Anda di halaman 1dari 77

UNIVERSITAS INDONESIA

UJI KESESUAIAN ANTARA VISION TESTER DAN TES


ISHIHARA PADA SKRINING GANGGUAN PENGLIHATAN
WARNA

TUGAS AKHIR

MARDIANSYAH KUSUMA
1006 826 042

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
KEDOKTERAN OKUPASI
JAKARTA
MEI 2013

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

HALAMAN JUDUL

UJI KESESUAIAN ANTARA VISION TESTER DAN TES


ISHIHARA PADA SKRINING GANGGUAN PENGLIHATAN
WARNA

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar spesialis okupasi

MARDIANSYAH KUSUMA
1006 826 042

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
KEDOKTERAN OKUPASI
JAKARTA
MEI 2013

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

ii
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


HALAMAN PENGESAHAN

iii
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan tugas akhir ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Dokter
Spesialis Okupasi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Pada kesempatan ini, saya
mengucapkan terima kasih kepada:

1. DR. Dr. Muchtaruddin Mansyur, MS., Sp.Ok., Ph.D., yang telah


memberikan ide penulisan tugas akhir ini;
2. DR. Dr. Fikry Effendi, MOH., Sp.Ok. dan Dr. M. Sidik, Sp.M(K), selaku
dosen pembimbing bidang kedokteran okupasi dan dosen pembimbing
bidang ilmu penyakit mata yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tugas akhir ini;
3. DR. Dr. Astrid W. Sulistomo, MPH., Sp.Ok. dan Dr. Sintya Nusanti,
Sp.M, selaku dosen penguji yang telah memberikan berbagai saran dan
masukan dalam penyempurnaan tug as akhir ini;
4. Para Pimpinan Perusahaan dan Organisasi, yang telah memberikan ijin
pemakaian fasilitas ditempatnya guna kepentingan penulisan tugas akhir
ini;
5. Ibunda Hj. Sulasmi dan Ayahanda H. Syafruddin, Istri dan Anak tercinta,
Fifi Febrianti, S.KG. dan Sulthan Dzaky Al Hadi, serta seluruh sanak
saudara yang telah banyak memberikan dukungan material, moral serta
semangat; dan
6. TBM FKUR, HIMALAYA UISU, SOAR Rafting dan seluruh sahabat
yang telah banyak membantu saya dalam penyusunan tugas akhir ini.

iv
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah banyak membantu. Semoga tugas akhir ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran okupasi dan kesehatan
masyarakat Indonesia khususnya pekerja. Terima kasih.

Jakarta, Mei 2013

Penulis

v
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

vi
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


ABSTRAK

Nama : Mardiansyah Kusuma


Program Studi : Kedokteran Okupasi
Judul : Uji Kesesuaian Antara Vision tester Dan Tes Ishihara Pada
Skrining Gangguan Penglihatan Warna

Banyak organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan mata telah banyak
mengajukan panduan dalam pelayanan kesehatan mata terutama yang berkaitan
dengan penglihatan warna. The most widely used untuk skrining gangguan
penglihatan warna adalah tes Ishihara. Namun saat ini ditawarkan vision tester
yang multifungsi untuk banyak berbagai skrining kesehatan mata termasuk
penglihatan warna. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara hasil pemeriksaan
menggunakan vision tester dengan hasil pemeriksaan menggunakan tes Ishihara
pada skrining penglihatan warna pekerja dan untuk mengetahui proporsi gangguan
penglihatan warna pada pekerja yang menjadi subyek dalam penelitian ini,
dilakukan studi potong lintang dengan memakai data sekunder dari hasil
pemeriksaan para pekerja laki-laki dari berbagai jenis perusahaan di Jakarta dan
Bogor. 32 dari 492 (6,5%) pekerja terdeteksi sebagai gangguan penglihatan warna
oleh tes Ishihara. Namun terlihat ketidaksesuaian hasil yang diperoleh dari kedua
alat dimana 152 dinyatakan normal oleh tes Ishihara, sedangkan vision tester
menyatakan sebagai gangguan dengan presentasi ketidaksesuaian mencapai 33%.
Keduanya ternyata berbeda secara bermakna berdasarkan uji Mc Nemar (p<0.001)
dan memiliki tingkat kesesuaian yang rendah berdasarkan uji Kappa dengan nilai
0,21 (p<0.001). Perbedaan panjang gelombang cahaya mungkin menyebabkan
bias. Proporsi pekerja dengan gangguan penglihatan warna sebesar 6,5%.
Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan vision tester prevalensi
gangguan penglihatan warna sebesar 37,4%. Sebagai simpulan adalah hasil
pemeriksaan menggunakan vision tester ternyata memiliki ketidaksesuaian dengan
hasil pemeriksaan menggunakan tes Ishihara pada skrining penglihatan warna.
Dan proporsi gangguan penglihatan warna pada pekerja yang menjadi subyek
dalam penelitian ini menurut tes Ishihara sebesar 6,5%, sedangkan menurut vision
tester sebesar 37,4%. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencari penyebab
ketidaksesuaian ini. Juga disarankan melakukan penelitian yang sama dengan
menggunakan vision tester dari merek yang berbeda lain.

Kata kunci: gangguan penglihatan warna, ishihara, vision tester, optec

vii
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


ABSTRACT

Name : Mardiansyah Kusuma


Study Program : Kedokteran Okupasi
Title : The Suitability Between Vision tester test and Ishihara Test
At Impaired Color Vision Screening

Most eye health services organizations had released guidence to vision


examination especially related the color vision. Ishihara test is the most widely
used for color vision screening. However currently a multifunctional tester offered
for vision screening including color vision. A Cross sectional study was
conducted by using secondary data to determine the level of suitability between
the vision tester and the Ishihara test, based on the results of color vision
screening from booth in Male workers from several types of companies in Jakarta
and Bogor and also to find out the proportion of impaired colour vision from
them. 32 of 492 (6.5%) workers detected as impaired color vision by Ishihara test.
But a significant mismatch results was obtained from both which 152 declared
normal by Ishihara test, while the vision tester states as impaired and the
mismatches reaches 33%. Both tools showed the mismatch according to Mc
Nemar test (ρ <0.001) and had a low level of suitability from the Kappa test based
on the value of 0.21 (ρ <0.001). The difference of wavelengths of light may cause
bias. From the results of Ishihara test, proportion of workers with impaired color
vision is 6.5%. While based on the results of vision tester, impaired color vision is
37.4%. We conclude that there is no suitability between the vision tester and the
Ishihara test, based on the results of color vision screening. Needed further
research to find the cause of this mismatch. Also suggested to do the same study
by using vision tester from different brands.

Keywords: impaired color vision, ishihara, optec, vision tester

viii
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ iii

KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................ iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................... vi

ABSTRAK ........................................................................................................................ vii

ABSTRACT..................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL............................................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xiii

DAFTAR RUMUS .......................................................................................................... xiv

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................................ 3

1.3 Pertanyaan Penelitian .......................................................................................... 3

1.4 Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 3

1.5 Tujuan .................................................................................................................. 4

1.5.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 4

1.5.2 Tujuan Khusus ............................................................................................ 4

1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 4

1.6.1 Untuk Tenaga Kerja .................................................................................... 4

1.6.2 Untuk Profesi .............................................................................................. 4

1.6.3 Untuk Peneliti ............................................................................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5

ix
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


2.1 Hubungan Penglihatan dan Pekerjaan ................................................................. 5

2.2 Organ Mata .......................................................................................................... 7

2.3 Penglihatan Warna............................................................................................... 9

2.4 Prevalensi Gangguan Penglihatan Warna.......................................................... 11

2.5 Penyebab Gangguan Penglihatan Warna ........................................................... 13

2.6 Jenis Gangguan Penglihatan Warna .................................................................. 14

2.7 Penilaian Penglihatan Warna ............................................................................. 17

2.8 Pemeriksaan Gangguan Penglihatan Warna Dengan Tes Ishihara .................... 19

2.9 Pemeriksaan Fungsi Penglihatan Dengan Vision tester..................................... 22

2.9.1 Persiapan Sebelum Melakukan Pemeriksaan ............................................ 25

2.9.2 Pemeriksaan Gangguan penglihatan warna dengan Vision tester ............. 27

2.10 Karakteristik Alat Skrining................................................................................ 27

2.10.1 Akurasi Alat Skrining ............................................................................... 28

2.11 Uji Kesesuaian ................................................................................................... 30

2.12 Kerangka Teori .................................................................................................. 32

2.13 Kerangka Konsep .............................................................................................. 33

BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 34

3.1 Desain ................................................................................................................ 34

3.2 Tempat dan Waktu ............................................................................................ 34

3.3 Populasi dan Sampel.......................................................................................... 34

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................................. 35

3.5 Besar Sampel ..................................................................................................... 35

3.6 Cara Pengumpulan Data .................................................................................... 36

3.6.1 Pemeriksaan dengan vision tester ............................................................. 36

3.6.2 Pemeriksaan Ishihara Test ........................................................................ 37

3.7 Definisi Operasional .......................................................................................... 37

3.8 Analisa Statistik ................................................................................................. 37

3.9 Etika Penelitian .................................................................................................. 38

x
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


3.10 Alur Kerja .......................................................................................................... 39

BAB 4 HASIL PENELITIAN .......................................................................................... 40

4.1 Proses Pengumpulan Data ................................................................................. 41

4.2 Variabel Penelitian ............................................................................................ 42

4.3 Analisa Data ...................................................................................................... 43

4.3.1 Karakteristik Sampel ................................................................................. 43

4.3.2 Deskripsi Hasil Pemeriksaan Dengan Tes Ishihara................................... 44

4.3.3 Deskripsi Hasil Pemeriksaan Dengan Vision tester .................................. 45

4.4 Uji Hipotesis Terhadap Perbandingan Hasil Pemeriksaan Dengan Tes Ishihara
Dan Vision tester ............................................................................................... 46

4.5 Proporsi Gangguan Penglihatan Warna Pada pekerja yang menjadi subyek
dalam penelitian ini ........................................................................................... 47

BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................................... 48

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 51

6.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 51

6.2 Saran .................................................................................................................. 51

KEPUSTAKAAN ............................................................................................................. 52

LAMPIRAN...................................................................................................................... 53

xi
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi gangguan penglihatan warna dan prevalensi pada ras western
............................................................................................................. 12
Tabel 2.2 Interpretasi hasil pembacaan kartu ishihara .......................................... 22
Tabel 2.3 Interpretasi pemeriksaan warna dengan Vision tester ........................... 27
Tabel 2.4 Tabel 2x2 menggambarkan hasil uji dan akurasi tes untuk individu
dengan/dan tanpa penyakit .................................................................. 29
Tabel 3.1 Sumber data........................................................................................... 34
Tabel 3.2 Tabel Hasil pemeriksaan ....................................................................... 38
Tabel 4.1 Jumlah subyek yang diperoleh dari masing-masing perusahaan/instansi
............................................................................................................. 42
Tabel 4.2 Tabel distribusi hasil pemeriksaan tajam penglihatan .......................... 44
Tabel 4.3 Tabel distribusi hasil pembacaan tes Ishihara ....................................... 45
Tabel 4.4 Tabel distribusi hasil pembacaan vision tester ...................................... 46
Tabel 4.5 Tabulasi silang perbandingan hasil tes Ishihara dengan Vision tester .. 46

xii
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mata kanan (Potongan sagital) ............................................................ 8


Gambar 2.2 Ilusi warna ........................................................................................... 9
Gambar 2.3 Spektrum cahaya ............................................................................... 11
Gambar 2.4 Penurunan gen gangguan penglihatan warna .................................... 13
Gambar 2.5 Penglihatan normal ............................................................................ 15
Gambar 2.6 Protanopia.......................................................................................... 15
Gambar 2.7 Penglihatan normal ............................................................................ 16
Gambar 2.8 Deutanopia ........................................................................................ 16
Gambar 2.9 Penglihatan normal ............................................................................ 16
Gambar 2.10 Tritanopia ........................................................................................ 16
Gambar 2.11 Alur diagnosa pasien dengan gangguan penglihatan warna............ 18
Gambar 2.12 Vision tester ..................................................................................... 23
Gambar 2.13 Tampilan remote control alat Vision tester .................................... 26
Gambar 2.14 Kerangka Teori ................................................................................ 32
Gambar 2.15 Kerangka konsep ............................................................................. 33
Gambar 3.1 Alur kerja pengolahan data uji kesesuaian vision tester dan tes
Ishihara ................................................................................................ 39

xiii
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


DAFTAR RUMUS

Rumus 2.1 Rumus Kappa...................................................................................... 30


Rumus 2.2 Besar Sampel untuk Uji Kappa........................................................... 31

xiv
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


DAFTAR SINGKATAN

nm : Nanomikron
OLM : Outer Limiting Membrane
SIM : Surat Izin Mengemudi
MCU : Medical Check Up
PERDAMI : Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia
LED : Light Emitting Diode
FAA : Federal Aviation Administration

xv
Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Warna merupakan bagian yang sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-
hari baik di rumah maupun untuk pekerjaan. Dekorasi warna merupakan sarana
dalam melakukan pengenalan dan identifikasi untuk membedakan objek.
Beberapa pekerjaan memerlukan kemampuan penglihatan warna secara normal
sebagai standar bagi calon pelamar yang harus dipenuhi sebelum mereka dapat
dipertimbangkan menempati suatu posisi. Mengabaikan kemampuan penglihatan
warna secara normal dapat mengakibatkan hasil kerja yang buruk, atau dapat
menyebabkan kecelakaan yang dapat mengimbas pekerja, lingkungan kerja
bahkan masyarakat umum. Kemampuan membedakan substansi warna merupakan
hal yang mutlak, seperti industri cat, tekstil, makanan, dan percetakan. Kesalahan
dalam mengidentifikasi warna secara benar dari batu perhiasan, kematangan buah,
tinta yang digunakan dalam proses pencetakan dan peralatan listrik dapat
mengakibatkan mahalnya ongkos produksi. Hal ini juga terjadi dalam bisnis
transportasi. (1,2,3)

Dalam profesi kedokteran sendiri, Spalding, seorang pensiunan dokter praktik


umum di Newham London dengan kelainan deuteranopia sejak kecil,
menyimpulkan bahwa gangguan penglihatan warna pada seorang dokter dapat
mengganggu keterampilan klinisnya. Spalding mengatakan pernah gagal dalam
menilai seorang pasien dengan anemia berat dan mendeteksi keadaan sianosis. (4)

Berdasarkan hal di atas maka sangatlah penting dilakukannya pemeriksaan


terhadap gangguan penglihatan warna pada pekerja sebelum dia dapat melakukan
pekerjaannya. Dain (2004) mengatakan bahwa tujuan pemeriksaan penglihatan
warna adalah untuk :

1
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
2

• Skrining apakah kelainan tersebut bersifat kongenital atau merupakan


kelainan yang didapat;
• Mendiagnosa tipe dan jenis gangguan penglihatan warna;
• Pemeriksaan seorang pekerja untuk pekerjaan tertentu. (5)

Banyak organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan mata telah


mengajukan beberapa panduan dalam pelayanan kesehatan mata terutama yang
berkaitan dengan penglihatan warna. Casser L, et al dalam American Optometric
Association Consensus Panel on Comprehensive Adult Eye and Vision
Examination mengajukan suatu guideline dimana pemeriksaan gangguan
penglihatan warna dimasukkan ke dalam standar pemeriksaan visus dan telah
disetujui oleh American Optometric Association Board of Trustees. Nakagawara
VB, Montgomery RW, dan Wood KJ juga telah merekomendasikan beberapa
vision tester untuk digunakan sebaga i alat uji penglihatan warna pada sertifikasi
pilot dan telah disetujui oleh Office of Aerospace Medicine Federal Aviation
Administration. (1,6,7)

Pemeriksaan Tes Ishihara telah digunakan secara luas untuk skrining gangguan
penglihatan warna baik untuk kepentingan klinik maupun untuk kepentingan
pekerjaan. Pemeriksaan ini menggunakan cetakan buku dimana ternyata cetakan
buku tersebut tidaklah selalu sama dalam mencetak kecerahan warna dan akan
memudar seiring berjalannya waktu sehingga diperlukan suatu alat yang tahan
lama dan mudah dioperasikan serta terkalibrasi dengan akurat. Oleh karena itu,
maka saat ini ditawarkan suatu alat multifungsi dalam pemeriksaan mata yaitu
vision tester1 dimana salah satu kemampuannya adalah untuk melihat adanya
gangguan penglihatan warna dengan menggunakan konsep pemeriksaan Ishihara
namun dioperasikan secara digital sehingga dapat menjadi alternatif untuk
pemeriksaan gangguan penglihatan warna. (5,8,9,10,11)

1
Vision tester yang digunakan adalah Optec 5500 (P) Motorized VisionTester dengan
menggunakan paket slide tes standar untuk industri.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


3

Karena vision tester ini belum pernah dioperasikan di Indonesia, maka


terwujudlah ide untuk melakukan penelitian Uji Kesesuaian Antara Vision tester
Dan Tes Ishihara dalam skrining gangguan penglihatan warna.

1.2 Identifikasi Masalah


Pemeriksaan dengan tes Ishihara memerlukan ruangan khusus dengan
pencahayaan alami di siang hari. Jika menggunakan cahaya buatan maka sumber
cahaya harus menyediakan minimal 200 luks. Direkomendasikan cahaya sekitar
600 lux untuk orang dewasa dengan peningkatan nilai-nilai bagi mereka yang
berumur lebih dari 50 tahun. Sumber cahaya tersebut harus membentuk sudut 45°
di atas permukaan kartu Ishihara. (12)

Vision tester tidak memerlukan syarat-syarat seperti tersebut di atas. Dengan


kemampuan alat yang multifungsi dalam pemeriksaan mata dan bentuk seperti
mikroskop serta pengoperasian yang serba digital dapat memudahkan skrining
gangguan penglihatan warna. Selain itu alat ini dapat menjadi second opinion bagi
pasien yang menginginkan hasil bandingan dari tes Ishihara.

1.3 Pertanyaan Penelitian


Apakah hasil pemeriksaan skrining penglihatan warna menggunakan vision tester
sesuai dengan hasil pemeriksaan skrining penglihatan warna menggunakan tes
Ishihara?

1.4 Hipotesis Penelitian


Skrining penglihatan warna menggunakan vision tester memiliki hasil yang sesuai
dengan hasil pemeriksaan skrining penglihatan warna menggunakan tes Ishihara.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


4

1.5 Tujuan

1.5.1 Tujuan Umum


Diketahuinya apakah vision tester dapat digunakan sebagai alat skrining
penglihatan warna pada pekerja.

1.5.2 Tujuan Khusus


- Diketahuinya tingkat kesesuaian antara hasil pemeriksaan menggunakan
vision tester dengan hasil pemeriksaan menggunakan tes Ishihara untuk
penglihatan warna.
- Diketahuinya proporsi gangguan penglihatan warna pada pekerja yang
menjadi subyek dalam penelitian ini.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Untuk Tenaga Kerja


Tenaga Kerja dapat merasakan kemudahan dan kenyamanan serta
memberikan hasil yang memuaskan untuk pemeriksaan fungsi penglihatan
warna pada waktu pemeriksaan pra-kerja dan berkala, serta pemeriksaan
khusus lainnya.

1.6.2 Untuk Profesi


Dengan diketahuinya tingkat kesesuaian, tes Ishihara dengan vision tester,
maka alat ini dapat menjadi alternatif pada waktu pemeriksaaan pekerja.

1.6.3 Untuk Peneliti


Meningkatkan kemampuan peneliti dalam melakukan uji kesesuaian alat
baru.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Penglihatan dan Pekerjaan


Tidak dipungkiri bahwa penglihatan yang baik merupakan aspek yang penting
dalam melakukan usia pekerjaan. Pekerjaan seperti mengemudi, quality control,
menyortir menurut warna, menentukan kondisi pasien, memerlukan kemampuan
penglihatan yang baik untuk mendapatkan hasil yang aman dan efektif. Namun
masih banyak perusahaan dan dokter yang mengabaikan penggunaan skrining
kesehatan mata dalam kegiatannya. (13)

Beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut
memerlukan penglihatan yang baik adalah :

a. Apakah dalam pekerjaan tersebut diperlukan pengambilan keputusan terhadap


suatu kehidupan atau kematian? Petugas pemadam kebakaran, penyedia
layanan darurat, aparat penegak hukum, sipir penjara, penjaga pantai dan
petugas medis seringkali memerlukan pengambilan keputusan yang
didasarkan pada penglihatan mereka. Gangguan penglihatan dapat
menyebabkan kegagalan dalam pengambilan keputusan.
b. Apakah faktor kecepatan melihat termasuk dalam ruang lingkup pekerjaan?
Jika suatu keputusan membutuhkan kemampuan rangsang penglihatan yang
cepat maka diperlukan penglihatan yang baik dalam pekerjaan ini. Contohya
adalah pekerja bagian quality control harus mampu melihat warna dan cacat
pada produk yang dihasilkan.
c. Apakah pekerjaan harus dilakukan menggunakan cahaya yang redup atau
relatif gelap? Para ilmuwan memutuskan bahwa diperlukan kemampuan
penglihatan dua kali lebih baik untuk melakukan pekerjaan ini.

5
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
6

d. Apakah pekerjaan harus dilakukan sendirian? Selayaknya suatu pekerjaan


tidak dilakukan sendirian, namun jika harus dilakukan sendiri maka
diperlukan kemampuan penglihatan yang baik.
e. Dapatkah pekerjaan tersebut dimodifikasi? Kemajuan teknologi dalam bidang
kesehatan menyebabkan banyak pekerjaan dapat dilakukan oleh para usia
pekerja yang memiliki gangguan penglihatan. Diperlukan kemampuan
penglihatan yang baik jika pekerjaan tersebut tidak dapat dimodifikasi.
f. Apakah pekerjaan tersebut berkaitan dengan mengemudikan kendaraan?
Kepemilikan SIM (Surat Izin Mengemudi) tidaklah menunjukkan seseorang
mempunyai kemampuan penglihatan yang dibutuhkan untuk mengendarai
suatu kendaraan. Hal ini mungkin menunjukkan kelemahan dalam proses
perizinannya. (13,14)

Berikut adalah daftar profil kelompok pekerjaan yang dibagi pada kebutuhan akan
penglihatan warna. Panduan ini tidaklah mutlak, dan tergantung dari jenis industri
yang mungkin bisa dimodifikasi :

1. Juru tulis dan administrasi (Clerical and Administrative Profile)


Tidak diperlukan kemampuan penglihatan warna kecuali pekerja bekerja
dengan berkas atau file yang diidentifikasi dengan warna-warna atau material
yang berwarna. Standar ini mencakup pekerjaan-pekerjaan terutama berkaitan
dengan kertas kerja. Semua jenis pekerjaan administrasi dan pekerjaan
administratif ikut disertakan.
2. Inspeksi dan pekerjaan pada mesin kerja yang tertutup (Inspection and Close
Machine Work Profile)
Diperlukan kemampuan penglihatan warna yang normal jika pemeriksaan
meliputi evaluasi warna. Standar ini mencakup pekerjaan yang terlibat dalam
pemeriksaan cacat kecil pada permukaan. Juga termasuk pekerjaan yang
menggunakan mesin dimana pekerjaan dilakukan pada jarak dekat (seperti
operator mesin jahit). Pekerjaan perakitan yang melibatkan bagian yang sangat
kecil (seperti jam tangan, tabung radio) juga termasuk dalam kategori ini.
3. Operator peralatan yang bergerak (Operator of Mobile Equipment Profile)

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


7

Diperlukan kemampuan penglihatan warna yang normal. Standar ini


mencakup pekerjaan yang membutuhkan pengoperasian kendaraan bergerak
(seperti pengemudi truk, operator crane, operator lift tinggi).
4. Operator mesin (Machine Operators Profile)
Tidak diperlukan penglihatan warna kecuali adanya persyaratan khusus dari
peralatan yang digunakan. Standar ini mencakup pekerjaan-pekerjaan yang
melibatkan pengoperasian mesin dimana bagian-bagian operasional dari mesin
berada dalam panjang lengan (seperti mesin bubut, mesin bor, mesin pintal).
5. Buruh (Laborers Profile)
Tidak diperlukan penglihatan warna (kecuali beberapa pekerjaan yang
membutuhkan identifikasi warna merah hijau). Standar ini melibatkan
pekerjaan dari jenis yang relatif tidak memerlukan keterampilan terampil
(porter, petugas kebersihan, penjaga, sopir truk tangan).
6. Mekanik dan pekerjaan tukang yang memerlukan keterampilan khusus
(Mechanics and Skilled Tradesmen Profile)
Penglihatan warna normal diperlukan (jika warna digunakan dalam kegiatan
pekerjaan). Standar ini melibatkan pekerjaan dari jenis mekanik (seperti
montir radio, mekanik diesel, mesin fixer). Juga termasuk pekerjaan tukang
dengan keterampilan khusus (seperti tukang kayu, tukang ledeng, tukang
listrik, pekerja pada mesin giling). (14)

2.2 Organ Mata


Mata manusia hampir berbentuk bulat dengan diameter lebih kurang 2,5
sentimeter. Mata berada dalam cekungan bertulang di depan tengkorak dan bisa
bergerak bebas di dalam cekungan tersebut dengan bantuan otot-otot mata.
Sedangkan tengkorak yang berada di belakang alis mata berfungsi untuk
melindungi mata. (15)

Masing-masing bola mata berada di rongga orbit dan disanggah oleh berbagai
ligamen, otot dan fasia ekspansi yang mengelilinginya. Pada sklera tertanam tiga
pasang otot yaitu dua pasang otot rektus berjalan langsung ke orbit tulang
tengkorak ortogonal satu sama lain (rektus superior, rektus inferior, rektus lateral

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


8

dan dengan otot rektus medial) dan otot oblik (oblik superior dan oblik inferior).
Otot-otot ini disebut juga otot-otot luar yang berfungsi memutar bola mata di orbit
memungkinkan gambar terfokus pada fovea retina selama mungkin. (15)

Gambar 2.1 Mata kanan (Potongan sagital)


Sumber : BioGraphix. http://www.biographixmedia.com. [Online].; 2006 [cited 2012 Februari 23. Available
from: http://www.biographixmedia.com/human/eye-anatomy.html.

Retina merupakan bagian dari susunan saraf pusat (SSP) yang berasal dari tabung
saraf. Retina berkembang dari dalam menuju keluar dengan membentuk se-sel
ganglion dan selanjutnya terbentuk sel-sel fotoreseptor. Mann (1964) mengatakan,
seperti dikutip Kolb et al, pada usia kehamilan lima bulan sebagian koneksi dasar
retina sudah terbentuk. Pematangan sel-sel fotoreseptor di mulai dari segmen luar
yang mengandung pigmen penglihatan dan mata menjadi sensitif terhadap cahaya
pada tujuh bulan kehamilan. (15,16,17)

Dari potongan melintang retina, kita dengan mudah dapat membedakan rod dan
cone yang merupakan reseptor cahaya atau yang dikenal dengan fotoreseptor.
Cone yang berbentuk kerucut berada satu baris tepat di bawah outer limiting
membrane (OLM) dengan segmen yang menonjol ke dalam ruang subretinal ke

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


9

arah epitel pigmen terkonsentrasi di bagian fovea. Sedangkan rod dengan bentuk
batang yang sangat tipis berada di sela-sela cone dalam ruangan subretinal dan
memanjang ke sel-sel epitel. (15,16,18)

Fotoreseptor terdiri dari : 1) segmen luar, dipenuhi dengan tumpukan membran


(seperti setumpuk koin) yang mengandung molekul-molekul pigmen visual seperti
rhodopsins, 2) sebuah segmen dalam mengandung mitokondria, ribosom dan
molekul opsin membran disusun dan melewati bagian dari segmen cakram luar, 3)
tubuh sel yang berisi inti sel fotoreseptor dan 4) sebuah terminal sinaptik dimana
neurotransmisi ke neuron orde kedua terjadi. (15)

2.3 Penglihatan Warna


Penglihatan warna merupakan ilusi yang diciptakan oleh interaksi miliaran neuron
di otak kita. Tidak ada warna di dunia luar, melainkan diciptakan oleh program
saraf dan diproyeksikan ke dunia luar yang kita lihat. Hal ini terkait erat dengan
persepsi bentuk dimana warna memfasilitasi pendeteksian batas-batas objek. (15)

Gambar 2.2 Ilusi warna


Sumber : Kolb H, Nelson R, Fernandez E, Jones B. The organization of the retina and visual system;
www.webvision.med.utah.edu. [Online].; 2011 [cited 2011 Nopember 1. Available from:
http://webvision.med.utah.edu/book/.

Sejarah penglihatan warna pertama kali diperkenalkan oleh Isaac Newton pada
tahun 1666 saat dia mempertunjukkan spektrum cahaya yang keluar melalui

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


10

sebuah prisma yang dilalui oleh cahaya. Dia berspekulasi bahwa cahaya
menyebabkan getaran di dalam nervus optik yang diteruskan untuk merespon tiap
warna. Pada 1794 John Dalton, seperti dituliskan oleh Hunt et al, menggambarkan
bahwa dirinya menderita gangguan penglihatan warna. Dibandingkan saudara
laki-lakinya, dia mengalami kebingungan membedakan antara merah tua dengan
hijau dan merah muda dengan biru. Dalton memperkirakan bahwa vitreous humor
matanya berwarna biru, menyerap warna secara selektif. Dia memerintahkan
untuk memeriksa bola matanya setelah dia wafat dan hasil pemeriksaan
menyatakan bahwa vitreous humor-nya sama sekali jernih. Tahun 1802, Thomas
Young mengatakan bahwa tidak mungkin retina memiliki satu reseptor untuk
setiap warna. Dan dia mengeluarkan dalil The principle theory of three principle
colours. Helmholtz selanjutnya merincikan teori Young pada tahun 1863, bahwa
tiap reseptor akan merespon secara maksimal suatu warna tertentu dari spektrum
cahaya, namun akan kurang merespon warna lain dari spektrum cahaya. Hering
mengusulkan tiga macam reseptor yang menangkap cahaya, dua bagian yang
menangkap warna dan satu bagian yang menangkap hitam atau putih. Tiga bagian
itu bertanggung jawab untuk menghasilkan warna-warna hangat (putih, kuning,
merah) dan warna-warna dingin (hitam, biru, hijau). Hering juga mengatakan
bahwa setiap warna hangat akan berpasangan dengan setiap warna dingin dalam
kapasitas masing-masing. Saat ini sudah diketahui bahwa ada tiga macam reseptor
kerucut, seperti diusulkan oleh Young dan Helmholtz. Rangkaian jalur saraf yang
membandingkan hasil yang dikeluarkan oleh jenis reseptor yang berbeda
(spectrally opponent interaction) juga sesuai seperti yang diusulkan oleh Hering.
Jenis sel kerucut tersebut adalah biru, hijau dan merah. (8,19,20)

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, dua tipe dasar fotoreseptor, batang dan
kerucut, ada di retina. Batang adalah fotoreseptor yang mengandung pigmen
penglihatan rhodopsin dan sensitif terhadap cahaya biru-hijau dengan sensitivitas
puncak sekitar 500 nm panjang gelombang cahaya. Fotoreseptor batang sangat
sensitif dan digunakan untuk penglihatan di bawah kondisi redup gelap di malam
hari. Kerucut mengandung pigmen kerucut seperti opsin, tergantung pada struktur
yang tepat dari molekul opsin, yang sangat sensitif terhadap panjang gelombang
panjang baik cahaya (lampu merah), panjang gelombang menengah cahaya

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


11

(lampu hijau) atau panjang gelombang cahaya pendek (cahaya biru). Sensitivitas
kerucut dan panjang gelombang yang berbeda serta jalur konektivitas ke otak,
merupakan dasar dari persepsi warna dalam penglihatan manusia. (15,16,17)

Kemampuan cone dalam mendeteksi panjang gelombang panjang, menengah dan


pendek telah dibuktikan ada di retina manusia dengan fotometrik, metode biologis
psikofisik dan molekul: masing-masing L-kerucut (merah) yang diketahui sensitif
terhadap panjang gelombang maksimal memuncak pada 564nm, M-kerucut
(hijau) pada 533nm dan S-kerucut (biru) pada 437nm. (15,16,17)

Gambar 2.3 Spektrum cahaya


Sumber : Kolb H, Nelson R, Fernandez E, Jones B. The organization of the retina and
visual system; www.webvision.med.utah.edu. [Online].; 2011 [cited 2011 Nopember 1.
Available from: http://webvision.med.utah.edu/book/.

2.4 Prevalensi Gangguan Penglihatan Warna


Chong (1996) mengatakan bahwa gangguan penglihatan warna sangat sedikit
jumlahnya. Hanya 10% laki-laki dan 1% perempuan menderita gangguan
penglihatan warna. Young dan Harrison (2000) menyajikan sekitar 8% laki-laki
dan 0,42% perempuan mempunyai gangguan penglihatan warna merah-hijau,
namun Dain (2004) mengatakan bahwa gangguan penglihatan warna biru-kuning
mempunyai prevalensi yang sama dengan gangguan penglihatan warna merah-
hijau. Brewer (2005), seperti dikutip Heitgerd et al, mengatakan bahwa prevalensi
gangguan penglihatan warna terjadi pada sekitar 8% pria dan 0,5% perempuan,
terutama gangguan penglihatan warna merah-hijau. Data yang lebih kecil
disampaikan oleh Huang et al (2008). (2,5,16,21,22,23)

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


12

Tabel 2.1 Klasifikasi gangguan penglihatan warna dan prevalensi pada ras western

Type Name Cause of defect Prevalence


Protanomaly L-cone defect 1.3%
Anomalous trichromacy Deuteranomaly M-cone defect 4.9%
Tritanomaly S-cone defect 0.01%
Protanopia L-cone absent 1%
Dichromacy Deuteranopia M-cone absent 1.1%
Tritanopia S-cone absent 0.002%
Monochromacy Rod Monochromacy no functioning cones very rare
Sumber : Huang JB, Wu SY, Chen CS. Enhancing color representation for the color vision impaired. In Dans
Workshop on Computer Vision Applications for the Visually Impaired; 2008.

Chong (1996) mengatakan gangguan penglihatan warna terkait pada X-linked


recessive condition. Hal yang sama juga disebutkan oleh Young dan Harrison
(2000) dimana dalam populasi umumnya lebih banyak orang dengan gangguan
penglihatan warna merah-hijau sebagai kelainan yang diturunkan melalui
kromosom X. American Optometric Association (AOA) (2006) dalam artikelnya
juga mengatakan bahwa biasanya, gangguan penglihatan warna adalah kondisi
warisan disebabkan oleh gen X resesif, yang diturunkan dari ibu ke anaknya. Satu
salinan normal (biru x) dari sebuah gen pada kromosom X umumnya cukup untuk
fungsi normal. Wanita yang memiliki gen cacat (merah x) pada salah satu dari dua
kromosom X dilindungi oleh salinan normal dari gen yang sama pada kromosom
kedua. Tapi pada pria, kurangnya perlindungan ini karena pria hanya memiliki
satu kromosom X dan satu kromosom Y. Setiap anak laki-laki dari seorang ibu
yang carier memiliki risiko 50 persen mewarisi gen yang rusak. Setiap anak
perempuan memiliki kesempatan 50 persen menjadi carier seperti ibunya. (22,24)

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


13

Gambar 2.4 Penurunan gen gangguan penglihatan warna


Sumber : Montgomery G. Color blindness : more prevalent among males; www.hhmi.org. [Online].; 2008
[cited 2011 October 16. Available from: http://www.hhmi.org/senses/b130.html.

2.5 Penyebab Gangguan Penglihatan Warna


Pemeriksaan terhadap gangguan penglihatan warna sangatlah penting karena
gangguan penglihatan warna mungkin merupakan suatu tanda dari penyakit atau
dapat juga membantu menyingkirkan diangnosa banding. Beberapa penyebab
gangguan penglihatan warna adalah :

a. Penyakit kronis yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan warna


termasuk penyakit Alzheimer, diabetes melitus, glaukoma, leukemia, penyakit
hati, alkoholisme kronis, degenerasi makula, multiple sclerosis, penyakit
Parkinson, anemia sel sabit dan retinitis pigmentosa;
b. Kecelakaan atau stroke yang menyebabkan kerusakan retina atau
mengakibatkan kerusakan area tertentu dari otak/mata dapat menyebabkan
gangguan penglihatan warna;

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


14

c. Obat-obatan seperti antibiotik, barbiturat, obat anti tuberkulosis, obat tekanan


darah tinggi dan beberapa obat untuk mengobati gangguan saraf dapat
menyebabkan gangguan penglihatan warna;
d. Bahan kimia industri atau lingkungan seperti karbon monoksida, karbon
disulfida dan beberapa bahan yang mengandung timbal juga dapat
menyebabkan gangguan penglihatan warna;
e. Usia lanjut dimana pada orang di atas 60 tahun, perubahan fisik yang terjadi
mungkin mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melihat warna. (2,16,24,25)

2.6 Jenis Gangguan Penglihatan Warna


Ilyas (2004) menuliskan bahwa secara umum penglihatan warna sering dikenal
dengan :

1. Tidak menderita gangguan penglihatan warna dimana seseorang dapat


membedakan ketiga macam warna (trikromat)
2. Gangguan penglihatan warna parsial dimana seseorang hanya dapat
membedakan dua komponen warna (dikromat) atau satu komponen warna
(monokromat)
3. Gangguan penglihatan warna total dimana seseorang tidak dapat mengenal
warna sama sekali (akromatopsia). (1,16)

Ilyas (2004) juga merincikan, gangguan penglihatan warna, adalah :

1. Monochromacy
Monochromacy adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah
sel pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Monochromacy
ada dua jenis, yaitu rod Monochromacy dan cone Monochromacy.
• Rod Monochromacy (typical) adalah jenis gangguan penglihatan warna
yang sangat jarang terjadi, yaitu ketidakmampuan dalam membedakan
warna sebagai akibat dari tidak berfungsinya semua cones retina. Penderita
rod Monochromacy tidak dapat membedakan warna sehingga yang terlihat
hanya hitam, putih dan abu-abu.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


15

• Cone Monochromacy (atypical) adalah tipe Monochromacy yang sangat


jarang terjadi yang disebabkan oleh tidak berfungsinya dua sel cones.
Penderita cone Monochromacy masih dapat melihat warna tertentu, karena
masih memiliki satu sel cone yang berfungsi.
2. Dichromacy
Dichromacy adalah jenis gangguan penglihatan warna dimana salah satu
dari tiga sel cone tidak ada atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah
satu sel pigmen pada cone, seseorang yang menderita dikromatis akan
mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu. Dichromacy
dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan sel pigmen yang rusak.
a. Protanopia adalah salah satu tipe Dichromacy yang disebabkan oleh tidak
adanya fotoreseptor retina merah. Pada penderita protanopia, penglihatan
terhadap warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1% dari
seluruh pria. Protanopia juga dikenal dengan gangguan penglihatan warna
merah-hijau.

Gambar 2.5 Penglihatan normal Gambar 2.6 Protanopia


Sumber : Colour Blind Awareness. Acquired Colour Vision Defects;
http://www.colourblindawareness.org. [Online]. [cited 2011 Nopember 9. Available from:
http://www.colourblindawareness.org/colour-blindness/acquired-colour-vision-defects/.

b. Deutanopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan


tidak adanya fotoreseptor retina hijau. Hal ini menimbulkan kesulitan
dalam membedakan hue pada warna merah dan hijau (red-green hue
discrimination).

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


16

Gambar 2.7 Penglihatan normal Gambar 2.8 Deutanopia


Sumber : Colour Blind Awareness. Acquired Colour Vision Defects;
http://www.colourblindawareness.org. [Online]. [cited 2011 Nopember 9. Available from:
http://www.colourblindawareness.org/colour-blindness/acquired-colour-vision-defects/.

c. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-


wavelength cone. Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan
dalam membedakan warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tampak.
Tritanopia disebut juga gangguan penglihatan warna biru-kuning dan
merupakan tipe Dichromacy yang sangat jarang dijumpai.

Gambar 2.9 Penglihatan normal Gambar 2.10 Tritanopia


Sumber : Colour Blind Awareness. Acquired Colour Vision Defects;
http://www.colourblindawareness.org. [Online]. [cited 2011 Nopember 9. Available from:
http://www.colourblindawareness.org/colour-blindness/acquired-colour-vision-defects/.

3. Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat


disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa.
Penderita anomalous trichromacy memiliki tiga sel cones yang lengkap,
namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga
sel reseptor warna tersebut .
a. Protanomaly adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan
terhadap long-wavelength (red) pigment, sehingga menyebabkan
rendahnya sensitifitas terhadap cahaya merah. Artinya penderita
protanomaly tidak akan mampu membedakan warna dan melihat
campuran warna yang dapat dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


17

mengalami penglihatan yang buram terhadap warna spektrum merah. Hal


ini mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah dan
hitam.
b. Deuteranomaly disebabkan oleh kelainan pada bentuk pigmen middle-
wavelength (green). Sama halnya dengan protanomaly, deuteranomaly
tidak mampu melihat perbedaan kecil pada nilai hue dalam area spektrum
untuk warna merah, orange, kuning, dan hijau. Penderita salah dalam
menafsirkan hue dalam region warna tersebut karena hue-nya lebih
mendekati warna merah. Perbedaan antara keduanya yaitu penderita
deuteranomaly tidak memiliki masalah dalam hilangnya penglihatan
terhadap kecerahan (brigthness). (1)

Tritanomaly adalah tipe anomolous trichromacy yang sangat jarang terjadi, baik
pada pria maupun wanita. Pada tritanomaly, kelainan terdapat pada
shortwavelength pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari
spektrum warna. Tidak seperti protanomaly dan deuteranomaly, tritanomaly
diwariskan oleh kromosom 7. Inilah alasan mengapa penderita tritanomaly sangat
jarang ditemui. (2,16,26,1)

2.7 Penilaian Penglihatan Warna


Ilyas (2004) mendefinisikan gangguan penglihatan warna adalah penglihatan
warna-warna yang tidak sempurna. Pasien tidak atau kurang dapat membedakan
warna yang biasanya didapat secara kongenital atau akibat penyakit tertentu.
Chong (1996) menyebutkan bahwa tes Farnsworth D-15 merupakan alat skrining
gangguan penglihatan warna terbaik karena memakan sedikit waktu dalam
melakukannya. Sedangkan Young dan Harrison (2000) mendiagnosa bahwa
seorang pasien gangguan penglihatan warna jika pasien tersebut gagal dalam
pemeriksaan :

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


18

• Pseudoisochromatic test yang dapat dilakukan dengan menggunakan kartu


Ishihara, American Optical Hardy-Rand-Rittler, Dvorine atau Tokyo Medical
College; atau,
• Tes penyusunan warna (color arrangement test) yang dapat dilakukan dengan
Farnsworth D-15 dan 100-hue, Lanthony desaturated panel atau Sahlgren
saturation test; atau,
• Tes pencocokan warna (Color matching test) yang dapat dilakukan dengan
The Nagel, The Neitz, dan The Pickford-Nicolson Anomaloscopes. (1,2,16,20)

Penyebab gangguan penglihatan warna ditegakkan dengan adanya riwayat


gangguan penglihatan warna yang dialami pasien sejak masih kecil dan adanya
riwayat keturunan dalam keluarga yang menderita gangguan penglihatan warna
sebagai gangguan penglihatan warna yang diturunkan. Jika tidak ditemukan
adanya riwayat tersebut di atas, maka dapat dipastikan bahwa gangguan
penglihatan warna tersebut merupakan kelainan yang didapat. (2)

Patient with POOR COLOR


VISION

Broad clasification of problems

Color agnosia, anomia, aphasia Defect in color sense

Abnormal color Visual scenery appears Color of object appear


discrimation or matches tinted with color desaturated

Red-green Blue-yellow
acromatopsia
defect defect

Cone degeneration & rod


Cone monochromacy Cortical color blindness
monochromacy

Gambar 2.11 Alur diagnosa pasien dengan gangguan penglihatan warna


Sumber : Young RSL, Harrison JM. Poor Color Vision. In Fathman L, editor. Decision making in
opthalmology. St. Louis: Mosby; 2000. p. 8-10

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


19

2.8 Pemeriksaan Gangguan Penglihatan Warna Dengan Tes Ishihara


Tes Ishihara pertama kali dipublikasikan tahun 1906 dan didesain untuk
membuktikan secara cepat dan akurat gangguan penglihatan warna yang
disebabkan oleh kelainan kongenital. Dain (2004) mengatakan, pada beberapa
penelitian disebutkan bahwa tes Ishihara masih merupakan tes yang paling banyak
digunakan dan baku emas dalam identifikasi secara cepat defisiensi warna merah-
hijau. Birch (2010) juga menuliskan bahwa tes ini telah digunakan secara luas (the
most widely used) untuk mengidentifikasi gangguan penglihatan merah hijau dan
memiliki sensitivitas 97,7% pada 4 kesalahan dan 98,4% pada 3 kesalahan.
Standar Profesi & Sertifikasi Dokter Spesialis Mata dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Mata (dikeluarkan oleh PERDAMI) menetapkan bahwa pemeriksaan
gangguan penglihatan warna menggunakan kartu Ishihara merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan mata primer. Namun pemeriksaan ini mungkin akan gagal
mendeteksi deutans ringan dan beberapa orang normal dengan gangguan
membedakan warna (tanpa membedakan protan atau deutan). (5,27,28,10,11)

Citra Ishihara terdiri dari plate-plate dimana masing-masingnya memiliki objek,


warna objek (object color), dan warna latar (background color) yang berbeda.
Namun, citra Ishihara yang biasa digunakan lebih dominan menggunakan warna
merah dan hijau, sehingga hanya dapat digunakan untuk mengetahui gangguan
penglihatan warna parsial terhadap warna merah-hijau. Sedangkan untuk
gangguan penglihatan warna parsial terhadap warna biru-kuning akan sulit
diketahui dari tes ini karena citra Ishihara sedikit sekali menggunakan warna biru
dan kuning. Kelemahan penting dalam metode Ishihara (dan banyak metode lain)
adalah sifatnya yang statis, sehingga ada kemungkinan untuk dihafal. Hasil
pemeriksaan diintepretasikan sebagai normal dan tidak normal atau menderita
gangguan penglihatan warna. (26,29,30)

Cara pemeriksaan :

1. Pemeriksa harus memiliki penglihatan warna normal.


2. Subyek tidak boleh menggunakan lensa atau soft lens berwarna.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


20

3. Ruangan pemeriksaan harus mendapat cahaya matahari siang yang cukup. Jika
memakai alat bantu penerangan harus menggunakan kekuatan cahaya 600 luks
dengan sudut 45° ke lempengan kartu ishihara.
4. Kartu ishihara tidak boleh dipegang oleh subyek.
5. Pembacaan dilakukan secara binocular.
6. Pembacaan dilakukan dari jarak 75 cm dari mata dengan waktu pembacaan 3
sampai 10 detik tiap-tiap kartu.
7. Hasil pembacaan dinilai dari plate 1 – 11 untuk menunjukkan normal atau
mengalami gangguan penglihatan warna. Subyek normal dapat membaca 10
atau lebih dari kartu Ishihara. Subyek dengan gangguan penglihatan warna
hanya bisa membaca 7 atau kurang dari 7 kartu ishihara dan biasanya
berhubungan dengan lebih mudah membaca angka 2 pada kartu ke 9 dari pada
kartu ke 8. Sangat jarang menemukan orang normal yang dapat menjawab 8
atau 9 kartu. Dibutuhkan pemeriksaan penglihatan warna lebih lanjut termasuk
anomaloscope. (hasil ini dipakai pada pembacaan buku Ishihara 14 plate).
(12,31,30)

Inteprestasi hasil pemeriksaan gangguan penglihatan warna ditentukan dari bisa


atau tidaknya seseorang membaca angka atau obyek yang tertera atau
menghubungkan garis dari setiap halaman. Pada buku Ishihara telah ada patokan
khusus sebagai pedoman penilaiaan yaitu seperti yang tertera di bawah ini:

Plate 1 : Setiap orang, baik orang normal dan gangguan penglihatan


warna dapat membaca angka 12.
Plate 2 : Orang normal dapat membaca 8. Gangguan penglihatan warna
merah-hijau membacanya sebagai 3. Gangguan penglihatan
warna total tidak dapat membaca satu angkapun.
Plate 3 : Orang normal membaca 5. Gangguan penglihatan warna merah-
hijau membaca sebagai 2. Gangguan penglihatan warna total
tidak dapat membaca satu angkapun.
Plate 4 : Orang normal membaca 29. Gangguan penglihatan warna
merah-hijau membaca sebagai 70. Gangguan penglihatan warna

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


21

total tidak dapat membaca satu angkapun.


Plate 5 : Orang normal membaca 74. Gangguan penglihatan warna
merah-hijau membaca sebagai 21. Gangguan penglihatan warna
total tidak dapat membaca satu angkapun.
Plate 6 – 7 : Orang normal dapat membaca dengan benar. Gangguan
penglihatan warna merah-hijau dan gangguan penglihatan warna
total tidak dapat membaca satu angkapun.
Plate 8 : Orang normal membaca 2. Gangguan penglihatan warna merah-
hijau dan gangguan penglihatan warna total tidak dapat
membaca satu angkapun.
Plate 9 : Gangguan penglihatan warna merah-hijau dapat membaca 2.
Gangguan penglihatan warna total dan orang normal tidak dapat
membaca satu angkapun.
Plate 10 : Orang normal membaca 16. Gangguan penglihatan warna
merah-hijau dan gangguan penglihatan warna total tidak dapat
membaca satu angkapun.
Plate 11 : Orang normal dapat menghubungkan garis hijau kebiruan
diantara 2 tanda X, tetapi pada gangguan penglihatan warna
umumnya dan gangguan penglihatan warna total tidak dapat atau
mengikuti garis yang lain.
Plate 12 : Orang normal dan gangguan penglihatan warna merah-hijau
ringan melihat angka 35 tapi protanopia dan protanomalia kuat
akan membaca 5 saja, dan deuteranopia dan deuteranomalia kuat
membaca 3 saja.
Plate 13 : Orang normal dan gangguan penglihatan warna merah-hijau
ringan melihat angka 96 tapi protanopia dan protanomalia kuat
akan membaca 6 saja, dan deuteranopia dan kuat deuteranomalia
membaca 9 saja.
Plate 14 : Dalam menelusuri garis berliku antara kedua tanda X, orang
normal dapat menjejaki garis ungu dan merah. (27,29)

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


22

Tabel 2.2 Interpretasi hasil pembacaan kartu ishihara

Person
with Total
Plate Normal Person Person with Red-Green Deficiencies
Color
Blindness
1 12 12 12
2 8 3 X
3 5 2 X
4 29 70 X
5 74 21 X
6 7 Hard to read X
7 45 Hard to read X
8 2 Obscure X
9 Hard to read 2 X
10 16 X X
11 Traceable Traceable X
Protan Deutan
Strong Mild Strong Mild
12 35 5 (3) 5 3 3 (5)
13 96 6 (9) 6 9 9 (6)
Can trace 2 Purple Red
14 Purple Red X
lines (red) (purple)
Sumber : Ishihara S. Test for colour-blindness 14 plates. Concise ed. Tokyo: Kanehara Shuppan Co., Ltd.;
1994

2.9 Pemeriksaan Fungsi Penglihatan Dengan Vision tester


Vision tester yang digunakan dalam penelitian ini sudah diperbaharui sehingga
lebih mudah digunakan dari model sebelumnya dengan mempertahankan
keakuratan pemeriksaan. Pada model ini sudah ditambahkan kemampuan
pemeriksaan peripheral visual screening dan dibuat sebagai alat standar
pemeriksaan penglihatan untuk industri. Model ini sudah lebih user frendly
dimana pengoperasian sudah menggunakan remote control dan menggunakan
color-corrected light. Model ini memiliki berat kurang dari 15 kilogram, portabel,
dan hanya membutuhkan ruangan dua kaki persegi. Paket ini terdiri dari 12 tes
slide. (32)

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


23

Gambar 2.12 Vision tester


Sumber : Stereo Optical Co., Inc. Industrial Slides

Departemen Pertahanan Amerika Serikat menggunakan armed forces visual


screener—Bausch & Lomb Ortho-Rater yag diproduksi sesuai spesifikasi oleh
Stereo Optical Company (Chicago, IL) yaitu Armed Forces tester Model 2300
AFUT Vision tester. Pemeriksaan mata khusus untuk pekerjaan tertentu juga
dilakukan oleh Department of Transportation (DOT), Federal Aviation
Administration (FAA), Federal Railroad Administration (FRA), dan maritime
industry, sebagaimana telah dilakukan oleh militer, dengan menggunakan the
Farnsworth Lantern (saat ini Stereo Optical Co. Model 900) jika tes dengan kartu
Ishihara gagal. (14)

Keutamaan dari vision tester adalah :

1. Urutan pemeriksaan yang mudah dan hanya membutuhkan 5 menit dalam


pemeriksaannya;
2. Paket tes standar yang cocok digunakan oleh optometri, oftalmologi,
kesehatan masyarakat, sekolahan, anak-anak, uji coba,kedokteran umum,
surat ijin mengemudi, industri dan militer;

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


24

3. Slide tes diproduksi dengan film fotograf berkualitas tinggi yang dikemas
dalam dua dek kacauntuk memastikan gambar dapat bertahan selama
bertahun-tahun;
4. Slide anti gores dan bisa dicuci karena terbuat dari bahan plastik
Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS);
5. Dua teropong independen untuk melihat dalam jarak yang tepat.
Pemeriksaan penglihatan jauh hingga 20 kaki dan Pemeriksaan
penglihatan dekat 16 inci. (32)

Di balik kelebihan yang ditawarkan oleh vision tester, terdapat beberapa


keterbatasan fungsi alat tersebut, yaitu:

1. Sebuah vision tester tidak dapat digunakan untuk penegakan diagnosis


kelainan mata, karena fungsinya terbatas hanya untuk skrining.
2. Tidak semua pemeriksaan skrining mata dapat dilakukan dengan akurat
oleh sebuah vision tester, terutama pada kelainan mata ganda, misalnya
miopia dan astigmatisme pada seorang subyek dapat memberikan hasil
yang berbeda dengan pemeriksaan mata konvensional.
3. Harga per unit sebuah vision tester relatif lebih mahal dibandingkan
dengan harga instrumen skrining mata konvensional. (33)

Vision tester, ideal untuk semua kebutuhan skrining fungsi penglihatan bidang
industri dan display screen equipment. Tajam penglihatan, persepsi kedalaman,
warna, phoria dan peripheral vision semua dapat ditentukan dengan cara yang
sangat efisien. Vision tester produk dari Stereo Optical ini tersedia dalam berbagai
paket, yang masing-masing paket terdiri dari 12 macam slide yang berbeda-beda.
Konfigurasi slide dalam masing-masing paket berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya. Stereo Optical menawarkan beberapa paket slide yang disesuaikan
menurut kegunaannya, yaitu paket untuk:

• Ophthalmology;
• Optometry;
• Public Health;
• Schools;

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


25

• Pediatrics;
• Clinical Trials;
• General Medicine;
• Driver Licensing;
• Industry;
• Military. (34,32)

Paket slide yang akan digunakan untuk pengujian dalam penelitian ini adalah
paket industri, yang antara lain terdiri dari adalah:

• Slide No. 1 – Far Point Demonstration Highway (Fixation for Peripheral


Test);
• Slide No. 2 – Far Point Acuity Both Eyes Binocular (20/200-20/13);
• Slide No. 3 – Far Point Acuity Right Eye Monocular (20/200-20/13);
• Slide No. 4 – Far Point Acuity Left Eye Monocular (20/200-20/13);
• Slide No. 5 – Far Point Stereo Depth Perception (400-20 Seconds of Arc);
• Slide No. 6 – Far Point Color Perception (Pseudo Ishihara);
• Slide No. 7 – Far Point Vertical Phoria (1/2 Diopter Increments);
• Slide No. 8 – Far Point Lateral Phoria (1 Diopter Increments);
• Slide No. 9 – Near Point Acuity Both Eyes Binocular (20/200-20/13);
• Slide No. 10 – Near Point Acuity Right Eye Monocular (20/200-20/13);
• Slide No. 11 – Near Point Acuity Left Eye Monocular (20/200-20/13);
• Slide No. 12 – Near Point Lateral Phoria (1-1/2 Diopter Increments). (34)

2.9.1 Persiapan Sebelum Melakukan Pemeriksaan


• Tempatkan instrumen di atas sebuah meja datar dengan ketinggian
konvensional dan daerah atasnya bebas supaya operator dapat memanipulasi
kontrol dan mencatat hasil pemeriksaan dengan leluasa.
• Hubungkan panel kontrol dengan instrumen menggunakan kabel yang telah
disediakan.
• Sambungkan kabel listrik ke stop kontak, nyalakan tombol ON.
• Lakukan pengujian pada setiap tombol untuk memastikan pengoperasian yang
baik.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


26

• Cek kebersihan lensa. Gunakan kain lap halus untuk mengelap lensa bila ada
kotoran atau pengembunan.
• Tempatkan formulir pencatatan dan peralatan lain yang dibutuhkan di dekat
instrumen.
• Hindari penempatan di mana berkas cahaya terang sinar matahari langsung
mengenai instrumen atau wajah subyek atau pasien yang akan diperiksa.
• Bersihkan sandaran kepala sebelum mulai digunakan. Alangkah baiknya bila
sandaran kepala dibersihkan setiap kali selesai memeriksa satu pasien.
• Pastikan posisi pasien senyaman mungkin pada waktu diperiksa.
o Pasien harus duduk atau berdiri dengan nyaman.
o Pastikan dahi pasien menekan sandaran kepala.
o Pastikan punggung dan leher pasien tidak dalam posisi menekuk.
o Pasien sebaiknya tidak terus menerus melihat ke arah slide setelah satu
pengujian selesai.
o Pada pengujian tertentu yang membutuhkan ketajaman penglihatan, pasien
hendaknya tetap berkacamata pada waktu melihat slide
o Lanjutkan ke pemeriksaan berikutnya bilamana diperlukan.
• Atur ketinggian instrumen sesuai dengan tinggi badan pasien, agar pasien
merasa nyaman. Badan instrumen dapat disesuaikan ketinggiannya sesuai
dengan ketinggian pasien dari permukaan meja. (35)

Gambar 2.13 Tampilan remote control alat Vision tester


Sumber : Stereo Optical Co., Inc. Stereo Optical Company vision tester slide package: industrial package..

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


27

2.9.2 Pemeriksaan Gangguan penglihatan warna dengan Vision tester


Tes ini digunakan untuk skrining gangguan penglihatan warna namun tidak untuk
mengklasifikasikannya. Pemeriksaan menggunakan satu slide yang berisi enam
lingkaran pseudoisokromatik Ishihara. Visus minimal adalah 20/70. Jika subyek
mempunyai visus 20/70 atau lebih rendah dapat menyebabkan gagal dalam test
akibat fungsi penglihatan yang menurun, bukan akibat gangguan penglihatan
warna. (34)

Cara pemeriksaan :

• Pilih jenis pemeriksaan nomor 6,


• Pastikan tanda lampu penanda “Far” ( ) menyala dengan menekan
tombol NEAR/FAR,
• Pastikan tanda untuk mata kanan dan kiri ( ) menyala dengan
menekan tombol RIGHT EYE dan LEFT EYE,
• Tanyakan kepada subyek : “Apakah anda dapat menyebutkan angka yang
ditunjukkan, dimulai dari lingkaran A?”
• Penilaian : terdapat 8 angka di dalam 6 lingkaran. Penglihatan normal akan
melihat lingkaran F adalah kosong sedangkan gangguan penglihatan warna
akan melihat angka 5. Subyek normal dapat menjawab 8 angka dengan benar
dan menyebutkan kosong pada lingkaran F. Jika hanya menjawab 5 dari 8
angka dengan benar maka berarti menderita gangguan penglihatan warna
ringan. (34)

Tabel 2.3 Interpretasi pemeriksaan warna dengan Vision tester

Target A = 12 B=5 C = 26 D=6 E = 16 F = Blank


Sumber : Stereo Optical Co., Inc. Industrial Slides

2.10 Karakteristik Alat Skrining


Skrining merupakan pengaplikasian sebuah tes untuk mendeteksi adanya penyakit
potensial atau kondisi pada seseorang yang tidak memiliki tanda dan gejala dari
penyakit potensial atau kondisi tersebut. Idealnya, tes ini haruslah dapat diakses

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


28

secara luas, mudah digunakan, murah, nyaman dan tidak terlalu menyakitkan jika
digunakan pada populasi yang akan diskrining. (36)
Secara umum, skrining memiliki dua tujuan utama :

1. Untuk mendeteksi dini penyakit sehingga pengobatan lebih efektif, lebih


murah, atau efektif dan murah. Di sini, asumsi implisit yang mendasari
konsep skrining adalah bahwa deteksi dini-sebelum perkembangan gejala-
akan menyebabkan prognosis yang lebih menguntungkan karena intervensi
dimulai sebelum penyakit ini secara klinis dimanifestasikan akan lebih
efektif daripada pengobatan yang diberikan jika penyakit sudah lanjut.
2. Untuk mengidentifikasi faktor risiko yang membuat seorang individu
menjadi lebih rentan untuk mendapat penyakit, dengan tujuan
memodifikasi faktor risiko untuk mencegah atau meminimalkan penyakit.
(36)

2.10.1 Akurasi Alat Skrining


Suatu alat skrining dikatakan akurat jika dapat mengklasifikasikan individu yang
memiliki potensi penyakit atau kondisi tertentu sebagai tes positif dan tes negatif
pada individu yang tidak memiliki potensi penyakit atau kondisi tertentu. Secara
sederhana, penilaian keakuratan melibatkan dua dikotomi yaitu: adanya penyakit
(+) atau tidak adanya penyakit (-) dan hasil tes yang positif (+) atau atau hasil tes
yang negatif (-). Tabel 2x2 sering digunakan untuk menggambarkan empat
kombinasi hasil dimana n, jumlah total hasil tes diperiksa, dinyatakan dengan
persamaan n = a+b+c+d. Penyakit positif adalah penyakit yang ada, penyakit
negatif adalah penyakit tidak ada, a merupakan jumlah hasil yang benar positif, b
merupakan jumlah hasil positif palsu, c merupakan jumlah hasil negatif palsu, dan
d merupakan jumlah hasil yang benar negatif. (36)

Karena jumlah untuk keempat hasil yang sangat tergantung pada ukuran sampel,
maka biasanya diekspresikan sebagai rerata. Sebagai contoh, a/(a+c) sama dengan
proporsi individu yang memiliki penyakit dan yang memiliki positif hasil tes, atau
tingkat yang benar-positif, juga dikenal sebagai sensitivitas dari tes; d/(b + d)
adalah sama dengan proporsi individu yang tidak memiliki penyakit dan yang
memiliki hasil tes negatif, atau tingkat yang benar-negatif, juga dikenal sebagai

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


29

spesifitas dari tes; c/(a+c) adalah sama dengan proporsi individu yang memiliki
penyakit tetapi memiliki hasil tes negatif palsu, atau tingkat negatif palsu, dan
b/(b+d) sama dengan proporsi individu yang tidak memiliki penyakit tetapi yang
memiliki hasil tes positif palsu, atau tingkat positif palsu. Dengan demikian,
sensitivitas adalah probabilitas seorang individu yang memiliki hasil tes positif
ketika penyakit ini benar-benar ada, dan spesifisitas adalah kemungkinan seorang
individu yang memiliki hasil tes negatif ketika penyakit ini benar-benar tidak ada.
Alat skrining harus mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi, meskipun
spesifitasnya sedikit rendah. Alat skrining juga harus mudah digunakan secara
luas dan tidak mahal. (36,37,38)

Tabel 2.4 Tabel 2x2 menggambarkan hasil uji dan akurasi tes untuk individu dengan/dan tanpa
penyakit

Penyakit

Positif Negatif Total

Positif a b a+b
Hasil test
Negatif c d c+d

Total a+c b+d n

Kegunaan dari tes skrining dievaluasi berdasarkan nilai prediksi positif dan nilai
prediksi negatif. Nilai prediksi negatif (d/[c+d]) adalah probabilitas bahwa pasien
dengan hasil negatif memang benar tidak memiliki penyakit pada saat skrining
dilakukan. Sebaliknya, prediktif nilai tes positif (a/[a+b]) adalah probabilitas
pasien dengan hasil positif memang benar-benar memiliki penyakit pada saat
skrining dilakukan. Nilai prediksi positif dan negatif dari tes tergantung pada
prevalensi penyakit. (36)

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


30

2.11 Uji Kesesuaian


Uji kesesuaian adalah uji statistik yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
kesesuaian dari hasil pengukuran yang didapat dari suatu alat ukur atau metode
yang berbeda. Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah vision tester
dan tes Ishihara yang dianggap mempunyai level yang setara dimana sama-sama
menggunakan pseudoisochromatic plates sebagai dasar pemeriksaan dalam
melakukan skrining gangguan penglihatan warna merah hijau. (39,8)

Penilaian kesesuaian akan dihitung menggunakan rumus Kappa Cohen untuk


mendapatkan nilai Kappa. Nilai Kappa berkisar antara nol hingga satu (0-1)
dimana semakin mendekati angka satu maka semakin besar tingkat
kesesuaiannya. Nilai Kappa dihitung menggunakan rumus :

Rumus 2.1 Rumus Kappa



=
1−
(2.1) (39)

+
O= =

E= ℎ
= +
+ + + +
= +

+ + + + +
=

Hasil interpretasi dari nilai Kappa adalah :

• Nilai Kappa < 0 berarti kesesuaian sebagai poor;


• Nilai Kappa 0,00 – 0,20 berarti kesesuaian sebagai slight;
• Nilai Kappa 0,21 – 0,40 berarti kesesuaian sebagai fair;
• Nilai Kappa 0,41 – 0,60 berarti kesesuaian sebagai moderate;
• Nilai Kappa 0,61 – 0,80 berarti kesesuaian sebagai substantial;
• Nilai Kappa 0,81 – 1,00 berarti kesesuaian sebagai almost perfect. (40)

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


31

Untuk melakukan pengukuran maka diperlukan subyek yang cukup sehingga


didapat angka-angka yang nantinya akan dianalisa menggunakan analisa Kappa.
Perkiraan jumlah subyek yang akan dijadikan sampel dihitung dengan rumus :

Rumus 2.2 Besar Sampel untuk Uji Kappa

1− 2−
= !" # $ 1− 1−2 + '
2& 1 − &
#
(2.2) (39)

n= Besar sampel
k= Nilai Kappa minimal yang dianggap memadai, ditentukan oleh peneliti
π= Prediksi hasil pemeriksaan positif yang sesungguhnya, ditentukan oleh
peneliti
d= Presisi nilai Kappa, ditentukan oleh peneliti
α= Kesalahan yang masih dapat diterima, ditentukan oleh peneliti
Zα = Deviat baku alpha, ditentukan oleh peneliti

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


32

2.12 Kerangka Teori

Gambar 2.14 Kerangka Teori

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


33

2.13 Kerangka Konsep

Gambar 2.15 Kerangka konsep

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan data
sekunder.

3.2 Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (IKK FKUI) dengan menggunakan data-data
yang telah dikumpulkan dari hasil pemeriksaan kesehatan secara berkala (medical
check up) atau hasil pemeriksaan kesehatan secara sukarela para pekerja dari
berbagai jenis industri dan sudah mendapat ijin dari perusahaan terkait.

Tabel 3.1 Sumber data

No. Jenis Industri Alamat Waktu


1 Pembuatan tanki Jakarta 22-24 Mei 2012
2 Penyuplai air minum dalam kemasan Jakarta 02 Juni 2012
3 Jasa hiburan air Bogor 23-24 Juni 2012
4 Jasa pelayanan kemasyarakatan Bogor 23-24 Juni 2012
5 Jasa keamanan Bogor 23-24 Juni 2012
6 Industri pendidikan Jakarta 26-29 Juni 2012
7 Penyuplai alat berat Jakarta 06 Juli 2012

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi target adalah seluruh tenaga kerja aktif yang berusia antara 15-59 tahun.

34
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
35

Populasi terjangkau adalah pekerja yang berusia antara 15-59 tahun dari berbagai
industri tersebut di atas yang telah mengikuti pemeriksaan kesehatan berkala atau
mengikuti pemeriksaan kesehatan secara sukarela. (41,1)

Karena prevalensi gangguan penglihatan warna pada umumnya terjadi pada laki-
laki, maka populasi penelitian penglihatan warna adalah hanya pekerja laki-laki.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Kriteria inklusi adalah data-data yang berisi :
1. Laki-laki berusia 15 – 59 tahun;
2. Anamnesa tentang riwayat penglihatan warna;
3. Keterangan tidak menggunakan lensa atau soft lens berwarna pada saat
pemeriksaan;
4. Hasil pemeriksaan visus yang tidak bernilai visus sama dengan atau lebih
rendah dari 20/70 dengan koreksi;
5. Hasil pemeriksaan dari tes Ishihara dan vision tester;
6. Data pencatatan waktu pemeriksaan dari tes Ishihara dan vision tester.
Kriteria eksklusi data-data yang berisi :
- Informasi tentang adanya radang pada daerah mata, seperti konjungtivitis,
blepharitis.

3.5 Besar Sampel


Besar sampel dihitung berdasarkan rumus sampel untuk uji Kappa dengan nilai-
nilai :

k= 0,8 (nilai Kappa minimal yang dianggap memadai)


π= 0,08 (prediksi hasil pemeriksaan positif sesungguhnya/prevalensi)
d= 0,1 (presisi nilai Kappa)
α= 5% (kesalahan yang dianggap masih dapat diterima)
Zα = 1,96
Maka :

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


36

1− 2−
= !" # $ 1− 1−2 + '
# 2& 1 − &

1 − 0,8 0,8 2 − 0,8


= 1,96# $ 1 − 0,8 1 − 2 × 0,8 + '
0,1# 2 × 0,08 1 − 0,08

= 491,85842 = 492
Besar sampel yang diperlukan adalah 492 orang.

3.6 Cara Pengumpulan Data


Pemeriksaan terhadap subyek dilakukan secara tersamar, yang berarti
pemeriksaan Vision tester dengan pemeriksaan yang menggunakan tes Ishihara
adalah dua dokter yang berbeda, yang masing-masing tidak mengetahui hasil
pemeriksaan antara satu instrumen dengan yang lainnya.

Dalam pelaksanaannya 50% responden dilakukan pemeriksaan dengan Vision


tester terlebih dahulu sebelum dilanjutkan dengan pemeriksaan tes Ishihara.
Sedangkan 50% responden lainnya menjalani pemeriksaan menggunakan tes
Ishihara terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan Vision tester.

Seluruh pemeriksaan dilakukan menggunakan alat yang sama dan prosedur yang
sama.

Selanjutnya hasil pemeriksaan menjadi arsip yang disimpan sebagai hasil


pemeriksaan MCU pekerja. Data-data yang memenuhi kriteria inklusi disertakan
dan yang memenuhi kriteria ekslusi dikeluarkan.

3.6.1 Pemeriksaan dengan vision tester


Pembacaaan dilakukan satu kali pada slide pseudoisokromatik yang berisi 6
lingkaran lama waktu pembacaan maksimal 10 detik. Jumlah simbol yang
diberikan sebanyak 8 angka.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


37

3.6.2 Pemeriksaan Ishihara Test


Pembacaaan dilakukan satu kali pada masing-masing kartu Ishihara dengan lama
waktu pembacaan maksimal 10 detik. Jumlah kartu yang diberikan sebanyak 14
kartu.

3.7 Definisi Operasional


• Penglihatan warna hasil Vision tester:
o Tidak ada gangguan penglihatan warna : Subyek dapat membaca 8 angka
yang ditunjukkan dan menyebutkan kosong pada slide F.
o Ada gangguan penglihatan warna: Subyek hanya membaca < 8 angka yang
ditunjukkan dengan benar dan/atau menyebutkan angka 5 di slide F.
• Penglihatan warna hasil tes Ishihara:
o Tidak ada gangguan penglihatan warna: bila subyek dapat membaca 8 atau
lebih dari kartu Ishihara.
o Ada gangguan penglihatan warna: Subyek dengan gangguan penglihatan
warna hanya bisa membaca 7 atau kurang dari 7 kartu ishihara.
• Umur: didapatkan dari anamnesis.
• Jenis kelamin: didapatkan dari anamnesis.
• Radang pada daerah mata : peradangan pada mata dan sekitarnya yang
ditandai dengan adanya mata berair, nyeri, gatal, pandangan kabur, sensitif
terhadap cahaya, dan adanya sekret keluar dari mata pada pagi hari. Selain itu
bisa juga terdapat adanya kelainan kulit disekitar bola mata. (42,43)
• Waktu pembacaan dihitung sebagai nol detik pada saat sampel sudah
memahami dan siap membaca kartu pseudoisokromatik. Pemberian informasi
cara membaca sebelum pemeriksaan dilakukan tidak dihitung sebagai waktu
pembacaan. Penghitungan waktu menggunakan jam digital laptop.

3.8 Analisa Statistik


Data yang didapat akan disajikan dalam tabel 2x2.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


38

Tabel 3.2 Tabel Hasil pemeriksaan

Tes Ishihara

Positif Negatif Total

Positif a b a+b
Vision tester
Negatif c d c+d

Total a+c b+d n

Untuk mendapatkan nilai kesesuaian dilakukan dengan uji Kappa. Dan untuk
melihat apakah ada perbedaan atau tidak dari kedua alat dilakukan dengan uji Mc
Nemar. Nilai proporsi didapat dari tabel silang 2x2. Analisa data dilakukan
dengan menggunakan program SPSS (Statistical Program for Social Scientific)
for Windows Release 11.5.0.

3.9 Etika Penelitian


Penelitan yang dilakukan menganut pada kaidah etika penelitian yang berlaku di
Universitas Indonesia telah mendapat surat Keterangan Lolos Kaji Etik nomor
593/PT02.FK/ETIK/2012 pada tanggal 2 Oktober 2012 untuk penelitian “Uji
Kesesuaian Antara ‘Vision tester’ Sebagai Alat Skrining Daya Penglihatan Jauh,
Stereoskopis dan Buta Warna Dengan Snellen Chart, TNO Stereoscopic Vision
Test Dan Ishihara”.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


39

3.10 Alur Kerja

Gambar 3.1 Alur kerja pengolahan data uji kesesuaian vision tester dan tes Ishihara

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


BAB 4
HASIL PENELITIAN

Pemeriksaan fungsi penglihatan secara rutin dilakukan pada pemeriksaan


kesehatan secara berkala atau medical check up (MCU) pada pekerja dari berbagai
perusahaan dan instansi. Pelaksanaannya berdasarkan peraturan perusahaan atau
peraturan pemerintah yang ada, atau bisa juga dilakukan oleh pekerja sendiri
secara sukarela. Salah satu fungsi penglihatan yang diperiksa adalah fungsi
penglihatan warna dengan menggunakan tes Ishihara 14 plate yang sudah
digunakan secara luas. Dengan adanya alat baru yaitu vision tester, ikut juga
digunakan sebagai alat perbandingan dalam pemeriksaan penglihatan warna.

Dalam kegiatan pemeriksaan kesehatan tersebut, peneliti juga ikut melakukan


pemeriksaan, terutama pada bagian skrining mata. Kepada seluruh karyawan laki-
laki yang mengikuti MCU, peneliti menawarkan untuk mencoba pemeriksaan
gangguan penglihatan warna dengan menggunakan alat baru yaitu vision tester.
Peserta yang setuju diminta untuk menandatangani lembar persetujuan.

Setelah menandatangani lembar persetujuan, subyek selanjutnya diarahkan


mengikuti prosedur pemeriksaan sebagai berikut :

1. Subyek diminta mengisi formulir identitas.


2. Dilakukan anamnesa kepada subyek mengenai keadaan keluhan pada mata,
riwayat penglihatan warna, dan penggunaan kacamata atau soft lens baik
sebagai koreksi maupun kosmetik.
3. Pemeriksaan fisik terutama kondisi fisik pada mata, adanya kelainan-kelainan
yang terdapat di mata dan pemeriksaan apakah kacamata atau soft lens yang
digunakan jernih atau tidak. Jika terdapat penyakit infeksi pada mata, subyek
dikeluarkan. Jika subyek menggunakan lensa atau soft lens berwarna sebagai
kosmetik maka diminta untuk melepaskannya sepanjang proses pemeriksaan.

40
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
41

4. Pemeriksaan ketajaman visus dengan menggunakan snellen chart. Pada


pemeriksaan yang dilakukan di industri pendidikan, pemeriksaan ini dilakukan
oleh refraksionis, sedangkan pada tempat lainnya dilakukan oleh dokter
pemeriksa.
5. Selanjutnya subyek diarahkan mengikuti pemeriksaan penglihatan warna
menggunakan tes Ishihara dan vision tester yang masing-masing dilakukan
oleh dokter yang berbeda.
6. Seluruh data yang diperoleh dicatat dalam lembar hasil pemeriksaan tersendiri
yang dibuat oleh peneliti.
7. Untuk pengarsipan, seluruh hasil lembar pemeriksaan dimasukkan ke dalam
master table. Data yang dimasukkan meliputi tanggal pemeriksaan, nama
subyek, umur subyek, nama perusahaan, anamnesa keluhan pada mata, riwayat
penglihatan warna dan penggunaan kacamata atau soft lens berwarna baik
sebagai koreksi maupun kosmetik, hasil pemeriksaan visus, jumlah plate yang
dapat dibaca pada tes Ishihara dan vision tester, serta lama waktu pemeriksaan
pada tes Ishihara dan vision tester.
8. Data-data dari master table ini, dipilih kembali meliputi data-data tanggal
pemeriksaan, nama subyek, umur subyek, nama perusahaan, jumlah plate yang
dapat dibaca pada tes Ishihara dan vision tester, dan kesimpulannya kemudian
diberikan kepada perusahaan dan instansi yang berkaitan sebagai laporan.
9. Selanjutnya master table disimpan oleh peneliti untuk rencana penelitian.

4.1 Proses Pengumpulan Data


Dari master table yang sudah ada, peneliti mendapatkan 493 sampel yang berasal
dari berbagai perusahaan dan instansi. Namun data sampel ini belum dapat
dipergunakan dan harus dilakukan penyaringan untuk dapat digunakan sebagai
data sampel penelitian.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


42

Tabel 4.1 Jumlah subyek yang diperoleh dari masing-masing perusahaan/instansi

No. Jenis Industri Jumlah Subyek


1 Pembuatan tanki 167 orang
2 Penyuplai air minum dalam kemasan 61 orang
3 Jasa hiburan air 31 orang
4 Jasa pelayanan kemasyarakatan 27 orang
5 Jasa keamanan 17 orang
6 Industri pendidikan 138 orang
7 Penyuplai alat berat 90 orang

Penyaringan data dilakukan berdasarkan kelengkapan data serta kriteria inklusi


dan ekslusi, yaitu :

7. Laki-laki berusia 15 – 59 tahun;


8. Anamnesa tentang riwayat penglihatan warna;
9. Keterangan tidak menggunakan lensa atau soft lens berwarna pada saat
pemeriksaan;
10. Hasil pemeriksaan visus yang tidak bernilai visus sama dengan atau lebih
rendah dari 20/70 dengan koreksi;
11. Hasil pemeriksaan dari tes Ishihara dan vision tester;
12. Data pencatatan waktu pemeriksaan dari tes Ishihara dan vision tester,
13. Memperoleh ijin dari instansi/perusahaan terkait.

Dari 493 data sampel, satu diantaranya dikeluarkan karena memenuhi kriteria
ekslusi dan tidak memiliki kelengkapan. Sisanya sebanyak 492 data sampel
merupakan data yang layak pakai.

4.2 Variabel Penelitian


Variabel yang digunakan untuk pengolahan data adalah :

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


43

1. Variabel hasil pembacaan Ishihara merupakan skala kategorik yang


didapat dari jumlah plate yang dapat dibaca oleh sampel dari kartu
Ishihara 14 plate.
2. Variabel hasil pembacaan Vision tester merupakan skala kategorik yang
didapat dari jumlah angka yang dapat dibaca oleh sampel dari vision tester
yang terdiri dari 16 angka.

4.3 Analisa Data


Analisa data dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Program
for Social Scientific) for Windows Release 11.5.0.

4.3.1 Karakteristik Sampel


Dari 492 sampel, yang seluruhnya laki-laki, rata-rata berumur 36,93 tahun dengan
sampel termuda berumur 17 tahun dan yang tertua berumur 58 tahun.

Jumlah pemakai lensa koreksi dari seluruh sampel adalah 41 sampel yang
memakai lensa koreksi yang jernih ketajaman visus antara 20/16 hingga 20/50.
Sedangkan 451 sampel lainnya tidak menggunakan lensa baik koreksi.

Tajam penglihatan dari seluruh sampel, baik dengan koreksi maupun tidak,
berada antara 20/12,5 hingga 20/60 (Tabel 4.2 Tabel distribusi hasil pemeriksaan
tajam penglihatan) yang menunjukkan dapat dilakukan pemeriksaan dengan
pseudoisochromatic test.

Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa ada 32 sampel dengan riwayat gangguan
penglihatan warna sedangkan 460 sampel lainnya tidak ada riwayat menderita
gangguan penglihatan warna.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


44

Tabel 4.2 Tabel distribusi hasil pemeriksaan tajam penglihatan

Tajam penglihatan Jumlah sampel Persen


20/60 14 2,8
20/50 22 4,5
20/40 25 5,1
20/30 23 4,7
20/25 30 6,1
20/20 247 50,2
20/16 129 26,2
20/12.5 1 0,2

4.3.2 Deskripsi Hasil Pemeriksaan Dengan Tes Ishihara


Tes Ishihara mendeteksi 32 orang (6,5 persen) dari seluruh sampel membaca ≤ 7
plate yang berarti memiliki gangguan penglihatan warna, sedangkan 460 orang
(93,5 persen) lainnya dapat membaca ≥ 8 yang berarti tidak terdeteksi memiliki
gangguan penglihatan warna.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


45

Tabel 4.3 Tabel distribusi hasil pembacaan tes Ishihara

Jumlah Plate terbaca Jumlah sampel Persen


1 15 3,0
2 7 1,4
3 6 1,2
4 1 0,2
5 2 0,4
6 1 0,2
7 0 0
8 0 0
9 0 0
10 1 0,2
11 6 1,2
12 35 7,1
13 141 28,7
14 277 56,3

4.3.3 Deskripsi Hasil Pemeriksaan Dengan Vision tester


Vision tester mendeteksi 184 orang (37,4 persen) dari seluruh sampel membaca <
8 angka yang ditunjukkan dengan benar dan/atau menyebutkan angka 5 di slide F
yang berarti memiliki gangguan penglihatan warna, sedangkan 308 orang (62,2
persen) lainnya dapat membaca delapan angka yang ditunjukkan dan
menyebutkan kosong pada slide F yang berarti tidak terdeteksi memiliki gangguan
penglihatan warna.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


46

Tabel 4.4 Tabel distribusi hasil pembacaan vision tester

Jumlah angka terbaca Jumlah sampel Persen


1 4 0,81
2 29 5,9
3 8 1,6
4 11 2,2
5 13 2,6
6 34 6,9
7 85 17,3
8 308 62,6

4.4 Uji Hipotesis Terhadap Perbandingan Hasil Pemeriksaan Dengan


Tes Ishihara Dan Vision tester
Pemakaian tes Ishihara sebagai alat perbandingan dalam penelitian ini karena tes
ishihara merupakan the most widely used dalam identifikasi secara cepat
gangguan penglihatan warna merah-hijau. Selain itu PERDAMI juga menetapkan
bahwa pemeriksaan gangguan penglihatan warna menggunakan kartu Ishihara
merupakan bagian dari pelayanan kesehatan mata primer.

Data frekuensi hasil pemeriksaan yang didapat dari tes Ishihara dengan vision
tester disajikan dalam tabel 2x2 seperti dibawah ini.

Tabel 4.5 Tabulasi silang perbandingan hasil tes Ishihara dengan Vision tester

Tes Ishihara

Normal Gangguan Total

308 0 308
Normal
(67%) (0%) (62,6%)
Vision tester
152 32 184
Gangguan
(33%) (100%) (37,4%)
460 32 492
Total
(100%) (100%) (100%)

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


47

Dari tabel di atas terlihat bahwa tes Ishihara mendeteksi 32 sampel memiliki
gangguan penglihatan warna, dan demikian juga dengan vision tester mendeteksi
hal yang sam a. Namun terlihat ketidaksesuaian yang cukup besar antara vision
tester dan tes Ishihara dengan persentasi ketidaksesuaian mencapai 33%.

Selanjutnya untuk melihat hubungan antara kedua pemeriksaan maka digunakan


uji Mc Nemar. Hal didasarkan dari kedua data merupakan data kategori yang
independen dan adanya kolom yang bernilai kurang dari satu pada hasil yang
ditunjukkan oleh tabel 2x2. Dari hasil uji Mc Nemar didapat bahwa pemeriksaan
tes Ishihara dan vision tester secara signifikan berbeda berdasarkan hasil
pemeriksaan (p<0.001), yang berarti bahwa hasil tes buta warna dengan ishihara
dan hasil tes buta warna dengan vision tester berbeda secara bermakna.

Untuk mengetahui tingkat kesesuaian hasil pengukuran yang didapat dari tes
Ishihara dan vision tester dimana keduanya dianggap mempunyai level yang
setara karena sama-sama menggunakan pseudoisochromatic plates sebagai dasar
pemeriksaan, maka dilakukan uji Kappa. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai
Kappa 0,21 (p<0.001). Intepretasi berdasarkan The Measurement of Observer
Agreement for Categorical Data menunjukkan tingkat kesesuaian yang slight
(rendah) antara tes ishihara dengan vision tester.

Rata-rata lama waktu pemeriksaan dengan menggunakan tes ishihara adalah 39,05
(11 – 95) detik sedangkan lama waktu pemeriksaan dengan menggunakan vision
tester adalah 22,01 (6 – 93) detik.

4.5 Proporsi Gangguan Penglihatan Warna Pada pekerja yang


menjadi subyek dalam penelitian ini
Dari hasil pemeriksaan tes Ishihara, proporsi pekerja dengan gangguan
penglihatan warna merah hijau adalah 6,5%. Sedangkan berdasarkan hasil
pemeriksaan menggunakan vision tester prevalensi gangguan penglihatan warna
merah hijau sekitar 37,4%.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


BAB 5
PEMBAHASAN

Pada prinsipnya tes Ishihara dan vision tester, sama-sama menggunakan


Pseudoisochromatic plate pada proses pemeriksaannya. Secara teori dikatakan
bahwa metode ini lebih dominan menggunakan warna merah dan hijau, sehingga
hanya dapat digunakan untuk mengetahui gangguan penglihatan warna parsial
terhadap warna merah-hijau. Sedangkan untuk gangguan penglihatan warna
parsial terhadap warna biru-kuning akan sulit diketahui dari kedua tes ini karena
sedikit sekali menggunakan warna biru dan kuning. Kelemahan penting dalam
metode ini adalah sifatnya yang statis, sehingga ada kemungkinan untuk dihafal.

Hasil perhitungan menggunakan tabel 2x2 menunjukkan bahwa vision tester


memiliki ketidaksesuaian sebesar 33%. Pengujian menggunakan uji Mc Nemar
menghasilkan nilai p yang sangat kecil, yang menunjukkan secara signifikan
terdapat perbedaan yang bermakna antara keduanya. Sedangkan hasil pengujian
kesesuaian diantara keduanya dengan menggunakan uji Kappa juga menunjukkan
kesesuaian yang buruk dimana berdasarkan intepretasi hasil yang diperoleh
termasuk dalam golongan slight (rendah).

Nakagawara VB, Montgomery RW, dan Wood KJ., telah melakukan Evaluation
of Next-Generation Vision testers for Aeromedical Certification of Aviation
Personnel. Digunakan vision tester2 dengan merek sama seperti yang digunakan
dalam penelitian ini namun seri yang berbeda, dan melaporkan bahwa
pemeriksaan menggunakan vision tester seri 2000 mengalami kegagalan hingga
25% (hasil ini didapat dari dokumen laporan FAA sebelumnya) dan pemeriksaan
menggunakan vision tester seri 5000 mengalami kegagalan hingga 50%.
Penelitian ini tidak dapat menerangkan penyebab pasti kegagalan. Namun
kemungkinan dikarenakan oleh tidak akuratnya photograpic reproduction dari

2
Optec seri 2000 dan Optec seri 5000

48
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
49

pseudoisochromatic plate pada slide yang digunakan berkombinasi dengan


kurangnya pasokan cahaya yang dihasilkan oleh lampu LED. Sedangkan
pemeriksaan penglihatan warna menggunakan vision tester3 dari merek lain,
secara statistik menunjukkan hasil yang lebih baik. Dalam penelitian ini mereka
menggunakan Dvorine PIP (plates 1-15) dan the Farnsworth Panel D-15 sebagai
alat preskrining. Kesimpulan akhir mereka sebagai Guide for Aviation Medical
Examiners adalah menyetujui vision tester seri 5000 untuk pemeriksaan tajam
penglihatan dan heterophoria namun tidak disetujui untuk pemeriksaan
penglihatan warna sedangkan vision tester seri i400 disetujui untuk pemeriksaan
tajam penglihatan, heterophoria dan pemeriksaan penglihatan warna. (6)

Secara teori telah dijelaskan bahwa, dua tipe dasar fotoreseptor, batang dan
kerucut, ada di retina. Fororeseptor batang yang mengandung pigmen rhodopsin
sensitif terhadap cahaya biru-hijau dengan sensitivitas puncak sekitar 500 nm
panjang gelombang cahaya. Fotoreseptor ini digunakan untuk penglihatan di
bawah kondisi redup gelap. Dan fotoreseptor kerucut mengandung pigmen opsin,
yang sangat sensitif pada panjang gelombang cahaya panjang (cahaya merah),
gelombang cahaya menengah (cahaya hijau) atau gelombang cahaya pendek
(cahaya biru). Sensitivitas kerucut dan panjang gelombang yang berbeda serta
jalur konektivitas ke otak, merupakan dasar dari persepsi warna dalam penglihatan
manusia. Kemampuan kerucut dalam mendeteksi panjang gelombang panjang,
menengah dan pendek telah dibuktikan ada di retina manusia dengan fotometrik,
metode biologis psikofisik dan molekul: masing-masing L-kerucut (merah) yang
diketahui sensitif terhadap panjang gelombang maksimal memuncak pada 564nm,
M-kerucut (hijau) pada 533nm dan S-kerucut (biru) pada 437nm. Pada penelitian
ini kami menggunakan pencahayaan alami dengan sinar matahari pada
pemeriksaan tes Ishihara. Kemungkinan terjadinya bias hasil pemeriksaan Ishihara
adalah dimana sinar matahari tidak cukup memadai karena cuaca mendung atau
sinar matahari tertutup awan sehingga cahaya minimal 200 luks tidak tersedia
sebagai standar pemeriksaan. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan
pengukuran panjang gelombang cahaya untuk menjamin keabsahan hasil
pengukuran. (15,16,17)
3
Titmus seri 2A dan Titmus seri i400

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


50

del Mar Seguí M, Ronda E, Moncho J., menggunakan vision tester4 seri 6500
dalam penelitian mereka menilai monocular and binocular visual acuity (VA),
stereoscopic visual acuity dan lateral phoria (LP) at near and distance vision
yang dibandingkan dengan gold standard. Penglihatan warna tidak ikut disertakan
dalam penelitian mereka. Penelitian ini tidak menerangkan kenapa mereka tidak
menyertakan pemeriksaan penglihatan warna dalam penelitian mereka. (38)

Proporsi gangguan penglihatan warna pada pekerja yang hanya 6,5% pada
pemeriksaan tes Ishihara, tidak terlalu berbeda dengan prevalensi pada populasi
umum (delapan persen), kemungkinan disebabkan oleh karena perusahaan-
perusahaan tersebut sudah melakukan skrining penglihatan warna sebelumnya dan
tidak menerima pekerja dengan gangguan penglihatan warna. Sehingga jumlah
pekerja dengan gangguan penglihatan warna di perusahaan-perusahaan tersebut
menjadi sedikit. Kemungkinan lain adalah karena memang sedikitnya kasus
pekerja dengan gangguan penglihatan warna sesuai dengan prevalensi pada
populasi umum.

Proporsi yang besar berdasarkan pemeriksaan vision tester yaitu sekitar 37,4%
lebih disebabkan adanya ketidaksesuaian hasil yang ditunjukkan oleh vision tester
dimana pekerja dengan penglihatan warna normal oleh Ishihara tetapi terdeteksi
tidak normal oleh vision tester.

4
Optec 6500

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dengan adanya ketidaksesuaian dari vision tester dan adanya perbedaan yang
secara signifikan bermakna antara keduanya serta tingkat kesesuaian yang
tergolong slight (rendah), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tingkat kesesuaian yang rendah antara hasil pemeriksaan menggunakan


vision tester dengan hasil pemeriksaan menggunakan tes Ishihara untuk
penglihatan warna.
2. Proporsi gangguan penglihatan warna pada pekerja yang menjadi subyek
dalam penelitian ini adalah sebesar 6,5% sedangkan menurut vision tester
adalah sebesar 37,4%.

6.2 Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap vision tester dari merek yang sama
seperti yang digunakan dalam penelitian ini untuk menemukan penyebab pasti
terjadinya ketidaksesuaian pada hasil pemeriksaan penglihatan warna.

Selain itu perlu dilakukan pengujian vision tester dari merek lain dengan
kemampuan yang maksimal dalam melakukan skrining penglihatan warna sebagai
alternatif pemeriksaan gangguan penglihatan warna di Indonesia.

51
Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013
52

KEPUSTAKAAN

(44)

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2004.

2. Young RSL, Harrison JM. Poor Color Vision. In Fathman L, editor. Decision
making in opthalmology. St. Louis: Mosby; 2000. p. 8-10.

3. Margrain TH, Birch J, Owen CG. Colour vision requirements of firefighters.


Occupational Medicine. 1996: p. 114-124.

4. Spalding JAB. The doctor with an inherited defect of colour vision: effect on clinical
skills. British Journal of General Practice. 1993 January: p. 32-33.

5. Dain SJ. Clinical colour vision tests; www.cs.uow.edu.au. [Online].: University of


Wollongong; 2004 [cited 2011 Oktober 21. Available from:
http://www.cs.uow.edu.au/news/current/tradeshow/archive/2005/projects/projects/cs
321lm2/Doco/unsw_cb_tests.pdf.

6. Nakagawara VB, Montgomery RW, Wood KJ. Evaluation of next-generation vision


testers for aeromedical certification of aviation personnel. Oklahoma City: Office of
Aerospace Medicine Federal Aviation Administration, Civil Aerospace Medical
Institute; 2009. Report No.: DOT/FAA/AM-09/13.

7. Casser L, Carmiencke K, Goss DA, Kneib BA, Morrow D, Musick JE.


OPTOMETRIC CLINICAL PRACTICE GUIDELINE COMPREHENSIVE
ADULT EYE AND VISION EXAMINATION Reference Guide for Clinicians. 2nd
ed. St. Louis: American Optometric Association; 2005.

8. Chong NHV. Clinical ocular physiology : An introductory text Oxford: Reed


Educational and Professional Publishing Ltd; 1996.

9. Sperian Protection Optical I, inventor; User Instruction Manual Titmus V4 / Titmus


V2. Petersburg patent Patent Nos. US 7,390,091. 2010 Mei.

10. PERDAMI. Standar Profesi & Sertifikasi Dokter Spesialis Mata dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Mata; PERDAMI. [Online]. [cited 2012 January 06. Available
from: http://www.perdami.or.id/?page=file.download_process&id=9.

11. Birch J. Identification of red–green colour deficiency : sensitivity of the Ishihara and
American Optical Company (Hard, Rand and Rittler) pseudo-isochromatic plates to
identify slight anomalous trichromatism. The Journal of The College of
Optometrists. 2010 Mei: p. 667–671.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


53

12. Health Safety Envinroment. Color vision examination a guide for occupational
health providers; www.hse.gov.uk. [Online].: The Health and Safety Executive
[cited 2010 10 21. Available from: http://www.hse.gov.uk/pubns/ms7.pdf.

13. Med-Tox. Occupational Vision Requirements; Med-Tox Health Service. [Online].;


2011 [cited 2011 December 06. Available from: http://www.med-
tox.com/vision.html.

14. Blais BR. Basic Principles of Occupational Ophthalmology. In Tasman W, Jaeger


EA, editors. Duane's Opthalmology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2006. p. Chapter 47 on CD-ROM.

15. Kolb H, Nelson R, Fernandez E, Jones B. The organization of the retina and visual
system; www.webvision.med.utah.edu. [Online].; 2011 [cited 2011 Nopember 1.
Available from: http://webvision.med.utah.edu/book/.

16. Chong NHV. Clinical ocular physiology Oxford: Butterworth-Heinemann; 1996.

17. Sharma RK, Ehinger BEJ. Development and structure of the retina. In Kaufman PL,
Alm A, editors. Adler's physiology of the eye. St. Louis: Mosby; 2003. p. 319-347.

18. Cour ML. The retinal pigment epithelium. In Kaufman PL, Alm A, editors. Adler's
the physiology of the eye. St. Louis: Mosby; 2003. p. 348-357.

19. Hunt DM, Dulai KS, Bowmaker JK, Mollon JD. The chemistry of John Dalton's
color blindness. Science. 1995 Februari; 267.

20. Sakmar TP. Color Vision. In Kaufman PL, Alm A, editors. Adler's physiology of the
eye. St. Louis: Mosby; 2003. p. 578-585.

21. Heitgerd JL, Dent AL, Holt JB, Elmore KA, Melfi K, Stanley JM, et al. Community
health status indicators: adding a geospatial component. Centers for Disease Control
and Prevention. 2008 Juli: p. 1-5.

22. Montgomery G. Color blindness : more prevalent among males; www.hhmi.org.


[Online].; 2008 [cited 2011 October 16. Available from:
http://www.hhmi.org/senses/b130.html.

23. Huang JB, Wu SY, Chen CS. Enhancing color representation for the color vision
impaired. In Dans Workshop on Computer Vision Applications for the Visually
Impaired; 2008.

24. American Optometric Association. Color vision deficiency; www.aoa.org. [Online].;


2006-11 [cited 2011 October 25. Available from: http://www.aoa.org/x4702.xml#3.

25. Colour Blind Awareness. Acquired Colour Vision Defects;


http://www.colourblindawareness.org. [Online]. [cited 2011 Nopember 9. Available

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


54

from: http://www.colourblindawareness.org/colour-blindness/acquired-colour-
vision-defects/.

26. Kurnia R. Penentuan tingkat buta warna berbasis HIS pada citra Ishihara. In Seminar
Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009; 2009; Yogyakarta. p. I21-I30.

27. Ishihara S. Test for colour-blindness 14 plates. Concise ed. Tokyo: Kanehara
Shuppan Co., Ltd.; 1994.

28. Hoffmann A, Menozzi M. Applying the Ishihara test to a PC-based screening


system. Display. 1998 October; 20.

29. Widyastuti M, S, Yulianto FA. Tes buta warna berbasis komputer. In Seminar
Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004; 2004; Yogyakarta.

30. Melamud A, Simpson E, Traboulsi EI. Introducing a New Computer-based Test for
the Clinical Evaluation of Color Discrimination. American Journal Of
Ophthalmology. 2006 December; 142(6).

31. Ilyas S. Dasar-teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1983.

32. Stereo Optical Co., Inc. The Optec® 5500/5500 P - The Industry Standard for
Visual Screening and Vision Testing Devices. [Online].; 2007 [cited 2011 October
29. Available from: http://www.stereooptical.com/products/vision-testers/optec-
5500.

33. Demorest BH, Berg JA. Industrial Visual Screening—Advantages and


Disadvantages of Various Instruments. California Medicine. 1961 January; 94(1): p.
33-35.

34. Stereo Optical Co. I, inventor; Stereo Optical Company Vision Tester Slide
Package: Industrial Slide Package. Chicago.

35. Stereo Optical Co. I, inventor; Reference and Instruction Manual Optec¨ Vision
Tester. patent P/N 32175.

36. Herman CR, Gill HK, Eng J, Fajardo LL. Screening for Preclinical Disease: Test
and Disease Characteristics. American Journal of Roentgenology. 2002 October: p.
825–831.

37. Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji
Diagnotik. In Sastroasmo S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Jakarta: Sagung Seto; 2010. p. 193-216.

38. del Mar Seguí M, Ronda E, Moncho J. Poster-discussion: Methodology 1: How


valid are the vision testers for visual screening? A comparative study with a clinical

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


55

assessment. Occupational and Environmental Medicine. 2011 September: p. Poster


presentations: Day 2: Thursday, September 8, 2011.

39. Dahlan MS. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. 3rd ed. Jakarta: Salemba Medika; 2010.

40. Landis JR, Koch GG. The Measurement of Observer Agreement for Categorical
Data. Biometrics. 1977 March: p. 159-174.

41. Departemen Kesehatan Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2005 Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2007.

42. Duane's Ophthalmology. [CD-ROM Edition on internet].; 2006 [cited 2012 Februari
21. Available from:
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/index.html.

43. Stereo Optical Co., Inc. Reference and instruction manual: model 5000 vision tester
for model 5000G manual vision tester..

44. Rektor UI, inventor; Pedoman Teknis Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa
Universitas Indonesia. Jakarta patent Surat Keputusan Nomor 628/SK/R/UI/2008.
2008 Juni 16.

45. MedlinePlus. Color vision test. [Online].; 2013 [cited 2013 June 07. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003387.htm.

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


LAMPIRAN 1 56

LAMPIRAN

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


LAMPIRAN 2

57

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


LAMPIRAN 3
58

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


LAMPIRAN 4

59

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


LAMPIRAN 5
60

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013


LAMPIRAN 5
61

Universitas Indonesia

Uji kesesuaian…, Mardiansyah Kusuma, FK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai