.
Catatan :
Pasien mungkin membutuhkan sedasi atau obat pelemas otot. Hal ini untuk
mengatasi efek tidak nyaman yang ditimbulkan oleh ventilator.

2. Assisted Mode
Mode ini dikenal sebagai Assist Control Ventilation (ACV). Ventilator ini melakukan
pernafasan dengan kecepatan dan volume tidal yang telah ditentukan sebagai
respon terhadap usaha nafas spontan pasien. Dalam hal ini menunjukkan bahwa
pasien tidak mampu melakukan pernafasan spontan secara penuh, sehingga
ventilator akan melakukan pernafasan jika pasien gagal mencapai frekuensi
pernafasan yang telah diseting.
Contoh: RR pada ventilator telah diseting 13 x/menit. Jika dalam satu menit ternyata
pasien hanya mampu bernafas spontan sebanyak 12 x/menit, maka sisanya (2x)
akan dilakukan oleh ventilator.
Penggunaan:
Pada pasien yang telah mampu bernafas spontan dengan kelemahan otot
pernafasan.
Komplikasi:
a. Hiperventilasi
b. Alkalosis Respiratori
Catatan:
Hiperventilasi dapat terjadi dengan meningkatnya kecepatan pernafasan, untuk
itu obat sedasi mungkin diperlukan untuk membatasi jumlah pernafasan
spontan.
3. IMV/SIMV Mode
IMV ( Intermitten Mandatory Ventilation) Ventilator ini memberikan pernafasan
dengan volume tidal, dan kecepatan yang telah ditentukan, tapi masih
memfasilitasi pernafasan spontan. Dalam hal ini belum mampu mengkoordinasikan
pernafasan ventilator dengan usaha nafas pasien, sehingga terkadang
menyebabkan tabrakan antara nafas pasien dengan ventilator.
Penggunaan:
Pada pasien yang tidak mampu mempertahankan nafas spontan dalam jangka
waktu lama.
Catatan:
Untuk mencegah kelelahan otot pernafasan dan meningkatkan usaha pernafasan
maka harus tertangani dulu permasalahan dasar (penyebab gagal nafas).
4. SIMV (Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation)
Ventilator ini merupakan pegembangan dari mode IMV. Mode ini mampu berespon
terhadap usaha nafas spontan pasien. Ventilator akan menghentikan
pernafasannya ketika terdeteksi adanya usaha nafas spontan, sehingga dapat
menghindari kemungkinan terjadinya tabrakan.
Penggunaan:
Sama dengan mode IMV yaitu pasien yang tidak mampu mempertahakan nafas
spontan dalam jangka waktu lama.
Catatan:
Sebagaimana IMV, mode ini bisa digunakan sebagai mode ventilator utama atau
sebagai mode weaning.
5. Bilevel Ventilation
Ventilator ini memberikan PEEP (positive and ekspiratory pressure) yang rendah
dan tinggi, yaitu tanpa menggunakan bantuan jalan nafas buatan.
Penggunaan:
Digunakan oleh pasien dengan kondisi sebagai berikut:
a. Gagal nafas akut atau kronik
b. Edema paru akut
c. Perburukan (exacerbation) penyakit paru obstuktif kronis.
d. Gagal jantung kronik
e. Obstruktive sleep apnea
6. Continues Positive Air Ways Pressure
Selain digunakan pada ventilator invasif, juga pada pasien oleh ventilasi non-
invasif.
Cara kerja:
Ventilator menggunakan tekanan positive selama pernafasan spontan sehingga
mampu memperbaiki oksigenasi dengan membuka alveoli yang kolap diakhiri
ekspirasi.
Penggunaan:
Digunakan bagi semuapasien yang teridentifikasi telah stabil untuk diweaning.
Catatan:
Keberlangsungan penggunaan metode ini ditentukan oleh toleransi pasien
terhadap metode ini.
7. ASV (Adaptive Support Ventilation)
ASV merupakan kombinasi antara Pressure Control dan Pressure Support
Ventilation. Mode ini juga dapat digunakan baik pada pasien dengan pernafasan
terkontrol maupun yang sudah bisa bernafas secara spontan.
Cara kerja:
Setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis menyesuaikan kebutuhan
ventilasi pasien berdasarkan setting minimal minute ventilation dan berat badan
(BB) ideal pasien. BB diset oleh dokter atau perawat sedangkan mekanik
respirasi/paru ditentukan oleh ventilator. Dengan ASV, ventilasi yang diberikan
dapat menjamin minimum inspiratory pressure Control murni. Jika kemudian
pasien mulai bangun (trigger +) atau mulai diweaning, maka ASV akan berubah
otomatis menjadi Pressure Support.
Dengan ASV maka mulai dari pasien dikontrol sampai weaning pasien hanya
memakai satu mode saja. Sebab mulai dari pressure kontrol (paralisis) sampai
weaning dengan Pressure Support atau sebaliknya, mode yang digunakan hanya
ASV.
Contoh:
Sementara memakai ASV, tiba-tiba RR menjadi meningkat sampai >30 x/menit,
saturasi turun,setelah diperiksa ternyata terjadi edema paru atau pneumonia berat,
maka pasien segera dikontrol lagi dengan memakai pelumpuh otot. Setelah
diberikan pelumpuh otot, ASV secara otomatis akan segera berubah menjadi
Pressure Control tanpa secara harus merubah mode lain.

D. Pengaturan Ventilator Mekanik


Settingan ventilator biasanya berbeda-beda sesuai dengan kondisi pasien, akan tetapi
pada dasarnya ventilator di disain untuk memonitor komponen-komponen sistem
pernafasan pasien. Berikut ini beberapa komponen yang disetting saat pemasangan
ventilator mekanik.
1. RR (Respiratory Rate)
Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah pernafasan yang dilakukan ventilator dalam
satu menit. Setingan RR ini tergantung pada volume tidal, jenis kelainan paru pasien,
dan target PaO2 pasien yang ingin dicapai, Pasien normal RR 8-12 x/menit.
Contoh kasus-kasus khusus dimana hipoventilasi atau hiperventilasi diperlukan,
yaitu:
• Pasien dengan cidera kepala berat; Untuk mengurangi kandungan CO2 dalam
darah dan dapat mengurangi tekanan intrakranial.
• Pasien asma atau penyakit obstruksi pernafasan, sebaiknya RR diset antara 6-
8 x/menit, agar tidak terjadi auto-PEEP.
• Pasien PPOK
2. VT (Volume Tidal)
Volume tidal adalah jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap
kali bernafas. Umumnya diseting 5-15 cc/kgBB, tergantung dari komplikasi, resisten
dan jenis kelainan paru. Pasien normal volume tidal 10-15 cc/kgBB. Contoh kasus-
kasus yaitu:
• Pasien PPOK = VT 5-8 cc/kgBB
• Pasien ARDS = VT 4-6 cc/kgBB
Volume tidal rendah digunakan agar terhindar dari barotrauma.
3. FIO2 (Fraksi Oksigen)
Fraksi oksigen adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisaran 21-100%. Pemberian
FIO2 100% 15 menit pertama direkomendasikan setelah pemasangan ventilator,
kemudian dilakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah. Pemberian FIO2 100% terlalu
lama mengakibatkan keracunan oksigen dan bisa menyebabkan edema paru,
atelektasis.
4. Rasio Inspirasi : Ekspirasi ( I : E )
Rumus Rasio I:E adalah Waktu Inspirasi ditambah Waktu Istirahat dibagi Waktu
Ekspirasi.
Waktu Inspirasi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan volume tidal atau
mempertahankan tekanan.
Waktu Istirahat adalah periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi.
Waktu Ekspirasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernafasan. Nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi 1:2 atau 1:1,5.
5. Limit Pressure/Inspiration Pressure
Pressure limit mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume cycle. Tekanan yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Nilai normal 35 cmH2O.
Pressure limit yang tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa kondisi yaitu:
sumbalan jalan nafas, retensi sputum di ET atau TT, pengembunan air di sirkuit
ventilator terlekuk, ET tergigit oleh pasien dan saat pasien batuk.
6. Flow Rate/Peak Flow
Flow Rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal
pernafasan yang telah diseting permenitnya. Nilai normal 40-100 L/menit.
Sedangkan Inspiratory flow rate merupakan hasil penghitungan dari RR, TV dan I:E
ratio. Rumus penghitungannya adalah: volume tidal (L) dibagi T total dikali 60.
7. Sensitifity/Trigger
Sensitifity berfungsi menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan pasien
dalam memulai inspirasi dari ventilator atau seberapa besar pasien merangsang
mesin untuk memberikan bantuan nafas. Jika pasien diharapkan untuk merangsang
mesin makan sensitivitas ventilator diseting -2 cm H2O.
8. Alarm
Sistem alarm digunakan sebagai tanda peringatan bagi perawat ketika terjadi
masalah. Alarm tekanan rendah menandakan terputusnya ventilator mekanik dari
pasien, sedangkan alarm tekanan tinggi menunjukkan adanya peningkatan tekanan,
misalnya saat terjadi bendungan pada jalan nafas atau kebocoran pada ventilator
dapat dideteksi oleh alarm volume rendah.
9. Kelembapan dan Suhu
Pemasangan humidifier pada ventilator mekanis bertujuan untuk mempertahankan
kelembapan dan kehangatan udara pernafasan pasien. Tingginya sugu inhalasi
dapat menyebabkan terbakarnya trakhea, akan tetapi jika humidifier kering
bukannya menurunkan edema paru, justru makin mengentalkan mukosa sehingga
semakin sulit untuk menghisap lendir. Hati-hati dengan udara yang mengembun
pada sirkuit ventilator.
10. PEEP (Positive End Expiratory Pressure)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli di akhir
ekspirasi. PEEP sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler
paru dan mampu memaksimalkan proses oksigenasi dengan volume tidal yang
rendah, maka nilai PEEP selalu dimulai dari 5cmH2O. Jika PaO2 masih rendah
sedangkan Fio2 sudah 60% maka PEEP merupakan pilihan utama hingga mencapai
nilai 15 cmH2O, sehingga mencegah terjadinya volutrauma.
Untuk melakukan perubahan nilai PEEP perlu diperhatikan:
a. Analisa gas darah
b. Toleransi pasien terhadap penggunaan PEEP
c. Kebutuhan FIO2
d. Respon kardiovaskuler.
Tujuan penggunaan PEEP:
a. Meningkatkan volume alveolus
b. Mengembangkan alveoli yang kotap
c. Meningkatkan distribusi cairan ekstravaskular paru
Kerugian penggunaan PEEP yaitu:
a. Meningkatkan tekanan intratorokal, sehingga mengganggu fungsi jantung dan
menurunkan tekanan darah
b. Meningkatkan tekanan intrakranial.

E. Komplikasi Ventilator Mekanik


1. VAP (Ventilation Associated Pneumonia)
Intubasi meningkatkan resiko terjadinya pneumonia, karena proses intubasi dapat
mengganggu mekanisme pertahanan sistem pernafasan, sekaligus membuka jalan
masuk kuman penyakit pada saluran nafas yang lebih rendah. Berbagai peralatan
dan intervensi seperti suction dan terapi nebulizer makin menambah resiko terkena
infeksi.
2. Barotrauma
Sering disebut juga sebagai overdistension, merupakan akibat dari penggunaan
volume tidal tinggi selama terpasang ventilator mekanik. Keparahan barotrauma
tergantung pada jumlah udara yang dikeluarkan dan memiliki mulai dari benign
subcutaneous empyhsema hingga pneumothorax atau pneumopericardium yang
menyebabkan tamponade jantung.
3. Gangguan kardiovaskular
Penggunaan ventilator mekanik tekanan positif akan meningkatkan tekanan
intratorak dan menurunkan aliran balik vena ke jantung kanan sehingga
mengganggu fungsi jantung. Penurunan preload akibat berkurangnya aliran balik
vena akan diikuti dengan penurunan perfusi di organ perifer, yaitu ginjal, hepar dan
saluran pencernaan pada umumnya.
4. Gangguan Saluran Pencernaan
Peningkatan tekanan vena lambung dan penurunan kardiak out put dapat
menyebabkan iskemi mukosa dan perdarahan pada lambung. Selain itu peningkatan
tekanan ventilator dapat mengalahkan resistensi spinkter esophageal bawah dan
juga dapat memicu distensi lambung dan muntah, sehingga pasien memiliki resiko
mengalami aspirasi.
5. Sumbatan Jalan Nafas
Tindakan intubasi pada pasien dengan ventilator mekanik, secara fisiologis akan
merangsang produksi sekret secara berlebihan. Selain itu ujung ET/TT yang terlalu
dalam, sehingga menyumbat salah satu paru-paru (umumnya yang sebelah kiri) dan
menimbulkan atelektasis, dan bisa juga terjadi karena tersumbat atau tertekuknya
sirkuit ventilator mekanik.
6. Gangguan Fungsi Ginjal
Terjadi pada awal-awal pasien terpasang ventilator mekanik. Gangguan ini diawali
dengan peningkatan ADH yang menyebabkan timbulnya retensi cairan dan edema.
7. Gas Trapping
Terjadi jika terdapat ketidakefesien waktu untuk mengosongkan alveoli sebelum
pernafasan berikutnya.
8. Ketidakselarasan Pasien Dengan Ventilator Mekanik
Pasien biasanya melawan pernafasan ventilator disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
panik, cemas atau adanya perubahan status mental. Selain itu bisa dikarenakan ia
kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan ventilator yang menggunakan PEEP
intrinsic, volume tidal yang besar, dan pengurangan waktu ekspirasi.
9. Hal yang perlu diperhatikan
• Ukur tidal volume setiap 4 jam.
• Observasi tanda vital setiap perubahan mode/pola ventilator.
• Periksa analisa gas darah setiap perubahan model/pola ventilator.
• Humidifier tidak boleh kering dan suhu di set pada angka 35 C.
• Bila memungkinkan, ganti set tubing setiap hari.
• Bila tekanan darah turun, maka PEEP tidak perlu digunakan.
• Perhatikan pemasangan konektor pada pasien sirkuit, apabila posisi tertukar
maka pada monitor akan muncul peringatan “High PEEP” dan “Check Sensor”.
• Perhatikan pasien sirkuit, usahakan posisi yang rendah pada posisi buangan.

F. PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK


1. Perawatan Jalan Nafas
Perawatan jalan nafas yang dilakukan meliputi: pelembapan (humidifier)
yang adekuat, pembuangan sekret, perubahan posisi, dan penghisapan (suction).
Penggunaan humidifier bertujuan untuk mencegah obstruksi jalan nafas akibat
sekresi yang kering dan perlengketan mukosa. Sedangkan perubahaan posisi dan
fisioterapi dada bertujuan untuk memobilisasi sekret di paru agar mudah dikeluarkan.
Sedangkan suction hanya dilakukan jika perlu, karena tindakan ini memiliki
resiko terjadinya atelektasis, hipoksemia, infeksi dan terjadinya aspirasi.
Peningkatan PIP (Peak Inspiratory Pressure) merupakan tanda adanya
perlengketan dan penyempitan jalan nafas, sehingga membutuhkan tindakan
suction.
Beberapa hal yang diperlukan pada saat tindakan suction, yaitu:
a. Periksa tanda vital, irama dan suara paru.
b. Tekanan suction 80-100 mmHg
c. Ukuran kateter suction <0,5 diameter ET/TT
d. Lakukan hiperoksigenasi dengan oksigen 100% sebelum dan sesudah
penghisapan.
e. Jika pasien terpasang ventilator, seting FIO2 menjadi 100%, kemudian
hubungkan dengan pasien minimal 30 detik. Jika menggunakan resusitasi
manual, lakukan hiperinflasi 4-5 pernafasan.
f. Masukkan kateter hingga menemui tahanan, kemudia tarik 1-2 cm sebelum
melakukan penghisapan.
g. Penghisapan tidak boleh lebih dari 10 detik
2. Perawatan Endotracheal Tube (ET)
Pemasangan ET harus tepat sehingga dapat mencegah bergeser atau bergeraknya
tube. Perawatan oral yang dilakukan setiap hari bertujuan untuk mencegah iritasi
kulit, atau nekrosis pada bibir, hidung, atau mulut akibat penggunaan plester.
Sedangkan untuk mencegah tergigitnya ET dan bergesernya letak ET oleh lidah
maka dapat digunakan penahan gigitan oral. Jika pasien terpasang ET lebih dari 21
hari maka perlu dipertimbangkan untk menggantikannya dengan tracheostomy tube
(TT). Hal ini disebabkan jika pasien terlalu lama menggunakan ET maka bisa
mengganggu pita suara.
Beberapa keuntungan penggunaan TT antara lain:
a. Mencegah cedera lanjut dari pemasangan ET
b. Meningkatkan kenyaman dan memperbaiki psikologis pasien
c. Mempermudah penghisapan lendir
d. Mempermudah ambulasi
e. Memungkinkan komunikasi peroral
f. Mempermudah asupan nutrisi peroral
Kerugian yang ditimbulkan meliputi:
a. Resiko terjadinya perdarahan
b. Resiko terlepasnya selang kejaringan sub kutan
c. Timbulnya jaringan parut dan perubahan bentuk
3. Tekanan Manset Selang (Cuff Tube)
Pemasangan selang manset bertujuan untuk mencegah kebocoran udara
inspirasai dan aspirasi saat terjadi muntah. Akan tetapi jika tekanannya berlebihan
maka bisa menghambat perfusi daerah trahkea, yang pada akhirnya akan dikuti
dengan kerusakan jaringan tersebut. Tekanan manset selang hendakny di cek setiap
shift. Tekanan manset yang ideal adalah tekanan yang paling rendah tanpa disertai
dengan kebocoran udara inspirasi. Secara fisiologis sirkulasi darah di trahkea akan
terpengaruh oleh tekanan ± 30 mmHg. Untuk mencegah tekanan yang berlebihan
maka tekanan manset di seting dalam kisaran 20 mmHg. Kebocoran manset dapat
dideteksi dengan mencermati beberapa tanda antara lain: perbedaan VT actual
dengan setingan awal, adanya bunyi turbelensi udara pada leher. Untuk
mengatasinya kita dapat memasukkan udara saat inspirasi hingga suara turbelensi
tidak terdengar lagi.
4. Perawatan Gastrointestinal
Pasien dengan intubasi memiliki resiko tinggi untuk terkena pneumonia
nosokomial. Hal ini disebabkan oleh kolonisasi bakteri pada orofaringeal, gastric,
asspirasi dan gangguan pada sistem pertahanan paru-paru. Untuk mengatasinya
telah dikembangkan dua metode yaitu: dekontaminasi selektif pada saluran
gastrointestinal dengan antimikrobial, dan pemberian obat propilaksis stress ulkus
yang tidak mengganggu pH lambung.
5. Dukungan Nutrisi
Dukungan nutrisi terhadap pasien dengan ventilator harus diperhatikan
sejak dini. Kelaparan klinis yang terjadi dapat menimbulkan komplikasi paru hingga
kematian.
Dampak dari kelaparan klinis:
a. Atrofi oto pernafasan
b. Penurunan protein
c. Penurunan Imunitas tubuh
d. Penurunan produksi surfaktan
e. Penurunan reflikasi epithelium pernafasan
f. Penurunan ATP intraseluler
g. Gangguan oksigenasi selular
h. Depresi pusar pernafasan
Otot pernafasan sebagaimana otot lainnya. Jika kebutuhan energy tidak
terpenuhi maka akan mengalami kelelahan. Akibat lebih lanjut adalah hilangnya
kemampuan koordinasi sehingga menurunkan volume tidal. Selain itu kelelahan juga
dipengaruhi oleh hipomagnesemia dan hipopospatemia akibat masukan nutrisi yang
kurang.
Kelaparan juga menyebabkan menurunnya sintesis protein yang
mempengaruhi elastisitas jaringan paru dan produksi surfaktan.
Menurunnya sistem imun dan gangguan mekanis pembersihan bakteri normal.
Usaha perbaikan gizi harus segera dilakukan, hal ini berkaitan dengan
dampak yang cukup serius. Jika saluran gastrointestinal masih utuh, maka nutrisi
dapat diberikan melalui selang makanan (Naso Gastric Tube). Bila pasien toleran
terhadap makanan selang pertama, maka konsentrasi makanan dapat ditingkatkan.
Akan tetapi, jika ternyata pasien tidak toleran, pertimbangkan pemberian makanan
parenteral. Pemberian makanan parenteral membutuhkan observasi dan teknik
aseptic yang ketat untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Semua pasien yang terpasang ventilator dalam jangka waktu lama
membutuhkan 2000-2500 kalori perhari. Sedangkan pada hari pasien disapih
masukan kalori dapat diturunkan sebesar 1000 kalori perhari. Hal ini ditunjukkan untuk
meningkatkan penggunaan lemak sebagai sumber energy, sehingga menurunkan
penggunaan karbohidrat yang akan diikuti penurunan kadar karbohidrat darah.
6. Perawatan Mata
Perawatan Mata pada pasien dengan ventilator merupakan hal yang
penting untuk dilakukan. Pengkajian yang ketat dan pemberian tetes mata atau salep
mata bertujuan untuk mengurangi kekeringan pada kornea mata. Bila reflex berkedip
kelopak mata hilang, maka kelopak mata harus diplester untuk mencegah abrasi,
kekeringan dan trauma pada kornea.
7. Perawatan Psikologis
Pasien dengan ventilator berada pada situasi yang penuh dengan stressor
baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik ketenangan pasien terganggu oleh
berbagai macam kebisingan alat-alat di ruang ICU beserta tindakan perawatan yang
terkadang terlihat kurang menghargai harkat manusia. Sedangkan secara psikis
pasien dihadapkan pada ketakutan akan datangnya kematian, prognosis penyakit
yang buruk, hingga perasaan lemah tak berdaya yang menimbulkan ketergantungan
secara psikologis.
Pasien yang sudah terbiasa mendapatkan bantuan pernafasan, akan
menunjukkan perasaan enggan untuk dilepaskan dari ventilator karena telah terlanjur
merasa nyaman. Pada situasi ini penyapihan dapat menimbulkan stress tersendiri
bagi pasien maupun perawat. Ini juga merupakan stressor bagi keluarga pasien, baik
karena sakitnya anggota keluarga yang sakit, lingkungan yang asing, maupun dengan
financial yang harus ditanggung. Oleh karena itu keluarga harus segera dikenalkan
dengan lingkungan fisik, jam kunjungan, hingga laporan mengenai perkembangan
pasien.

G. WEANING (PENYAPIHAN)
1. Pengertian
Weaning dari ventilator mekanik dapat didefinisikan sebagai proses
pelepasan ventilator baik secara langsung maupun bertahap. Tindakan ini biasanya
mengimplikasikan dua hal yang terpisah tapi memiliki hubungan yang erat dalam
aspek perawatan yakni pemutusan ventilator dan pelepasan jalan nafas buatan.
Masalah pertama adalah bagaimana menentukan kapan pasien telah siap melakukan
nafas spontan. Setiap kali pasien mampu mempertahankan nafas spontan, maka hal
kedua yang perlu dipertimbangkan adalah apakah jalan nafas buatan (ET/TT) bisa
dilepas.
Pembuatan keputusan hendaknya berdasarkan beberapa hal berikut:
status mental pasien, mekanisme perlindungan jalan nafas, kemampuan batuk dan
karakteristik sekret. Jika pasien memiliki kepekaan yang adekuat berkaitan dengan
mekanisme perlindungan jalan nafas dan tanpa disertai sekret yang berlebih, ini
merupakan indikasi dilakukan ekstubasi.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai proses weaning antara lain:
• Memulihkan atau memperbaiki penyebab gagal nafas
• Mempertahankan kekuatan otot
• Memberi nutrisi yang sesuai
• Mempersiapkan kondisi psikologis
2. Indikasi
Pasien seharusnya terus mendapatkan skrining untuk menemukan
kemungkinan dilakukan weaning. Beberapa kriteria pasien yang bisa menjadi dasar
untuk mengambil keputusan proses weaning pada seseorang:
• Proses penyakit yang menyebabkan pasien membutuhkan ventilator sudah
tertangani
• PaO2/FiO2 > 200
PEEP < 5
FiO2 < 0,5
PH < 7,25
Hb > 8 g%
• Pasien sadar, dan afebris (suhu tubuh normal)
• Fungsi jantung stabil
❖ HR < 140 x/menit
❖ Tidak terdapat iskemic otot jantung (myocardial ischaemia)
❖ Bebas dari obat-obatan vasopressor atau hanya menggunakan obat-obatan
inotropik dosis rendah.
• Fungsi paru stabil:
Kapsitas vital 10-15 cc/kg
Volume tidal 4-5 cc/kg
Ventilasi menit 6-10 L
Frekwensi permenit < 20 permenit
• Kondisi selang ET/TT:
Posisi diatas karina pada foto rontgen
Ukuran: diameter 8,5 mm
• Terbebas dari asidosis respiratorik
• Nutrisi:
Kalori perhari 2000-2500 kalori
Waktu: 1 jam sebelum makan
• Jalan nafas:
Sekresi: antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suctioning)
Bronkospasme: kontrol dengan Beta Adrenergik Posisi: duduk,semi fowler.
• Obat-obatan:
Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam
Agen Paralise : dihentikan lebih dari 24 jam
• Psikologis pasien:
Mempersiapkan kondisi emosi/psikologis pasien untuk tindakan
• Weaning
• Fisik pasien:
Pasien cukup istirahat dan stabil
Jika beberapa kriteria dalam parameter tersebut ditemukan, maka hal tersebut
merupakan indikasi bantuan ventilasi mekanik dihentikan. Latihan nafas spontan
(spontaneus breathing trial/SBT) dapat dilakukan pada pernafasan pasien
dengan dukungan tekanan darah rendah (5-7 cm H2O) atau menggunakan
pernafasan T-Tube. Percobaan awalan dalam beberapa menit dinamakan fase
skrining. Selama fase ini seharusnya pasien diawasi dengan ketat terhadap efek
negative yang mungkin timbul. Kemudian percobaan dilanjutkan minimal 30 menit
tetapi tidak lebih dari 120 menit untuk mengkaji kemungkinan proses weaning.
Setiap kali pasien mampu mempertahankan toleransi selama STB maka harus
dipertimbangkan apakah jalan nafas pasien bisa dilepas. Hal ini dengan
mempertimbangkan status mental, mekanisme bersihan jalan nafas dan
kemampuan untuk batuk. Jika pasien menunjukkan tanda-tanda kurang
bertoleransi maka weaning dianggap gagal dan pemasangan ventilator mekanik
dapat dilakukan kembali. Pelaksanaan SBT dalam janngka waktu lama pada
pasien yang intoleran menyebabkan pengingkatan kebutuhan oksigen sehingga
bisa menyebabkan kerusakan serat otot-otot pernafasan.
3. Jenis Weaning
Berdasarkan lamanya waktu pelaksanaannya, weaning dapat dibedakan
menjadi dua yakni: weaning jangka pendek dan weaning jangka panjang.
a. Weaning jangka pendek
Weaning jenis ini hanya membutuhkan waktu percobaan singkat, yaitu sekitar 20
menit sebelum di ektubasi.
Langkah-langkah standar proses weaning yaitu:
1. Mulai penyapihan pada pagi hari bukan malam hari untuk menghindari
kelelahan
2. Jelaskan prosedur kepada pasien
3. Lakukan penghisapan
4. Dapatkan parameter spontan
5. Berikan bronkodilator jika perlu
6. Istirahatkan pasien selama 15-20 menit
7. Tinggikan kepala tempat tidur
8. Tunggu pasien; beri dukungan, yakinkan dan evaluasi respon pasien
terhadap weaning.
Metode yang digunakan dalam proses weaning jangka pendek adalah T-Piece
dan Ventilasi Mandatory Intermitten (MV/SIMV).
1. Metode T-Piece
Prosedur yang dilakukan melalu metode ini antara lain:
• Kumpulkan data fisiologis yang mendukung pelaksanaan weaning.
Hubungkan set T-Piece dengan FiO2 yang dibutuhkan pasien (tunggu
selama 20-30 menit untuk evaluasi potensial ektubasi. Lakukan
pengawasan data fisiologis tiap 2-10 menit jika perlu).
• Pada akhir menit -30, periksa AGD pasien dan evaluasi pasien dari tanda
kelemahan.
• Bila kriteria penyapihan terpenuhi, maka ekstubasi dapat dilakukan.
• Tingkatkan periode istirahat sampai 1 jam setelah periode penyapihan
30 menit tercapai.
• Turunkan Volume Tidal pada respirator dengan 50 cc/hari
• Setelah 8 jam periode penyapihan dilakukan, tingkatan penyapihan pada
siang hari.
• Lanjutkan 1 jam istirahat diantara periode penyapihan
• Penyapihan selesai.
• Selama proses penyapihan yang panjang ini, pencatatan harus
dilakukan terus, salah satunya adalah total jam yang dibutuhkan selama
weaning ini. Nilai AGD dan peningkatan pernafasan spontan juga harus
ditambahkan untuk menyakinkan pasien secara aktual mengalami
perkembangan yang signifikan.
2. SIMV
Mode SIMV ini sama dengan mode lain. Kecepatan SIMV diturunkan
perlahan. Hal ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk melatih otot
pernafasan. Evaluasi yang tepat terhadap kemungkinan hipoventilasi dan
hiperkapnia merupakan hal yang sangat penting. Kemudia TV juga secara
perlahan diturunkan sesuai dengan kemajuan pasien.
3. CPAP
Penggunaan CPAP pada 5 cm H2O dianggap menguntungkan bagi pasien
dengan pernafasan tidak stabil dan memiliki gradient besar PO2 alveolar-
arteri yang menimbulkan kolaps alveolar dini.
4. PSV
Penggunaan mode PSV dalam penyapihan bertujuan untuk meningkatkan
tahanan dan kekuatan otot pernafasan. Penyapihan dimulai dengan tingkat
tekanan yang bisa menghasilkan volume tidal yang diharapkan. Kemudian
tekanan dikurangi secara perlahan tapi tetap memperhatikan pemenuhan
volume tidal yang diharapkan.

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Informed consent
2. Lembar rekam medis: Indentitas pasien, form observasi ventilator, diagnose medis, nama
dokter, observasi TTV, jenis cairan balance cairan, terapi dari dokter, catatan perkembangan
dan keperawatan pasien.
Ditetapkan di : Bangka
Pada Tanggal : 01 Juni 2019

DIREKTUR RSUD Dr. (H.C.) Ir. SOEKARNO


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

ARMAYANI

Anda mungkin juga menyukai