Panduan Koma
Panduan Koma
Pasien koma dan dengan yang membutuhkan alat bantu nafas memerlukan asuhan yang
berhubungan dengan masalah psikososial, spiritual dan budaya.
• Ventilator atau Alat Bantu Napasadalah Suatu alat yang mampu mengambil alih semua atau
sebagian fungsi pernafasan untukl mempertahan kan oksigenisasi.
• Pasien Koma adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit dimana terjadi
kerusakan organ multiple yang dengan dapat menggunakan alat bantu hidup untuk
mempertahankan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
• Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat
maupun sakit.
• Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan atau persetujuan dari seorang
(pasien ) yang diberikan secara bebas , rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup (
informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
BAB II
RUANG LINGKUP
Penggunaan ventilator ini digunakan pada pelayanan pasien di ruang ICU. Banyak
masalah yang melingkupi kondisi pasien koma yaitu mulai dari titiuk dimana adanya kegawatan
dini pada pasien dan proses berlanjut sampai pasien yang tidak dapat mempertahankan
oksigenisasi yang sudah mendapatkan therapy maksimal hingga keadaan koma dan
membutuhkan alat bantu nafas.
Aspek Medis
Ketika pasien mengalami cedera atau sakit yang serius, maka beberapa intervensi medis
dapat memperpanjang hidup pasien sebagai berikut
a. Tindakan resusitasi jantung paru (RJP), Pemeberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepasa
pasien yang mengalami henti nadas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk pasien yang
tidak bernafas dan tidak menunjukkan tanda tanda sirkulasi dan tanpa instruksi DNR (Do Not
Resusitasi) dibrekam medisnya
b. Pemakaian Ventilasi Mekanik (Ventilator) Pemakaian ventilator ditunjukkan untuk keadaan
tertentu karena penyakit yang berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
c. Pemberian Nutrisi, Pada pasien koma dan yang menggunakan vemtilator membutuhkan
nutrisi yang lebih disbanding dengan nutris pada orang sehat. Nutrisi diperlukan tubuh
dengan cara melalui feeding tube ataupun Parenteral Nutrition.
d. Pemberian Antibiotik, Dimana pasien dengan kondisi koma dan yang terpasang alat bantuan
hidup m,emiliki resiko infeksi lebih berat 5-10x lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada saluran pernafasan, saluran kemih,
peredaran darah, atau daerah trauma/operasi. Infeksi tersebut dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas, perpanjangan masa perawatan dan pembengkakan biaya
perawatan. Penyebab meningkatkan resiko infeksi ini bersifat multifaktorial, meliputi
penurunan fungsi imun, gangguan fungsi berrier usus, penggunaan antibiotic spectrum luas,
atau dari alat kesehatan yang digunakan seperti ventilator.
BAB III
TATALAKSANA
A. Indikasi
Indikasi penggunaan vebtilator mekanik adalah kondisi gagal nafas yang tidak bias
diperbaiki dengan bantuan oksigenisasi biasa. Gagal nafas sendiri dapat diartikan sebagai
ketidakmampuan untuk mempertahankan ph (7,35 – 7,45), PaCO2 (35-45 mmhg dan
PaO2 (>50 mmhg).
Indikasi klinis seorang pasien membutuhkan ventilator adalah :
1. Gagal nafas akut disertaiasidosis respiratorik yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan biasa
2. Hipoksemia yang telah mendapatkan therapy oksigen maksimal namun tidak ada
perbaikan.
3. Apnue
4. Secara Fisiologis memenuhi criteria :
RR > 35 x/menit TV < 5 ml/kg BB
Tekanan inspirasi maksimal < 20 cmH2O
PaO2 <60 mmhg dengan Fio2 ruanganj 21 %
PaO2 , 60 mmhg dengan FiO2 > 60 %
PaCO2 > 60 mmhg
2. Assisted Mode
Mode ini dikenal sebagai Assist Control Ventilation (ACV). Ventilator ini melakukan
pernafasan dengan kecepatan dan volume tidal yang telah ditentukan sebagai
respon terhadap usaha nafas spontan pasien. Dalam hal ini menunjukkan bahwa
pasien tidak mampu melakukan pernafasan spontan secara penuh, sehingga
ventilator akan melakukan pernafasan jika pasien gagal mencapai frekuensi
pernafasan yang telah diseting.
Contoh: RR pada ventilator telah diseting 13 x/menit. Jika dalam satu menit ternyata
pasien hanya mampu bernafas spontan sebanyak 12 x/menit, maka sisanya (2x)
akan dilakukan oleh ventilator.
Penggunaan:
Pada pasien yang telah mampu bernafas spontan dengan kelemahan otot
pernafasan.
Komplikasi:
a. Hiperventilasi
b. Alkalosis Respiratori
Catatan:
Hiperventilasi dapat terjadi dengan meningkatnya kecepatan pernafasan, untuk
itu obat sedasi mungkin diperlukan untuk membatasi jumlah pernafasan
spontan.
3. IMV/SIMV Mode
IMV ( Intermitten Mandatory Ventilation) Ventilator ini memberikan pernafasan
dengan volume tidal, dan kecepatan yang telah ditentukan, tapi masih
memfasilitasi pernafasan spontan. Dalam hal ini belum mampu mengkoordinasikan
pernafasan ventilator dengan usaha nafas pasien, sehingga terkadang
menyebabkan tabrakan antara nafas pasien dengan ventilator.
Penggunaan:
Pada pasien yang tidak mampu mempertahankan nafas spontan dalam jangka
waktu lama.
Catatan:
Untuk mencegah kelelahan otot pernafasan dan meningkatkan usaha pernafasan
maka harus tertangani dulu permasalahan dasar (penyebab gagal nafas).
4. SIMV (Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation)
Ventilator ini merupakan pegembangan dari mode IMV. Mode ini mampu berespon
terhadap usaha nafas spontan pasien. Ventilator akan menghentikan
pernafasannya ketika terdeteksi adanya usaha nafas spontan, sehingga dapat
menghindari kemungkinan terjadinya tabrakan.
Penggunaan:
Sama dengan mode IMV yaitu pasien yang tidak mampu mempertahakan nafas
spontan dalam jangka waktu lama.
Catatan:
Sebagaimana IMV, mode ini bisa digunakan sebagai mode ventilator utama atau
sebagai mode weaning.
5. Bilevel Ventilation
Ventilator ini memberikan PEEP (positive and ekspiratory pressure) yang rendah
dan tinggi, yaitu tanpa menggunakan bantuan jalan nafas buatan.
Penggunaan:
Digunakan oleh pasien dengan kondisi sebagai berikut:
a. Gagal nafas akut atau kronik
b. Edema paru akut
c. Perburukan (exacerbation) penyakit paru obstuktif kronis.
d. Gagal jantung kronik
e. Obstruktive sleep apnea
6. Continues Positive Air Ways Pressure
Selain digunakan pada ventilator invasif, juga pada pasien oleh ventilasi non-
invasif.
Cara kerja:
Ventilator menggunakan tekanan positive selama pernafasan spontan sehingga
mampu memperbaiki oksigenasi dengan membuka alveoli yang kolap diakhiri
ekspirasi.
Penggunaan:
Digunakan bagi semuapasien yang teridentifikasi telah stabil untuk diweaning.
Catatan:
Keberlangsungan penggunaan metode ini ditentukan oleh toleransi pasien
terhadap metode ini.
7. ASV (Adaptive Support Ventilation)
ASV merupakan kombinasi antara Pressure Control dan Pressure Support
Ventilation. Mode ini juga dapat digunakan baik pada pasien dengan pernafasan
terkontrol maupun yang sudah bisa bernafas secara spontan.
Cara kerja:
Setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis menyesuaikan kebutuhan
ventilasi pasien berdasarkan setting minimal minute ventilation dan berat badan
(BB) ideal pasien. BB diset oleh dokter atau perawat sedangkan mekanik
respirasi/paru ditentukan oleh ventilator. Dengan ASV, ventilasi yang diberikan
dapat menjamin minimum inspiratory pressure Control murni. Jika kemudian
pasien mulai bangun (trigger +) atau mulai diweaning, maka ASV akan berubah
otomatis menjadi Pressure Support.
Dengan ASV maka mulai dari pasien dikontrol sampai weaning pasien hanya
memakai satu mode saja. Sebab mulai dari pressure kontrol (paralisis) sampai
weaning dengan Pressure Support atau sebaliknya, mode yang digunakan hanya
ASV.
Contoh:
Sementara memakai ASV, tiba-tiba RR menjadi meningkat sampai >30 x/menit,
saturasi turun,setelah diperiksa ternyata terjadi edema paru atau pneumonia berat,
maka pasien segera dikontrol lagi dengan memakai pelumpuh otot. Setelah
diberikan pelumpuh otot, ASV secara otomatis akan segera berubah menjadi
Pressure Control tanpa secara harus merubah mode lain.
G. WEANING (PENYAPIHAN)
1. Pengertian
Weaning dari ventilator mekanik dapat didefinisikan sebagai proses
pelepasan ventilator baik secara langsung maupun bertahap. Tindakan ini biasanya
mengimplikasikan dua hal yang terpisah tapi memiliki hubungan yang erat dalam
aspek perawatan yakni pemutusan ventilator dan pelepasan jalan nafas buatan.
Masalah pertama adalah bagaimana menentukan kapan pasien telah siap melakukan
nafas spontan. Setiap kali pasien mampu mempertahankan nafas spontan, maka hal
kedua yang perlu dipertimbangkan adalah apakah jalan nafas buatan (ET/TT) bisa
dilepas.
Pembuatan keputusan hendaknya berdasarkan beberapa hal berikut:
status mental pasien, mekanisme perlindungan jalan nafas, kemampuan batuk dan
karakteristik sekret. Jika pasien memiliki kepekaan yang adekuat berkaitan dengan
mekanisme perlindungan jalan nafas dan tanpa disertai sekret yang berlebih, ini
merupakan indikasi dilakukan ekstubasi.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai proses weaning antara lain:
• Memulihkan atau memperbaiki penyebab gagal nafas
• Mempertahankan kekuatan otot
• Memberi nutrisi yang sesuai
• Mempersiapkan kondisi psikologis
2. Indikasi
Pasien seharusnya terus mendapatkan skrining untuk menemukan
kemungkinan dilakukan weaning. Beberapa kriteria pasien yang bisa menjadi dasar
untuk mengambil keputusan proses weaning pada seseorang:
• Proses penyakit yang menyebabkan pasien membutuhkan ventilator sudah
tertangani
• PaO2/FiO2 > 200
PEEP < 5
FiO2 < 0,5
PH < 7,25
Hb > 8 g%
• Pasien sadar, dan afebris (suhu tubuh normal)
• Fungsi jantung stabil
❖ HR < 140 x/menit
❖ Tidak terdapat iskemic otot jantung (myocardial ischaemia)
❖ Bebas dari obat-obatan vasopressor atau hanya menggunakan obat-obatan
inotropik dosis rendah.
• Fungsi paru stabil:
Kapsitas vital 10-15 cc/kg
Volume tidal 4-5 cc/kg
Ventilasi menit 6-10 L
Frekwensi permenit < 20 permenit
• Kondisi selang ET/TT:
Posisi diatas karina pada foto rontgen
Ukuran: diameter 8,5 mm
• Terbebas dari asidosis respiratorik
• Nutrisi:
Kalori perhari 2000-2500 kalori
Waktu: 1 jam sebelum makan
• Jalan nafas:
Sekresi: antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suctioning)
Bronkospasme: kontrol dengan Beta Adrenergik Posisi: duduk,semi fowler.
• Obat-obatan:
Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam
Agen Paralise : dihentikan lebih dari 24 jam
• Psikologis pasien:
Mempersiapkan kondisi emosi/psikologis pasien untuk tindakan
• Weaning
• Fisik pasien:
Pasien cukup istirahat dan stabil
Jika beberapa kriteria dalam parameter tersebut ditemukan, maka hal tersebut
merupakan indikasi bantuan ventilasi mekanik dihentikan. Latihan nafas spontan
(spontaneus breathing trial/SBT) dapat dilakukan pada pernafasan pasien
dengan dukungan tekanan darah rendah (5-7 cm H2O) atau menggunakan
pernafasan T-Tube. Percobaan awalan dalam beberapa menit dinamakan fase
skrining. Selama fase ini seharusnya pasien diawasi dengan ketat terhadap efek
negative yang mungkin timbul. Kemudian percobaan dilanjutkan minimal 30 menit
tetapi tidak lebih dari 120 menit untuk mengkaji kemungkinan proses weaning.
Setiap kali pasien mampu mempertahankan toleransi selama STB maka harus
dipertimbangkan apakah jalan nafas pasien bisa dilepas. Hal ini dengan
mempertimbangkan status mental, mekanisme bersihan jalan nafas dan
kemampuan untuk batuk. Jika pasien menunjukkan tanda-tanda kurang
bertoleransi maka weaning dianggap gagal dan pemasangan ventilator mekanik
dapat dilakukan kembali. Pelaksanaan SBT dalam janngka waktu lama pada
pasien yang intoleran menyebabkan pengingkatan kebutuhan oksigen sehingga
bisa menyebabkan kerusakan serat otot-otot pernafasan.
3. Jenis Weaning
Berdasarkan lamanya waktu pelaksanaannya, weaning dapat dibedakan
menjadi dua yakni: weaning jangka pendek dan weaning jangka panjang.
a. Weaning jangka pendek
Weaning jenis ini hanya membutuhkan waktu percobaan singkat, yaitu sekitar 20
menit sebelum di ektubasi.
Langkah-langkah standar proses weaning yaitu:
1. Mulai penyapihan pada pagi hari bukan malam hari untuk menghindari
kelelahan
2. Jelaskan prosedur kepada pasien
3. Lakukan penghisapan
4. Dapatkan parameter spontan
5. Berikan bronkodilator jika perlu
6. Istirahatkan pasien selama 15-20 menit
7. Tinggikan kepala tempat tidur
8. Tunggu pasien; beri dukungan, yakinkan dan evaluasi respon pasien
terhadap weaning.
Metode yang digunakan dalam proses weaning jangka pendek adalah T-Piece
dan Ventilasi Mandatory Intermitten (MV/SIMV).
1. Metode T-Piece
Prosedur yang dilakukan melalu metode ini antara lain:
• Kumpulkan data fisiologis yang mendukung pelaksanaan weaning.
Hubungkan set T-Piece dengan FiO2 yang dibutuhkan pasien (tunggu
selama 20-30 menit untuk evaluasi potensial ektubasi. Lakukan
pengawasan data fisiologis tiap 2-10 menit jika perlu).
• Pada akhir menit -30, periksa AGD pasien dan evaluasi pasien dari tanda
kelemahan.
• Bila kriteria penyapihan terpenuhi, maka ekstubasi dapat dilakukan.
• Tingkatkan periode istirahat sampai 1 jam setelah periode penyapihan
30 menit tercapai.
• Turunkan Volume Tidal pada respirator dengan 50 cc/hari
• Setelah 8 jam periode penyapihan dilakukan, tingkatan penyapihan pada
siang hari.
• Lanjutkan 1 jam istirahat diantara periode penyapihan
• Penyapihan selesai.
• Selama proses penyapihan yang panjang ini, pencatatan harus
dilakukan terus, salah satunya adalah total jam yang dibutuhkan selama
weaning ini. Nilai AGD dan peningkatan pernafasan spontan juga harus
ditambahkan untuk menyakinkan pasien secara aktual mengalami
perkembangan yang signifikan.
2. SIMV
Mode SIMV ini sama dengan mode lain. Kecepatan SIMV diturunkan
perlahan. Hal ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk melatih otot
pernafasan. Evaluasi yang tepat terhadap kemungkinan hipoventilasi dan
hiperkapnia merupakan hal yang sangat penting. Kemudia TV juga secara
perlahan diturunkan sesuai dengan kemajuan pasien.
3. CPAP
Penggunaan CPAP pada 5 cm H2O dianggap menguntungkan bagi pasien
dengan pernafasan tidak stabil dan memiliki gradient besar PO2 alveolar-
arteri yang menimbulkan kolaps alveolar dini.
4. PSV
Penggunaan mode PSV dalam penyapihan bertujuan untuk meningkatkan
tahanan dan kekuatan otot pernafasan. Penyapihan dimulai dengan tingkat
tekanan yang bisa menghasilkan volume tidal yang diharapkan. Kemudian
tekanan dikurangi secara perlahan tapi tetap memperhatikan pemenuhan
volume tidal yang diharapkan.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Informed consent
2. Lembar rekam medis: Indentitas pasien, form observasi ventilator, diagnose medis, nama
dokter, observasi TTV, jenis cairan balance cairan, terapi dari dokter, catatan perkembangan
dan keperawatan pasien.
Ditetapkan di : Bangka
Pada Tanggal : 01 Juni 2019
ARMAYANI