File PDF
File PDF
TUGAS AKHIR
MARDIANSYAH KUSUMA
1006 826 042
HALAMAN JUDUL
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar spesialis okupasi
MARDIANSYAH KUSUMA
1006 826 042
ii
Universitas Indonesia
iii
Universitas Indonesia
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan tugas akhir ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Dokter
Spesialis Okupasi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Pada kesempatan ini, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
iv
Universitas Indonesia
Penulis
v
Universitas Indonesia
vi
Universitas Indonesia
Banyak organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan mata telah banyak
mengajukan panduan dalam pelayanan kesehatan mata terutama yang berkaitan
dengan penglihatan warna. The most widely used untuk skrining gangguan
penglihatan warna adalah tes Ishihara. Namun saat ini ditawarkan vision tester
yang multifungsi untuk banyak berbagai skrining kesehatan mata termasuk
penglihatan warna. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara hasil pemeriksaan
menggunakan vision tester dengan hasil pemeriksaan menggunakan tes Ishihara
pada skrining penglihatan warna pekerja dan untuk mengetahui proporsi gangguan
penglihatan warna pada pekerja yang menjadi subyek dalam penelitian ini,
dilakukan studi potong lintang dengan memakai data sekunder dari hasil
pemeriksaan para pekerja laki-laki dari berbagai jenis perusahaan di Jakarta dan
Bogor. 32 dari 492 (6,5%) pekerja terdeteksi sebagai gangguan penglihatan warna
oleh tes Ishihara. Namun terlihat ketidaksesuaian hasil yang diperoleh dari kedua
alat dimana 152 dinyatakan normal oleh tes Ishihara, sedangkan vision tester
menyatakan sebagai gangguan dengan presentasi ketidaksesuaian mencapai 33%.
Keduanya ternyata berbeda secara bermakna berdasarkan uji Mc Nemar (p<0.001)
dan memiliki tingkat kesesuaian yang rendah berdasarkan uji Kappa dengan nilai
0,21 (p<0.001). Perbedaan panjang gelombang cahaya mungkin menyebabkan
bias. Proporsi pekerja dengan gangguan penglihatan warna sebesar 6,5%.
Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan vision tester prevalensi
gangguan penglihatan warna sebesar 37,4%. Sebagai simpulan adalah hasil
pemeriksaan menggunakan vision tester ternyata memiliki ketidaksesuaian dengan
hasil pemeriksaan menggunakan tes Ishihara pada skrining penglihatan warna.
Dan proporsi gangguan penglihatan warna pada pekerja yang menjadi subyek
dalam penelitian ini menurut tes Ishihara sebesar 6,5%, sedangkan menurut vision
tester sebesar 37,4%. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencari penyebab
ketidaksesuaian ini. Juga disarankan melakukan penelitian yang sama dengan
menggunakan vision tester dari merek yang berbeda lain.
vii
Universitas Indonesia
viii
Universitas Indonesia
ABSTRACT..................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ix
ix
Universitas Indonesia
x
Universitas Indonesia
4.4 Uji Hipotesis Terhadap Perbandingan Hasil Pemeriksaan Dengan Tes Ishihara
Dan Vision tester ............................................................................................... 46
4.5 Proporsi Gangguan Penglihatan Warna Pada pekerja yang menjadi subyek
dalam penelitian ini ........................................................................................... 47
KEPUSTAKAAN ............................................................................................................. 52
LAMPIRAN...................................................................................................................... 53
xi
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Klasifikasi gangguan penglihatan warna dan prevalensi pada ras western
............................................................................................................. 12
Tabel 2.2 Interpretasi hasil pembacaan kartu ishihara .......................................... 22
Tabel 2.3 Interpretasi pemeriksaan warna dengan Vision tester ........................... 27
Tabel 2.4 Tabel 2x2 menggambarkan hasil uji dan akurasi tes untuk individu
dengan/dan tanpa penyakit .................................................................. 29
Tabel 3.1 Sumber data........................................................................................... 34
Tabel 3.2 Tabel Hasil pemeriksaan ....................................................................... 38
Tabel 4.1 Jumlah subyek yang diperoleh dari masing-masing perusahaan/instansi
............................................................................................................. 42
Tabel 4.2 Tabel distribusi hasil pemeriksaan tajam penglihatan .......................... 44
Tabel 4.3 Tabel distribusi hasil pembacaan tes Ishihara ....................................... 45
Tabel 4.4 Tabel distribusi hasil pembacaan vision tester ...................................... 46
Tabel 4.5 Tabulasi silang perbandingan hasil tes Ishihara dengan Vision tester .. 46
xii
Universitas Indonesia
xiii
Universitas Indonesia
xiv
Universitas Indonesia
nm : Nanomikron
OLM : Outer Limiting Membrane
SIM : Surat Izin Mengemudi
MCU : Medical Check Up
PERDAMI : Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia
LED : Light Emitting Diode
FAA : Federal Aviation Administration
xv
Universitas Indonesia
1
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
2
Pemeriksaan Tes Ishihara telah digunakan secara luas untuk skrining gangguan
penglihatan warna baik untuk kepentingan klinik maupun untuk kepentingan
pekerjaan. Pemeriksaan ini menggunakan cetakan buku dimana ternyata cetakan
buku tersebut tidaklah selalu sama dalam mencetak kecerahan warna dan akan
memudar seiring berjalannya waktu sehingga diperlukan suatu alat yang tahan
lama dan mudah dioperasikan serta terkalibrasi dengan akurat. Oleh karena itu,
maka saat ini ditawarkan suatu alat multifungsi dalam pemeriksaan mata yaitu
vision tester1 dimana salah satu kemampuannya adalah untuk melihat adanya
gangguan penglihatan warna dengan menggunakan konsep pemeriksaan Ishihara
namun dioperasikan secara digital sehingga dapat menjadi alternatif untuk
pemeriksaan gangguan penglihatan warna. (5,8,9,10,11)
1
Vision tester yang digunakan adalah Optec 5500 (P) Motorized VisionTester dengan
menggunakan paket slide tes standar untuk industri.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1.5 Tujuan
Universitas Indonesia
Beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut
memerlukan penglihatan yang baik adalah :
5
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
6
Berikut adalah daftar profil kelompok pekerjaan yang dibagi pada kebutuhan akan
penglihatan warna. Panduan ini tidaklah mutlak, dan tergantung dari jenis industri
yang mungkin bisa dimodifikasi :
Universitas Indonesia
Masing-masing bola mata berada di rongga orbit dan disanggah oleh berbagai
ligamen, otot dan fasia ekspansi yang mengelilinginya. Pada sklera tertanam tiga
pasang otot yaitu dua pasang otot rektus berjalan langsung ke orbit tulang
tengkorak ortogonal satu sama lain (rektus superior, rektus inferior, rektus lateral
Universitas Indonesia
dan dengan otot rektus medial) dan otot oblik (oblik superior dan oblik inferior).
Otot-otot ini disebut juga otot-otot luar yang berfungsi memutar bola mata di orbit
memungkinkan gambar terfokus pada fovea retina selama mungkin. (15)
Retina merupakan bagian dari susunan saraf pusat (SSP) yang berasal dari tabung
saraf. Retina berkembang dari dalam menuju keluar dengan membentuk se-sel
ganglion dan selanjutnya terbentuk sel-sel fotoreseptor. Mann (1964) mengatakan,
seperti dikutip Kolb et al, pada usia kehamilan lima bulan sebagian koneksi dasar
retina sudah terbentuk. Pematangan sel-sel fotoreseptor di mulai dari segmen luar
yang mengandung pigmen penglihatan dan mata menjadi sensitif terhadap cahaya
pada tujuh bulan kehamilan. (15,16,17)
Dari potongan melintang retina, kita dengan mudah dapat membedakan rod dan
cone yang merupakan reseptor cahaya atau yang dikenal dengan fotoreseptor.
Cone yang berbentuk kerucut berada satu baris tepat di bawah outer limiting
membrane (OLM) dengan segmen yang menonjol ke dalam ruang subretinal ke
Universitas Indonesia
arah epitel pigmen terkonsentrasi di bagian fovea. Sedangkan rod dengan bentuk
batang yang sangat tipis berada di sela-sela cone dalam ruangan subretinal dan
memanjang ke sel-sel epitel. (15,16,18)
Sejarah penglihatan warna pertama kali diperkenalkan oleh Isaac Newton pada
tahun 1666 saat dia mempertunjukkan spektrum cahaya yang keluar melalui
Universitas Indonesia
sebuah prisma yang dilalui oleh cahaya. Dia berspekulasi bahwa cahaya
menyebabkan getaran di dalam nervus optik yang diteruskan untuk merespon tiap
warna. Pada 1794 John Dalton, seperti dituliskan oleh Hunt et al, menggambarkan
bahwa dirinya menderita gangguan penglihatan warna. Dibandingkan saudara
laki-lakinya, dia mengalami kebingungan membedakan antara merah tua dengan
hijau dan merah muda dengan biru. Dalton memperkirakan bahwa vitreous humor
matanya berwarna biru, menyerap warna secara selektif. Dia memerintahkan
untuk memeriksa bola matanya setelah dia wafat dan hasil pemeriksaan
menyatakan bahwa vitreous humor-nya sama sekali jernih. Tahun 1802, Thomas
Young mengatakan bahwa tidak mungkin retina memiliki satu reseptor untuk
setiap warna. Dan dia mengeluarkan dalil The principle theory of three principle
colours. Helmholtz selanjutnya merincikan teori Young pada tahun 1863, bahwa
tiap reseptor akan merespon secara maksimal suatu warna tertentu dari spektrum
cahaya, namun akan kurang merespon warna lain dari spektrum cahaya. Hering
mengusulkan tiga macam reseptor yang menangkap cahaya, dua bagian yang
menangkap warna dan satu bagian yang menangkap hitam atau putih. Tiga bagian
itu bertanggung jawab untuk menghasilkan warna-warna hangat (putih, kuning,
merah) dan warna-warna dingin (hitam, biru, hijau). Hering juga mengatakan
bahwa setiap warna hangat akan berpasangan dengan setiap warna dingin dalam
kapasitas masing-masing. Saat ini sudah diketahui bahwa ada tiga macam reseptor
kerucut, seperti diusulkan oleh Young dan Helmholtz. Rangkaian jalur saraf yang
membandingkan hasil yang dikeluarkan oleh jenis reseptor yang berbeda
(spectrally opponent interaction) juga sesuai seperti yang diusulkan oleh Hering.
Jenis sel kerucut tersebut adalah biru, hijau dan merah. (8,19,20)
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, dua tipe dasar fotoreseptor, batang dan
kerucut, ada di retina. Batang adalah fotoreseptor yang mengandung pigmen
penglihatan rhodopsin dan sensitif terhadap cahaya biru-hijau dengan sensitivitas
puncak sekitar 500 nm panjang gelombang cahaya. Fotoreseptor batang sangat
sensitif dan digunakan untuk penglihatan di bawah kondisi redup gelap di malam
hari. Kerucut mengandung pigmen kerucut seperti opsin, tergantung pada struktur
yang tepat dari molekul opsin, yang sangat sensitif terhadap panjang gelombang
panjang baik cahaya (lampu merah), panjang gelombang menengah cahaya
Universitas Indonesia
(lampu hijau) atau panjang gelombang cahaya pendek (cahaya biru). Sensitivitas
kerucut dan panjang gelombang yang berbeda serta jalur konektivitas ke otak,
merupakan dasar dari persepsi warna dalam penglihatan manusia. (15,16,17)
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Klasifikasi gangguan penglihatan warna dan prevalensi pada ras western
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Monochromacy
Monochromacy adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah
sel pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Monochromacy
ada dua jenis, yaitu rod Monochromacy dan cone Monochromacy.
• Rod Monochromacy (typical) adalah jenis gangguan penglihatan warna
yang sangat jarang terjadi, yaitu ketidakmampuan dalam membedakan
warna sebagai akibat dari tidak berfungsinya semua cones retina. Penderita
rod Monochromacy tidak dapat membedakan warna sehingga yang terlihat
hanya hitam, putih dan abu-abu.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tritanomaly adalah tipe anomolous trichromacy yang sangat jarang terjadi, baik
pada pria maupun wanita. Pada tritanomaly, kelainan terdapat pada
shortwavelength pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari
spektrum warna. Tidak seperti protanomaly dan deuteranomaly, tritanomaly
diwariskan oleh kromosom 7. Inilah alasan mengapa penderita tritanomaly sangat
jarang ditemui. (2,16,26,1)
Universitas Indonesia
Red-green Blue-yellow
acromatopsia
defect defect
Universitas Indonesia
Cara pemeriksaan :
Universitas Indonesia
3. Ruangan pemeriksaan harus mendapat cahaya matahari siang yang cukup. Jika
memakai alat bantu penerangan harus menggunakan kekuatan cahaya 600 luks
dengan sudut 45° ke lempengan kartu ishihara.
4. Kartu ishihara tidak boleh dipegang oleh subyek.
5. Pembacaan dilakukan secara binocular.
6. Pembacaan dilakukan dari jarak 75 cm dari mata dengan waktu pembacaan 3
sampai 10 detik tiap-tiap kartu.
7. Hasil pembacaan dinilai dari plate 1 – 11 untuk menunjukkan normal atau
mengalami gangguan penglihatan warna. Subyek normal dapat membaca 10
atau lebih dari kartu Ishihara. Subyek dengan gangguan penglihatan warna
hanya bisa membaca 7 atau kurang dari 7 kartu ishihara dan biasanya
berhubungan dengan lebih mudah membaca angka 2 pada kartu ke 9 dari pada
kartu ke 8. Sangat jarang menemukan orang normal yang dapat menjawab 8
atau 9 kartu. Dibutuhkan pemeriksaan penglihatan warna lebih lanjut termasuk
anomaloscope. (hasil ini dipakai pada pembacaan buku Ishihara 14 plate).
(12,31,30)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Person
with Total
Plate Normal Person Person with Red-Green Deficiencies
Color
Blindness
1 12 12 12
2 8 3 X
3 5 2 X
4 29 70 X
5 74 21 X
6 7 Hard to read X
7 45 Hard to read X
8 2 Obscure X
9 Hard to read 2 X
10 16 X X
11 Traceable Traceable X
Protan Deutan
Strong Mild Strong Mild
12 35 5 (3) 5 3 3 (5)
13 96 6 (9) 6 9 9 (6)
Can trace 2 Purple Red
14 Purple Red X
lines (red) (purple)
Sumber : Ishihara S. Test for colour-blindness 14 plates. Concise ed. Tokyo: Kanehara Shuppan Co., Ltd.;
1994
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3. Slide tes diproduksi dengan film fotograf berkualitas tinggi yang dikemas
dalam dua dek kacauntuk memastikan gambar dapat bertahan selama
bertahun-tahun;
4. Slide anti gores dan bisa dicuci karena terbuat dari bahan plastik
Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS);
5. Dua teropong independen untuk melihat dalam jarak yang tepat.
Pemeriksaan penglihatan jauh hingga 20 kaki dan Pemeriksaan
penglihatan dekat 16 inci. (32)
Vision tester, ideal untuk semua kebutuhan skrining fungsi penglihatan bidang
industri dan display screen equipment. Tajam penglihatan, persepsi kedalaman,
warna, phoria dan peripheral vision semua dapat ditentukan dengan cara yang
sangat efisien. Vision tester produk dari Stereo Optical ini tersedia dalam berbagai
paket, yang masing-masing paket terdiri dari 12 macam slide yang berbeda-beda.
Konfigurasi slide dalam masing-masing paket berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya. Stereo Optical menawarkan beberapa paket slide yang disesuaikan
menurut kegunaannya, yaitu paket untuk:
• Ophthalmology;
• Optometry;
• Public Health;
• Schools;
Universitas Indonesia
• Pediatrics;
• Clinical Trials;
• General Medicine;
• Driver Licensing;
• Industry;
• Military. (34,32)
Paket slide yang akan digunakan untuk pengujian dalam penelitian ini adalah
paket industri, yang antara lain terdiri dari adalah:
Universitas Indonesia
• Cek kebersihan lensa. Gunakan kain lap halus untuk mengelap lensa bila ada
kotoran atau pengembunan.
• Tempatkan formulir pencatatan dan peralatan lain yang dibutuhkan di dekat
instrumen.
• Hindari penempatan di mana berkas cahaya terang sinar matahari langsung
mengenai instrumen atau wajah subyek atau pasien yang akan diperiksa.
• Bersihkan sandaran kepala sebelum mulai digunakan. Alangkah baiknya bila
sandaran kepala dibersihkan setiap kali selesai memeriksa satu pasien.
• Pastikan posisi pasien senyaman mungkin pada waktu diperiksa.
o Pasien harus duduk atau berdiri dengan nyaman.
o Pastikan dahi pasien menekan sandaran kepala.
o Pastikan punggung dan leher pasien tidak dalam posisi menekuk.
o Pasien sebaiknya tidak terus menerus melihat ke arah slide setelah satu
pengujian selesai.
o Pada pengujian tertentu yang membutuhkan ketajaman penglihatan, pasien
hendaknya tetap berkacamata pada waktu melihat slide
o Lanjutkan ke pemeriksaan berikutnya bilamana diperlukan.
• Atur ketinggian instrumen sesuai dengan tinggi badan pasien, agar pasien
merasa nyaman. Badan instrumen dapat disesuaikan ketinggiannya sesuai
dengan ketinggian pasien dari permukaan meja. (35)
Universitas Indonesia
Cara pemeriksaan :
Universitas Indonesia
secara luas, mudah digunakan, murah, nyaman dan tidak terlalu menyakitkan jika
digunakan pada populasi yang akan diskrining. (36)
Secara umum, skrining memiliki dua tujuan utama :
Karena jumlah untuk keempat hasil yang sangat tergantung pada ukuran sampel,
maka biasanya diekspresikan sebagai rerata. Sebagai contoh, a/(a+c) sama dengan
proporsi individu yang memiliki penyakit dan yang memiliki positif hasil tes, atau
tingkat yang benar-positif, juga dikenal sebagai sensitivitas dari tes; d/(b + d)
adalah sama dengan proporsi individu yang tidak memiliki penyakit dan yang
memiliki hasil tes negatif, atau tingkat yang benar-negatif, juga dikenal sebagai
Universitas Indonesia
spesifitas dari tes; c/(a+c) adalah sama dengan proporsi individu yang memiliki
penyakit tetapi memiliki hasil tes negatif palsu, atau tingkat negatif palsu, dan
b/(b+d) sama dengan proporsi individu yang tidak memiliki penyakit tetapi yang
memiliki hasil tes positif palsu, atau tingkat positif palsu. Dengan demikian,
sensitivitas adalah probabilitas seorang individu yang memiliki hasil tes positif
ketika penyakit ini benar-benar ada, dan spesifisitas adalah kemungkinan seorang
individu yang memiliki hasil tes negatif ketika penyakit ini benar-benar tidak ada.
Alat skrining harus mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi, meskipun
spesifitasnya sedikit rendah. Alat skrining juga harus mudah digunakan secara
luas dan tidak mahal. (36,37,38)
Tabel 2.4 Tabel 2x2 menggambarkan hasil uji dan akurasi tes untuk individu dengan/dan tanpa
penyakit
Penyakit
Positif a b a+b
Hasil test
Negatif c d c+d
Kegunaan dari tes skrining dievaluasi berdasarkan nilai prediksi positif dan nilai
prediksi negatif. Nilai prediksi negatif (d/[c+d]) adalah probabilitas bahwa pasien
dengan hasil negatif memang benar tidak memiliki penyakit pada saat skrining
dilakukan. Sebaliknya, prediktif nilai tes positif (a/[a+b]) adalah probabilitas
pasien dengan hasil positif memang benar-benar memiliki penyakit pada saat
skrining dilakukan. Nilai prediksi positif dan negatif dari tes tergantung pada
prevalensi penyakit. (36)
Universitas Indonesia
+
O= =
E= ℎ
= +
+ + + +
= +
+ + + + +
=
Universitas Indonesia
1− 2−
= !" # $ 1− 1−2 + '
2& 1 − &
#
(2.2) (39)
n= Besar sampel
k= Nilai Kappa minimal yang dianggap memadai, ditentukan oleh peneliti
π= Prediksi hasil pemeriksaan positif yang sesungguhnya, ditentukan oleh
peneliti
d= Presisi nilai Kappa, ditentukan oleh peneliti
α= Kesalahan yang masih dapat diterima, ditentukan oleh peneliti
Zα = Deviat baku alpha, ditentukan oleh peneliti
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.1 Desain
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan data
sekunder.
34
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
35
Populasi terjangkau adalah pekerja yang berusia antara 15-59 tahun dari berbagai
industri tersebut di atas yang telah mengikuti pemeriksaan kesehatan berkala atau
mengikuti pemeriksaan kesehatan secara sukarela. (41,1)
Karena prevalensi gangguan penglihatan warna pada umumnya terjadi pada laki-
laki, maka populasi penelitian penglihatan warna adalah hanya pekerja laki-laki.
Universitas Indonesia
1− 2−
= !" # $ 1− 1−2 + '
# 2& 1 − &
= 491,85842 = 492
Besar sampel yang diperlukan adalah 492 orang.
Seluruh pemeriksaan dilakukan menggunakan alat yang sama dan prosedur yang
sama.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tes Ishihara
Positif a b a+b
Vision tester
Negatif c d c+d
Untuk mendapatkan nilai kesesuaian dilakukan dengan uji Kappa. Dan untuk
melihat apakah ada perbedaan atau tidak dari kedua alat dilakukan dengan uji Mc
Nemar. Nilai proporsi didapat dari tabel silang 2x2. Analisa data dilakukan
dengan menggunakan program SPSS (Statistical Program for Social Scientific)
for Windows Release 11.5.0.
Universitas Indonesia
Gambar 3.1 Alur kerja pengolahan data uji kesesuaian vision tester dan tes Ishihara
Universitas Indonesia
40
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
41
Universitas Indonesia
Dari 493 data sampel, satu diantaranya dikeluarkan karena memenuhi kriteria
ekslusi dan tidak memiliki kelengkapan. Sisanya sebanyak 492 data sampel
merupakan data yang layak pakai.
Universitas Indonesia
Jumlah pemakai lensa koreksi dari seluruh sampel adalah 41 sampel yang
memakai lensa koreksi yang jernih ketajaman visus antara 20/16 hingga 20/50.
Sedangkan 451 sampel lainnya tidak menggunakan lensa baik koreksi.
Tajam penglihatan dari seluruh sampel, baik dengan koreksi maupun tidak,
berada antara 20/12,5 hingga 20/60 (Tabel 4.2 Tabel distribusi hasil pemeriksaan
tajam penglihatan) yang menunjukkan dapat dilakukan pemeriksaan dengan
pseudoisochromatic test.
Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa ada 32 sampel dengan riwayat gangguan
penglihatan warna sedangkan 460 sampel lainnya tidak ada riwayat menderita
gangguan penglihatan warna.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Data frekuensi hasil pemeriksaan yang didapat dari tes Ishihara dengan vision
tester disajikan dalam tabel 2x2 seperti dibawah ini.
Tabel 4.5 Tabulasi silang perbandingan hasil tes Ishihara dengan Vision tester
Tes Ishihara
308 0 308
Normal
(67%) (0%) (62,6%)
Vision tester
152 32 184
Gangguan
(33%) (100%) (37,4%)
460 32 492
Total
(100%) (100%) (100%)
Universitas Indonesia
Dari tabel di atas terlihat bahwa tes Ishihara mendeteksi 32 sampel memiliki
gangguan penglihatan warna, dan demikian juga dengan vision tester mendeteksi
hal yang sam a. Namun terlihat ketidaksesuaian yang cukup besar antara vision
tester dan tes Ishihara dengan persentasi ketidaksesuaian mencapai 33%.
Untuk mengetahui tingkat kesesuaian hasil pengukuran yang didapat dari tes
Ishihara dan vision tester dimana keduanya dianggap mempunyai level yang
setara karena sama-sama menggunakan pseudoisochromatic plates sebagai dasar
pemeriksaan, maka dilakukan uji Kappa. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai
Kappa 0,21 (p<0.001). Intepretasi berdasarkan The Measurement of Observer
Agreement for Categorical Data menunjukkan tingkat kesesuaian yang slight
(rendah) antara tes ishihara dengan vision tester.
Rata-rata lama waktu pemeriksaan dengan menggunakan tes ishihara adalah 39,05
(11 – 95) detik sedangkan lama waktu pemeriksaan dengan menggunakan vision
tester adalah 22,01 (6 – 93) detik.
Universitas Indonesia
Nakagawara VB, Montgomery RW, dan Wood KJ., telah melakukan Evaluation
of Next-Generation Vision testers for Aeromedical Certification of Aviation
Personnel. Digunakan vision tester2 dengan merek sama seperti yang digunakan
dalam penelitian ini namun seri yang berbeda, dan melaporkan bahwa
pemeriksaan menggunakan vision tester seri 2000 mengalami kegagalan hingga
25% (hasil ini didapat dari dokumen laporan FAA sebelumnya) dan pemeriksaan
menggunakan vision tester seri 5000 mengalami kegagalan hingga 50%.
Penelitian ini tidak dapat menerangkan penyebab pasti kegagalan. Namun
kemungkinan dikarenakan oleh tidak akuratnya photograpic reproduction dari
2
Optec seri 2000 dan Optec seri 5000
48
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
49
Secara teori telah dijelaskan bahwa, dua tipe dasar fotoreseptor, batang dan
kerucut, ada di retina. Fororeseptor batang yang mengandung pigmen rhodopsin
sensitif terhadap cahaya biru-hijau dengan sensitivitas puncak sekitar 500 nm
panjang gelombang cahaya. Fotoreseptor ini digunakan untuk penglihatan di
bawah kondisi redup gelap. Dan fotoreseptor kerucut mengandung pigmen opsin,
yang sangat sensitif pada panjang gelombang cahaya panjang (cahaya merah),
gelombang cahaya menengah (cahaya hijau) atau gelombang cahaya pendek
(cahaya biru). Sensitivitas kerucut dan panjang gelombang yang berbeda serta
jalur konektivitas ke otak, merupakan dasar dari persepsi warna dalam penglihatan
manusia. Kemampuan kerucut dalam mendeteksi panjang gelombang panjang,
menengah dan pendek telah dibuktikan ada di retina manusia dengan fotometrik,
metode biologis psikofisik dan molekul: masing-masing L-kerucut (merah) yang
diketahui sensitif terhadap panjang gelombang maksimal memuncak pada 564nm,
M-kerucut (hijau) pada 533nm dan S-kerucut (biru) pada 437nm. Pada penelitian
ini kami menggunakan pencahayaan alami dengan sinar matahari pada
pemeriksaan tes Ishihara. Kemungkinan terjadinya bias hasil pemeriksaan Ishihara
adalah dimana sinar matahari tidak cukup memadai karena cuaca mendung atau
sinar matahari tertutup awan sehingga cahaya minimal 200 luks tidak tersedia
sebagai standar pemeriksaan. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan
pengukuran panjang gelombang cahaya untuk menjamin keabsahan hasil
pengukuran. (15,16,17)
3
Titmus seri 2A dan Titmus seri i400
Universitas Indonesia
del Mar Seguí M, Ronda E, Moncho J., menggunakan vision tester4 seri 6500
dalam penelitian mereka menilai monocular and binocular visual acuity (VA),
stereoscopic visual acuity dan lateral phoria (LP) at near and distance vision
yang dibandingkan dengan gold standard. Penglihatan warna tidak ikut disertakan
dalam penelitian mereka. Penelitian ini tidak menerangkan kenapa mereka tidak
menyertakan pemeriksaan penglihatan warna dalam penelitian mereka. (38)
Proporsi gangguan penglihatan warna pada pekerja yang hanya 6,5% pada
pemeriksaan tes Ishihara, tidak terlalu berbeda dengan prevalensi pada populasi
umum (delapan persen), kemungkinan disebabkan oleh karena perusahaan-
perusahaan tersebut sudah melakukan skrining penglihatan warna sebelumnya dan
tidak menerima pekerja dengan gangguan penglihatan warna. Sehingga jumlah
pekerja dengan gangguan penglihatan warna di perusahaan-perusahaan tersebut
menjadi sedikit. Kemungkinan lain adalah karena memang sedikitnya kasus
pekerja dengan gangguan penglihatan warna sesuai dengan prevalensi pada
populasi umum.
Proporsi yang besar berdasarkan pemeriksaan vision tester yaitu sekitar 37,4%
lebih disebabkan adanya ketidaksesuaian hasil yang ditunjukkan oleh vision tester
dimana pekerja dengan penglihatan warna normal oleh Ishihara tetapi terdeteksi
tidak normal oleh vision tester.
4
Optec 6500
Universitas Indonesia
6.1 Kesimpulan
Dengan adanya ketidaksesuaian dari vision tester dan adanya perbedaan yang
secara signifikan bermakna antara keduanya serta tingkat kesesuaian yang
tergolong slight (rendah), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
6.2 Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap vision tester dari merek yang sama
seperti yang digunakan dalam penelitian ini untuk menemukan penyebab pasti
terjadinya ketidaksesuaian pada hasil pemeriksaan penglihatan warna.
Selain itu perlu dilakukan pengujian vision tester dari merek lain dengan
kemampuan yang maksimal dalam melakukan skrining penglihatan warna sebagai
alternatif pemeriksaan gangguan penglihatan warna di Indonesia.
51
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
52
KEPUSTAKAAN
(44)
1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2004.
2. Young RSL, Harrison JM. Poor Color Vision. In Fathman L, editor. Decision
making in opthalmology. St. Louis: Mosby; 2000. p. 8-10.
4. Spalding JAB. The doctor with an inherited defect of colour vision: effect on clinical
skills. British Journal of General Practice. 1993 January: p. 32-33.
10. PERDAMI. Standar Profesi & Sertifikasi Dokter Spesialis Mata dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Mata; PERDAMI. [Online]. [cited 2012 January 06. Available
from: http://www.perdami.or.id/?page=file.download_process&id=9.
11. Birch J. Identification of red–green colour deficiency : sensitivity of the Ishihara and
American Optical Company (Hard, Rand and Rittler) pseudo-isochromatic plates to
identify slight anomalous trichromatism. The Journal of The College of
Optometrists. 2010 Mei: p. 667–671.
Universitas Indonesia
12. Health Safety Envinroment. Color vision examination a guide for occupational
health providers; www.hse.gov.uk. [Online].: The Health and Safety Executive
[cited 2010 10 21. Available from: http://www.hse.gov.uk/pubns/ms7.pdf.
15. Kolb H, Nelson R, Fernandez E, Jones B. The organization of the retina and visual
system; www.webvision.med.utah.edu. [Online].; 2011 [cited 2011 Nopember 1.
Available from: http://webvision.med.utah.edu/book/.
17. Sharma RK, Ehinger BEJ. Development and structure of the retina. In Kaufman PL,
Alm A, editors. Adler's physiology of the eye. St. Louis: Mosby; 2003. p. 319-347.
18. Cour ML. The retinal pigment epithelium. In Kaufman PL, Alm A, editors. Adler's
the physiology of the eye. St. Louis: Mosby; 2003. p. 348-357.
19. Hunt DM, Dulai KS, Bowmaker JK, Mollon JD. The chemistry of John Dalton's
color blindness. Science. 1995 Februari; 267.
20. Sakmar TP. Color Vision. In Kaufman PL, Alm A, editors. Adler's physiology of the
eye. St. Louis: Mosby; 2003. p. 578-585.
21. Heitgerd JL, Dent AL, Holt JB, Elmore KA, Melfi K, Stanley JM, et al. Community
health status indicators: adding a geospatial component. Centers for Disease Control
and Prevention. 2008 Juli: p. 1-5.
23. Huang JB, Wu SY, Chen CS. Enhancing color representation for the color vision
impaired. In Dans Workshop on Computer Vision Applications for the Visually
Impaired; 2008.
Universitas Indonesia
from: http://www.colourblindawareness.org/colour-blindness/acquired-colour-
vision-defects/.
26. Kurnia R. Penentuan tingkat buta warna berbasis HIS pada citra Ishihara. In Seminar
Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009; 2009; Yogyakarta. p. I21-I30.
27. Ishihara S. Test for colour-blindness 14 plates. Concise ed. Tokyo: Kanehara
Shuppan Co., Ltd.; 1994.
29. Widyastuti M, S, Yulianto FA. Tes buta warna berbasis komputer. In Seminar
Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004; 2004; Yogyakarta.
30. Melamud A, Simpson E, Traboulsi EI. Introducing a New Computer-based Test for
the Clinical Evaluation of Color Discrimination. American Journal Of
Ophthalmology. 2006 December; 142(6).
31. Ilyas S. Dasar-teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1983.
32. Stereo Optical Co., Inc. The Optec® 5500/5500 P - The Industry Standard for
Visual Screening and Vision Testing Devices. [Online].; 2007 [cited 2011 October
29. Available from: http://www.stereooptical.com/products/vision-testers/optec-
5500.
34. Stereo Optical Co. I, inventor; Stereo Optical Company Vision Tester Slide
Package: Industrial Slide Package. Chicago.
35. Stereo Optical Co. I, inventor; Reference and Instruction Manual Optec¨ Vision
Tester. patent P/N 32175.
36. Herman CR, Gill HK, Eng J, Fajardo LL. Screening for Preclinical Disease: Test
and Disease Characteristics. American Journal of Roentgenology. 2002 October: p.
825–831.
37. Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji
Diagnotik. In Sastroasmo S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Jakarta: Sagung Seto; 2010. p. 193-216.
Universitas Indonesia
39. Dahlan MS. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. 3rd ed. Jakarta: Salemba Medika; 2010.
40. Landis JR, Koch GG. The Measurement of Observer Agreement for Categorical
Data. Biometrics. 1977 March: p. 159-174.
42. Duane's Ophthalmology. [CD-ROM Edition on internet].; 2006 [cited 2012 Februari
21. Available from:
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/index.html.
43. Stereo Optical Co., Inc. Reference and instruction manual: model 5000 vision tester
for model 5000G manual vision tester..
44. Rektor UI, inventor; Pedoman Teknis Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa
Universitas Indonesia. Jakarta patent Surat Keputusan Nomor 628/SK/R/UI/2008.
2008 Juni 16.
45. MedlinePlus. Color vision test. [Online].; 2013 [cited 2013 June 07. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003387.htm.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
57
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
59
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia