Anda di halaman 1dari 48

24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Pasar

Dalam literature ekonomi, hampir seluruhnya memberikan pengertian


yang sama tentang pasar, yaitu pertemuan antara penjual dan pembeli. Atau
tempat dimana permintaan dan penawaran bertemu untuk tujuan menukarkan
barang dan jasa. Transaksi pasar apabila kedua belah pihak telah mencapai suatu
persetujuan mengenai tingkat harga dan volume dari transaksi tersebut.

Kebijakan perusahaan tentu banyak sekali tergantung struktur pasar,


dimana perusahaan itu berada. Bentuk struktur pasar tentu akan menimbulkan
kebijakan yang berlainan dengan bentuk struktur pasar yang lain. Misalnya,
struktur pasar yang kompetitif, kebijakannya tentu lain dengan kebijakan bentuk
pasar yang monopoli, oligopoly atau duopoly.

Struktur pasar akan merupakan environment yang berpengaruh dimana


perusahaan itu berada, jadi dengan sendirinya apabila environment itu berada,
maka kebijakannya itu juga akan berada. Environment itu tak hanya bentuk pasar,
tetapi ada juga hal – hal yang lain, yaitu misalnya struktur pemerintah, bentuk
kenegaraan, sistem sosialnya dan sebagainya.2 Apabila hal-hal tersebut berbeda,
maka kebijakannya akan berbeda pula.

Untuk mengetahui market structure maka penggolongan tingkat konsentrasi pasar


didasarkan pada tingkat konsentrasi pasar yang diukur dengan menggunakan
rumusan Concretation Ratio (CR) dan The Herfindahl-Hirschman Index (HHI).3
Karena tingkat konsentrasi industri merupakan suatu variable, maka variable ini
tentunya dapat diukur. Pada umumnya, pengukuran ini lebih banyak dilakukan

2
Kumpulan Kuliah Ekonomi Industri, Balai Lektur Mahasiswa, Universitas Indonesia, n.d.
3
Bahan Mata Kuliah Ekonomi Industri, MPKP – UI, 2008

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


25

untuk derajat struktur oligopoli yang terjadi. Struktur industri oligopoli ini
semakin penting dipelajari karena merupakan bentuk campuran antara struktur
persaingan sempurna dengan monopoli.4

2.1.1. Concretation Ratio (CR)

Dalam hal Concretation Ratio, analisis lebih ditekankan pada gambaran


penguasaan pasar oleh 2 (dua) dan 4 (empat) perusahaan terbesar (CR-2 dan CR-
4). Besaran market share yang dikuasai perusahaan didasarkan pada kontribusi
perusahaan terhadap Premi Netto. Perhitungan market share masing-masing
perusahaan Asuransi Kendaraan Bermotor berdasarkan Premi Netto setiap tahun
selama periode analisis 1987 – 2008. Adapun Premi Netto digunakan sebagai
basis pengukuran market share karena Premi Netto dianggap mencerminkan
scope pendapatan yang lebih khusus pada lini usaha perusahaan asuransi. Dimana
diketahui bahwa industri Asuransi Kendaraan Bermotor merupakan
bagian/cabang lini usaha dari perusahaan asuransi kerugian yang biasanya
memiliki lini usaha tidak hanya di Asuransi Kendaraan Bermotor.

Formulasi penghitungan CR2 dan CR4 yang digunakan adalah sebagai berikut :

CR2 = 2Σ i=2 Si ; i = 1, 2

CR4 = 4Σ i=4 Si ; i = 1, 2, 3, 4

Perhitungan penggolongan tingkat konsentrasi pasar Bird (1999) 5sebagai berikut


:

High Concentration : CR4 ≥ 75%

4
Hasibuan, Nurimanjah (1994), cetakan ke-2; Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan
Regulasi, LP3ES, Jakarta, hal. 106
5
Bird, Kelly (1999), “Review of Redecon’s Report on Concentration Ratio”, 8 Oktober 1999

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


26

Moderately Concentration : 75% > CR4 ≥ 50%


Low Concentration : CR4 < 50%

Dimana :
Si = pangsa pasar perusahaan ke-i yang dihitung berdasarkan volume penjualan
(dalam penelitian ini volume penjualan dihitung berdasarkan perolehan Premi
Netto)

Seperti diketahui, pendekatan rasio CR hanya menunjukkan tingkat


konsentrasi pasar dari 2 dan 4 perusahaan terbesar secara total. Rasio ini tidak
dapat menunjukkan distribusi pangsa pasar setiap perusahaan di industri. Oleh
karena itu, analisis struktur pasar dilengkapi dengan megkaji metode analisis the
The Herfindahl-Hirschman Index (HHI).

2.1.2. The Herfindahl-Hirschman Index (HHI)


Untuk mengkaji metode analisis market share dengan HHI, maka langkah-
langkah yang perlu dilakukan adalah :
1. Setelah memperoleh informasi rasio konsentrasi masing-masing
produsen/perusahaan, langkah selanjutnya adalah mengudratkan semua
pangsa pasar setiap produsen. Hasil dari penguadratan pangsa pasar
setiap produsen selanjutnya dijumlahkan.

2. Ukuran yang biasa diaplikasikan dalam HHI sesuai Merger Guideline


yang diperkenalkan oleh US-Federal Trade Commission yaitu :

> 1800 , tergolong high concentrated

1000 – 1800, tergolong medium concentrated

< 1000 , tergolong low concentrated

3. Terdapat pendapat lain mengenai nilai ukuran HHI yaitu 0 hingga


10.000 dimana nilai 0 berarti perfect competition dan apabila 10.000

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


27

berarti monopoly.6 Jika penjumlahan kuadrat mendekati 0, berarti


struktur pasarnya semakin mendekati persaingan. Sebaliknya, jika angka
penjumlahan mendekati 10.000 berarti pasarnya makin mendekati
monopoli.

Formulasi untuk menentukan HHI adalah sebagai berikut :

HHI = S12 + S22 + S32 + S42 + Sk2 ..........+ S

HHI = Σk i=1 Si2

dimana, S = market share berdasarkan perolehan Premi Netto

Tingkat konsentrasi industri dapat mengalami peningkatan atau penurunan


setiap tahunnya. Apabila tingkat konsentrasi dalam keadaan meningkat, maka
tafsirannya adalah tingkat persaingan menurun, sedangkan pada tingkat
konsentrasi yang menurun maka kondisi persaingan meningkat.7 Pada dasarnya
suatu industri dikatakan mempunyai sifat oligopoly apabila industri tersebut
mempunyai lebih dari satu perusahaan besar – pun hanya dua atau tiga sementara
sisanya sangat kecil. Dalam pasar tersebut, terdapat perusahaan yang sangat
dominan menguasai pasar secara independent (sendiri-sendiri) maupun secara
diam-diam bekerja sama untuk menghasilkan produk tertentu dengan “konsentrasi
rasio” yang tinggi. Pada pasar “konsentrasi tinggi” akan terdapat mutual
interdependency yaitu keputusan dari suatu perusahaan tentang perubahan “harga”
dan “output” produksi akan segera menimbulkan reaksi dari perusahaan lainnya. 8

Selanjutnya, sebagaimana dijelaskan dalam perkuliahan Ekonomi Industri,


market structure atau bentuk pasar terbagi menjadi 4 (empat) klasifikasi yaitu :
1. Persaingan sempurna (free market competition)
Dalam suatu pasar persaingan sempurna, sejumlah besar penjual dan
pembeli suatu barang memastikan bahwa tidak satu pun penjual atau

6
(n.d). 29 Juni 2009, http://www.investopedia.com/terms/h/hhi.asp
7
Hasibuan, op.cit., hal. 120
8
Priyono, Bambang Edi (1995), Manajerial Ekonomi, Universitas Trisakti, Jakarta, hal. 161-162

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


28

pembeli dapat mempengaruhi harga. Kekuatan pasar penawaran dan


permintaan menetapkan harga. Dalam memutuskan seberapa banyak
memproduksi dan menjual, masing-masing perusahaan menerima harga
pasar tersebut sebagai suatu kecenderungan, dan konsumen menerimanya
juga sebagai suatu kecenderungan dalam menentukan berapa banyak harus
dibeli.
Persaingan sempurna didefinisikan oleh 4 (empat) kondisi – dalam suatu
pasar yang baik yaitu :

 Terdapat sejumlah besar penjual dan pembeli yang tidak seorang


individu dapat mempengaruhi harga pasar. Hal ini berarti bahwa
kurva permintaan yang dihadapi oleh masing – masing perusahaan
adalah elastis sempurna;

 Dalam jangka panjang, sumber daya harus bergerak bebas, berarti


tidak ada hambatan masuk (barrier to entry) atau keluar pasar;

 Seluruh peserta (pembeli dan penjual) dipasar harus memperoleh


pengetahuan yang relevan mengenai penentuan produksi dan
konsumsi;

 Barang harus homogen. Kalau barang tersebut tidak homogen,


maka barang yang satu dengan barang yang lain akan berbeda-
beda, tetapi kalau barang tersebut homogen tak ada barang yang
dijual dengan harga yang berbeda dengan barang yang lain. Jadi
disini mempunyai tujuan hanya ada satu harga. Akan tetapi
pengertian homogen juga bukanlah hal yang mudah karena
akhirnya yang penting bukan sifat teknik dari barang tersebut.
Salah satu alasan yang menentukan yaitu anggapan dari
pembelinya, kalau pembeli menganggap barang tersebut sama,
maka ini yang dimaksud dengan homogenous.

Apabila kondisi tersebut terpenuhi dalam pasar yang baik, maka pasarnya
adalah pasar persaingan sempurna, sehingga dasar adanya ekonomi

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


29

persaingan sempurna adalah pareto efficient.9 Dalam kondisi ini, harga


barang yang diproduksi sama dengan marginal cost dan semua barang
yang diproduksi dilakukan dengan cara biaya yang terendah. Suatu
kenyataan juga apabila persaingan dapat dihambat dengan adanya aturan
dari pembuat kebijakan. Beberapa ekonom berargumen bahwa tujuan
kebijakan persaingan tidak harus menjadi persaingan sempurna, namun
adalah sasaran yang lebih realistik, seperti dalam workable competition.
Teori pasar contestable (workable competition) menetapkan bahwa suatu
industri terdiri atas satu atau sedikit pelaku usaha dapat efisien. Dasar
pemikirannya adalah bahwa pelaku usaha incumbent akan
mempertahankan harga dekat pada tingkat harga persaingan karena
ancaman yang datang dari pelaku usaha baru. Apabila pelaku usaha
incumbent meningkatkan harga, akan masuk pelaku usaha baru (tidak ada
barrier to entry) dan pelaku usaha baru akan dapat berproduksi seefisien
pelaku usaha incumbent (akses teknologi). Selanjutnya, apabila harga
turun sebagai akibat masuknya pelaku usaha baru, pelaku usaha baru ini
dapat dengan cepat keluar pasar dan tanpa biaya (tidak ada hambatan
keluar).

2. Monopolistic Competition

Persaingan monopolistik (monopolistic competition) menggambarkan


suatu struktur industri yang menggabungkan elemen monopoli (monopoly)
dan persaingan sempurna (perfect competition) bersama-sama. Pada
persaingan sempurna, terdapat banyak penjual; serta masuk dan keluar
pasar relatif mudah. Namun, tidak seperti persaingan sempurna, dalam hal
ini jenis produknya sangat beraneka ragam. Sebagai akibatnya, setiap
perusahaan menghadapi kurva permintaan menurun yang memberi
pengaruh terhadap harga. Dalam kondisi ini perusahaan seperti monopolis,
meskipun kurva penawaran lebih elastis daripada monopolis. Jadi,
meskipun jenis produknya sangat beraneka ragam, sehingga memiliki

9
Khemani, R.S., (2005), Glossary of Industrial Organization Economic and Competition Law
(Bambang P. Adiwiyoto, Penerjemah). Jakarta: KPPU, hal. 56

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


30

pengganti, maka kurva permintaan yang dihadapi perusahaan akan


tergantung pada harga yang dikenakan pesaing yang menghasilkan produk
yang sama atau mirip.

Situasi persaingan monopolistik mungkin merupakan struktur pasar yang


umum, khususnya pada industri jasa. Meskipun dapat ditunjukkan bahwa
persaingan monopolistik adalah pareto inefficiency, karena harga
keseimbangan lebih besar daripada marginal cost, ketidakefisienan ini
adalah hasil memproduksi beraneka ragam barang. Karena banyaknya
perusahaan dan bebas keluar dan masuk pasar, persaingan monopolistic
tidak dianggap sebagai masalah dalam kebijakan persaingan. Pada titik
keseimbangan, perusahaan-perusahaan dalam persaingan monopolistic
memperoleh keuntungan ekonomi nol atau kecil.

3. Monopoly

Bentuk pasar Monopoly terbentuk pada suatu situasi dimana hanya


terdapat penjual dan pembeli tunggal di dalam pasar. Sebagai definisi,
kurva permintaan yang dihadapi perusahan monopolis dalam kurva
permintaan industri adalah kurva menurun. Sehingga, perusahaan
monopolis memiliki kekuatan besar dalam menentukan harga yang
dikenakan yaitu sebagai penentu harga (price setter) dan bukannya
pengikut harga (price taker).

Adapun ciri-ciri dari pasar monopoly adalah sebagai berikut :10

 Hanya terdapat satu produsen (perusahaan yang menghasilkan


produk tertentu;

 Produk yang dihasilkan relatif tidak memiliki produk substitusi


(hanya ada satu perusahaan yang memproduksi barang), sehingga
perusahaan itu mempunyai kurva permintaan produk yang sama
persis dengan kurva permintaan pasar.

10
Bahan Mata Kuliah Ekonomi Industri, MPKP UI, 2008

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


31

 Adanya hambatan bagi produk-produk lain (perusahaan lain) untuk


memasuki pasar yang sama (barriers entry). Hal ini dapat terjadi
apabila:

a. Perusahaan mempunyai kemampuan yang sama


menghalangi para pesaing untuk menghasilkan produk
yang memuaskan (produk tidak tersaingi);

b. Adanya proteksi untuk mengendalikan jalur distribusi


dengan cara membuat jaringan dengan para distributor;

c. Hanya ada kesempatan bagi satu perusahaan dalam suatu


pasar jika satu produknya dikonsumsi oleh masyarakat
luas (monopoly alamiah);

d. Adanya kebijakan pemerintah yang membatasi jumlah


perusahaan untuk memasuki pasar. Tarif dan quota
merupakan cara-cara untuk melindungi monopoli dalam
negeri dari pesaing asing;

e. Adanya hak cipta/paten untuk menghalagi


produk/perusahaan lain masuk.

4. Oligopoly

Secara teori market structure yang oligopoly dimana pasar hanya memiliki
beberapa perusahaan, biasanya 2 – 3 perusahaan yang memiliki posisi
dominan dan menunjukkan hubungan saling ketergantungan satu sama
lain, sementara sisanya adalah perusahaan yang kecil-kecil. Dalam pasar
tersebut, terdapat perusahaan yang sangat dominan menguasai pasar baik
secara independent maupun secara diam-diam bekerja sama untuk
menghasilkan produk tertentu dengan konsentrasi rasio yang tinggi. Pada
pasar konsentrasi tinggi akan terdapat mutual interdependency, yaitu

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


32

keputusan dari sutau perusahaan tentang perubahaan harga dan output


produksi akan segera menimbulkan reaksi dari perusahaan lainnya.11

Oligopoly berbeda dengan persaingan sempurna karena setiap perusahaan


dalam sutau oligopoly harus memperhitungkan saling ketergantungan
mereka: juga berbeda dengan persaingan monopolistik (monopolistic
competition) karena beberapa perusahaan memiliki kendali atas harga; dan
juga berbeda dengan monopoly karena suatu monopolis tidak memiliki
pesaing. Secara umum, analisa oligopoly sangat memperhatikan dampak
saling ketergantungan bersama dalam menentukan kebijakan harga dan
produksi.

Analisa perilaku oligopoly biasanya menganggap suatu oligopoly simetris


seringkali menjadi duopoly. Pelaku duopoly dalam menentukan cara
perusahaan bertindak dalam menghadapi saling ketergantungan baik yang
menghasilkan produk yang homogen atau produk yang heterogen dapat
dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan yang secara umum yaitu pertama,
menganggap bahwa para perusahaan berperilaku bekerja sama yaitu
mereka berkolusi dalam upaya memaksimalkan keuntungan monopoli
bersama (joint monopoly profit). Kedua, dianggap bahwa para perusahaan
tersebut bertindak secara masing-masing dan tidak bekerja sama.
Selanjutnya, analisa perilaku oligopoly yang bertindak tidak bekerja sama
membentuk dasar teori oligopoly.

Apabila diringkas dalam bentuk Tabel untuk melihat perbedaan bentuk struktur
pasar secara umum dapat dijelaskan dalam Tabel 2.1.

11
Bambang Edi Priyono (1995), Manajerial Ekonomi, Universitas Trisakti, Jakarta, hal. 161-162

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


33

Tabel 2.1.
Market Structure Classification
Characteristic Pure Competition Monopolistic Oligopoly Monopoly
Competition
Number of Sales Many Many Few One

Number of Buyers Many Many Many Many

Demand Identical Substitute Very Similar Close Substitute No Substitute


Conditions Substitute
Objective Function Maximum Profit Maximum Profit Maximum Profit Maximum Profit

Strategic Variable Quantity Quantity & Price Quantity & Price Quantity & Price

Reaction to Price Price Taker Price Maker Price Maker Price Maker

Information Full Information Incomplete Incomplete Incomplete

Expectation of None None React or None None


Rivals Reaction
Entry/Exit Barrier Easy Easier Difficult Very Difficult

Example Toiletries Franchies Cement, Electricity


automotive
Sumber : Data olahan dari berbagai literature

2.2. Konsep dan Bentuk Oligopoly


Didalam teori oligopoly yang tidak bekerja sama dibuat perbedaan model
antara perusahaan yang memilih kuantitas dan perusahaan yang memilih harga.
Para ekonom mengklasifikasikan bagaimana analisa oligopoly kedalam 2 (dua)
kategori besar yaitu:12
1. Model quantity-setting oligopoly, perusahaan menentukan berapa banyak
harus berproduksi dan pasar yang menentukan harga pada output yang
dijual. Model ini menjelaskan industri dimana perusahaan harus
menentukan jadwal produksi lebih dahulu dan tidak dapat mengubahnya
tanpa menimbulkan sunk cost yang harus diperhatikan juga.
Contoh : dalam industry automotif, segera setelah mobil ditangan dealer,
maka program diskon dipakai apabila perlu untuk mencari sebuah harga
sebagai harga pasar untuk mobil.

12
Martin, Stephen. (1994) – 2nd edition, Industrial Economic – Economic Analysis and Public
Policy, Prenctice-Hall, Inc., New Jersey, hal. 116

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


34

2. Model price-setting oligopoly, klasifikasi ini menjelaskan bahwa


perusahaan menentukan harga mereka dan menjual berapapun jumlah
output yang dihasilkan pada harga tersebut. Model ini sesuai untuk
industri yang menggunakan teknologi yang membolehkan perubahan tariff
secara cepat.
Contoh : Industri perusahaan asuransi yang secara tipikal memasang tariff
tertentu, misalnya industry asuransi automotif dan mereka akan menjual
asuransi tersebut kepada sebanyak mungkin individu yang mampu
membeli asuransi dengan harga tersebut.

2.2.1. Oligopoly Quantity-setting Model


Dalam oligopoly quantity-setting model terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Cournot Model
Teori quantity setting model ini diperkenalkan oleh Cournot, dan lebih
dikenal dengan Cournot Duopoly.13 Model ini dicirikan adanya pergerakan
antar pelaku usaha yang simultaneously selain itu juga dicirikan adanya
kondisi14 pertama, terdapat dua perusahaan yang sama kuat dalam Marginal
Cost (equal size). Kedua, Product yang dipersaingan bersifat homogenous
dan ketiga adalah Output yang dihasilkan sebagai strategic variables

Inti dari model Cournot adalah masing-masing perusahaan memperlakukan


tingkat keluaran pesaingnya sebagai sesuatu yang tetap, dan kemudian
memutuskan berapa banyak yang harus diproduksi. Masing-masing
perusahaan sebagai pelaku duopoly harus memutuskan berapa banyak yang
harus diproduksi dan kedua perusahaan tersebut mengambil keputusannya
pada waktu yang bersamaan. Model Cournot juga lebih menekankan sebuah
ukuran penentu kinerja pasar melalui tingkat market concentration and market
share dari sebuah perusahaan.15

13
Penjelasan lebih lanjut lihat Stephen Martin, Ibid. hal. 116-130
14
Bahan Mata Kuliah Ekonomi Industri, MPKP – UI, 2008
15
Martin, op.cit., hal. 132

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


35

Model oligopoly Cournot dianggap bahwa para pelaku usaha memproduksi


satu produk yang homogen, dan setiap pelaku usaha berusaha untuk
memaksimalkan keuntungan dengan menentukan jumlah barang yang
diproduksi. Asumsi dasar Cournot adalah bahwa setiap pelaku usaha
menentukan jumlah produksinya, berdasarkan jumlah yang diproduksi para
pesaing. Karena itulah, penentuan jumlah produksi dilakukan terlebih dahulu.
Sedangkan untuk harga, ketentuannya diserahkan kepada pasar. Dalam hal ini,
perusahaan akan melakukan terlebih dahulu penentuan skema, jadwal, dan
skala produksi sebelum melakukan penjualan. Dengan demikian, jika terjadi
perubahan pada aspek-aspek tersebut, dapat berakibat pada membesarnya sunk
cost. Strategi yang menjadi ciri khas jenis indsutri ini adalah pemotongan
harga (discount price), contohnya seperti di industri otomotif.

Model Cournot menyediakan hasil yang penting dalam ekonomi industri.


Pertama, ini dapat menunjukkan bahwa harga –dalam banyak kasus- tidak
akan sama dengan marginal cost dan pareto efficiency tidak akan tercapai.
Selanjutnya, yang kedua yaitu tingkat dimana setiap pelaku usaha harganya
melebihi biaya marginal adalah proporsional secara langsung dengan pangsa
pasarnya dan proporsional secara terbalik dengan elastisitas permintaan pasar.

Apabila terjadi oligopoli simetris, yaitu bahwa semua pelaku usaha produk
dan kondisi biayanya identik, maka tingkat dimana harga melebihi biaya
marginal mempunyai kaitan terbalik dengan jumlah pelaku usaha. Sehingga,
begitu jumlah pelaku bertambah, keseimbangannya mendekati keadaan
persaingan sempurna.
Berdasarkan teori Cournot Duopoly, asumsi yang digunakan adalah pertama,
tidak adanya biaya tetap (fixed cost). Kedua, biaya marginal (MC) konstan.
Ketiga, ukuran perusahaan sama besar dan masuk pasar pada waktu
bersamaan. Keempat, perusahaan 1 (F1) akan bertindak sesuai reaksi yang
dilakukan perusahaan 2 (F2) atas suatu strategi yang diterapkannya.

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


36

Kurva 2.1 Cournot Duopoly (Quantity

Output (F2)

Qc

Kurva reaksi F1

Qm
Q1 + Q2 = Qc

Q2
Kurva reaksi F2

Q1 + Q2 = Qm

Output (F1)

Q1 Qm Qc

Kurva interaksi di atas menjelaskan bahwa pertama, kedua pelaku usaha akan
tetap menahan jumlah penjualannya agar mendapatkan untung maksimum bagi
keduanya, yaitu dengan jalan mempertimbangkan reaksi yang dilakukan
pesaingnya. Kedua, kekuatan pasar untuk mempengaruhi pasar masih terlihat,
namun demikian tidak optimum (sebagaimana pada pasar monopoli). Sebab,
mereka tidak bekerja sama (Q1 + Q2 > Qm).

Seperti telah disampaikan, jumlah produksi atau penjualan cenderung konstan,


yaitu antara jumlah produksi pada pasar persaingan sempurna dan monopoli
(Qm<Q0<Qc). Konsekuensinya adalah, harga menjadi di bawah harga
monopoli dan diatas persaingan sempurna (Pm>P0>Pc). Dengan demikian,
mengacu pada hubungan antara jumlah pelaku usaha di pasar dan Hirschman-
Herfindhl Index, maka semakin banyak pelaku usaha di pasar, semakin dekat
jumlah dan harga barang ke arah jumlah barang dan harga di persaingann
pasar sempurna.

2. Stackkelberg Model

Sebagaimana dijelaskan dalam Model Cournot yang memakai asumsi bahwa


dua pelaku duopoly mengambil keputusan output mereka pada saat yang

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


37

sama. Sedangkan dalam model Stackelberg, diasumsikan bahwa satu dari dua
pelaku duopoly menetapkan keluaran output lebih dulu.

Model Cournot dan Stackelberg adalah gambaran alternative perilaku


oligopolistik. Model mana yang lebih sesuai bergantung pada industrinya.
Untuk industri yang terdiri atas perusahaan-perusahaan yang kira-kira identik,
yang tidak satu pun diantaranya mempunyai keuanggulan operasi yang kuat
atau posisi kepimpinan, maka model Cournot tersebut barangkali adalah yang
lebih sesuai. Dipihak lain, beberapa industri didominasi suatu perusahaan
besar yang biasanya menjadi yang terdepan dalam memperkenalkan produk-
produk baru atau menetapkan harga. Contohnya adalah pasar computer
mainframe dengan IBM sebagai pemimpinnya.

2.2.2. Oligopoly Price-setting Model


Dalam oligopoly yang berbasis price-setting maka model yang dapat
menjelaskan adalah Model Bertrand yang dikembangkan pada tahun 1883 oleh
ahli ekonomi Perancis yaitu Joseph Bertrand. Dalam model oligopoly ini mengacu
pada 2 (dua) fokus product yang dihasilkan oleh perusahaan yaitu :
1. Homogenous Product
Sejumlah produk disebut homogen apabila produk tersebut merupakan
substitusi sempurna dan pembeli melihat tidak ada perbedaan yang jelas
dan nyata antara produk yang ditawarkan oleh para pelaku usaha lain.
Harga merupakan dimensi tunggal yang sangat penting dimana pelaku
usaha menghasikan produk homogenous bersaing. Namun, pengalaman
empiris menunjukan bahwa apabila jumlah pelaku usaha sedikit,
keberadaan barang homogenous dapat memfasilitasi collusion. Dalam
sejumlah yurisdiksi, pengaturan kolusi ditemukan dalam produk homogen
seperti semen, tepung terigu, baja dan gula. Sebaliknya, produk heterogen
(heterogeneous product) sangat berbeda dari satu produk ke produk lain
dan tidak mudah disubstitusi.
Sehingga fokus perusahaan-perusahaan yang memproduksi suatu barang
yang homogen, masing – masing perusahaan memperlakukan harga para
pesaingnya sebagai sesuatu yang tetap dan semua perusahaan memutuskan

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


38

secara bersamaan berapa harga yang harus dikenakan, dimana perusahaan


– perusahaan yang bersaing memilih harga bukan jumlah.
Untuk memahami bahwa pelaku oligopoly bersaing dengan secara
serentak dalam harga, bukan jumlah maka yang perlu diperhatikan adalah
berapa harga yang akan dipilih masing-masing perusahaan dan berapa
besar laba yang kan diperoleh masing-masing. Karena dalam pasar
oligopoly dengan barang-barang yang homogen, maka konsumen hanya
akan membeli dari penjual dengan harga terendah. Dengan demikian, jika
kedua perusahaan tersebut mengenakan harga yang berbeda, perusahaan
dengan harga yang lebih rendah akan memasok seluruh pasar tersebut dan
perusahaan dengan harga yang lebih tinggi tidak akan menjual apa pun.
Jika kedua perusahaan mengenakan harga yang sama, konsumen tidak
akan peduli dari perusahaan mana mereka membeli dan masing-masing
perusahaan kemudian akan mensuplai separuh pasar tadi.
Dalam hal ini, model Bertrand telah dikritik dengan beberapa tuduhan.
Pertama, apabila kedua perusahaan memperoduksi barang yang homogen,
lebih wajar bersaing dengan menetapkan jumlah daripada harga. Kedua,
meskipun kedua perusahaan telah menetapkan harga dan memilih harga
yang sama. Akan tetapi meskipun terdapat kekurangan ini, model Bertrand
tersebut berguna karena hal itu menunjukkan bagaimana hasil ekuilibrium
dalam suatu oligopoly dapat sangat bergantung pada pilihan variable
strategi perusahaan tersebut yaitu apakah harga atau jumlah output yang
akan dipakai dalam sebagai variable strategis utama.16
2. Differentiated Product
Produk dipandang dapat didiferensiasi apabila terdapat perbedaan fisik
atau tanda yang nyata atau terlihat oleh pembeli sehingga produk tersebut
lebih disukai dari pada produk pesaingnya. Produk didiferensiasikan oleh
para pelaku usaha dalam upaya mendapatkan harga yang lebih tinggi dan
atau meningkatkan penjualan. Diferensiasi dapat terjadi dalam bentuk
penampilan fisik, kualitas, ketahanan, layanan tambahan (misalnya

16
Pindyck, Robert S. & Rubinfeld, Daniel L. (2005) - 5th Edition, Microeconomics (Tanty Tarigan,
Agus Widyantoro, Aldi Jenie Penerjemah), Jilid 2, Jakarta: PT. INDEKS, hal. 119

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


39

jaminan, layanan purna jual, informasi), citra dan lokasi geografik. Para
pelaku usaha akan sering memasang iklan dan kegiatan promosi penjualan
untuk mendiferensiasi produknya. Diferensiasi produk dapat
mengakibatkan tingginya hambatan masuk (barrier to entry) pasar namun
kemudian dapat juga memfasilitasi masuk dan penetrasi ke pasar oleh
pelaku usaha dengan produk yang pembeli lebih senang terhadap produk
yang ada. Perlu dicatat bahwa diferensiasi produk berbeda dengan produk
yang heterogen (heterogeneous product). Produk yang heterogen mengacu
pada produk yang berbeda dan tidak mudah disubstitusi sedangkan
diantara produk didiferensiasi terdapat kemungkinan adanya substitusi.
Tingkat harga yang lebih tinggi juga dapat diperoleh perusahaan dengan
cara melakukan differensiasi produk. Differensiasi produk yang dilakukan
sebuah perusahaan kemudian akan berpengaruh positif pada profitabilitas.
Dan ketika perusahaan melakukan differensiasi produk, maka perusahaan
itu pun dapat meningkatkan pangsa pasarnya. Profit yang tinggi tidak
hanya diperoleh dengan tingkat tingkat harga yang tinggi, tetapi juga dapat
diperoleh dengan tingkat biaya yang rendah. Tingkat biaya yang rendah
hanya dapat dicapai bila perusahaan beroperasi secara efisien. Dimana
perusahaan efisien tersebut kemudian akan berkembang dan dapat
memperoleh pangsa pasar yang lebih besar. Sehingga industri dengan tipe
perusahaan seperti itu akan cenderung terkonsentrasi.

Sehingga dua perusahaan mencapai suatu keseimbangan (Nash


Equilibrium) dimana kedua perusahaan mengenakan suatu harga yang seimbang
dan mendekati marginal cost. Paradox yang ditimbulkan biasanya terjadi pada
sejumlah besar perusahaan yang memastikan harga-harga yang ada sebanding
dengan marginal cost.
Dicirikan juga dengan sejumlah kecil perusahaan pelaku oligopoly
mendapatkan profit dengan menerapkan harga diatas biaya produksi. Misalnya,
dua perusahaan, A dan B menjual komoditi yang sama, masing-masing
mempunyai biaya produksi dan distribusi yang sama, sehingga konsumen memilih
produk hanya berdasarkan pada harga. Hal ini juga tidak diikuti baik oleh
perusahaan A dan perusahaan B melakukan perubahaan harga dengan harga yang

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


40

lebih tinggi karena apabila salah satu perusahaan menaikkan harga maka akan
kehilangan pangsa pasar dibandingkan pesaingnya, Jika kedua perusahaan
menerapkan harga yang sama, maka kedua perusahaan akan berbagi pangsa
pasar dan profit.17
Dilain pihak, jika salah satu perusahaan menurunkan harganya, walapun
hanya sedikit, maka perusahaan tersebut akan mendapatkan seluruh pangsa pasar
dan secara substantif juga mendapatkan profit yang lebih tinggi. Karena
perusahaan A dan perusahaan B mengetahui hal ini, maka mereka berusaha
masing-masing mengungguli pesaingnya sampai produk yang diperjualbelikan
berada pada zero economic profit.18
Sehingga dapat disampaikan bahwa Bertrand Model yang berdasarkan
price setting, cenderung menentukan harga lebih dahulu. Dan berapa pun yang
diminta oleh pasar akan dilayani. Pendekatan ini biasa dilakukan karena
pertimbangan cepatnya perkembangan teknologi, yang menyebabkan cepat pula
perkembangan output. Biasanya model ini diterapkan pada industri asuransi dan
perbankan.
Dibandingkan dengan Cournot Model, model ini selain harga terlebih
dahulu ditentukan, melainkan juga beranggapan bahwa diterminan utama dari
kekuatan pasar adalah diferensiasi produk bukanlah konsentrasi pasar. Dalam
model ini asumsinya adalah pertama, produk yang dijual oleh pelaku usaha
adalah sangatlah serupa, tidak ada perbedaan sama sekali. Kedua, semua pelaku
usaha akan menganggap bahwa harga ditetapkan oleh pelaku usaha adalah tetap.
Sebab, masing-masing pelaku usaha sudah menetapkan sendiri.

17
http://en.wikipedia.org/wiki/Bertrand_paradox_(economics), Bertrand pararox (economics),
diakses tanggal 3 April 2009
18
Ibid

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


41

Kurva 2.2 Bertrand Model (Price Setting)


P

P Kurva Permintaan Pasar


Kurva Permintaan F1

P2
MC=AC

Q
Q Q2
MR

Melalui Kurva 2 di atas dapatlah dijelaskan bagaimana price setting


diberlakukan. Misalnya, F2 menerapkan harga pada P2, apa yang akan dilakukan
F1? Dalam hal ini, apabila F1 ingin tetap memaksimalkan keuntungannya,
tentunya ia akan menentukan harga pada P2 dan jumlah barang sebesar Q2. Akan
tetapi, karena barang yang dijual sama dengan F2, harga P akan lebih tinggi dari
P2. Kondisi ini menyebabkan konsumen akan berpindah ke F2. Dalam kasus ini,
harga yang mampu ditentukan oleh F1 adalah F2. Jika F1 mampu menerapkan
harga sedikit dibawah P2, maka F1 akan mendapatkan seluruh permintaan yang
ada di pasar.
Namun demikian, kondisi itu berjalan jika F1 bertindak secara tunggal
(sendiri). Akan tetapi, kenyataannya F2 akan bereaksi. Untuk mengambil seluruh
permintaan, F2 akan menurunkan harga sedikit dibawah harga yang ditetapkan
F1. Akibatnya, perang harga terjadi hingga keduanya tidak mampu menurunkan
harga lagi. Dan titik itu terjadi dimana harga sama dengan biaya rata-rata (P=AC).
Bila salah satunya menentukan harga dibawah kondisi ini, tentunya akan merugi.
Dalam kenyataannya, meskipun F1 menurunkan harga di bawah harga F2,
akan tetapi kondisi ini tidak akan menghilangkan seluruh permintaan F2. Sebab,
disini ada faktor diferensiasi produk. Hanya konsumen yang sensitif tehadap
hargalah yang akan mengurangi atau menghindari permintaan tersebut.

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


42

Selanjutnya, antara model oligopoly baik yang berbasis quantity-setting


dan price-setting dapat dilakukan perbandingnya yaitu antara lain :19
1. Agregrat output model Stackelberg lebih besar dibandingkan output model
Cournot, tetapi lebih kecil dibandingkan agregrat output model Bertrand;

2. Harga Stackelberg lebih rendah dibandingkan harga model Cournot, tetapi


lebih besar dibandingkan harga model Bertrand;

3. Consumer surplus yang dihasilkan oleh model model Stackelberg lebih


besar dibandingkan model Cournot, tetapi consumer surplus yang
dihasilkan oleh model Bertrand lebih rendah;

4. Agregrat output yang dihasilkan oleh model Stackelberg lebih besar


dibandingkan output yang dihasilkan oleh monopoloy atau kartel murni,
tetapi lebih rendah dibandingkan output yang dihasilkan oleh pasar dalam
kondisi kompetitif;

5. Harga model Stackelberg lebih rendah dibandingkan harga yang


diterapkan oleh pasar monopoly atau kartel, tetapi dibandingkan dengan
harga dalam pasar kompetitif maka harganya lebih tinggi

Dalam praktek industri asuransi, perilaku kompetitif sangatlah bervariasi


baik dalam harga (premium rate) yang diterapkan oleh perusahaan asuransi
maupun segala usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pangsa pasar dan
penerimaan laba. Termasuk didalamnya adalah usaha untuk menjual di bawah
harga pesaing sekaligus melakukan perbaikan atas produk yang dijual di pasar,
mempengaruhi pembeli dengan menonjolkan produk yang dijual dan usaha
mempengaruhi agen dan broker untuk hanya menjual produk perusahaan tertentu
saja.20
Efek dari persaingan adalah untuk memperbesar output, menggerakkan
terjadinya perbaikan dalam produk yang dijual, metode produksi dan membatasi

19
http://en.wikipedia.org/wiki/Stackelberg_competitionComparison with other oligopoly models,
Comparison with other oligopoly models, diakses tanggal 6 April 2009
20
Sapto Yuliharto, Dwi. “Penerapan Premium Rate Asuransi Kendaraan Bermotor dan
Pengaruhnya terhadap Kepuasan Nasabah PT Asuransi Jasindo (Studi Kasus pada Kantor Cabang
Jember).” Tesis Magister Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 82

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


43

keuntungan. Dengan cara yang sama, perilaku kompetitif dalam pasar asuransi
dapat terwujud dalam bentuk sebagai berikut :21
 Variasi tingkat harga (premium rate) disebut juga kompetisi harga (price
competition)
 Luasnya jaminan asuransi (coverage) yang ditawarkan
 Standar pelayanan yang diberikan
 Kecepatan dan kemurahan (generousity) dalam penyelesaian klaim
 Selektivitas dalam underwriting
 Promosi penjualan termasuk di dalamnya advertensi
 Tingkat komisi yang diberikan pada agen atau broker

Pada umumnya penanggung menggunakan kombinasi bentuk-bentuk


kompetisi di atas, dengan demikian perbandingan yang tepat atas nilai produk
yang ditawarkan oleh para perusahaan asuransi menjadi sulit dilakukan. Misalnya
variasi, premi seringkali diikuti dengn variasi luasnya jaminan yang diberikan.
Seperti didalam asuransi kendaraan bermotor, pembeli terkadang tidak menyadari
adanya perbedaan luas jaminan yang diberikan sehingga penekanan faktor untuk
membeli adalah dengan pemilihan pada tawaran harga (premium rate) yang
terendah. Namun demikian, semakin pembeli jasa asuransi mengetahui
keunggulan produk asuransi yang bersangkutan akan semakin kompetitif keadaan
pasar asuransi. Mengingat pembeli akan mengetahui adanya perbedaan margin
harga tetapi identik dengan luas jaminan sama, maka pembeli akan memutuskan
untuk memindahkan asuransinya kepada perusahaan asuransi yang lebih murah
harganya.

2.3. Konsep Elastisitas Harga


Untuk membahas market structure yang berbentuk oligopoly yang
berbasis price-setting maka perlu mengaitkan konsep elastistas permintaan,
karena apapun bentuk pasar yang terjadi pelaku usaha yang terlibat didalamnya,
sesuai dengan dasar teori ekonomi yaitu mereka akan memaksimalkan

21
Ibid. hal. 83

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


44

keuntungan. Bagaimana pelaku pasar untuk memaksimalkan keuntungan selain


tergantung dari strategi penguasaan pasar juga tergantung pada kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi pada perubahan harga terhadap produk yang
dipasarkan. Harga merupakan indikator yang paling mudah untuk melihat reaksi
pembeli terhadap perubahan untuk membuat keputusan membeli atau tidak.
Berbicara harga dalam ilmu ekonomi, maka angka elastisitas merupakan
elemen penting yang perlu diperhatikan. Angka elastisitas (koefisien elastisitas)
adalah bilangan yang menunjukkan berapa persen satu variable akan berubah,
sebagai reaksi karena satu variable lain (variable bebas) berubah satu persen.
Permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor penting yaitu
(i) harga barang itu sendiri, (ii) harga barang lain dan (iii) pendapatan. Elastisitas
yang dikaitkan dengan harga barang itu sendiri itu sendiri disebut elastisitas
harga (price elasticity of demand). Sedangkan elastisitas yang dikaitkan dengan
harga barang lain disebut elastisitas silang (cross elasticity) dan apabila
dikaitkan dengan pendapatan disebut elastisitas pendapatan (income elasticity).
Dalam penelitian ini akan lebih memfokuskan pada elastisitas permintaan
yang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri (price elasticity of demand).
Elastisitas harga (Ep) mengukur berapa persen permintaan terhadap suatu barang
berubah bila harganya berubah sebesar satu persen. Angka elastisitas harga
bernilai negatif. Ep = 2 mempunyai arti bila harga barang naik 1%, maka
permintaan terhadap barang tersebut turun 2%, ceteris paribus. Begitu juga
sebaliknya, apabila harga turun 1%, maka permintaan permintaan terhadap barang
tersebut naik 2%. Semakin besar nilai negatifnya, semakin elastis permintaannya,
sebab perubahan permintaan jauh lebih besar dibanding perubahan harga. Angka
Ep dapat disebut dalam nilai absolut. Ep = 2, artinya sama dengan Ep = -2.
Sedangkan faktor – faktor yang mempengaruhi i :22

1. Tingkat substitusi
Makin sulit mencari substitusi suatu barang, permintaan makin inelastis.
Misal Beras bagi masyarakat Indonesia sulit dicari subtitusinya karena itu

22
Rahardja, Prathama & Manurung, Mandala (2006), “ Teori Ekonomi Mikro: Suatu Pengantar”,
Edisi Ketiga, Jakarta, Lembaga Penerbit FE UI, hal. 59 – 60

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


45

permintaan beras inelastis. Garam tidak mempunyai substitusi, oleh karena


itu permintaannya inelastis sempurna. Walaupun harganya naik banyak,
orang tetap membelinya, dan seandainya harganya turun banyak, orang
tidak lantas akan memborong garam.
2. Jumlah pemakai
Makin banyak jumlah pemakai, permintaan akan suatu barang makin
inelastis. Misalya konsumsi beras, hampir semua suku bangsa di Indonesia
mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini penjelasan lain
mengapa permintaan beras di Indonesia, adalah inelastis. Penjelasan ini
sebenarnya menunjukkan bahwa elastisitas harga dipengaruhi oleh pokok
tidaknya suatu barang bagi kita. Semakin pokok suatu barang, semakin
inelastis permintaannya. Namun, pokok tidaknya suatu barang adalah
relatif. Pesawat televisi, misalnya, bagi orang-orang di kota mungkin
sekali termasuk barang kebutuhan pokok (selain sebagai media hiburan
juga sebagai media informasi yang sangat penting), tetapi bagi masyarakat
desa merupakan barang mewah, sehingga pembeliannya dapat ditunda bila
harganya naik.
3. Jangka waktu.
Jangka waktu permintaan atas suatu barang juga mempunyai pengaruh
terhadap elastisitas harga. Namun hal ini tergantung pada apakah
barangnya durabel atau non durabel. Jika berbicara dimensi waktunya satu
tahun atau kurang, maka kita berbicara tentang elastisitas jangka pendek.
Bila lebih dari satu tahun, kita berbicara elastisitas jangka panjang.
Sehingga apabila kita fokus pada elastisitas permintaan pada harga yang
berpengaruh maka untuk barang-barang yang habis dipakai dalam waktu
kurang satu tahun (barang tidak tahan lama atau non durable goods),
elastisitas harga lebih besar dalam jangka panjang dibanding dalam jangka
pendek. Hal ini disebabkan oleh 2 (dua) penyebab yaitu :23
a. Pertama, konsumen membutuhkan waktu untuk mengubah kebiasaan
mereka. Bila harga kopi naik, konsumen yang biasa minum kopi

23
Ibid., hal. 59-60

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


46

banyak (lebih dari tiga gelas per hari), sulit mngubah kebiasaan itu
dalam jangka pendek. Akibatnya permintaan kopi dalam jangka
pendek mengalami penurunan relatif sedikit dibanding dalam jangka
panjang.
b. Kedua, kadang-kadang permintaan terhadap suatu barang berkaitan
dengan barang lain, yang perubahannya baru terlihat dalam jangka
panjang. Misalnya, bila harga BBM naik, maka konsumen segera
melakukan penyesuaian dengan mengurangi jam pemakaian
kendaraan, sehingga dalam jangka pendek elastisitas harga lebih besar.
Tetapi konsumen tidak dapat mengubah jumlah stock kendaraannya,
atau segera menggantikan kendaraannya dengan model yng lebih
efisien dalam penggunaan bahan bakar. Dalam dua atau tiga kemudian,
dengan mobil lebih efisien, penurunan penggunaan BBM akan leih
besar. Sehingga elastisitas harga permintaan jangka panjang lebih
besar daripada jangka pendek.

Sebaliknya untuk barang yang masa konsumsinya lebih dari setahun


(barang tahan lama atau durable goods), permintaannya lebih elastis
dalam jangka pendek dibanding jangka panjang. Misalnya. Jika harga
mobil naik 10%, dalam jangka pendek permintaan terhadap mobil
dapat saja turun sekitar 15%. Tetapi dalam jangka panjang, karena
banyak mobil yag harus diganti, pembelian akan naik lagi, sehingga
penurunan permintaan dalam jangka panjang kurang dari 15%.

Konsep elastisitas dalam aplikasinya yang menunjukan tingkat sensitivitas


suatu barang dikaitkan dengan variable-variable yang mempengaruhinya, maka
dalam aplikasinya sangat luas, khususnya dalam kebijakan penentuan harga.
Dalam Tabel berikut akan dicoba merangkum hubungan antara Elastisitas Harga
(Ep), Penerimaan Total (TR) dan Penerimaan Marginal (MR)24. Misalnya jika
harga barang naik, dua kemungkinan ekstrem reaksi para pelaku pasar di tingkat

24
Ibid., hal. 68

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


47

manajerial. Kemungkinan pertama mereka panik, mengira kenaikan harga


menurunkan permintaan sehingga penerimaan turun. Kemungkinan kedua,
mereka akan gembira mengira kenaikan harga akan menyebabkan penerimaan
meningkat. Kemungkinan-kemungkinan tersebut sangat ditentukan oleh angka
elastisitas harga.

Elastisitas Harga Jika harga turun maka Jika harga naik maka Pendapatan
TR TR Marginal

Inelastis Turun Naik Negatif

Unitari Tetap Tetap Nol

Elastis Naik Turun Positif

Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa apabila permintaannya inelastis, jika harga
turun maka penerimaan total akan turun dan pendapatan marginalnya negatif. Sedangkan
apabila permintaannya elastis, jika harga turun maka penerimaan total yang diterima
perusahaan akan naik dan MR-nya positif. Dalam kasus asuransi terutama asuransi
umum dan kerugian faktor harga premi asuransi sangat berperan dalam
mempengaruhi kondisi pasar permintaan terhadap industri asuransi tersebut.

2.4. Konsep Regulasi dalam Industri Asuransi Umum


Sebelum menjelaskan perkembangan regulasi ataupun deregulasi dalam
industri asuransi umum dan kerugian dibeberapa negara yang merupakan sebuah
best practices, maka sebaiknya kita memahami lebih dahulu beberapa konsep
definisi dasar / konsep umum dari industri asuransi itu sendiri.

Premi

Berdasarkan Kashmir (2004:277) dalam bukunya yang berjudul “Bank dan


Lembaga Kuangan Lainnya” menjelaskan bahwa adanya perjanjian asuransi
dimana tertanggung dan penanggung mengikat suatu perjanjian mengenai hak dan
kewajiban masing-masing, perusahaan asuransi membebankan sejumlah premi
yang harus dibayar tertanggung. Premi yang harus dibayar sebelumnya sudah
ditaksirkan atau diperhitungkan dulu dengan nilai resiko yang akan dihadapi.

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


48

Semakin besar resiko maka semakin besar premi yang harus dibayar atau
sebaliknya.

Dalam asuransi maka premi adalah kewajiban yang harus dibayarkan pihak
tertangung berkaitan dengan perjanjian mengenai hak dan kewajiban yang telah
disepakati antara pihak tertanggung dengan pihak perusahaan asuransi sebagai
penanggung.

Selanjutnya dikenal dalam sistem akuntasi asuransi baik jiwa dan kerugian
terdapat Premi Bruto adalah premi yang diperoleh dari tertanggung, agen, broker
maupun dari perusahaan asuransi lain dan perusahaan reasuransi. Premi bruto
yang berasal pertanggungan langsung (direct business) dinamakan premi
langsung. Sedangkan premi yang berasal dari pertanggungan tidak langsung
(indirect business), yaitu yang diterima dari perusahaan asuransi lain atau
reasuransi dinamakan premi tidak langsung. Premi yang diperoleh diakui sebagai
pendapatan berdasarkan accrual basis yang dialokasikan secara merata selama
masa pertanggungan. Pendapatan asuransi diakui sebesar pangsa (share) premi
yang akan diterima oleh perusahaan.25

Dalam penjabaran komponen-komponen laporan keuangan perusahaan asuransi


juga dikenal bagian pendapatan perusahaan yaitu :

Premi Netto = Premi Bruto - Premi Reasuransi dibayar


Pendapatan Premi = (Premi Netto + Cadangan Premi Tahun Lalu) –
Cadangan Premi Tahun Berjalan

Premi Reasuransi adalah bagian dari premi bruto yang dikeluarkan atau
merupakan kewajiaban kepada pihak reasuradur berdasarkan treaty maupun
non treaty. Premi Reasuransi diakui dan dicatat pada periode yang sama dengan

25
(n.d). diakses 17 Juni 2009
http://74.125.153.132/search?q=cache:QyQoEQJYvUJ:pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/file
s_modul/32019-6-121960088878.doc+rasio+komisi+asuransi&cd=54&hl=id&ct=clnk&gl=id

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


49

periode pengakuan pendapatan premi yang bersangkutan. Premi Reasuransi dalam


laporan laba rugi dikurangkan langsung dari Premi Bruto.26

Pendapatan Premi adalah premi yang diperoleh sehubungan dengan kontrak


asuransi dan reasuransi diakui sebagai pendapatan selama periode polis (kontrak)
berdasarkan proporsi jumlah proteksi yang diberikan. Dalam hal periode polis
berbeda secara signifikan dengan periode resiko (misalnya pada penutupan jenis
pertanggungan asuransi konstruksi) maka seluruh premi yang diperoleh tersebut
diakui sebagai pendapatan selama periode resiko, kecuali sebagaimana diatur
apabila jumlah premi masih dapat disesuaikan, misalnya premi ditentukan pada
akhir kontrak atau premi disesuaikan pada akhir kontrak berdasarkan nilai
pertanggungan, maka pendapatan premi diakui sebagai berikut :

 Apabila jumlah premi dapat diestimasi secara layak, maka pendapatan premi
diakui selama periode kontrak dan estimasi jumlah premi tersebut disesuaikan
setiap periode untuk mencerminkan jumlah premi yang sebenarnya.
 Apabila jumlah premi tidak dapat diestimasi secara layak, maka premi
diperlukan dengan menggunakan metode uang muka (deposit method) sampai
jumlah premi dapat diestimasi secara layak.

Klaim

Dalam sistem akuntasi asuransi klaim adalah ganti rugi yang dibayarkan atau
yang menjadi kewajiban kepada tertanggung atau perusahaan arusansi
sehubungan dengan telah terjadinya kerugian. Bagian klain yang diterima
dari reasuradur merupakan salah satu bentuk “pemulihan klaim” (claim
recovery). Sedangkan Klaim tanggungan sendiri adalah selisih antara klaim
yang dibayarkan dengan klaim yang diterima perusahaan asuransi dari
reasuradur. Dari pemahaman dasar definisi asuransi tersebut, maka banyak buku

26
(n.d), diakses tanggal 17 Juni 2009,
http://b_sundari.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/8020/PSAK+NO+28.doc

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


50

manajemen resiko dan asuransi membahas tentang analisa rasio keuangan yang
menghasilkan informasi tentang penilaian dan keadaan keuangan korporasi, baik
yang telah lampau atau saat sekarang serta ekspetasinya dimasa depan.

Selanjutnya melalui pilihan kebijakan untuk melakukan regulasi atau


deregulasi dalam industri asuransi maka kiranya substansi dan element perlu
menjadi pertimbangan adalah sebagai berikut :

• Pertama, target substansi apa dalam industri asuransi yang perlu


dilakukan regulasi atau deregulasi;

• Kedua, deregulasi yang bagaimana pemerintah ambil terkait dengan


regulasi persaingan antara perusahaan asuransi dan antara pelaku usaha
dengan lembaga keuangan lainnya.

Untuk menjawab pertimbangan tersebut maka perlu dilakukan langkah –


langkah yaitu lembaga regulator harus mempertimbangkan kepentingan dua pihak
yaitu perusahaan asuransi dan konsumen pemegang polis. Bagi perusahaan
asuransi, lembaga regulator harus mengadopsi kebijakan/regulasi yang
memperhatikan peningkatan kemampuan perusahaan asuransi untuk
mempertahankan tingkat solvency dan persyaratan financial lainnya untuk
menjaga konsumen pemegang polis asuransi. Di negara maju, kebijakan tersebut
telah dilakukan. Sedangkan di negara berkembang, lembaga regulator telah
mendapat tekanan untuk melakukan peningkatan kebijakan manajemen resiko
perusahaan asuransi dan peningkatan competitiveness. Serta memperketat
solvency regulations untuk menjaga kepentingan konsumen pemegang polis
asuransi.
Dari regulasi seperti tersebut diatas maka bagi perusahaan asuransi dengan
tingkat solvency yang baik, maka bentuk uniform regulations principles dan
regulasi yang mengatur berbagai aspek operasional harus dihindari. Sedangkan

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


51

perusahaan asuransi dengan tingkat solvency yang kurang baik, maka lembaga
regulator mengambil kebijakan harus diperketat. 27
Sebuah perusahaan asuransi merupakan sebuah perusahaan yang
multiproduk yang memiliki fungsi utama adalah menjual dan memberikan jasa
penjualan polis asuransi. Industri asuransi merupakan bagian dari industri jasa
keuangan selain jasa perbankan dimana sektor keuangan yang diatur tidak saja
untuk industri perbankan tapi industri asuransi. Regulasi dalam industri asuransi
penting dilakukan karena industri asuransi adalah bagian dari industri keuangan
yang didasarkan pada kepercayaan masyarakat. Fungsi asuransi berupa
pengalihan resiko terutama yang dihadapi baik oleh pelaku usaha maupun
masyarakat pada umumnya. Industri asuransi merupakan regulated industry
karena terkait dengan pengumpulan dana masyarakat.
Regulasi yang diperlukan disini adalah regulasi pengawasan yang secara
praktek bahwa tujuan dasar dari adanya regulasi pengawasan asuransi adalah
memastikan bahwa perusahaan asuransi mempunyai kemampuan financial untuk
membayar klaim yang diajukan oleh pemegang polis. Meskipun alasan tersebut
tidak selalu bersifat sama untuk semua negara bahwa target regulasi dan fakta
yang berbeda-beda tersebut yang harus menjadi pertimbangan perlunya regulasi
pengawasan asuransi. Secara umum, regulasi pengawasan tersebut diperlukan
bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap terjadinya pemalsuan di
industri asuransi, kebutuhan kemampuan dalam manajemen pengelolaan industri
asuransi yang bagus dalam solvency, menjamin terjadinya persaingan yang sehat
diantara pelaku usaha industri asuransi serta menjamin manfaat dari asuransi
benar-benar tersampaikan pada individu konsumen pemegang polis.28
29
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Averch dan Jhonson yang
membahas tentang dampak regulasi dalam industri asuransi baik terhadap

27
Kwon, W. Jean (2007), “Uniformity and Efficiency in Insurance Regulation : Consolidation and
Outsourcing of Regulatory Activities at the State Level”, Network Financial Institute (Policy
Brief) at Indiana State University, 2007-PB-02 (March 20070, hal. 21
28
Hellner, Jan (1963), “The Scope of Insurance Regulation : What is Insurance for Purpose of
Regulation?”, The American Journal of Comparative Law, Vol. 12. No. 4 (Autumn, 1963), pp.
494-543.
29
Averch, H and L. L. Jonhson (December 1962), “Behaviour of the Firm Under Regulatory
Constraint.” American Economic Review, Vol. 52, 1052 – 69.

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


52

perusahaan dan konsumen. Walaupun sebagian besar penelitian memfokuskan


pada regulasi tentang kekuatan monopoli, dan juga membahas motivasi
dibelakang pemberlakuan atas hambatan regulasi pada industri yang relatif
kompetitif. Regulasi sering menjadi tool dalam industri yang bertujuan untuk
mengkontrol.30
Dalam industri asuransi, regulasi yang diterapkan banyak negara
bervariasi dari regulasi yang tidak mengatur “light” sampai regulasi yang sangat
mengatur “heavy”, misalnya :31

1. Inggris, Irlandia, Chile, Hong Kong dan Belanda yang secara umum dalam
regulasi industri asuransinya mendasarkan kekuatan pasar untuk
memastikan pasar industri asuransi yang kompetitif dimana berprinsip
pada masalah kehati-hatian (prudential).
2. Sedangkan negara Jepang, Korea, Jerman dan Swiss dan sebagian besar
negara berkembang mempraktekkan regulasi yang intensif yang tidak
hanya menfokuskan pada masalah prinsip kehati-hatian pada asuransi
tetapi juga pada masalah pengenaan harga, produk dan konten asuransi
serta kestabilitas pasar.

Sistem regulasi industri asuransi yang diterapkan oleh negara Amerika


Serikat masuk dalam antara dua rejim regulasi asuransi di atas. Karena terdapat 2
(dua) lembaga regulator yang mempunyai kewenangan dalam mengatur industri
tersebut yaitu regulator yang di tingkat pemerintah federal dan pemerintah negara
bagian.32
Dalam sistem administrasi birokasi dan kebijakan regulasi pemerintah
secara typical melalui 3 (tiga) tingkat yaitu legislatif, yudikatif dan eksekutif.
Sedangkan ruang lingkup yang diatur dalam regulasi hukum dan peraturan
industri asuransi oleh masing-masing negara adalah berbeda-beda. Akan tetapi

30
Ibid.
31
Kwon, W. Jean (2007), op.cit., hal. 4-8
32
Ibid., hal. 4

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


53

secara umum penekanan sifat dan ruang lingkup regulasi asuransi berdasarkan 5
(lima) pertimbangan yaitu :33
1. Access to market
Hal ini terkait dengan pemerintah sebagai regulator memberikan akses
kepada pihak swasta untuk masuk dalam industri asuransi. Isu yang
menjadi perhatian dalam pertimbangan ini adalah pemberlakukan
persyaratan ijin (licencing requirement) untuk masuk industri asuransi
sebagai perangkat regulasi yang kuat untuk mengendalikan pasar. Regulasi
ketat diberlakukan pada licencing requirement pada lini usaha automobile
liability. Serta national treatment dimana kriteria ini diterapkan dengan
memperhatikan kepentingan perusahaan asuransi domestik/nasional yang
dimiliki oleh perusahaan domestik di masing-masing negara yang
bersangkutan. Akan tetapi akses tetap diberikan kepada perusahaan
asuransi asing yang akan membuka usaha di negara tersebut sehingga tetap
terjadi persaingan antara perusahaan domestik dan asing.

2. Balancing Competition and Consumer Protection


Perangkat regulasi dibentuk mengenai siapa yang boleh saling bersaing
dalam pasar asuransi, maka perlu dikeluarkan regulasi yang mengatur
untuk menyeimbangkan manfaat persaingan antara pelaku industri
asuransi. Regulasi ini mengatur 4 (empat) isu yaitu (i) rate and product
regulation (ii) Financial Regulation (iii) Intermediary Regulation (iv)
Competition Policy Regulation.

3. Detecting Insurer Financial Difficulty


Perangkat regulasi ini mengatur pengawasan terhadap laporan keuangan
perusahaan asuransi, pemeriksaan lapangan langsung terhadap perusahaan
asuransi serta kemampuan profesionalisme dari para pengelola perusahaan
asuransi. Hal ini penting terkait dengan pengawasan tingkat
solvency/solvabilitas/kemampuan membayar klaim para konsumen
pemegang polis asuransi.

33
Ibid., hal. 4 – 9

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


54

4. Responding to Insurer in Financial Difficulty


Perangkat regulasi ini diperlukan oleh regulator untuk mengambil tindakan
terhadap perusahaan yang dalam proses pengawasan oleh regulator
mengalami masalah keuangan dalam operasionalnya. Secara umum,
pilihan tindakan yang diambil oleh regulator antara lain tindakan informal,
tindakan formal, tindakan perbaikan bahkan dapat tindakan likuidasi atau
penutupan perusahaan asuransi.

5. Protecting Insured of an Insolvent Insurer


Regulasi ini terkait dengan bagaimana peran regulator mensikapi apabila
insolvency terjadi pada perusahaan asuransi. Secara umum regulator tidak
menyediakan dana jaminan untuk tetap menjaga solvency perusahaan
asuransi, akan tetapi dalam prakteknya didunia asuransi terdapat
guarantee fund yang dikelola oleh asosiasi perusahaan asuransi yang dapat
dipergunakan oleh perusahaan asuransi yang menjadi anggota untuk
menjaga tingkat solvency.

Sedangkan berdasarkan tujuan dasar perlunya regulasi pengawasan


asuransi maka secara khusus dapat dicapai melalui 2 (dua) kategori utama regulasi
yaitu :34

1. Regulasi kemampuan untuk membayar klaim (solvency regulation), yang


terkait dengan solvency, dimana aturan tersebut menangani kecukupan
modal dan pembatasan investasi berdasarkan profile manajemen resiko
produk dari perusahaan asuransi.
Salah satu tool yang biasa diaplikasikan dalam financial regulation untuk
mengukur tingkat kesehatan perusahaan asuransi untuk tetap solvent
adalah Risk-Based Capital (RBC) atau Tingkat Kecukupan Modal yaitu
minimum modal yang harus dimiliki oleh perusahaan asuransi/reasuransi
untuk kelanjutan menjalankan bisnis asuransi. Masing-masing negara
mempunyai ketentuan dan model penentuan besarnya RBC. Kemampuan

34
Ranade, Ajit & Ahuja, Rajeev (2000), “Issues in Regulation of Insurance”, Economic and
Political Weekly, Vol. 35 No. 5 Money, Banking and Finance (Jan. 29 – Feb. 4, 2000), hal. 331-
333+335-338

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


55

perusahaan asuransi dalam membayar setiap klaim yang diajukan dapat


diukur dari solvensinya melalui metode RBC tersebut. Dengan rumus
solvensi secara umum adalah admitted asset dikurangi liability. Dalam
metode ini semua resiko yang mungkin timbul dan harus diperhitungkan
adalah mencakup (i) kegagalan pengelolaan kekayaan (ii)
ketidakseimbangan antara proyeksi arus kekayaan dan kewajiban (iii)
ketidakseimbangan antara nilai kekayaan dan kewajiban dalam mata uang
asing (iv) perbedaan beban klaim dengan perkiraan klaim (v)
ketidakcukupan premi akibat perbedaan antara asumsi hasil investasi
dengan aktual (vi) ketidakmampuan pihak reasunransi.

2. Regulasi pasar (market regulation) yang terkait dengan kondisi pasar yang
mengatur praktek-praktek yang memberikan dampak pada perilaku
perusahaan asuransi dibanding regulasi yang terkait dengan solvency.
Kategori konten regulasi tersebut adalah yang melibatkan pengaturan
pengawasan terhadap produk, pricing, sistem rincian kontrak dan praktek-
praktek dagang lainnya.
Isu yang menjadi fokus pengawasan market regulation berdasarkan
pengamatan praktek aplikasi dikelompokkan kedalam :

a. Rate Regulation, isu dalam regulasi ini yaitu mengenai penerapan


price floor atau price ceiling atau gabungan keduanya terhadap tarif
premi asuransi. Justifikasi terhadap penerapan price floor adalah price
competition dalam industri asuransi dapat berjalan secara tidak sehat
yang dikhawatirkan akan mengakibatkan perusahaan asuransi
mendekati gagal bayar (insolvency) atau bangkrut, yang akan
membawa dampak efek domino terjadinya kepanikan pada industri
keuangan lainnya, misalnya over-cash rush di industri perbankan.
Serta justifikasi lainnya terhadap price floor adalah tingginya tingkat
inflasi juga dapat menyebabkan harga premi tidak cukup untuk
menutup klaim.
Sedangkan justifikasi price ceiling adalah karena adanya konsumen
yang mempertimbangkan biaya yang menghambat persaingan dan

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


56

mengakibatkan terjadinya harga dan keuntungan yang berlebih.


Banyak lini usaha asuransi yang dimiliki oleh pemerintah dilakukan
pengaturan rate premium yang pengajuannya melalui supervisor for
approval atau sistem regulatory approval.

b. Guarantee Fund, dana jaminan disini dikumpulkan dari kontribusi


perusahaan-perusahaan asuransi yang bertujuan untuk memberikan
bantuan jaminan bagi kewajiban keuangan perusahaan asuransi yang
mengalami insolvency karena adanya aturan dari regulator mengenai
batas tingkat solvency yang harus dipenuhi. Akan tetapi banyak
perdebatan yang tidak menginginkan adanya Guarantee Fund yang
akan mengakibatkan ”free-rider problem” karena hal ini juga akan
menjadikan perusahaan asuransi tidak menjalankan bisnisnya secara
prudent. Di sisi lain agurmen pendukung adanya Guarantee Fund
bahwa dana ini diperlukan untuk menjamin kepercayaan konsumen.
Tetapi seharusnya juga terdapat regulasi yang melakukan pengawasan
tehadap implementasi dana tersebut.
c. Contract design dan disclosure, regulasi tersebut terkait dengan
kewajiban regulator untuk memberikan informasi yang transparan
kepada konsumen asuransi mengenai tarif premi, produk asuransi dan
kemampuan solvency dan keuangan perusahaan asuransi. Informasi ini
terkait dengan pemberian ijin dan sertifikasi agen asuransi yang
merupakan direct contact dengan konsumen asuransi.
d. Dispute Resolution, hal ini terkait dengan kewajiban regulator sebagai
mediasi apabila terjadi proses arbitrasi dan litigasi dalam masalah
asuransi dari permasalahan keluhan pelanggan, melakukan monitoring
pasar serta kemungkinan pembentukan insurance ombudsman.

Beberapa teori mencoba menjelaskan rationale mengenai regulasi yang


seyognya regulasi dikeluarkan pemerintah demi kepentingan masyarakat,
contohnya public theory of regulation yang menyarankan bahwa regulasi didesign
untuk memberikan manfaat bagi publik atau konsumer dalam industri yang diatur

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


57

tersebut. Sehingga tujuan regulasi adalah memperbaiki terjadinya kegagalan


pasar, terjadinya eksternalitas dan informasi asimetris.
Dijelaskan oleh Stigler (1971) dalam the theory of economic regulation
yang menawarkan pandangan bahwa regulasi yang dikeluarkan dimana yang
diatur dan didesign utamanya bagi manfaat, taruhlah bagi manfaat industri
asuransi. Sebagai imbalannya, regulator memperoleh dukungan politik dan
keuangan untuk terus melanjutkan administrasi pemerintahan. Sedangkan Posner
(1974) memberikan tambahan pada teori yang ditawarkan Stigler dan mengajukan
equilibrium-based theory of regulation yang menyatakan bahwa regulasi adalah
produk koalisi antara regulated industry dimana kelompok industri dibawah
regulasi seperti ini akan memperoleh keuntungan dari monopoli karena adanya
regulasi seperti itu dan the organized consumer group, yang akan mendapat
keuntungan melalui harga yang lebih rendah (atau mendapatkan fasilitas jasa yang
lebih baik daripada yang akan diperoleh dalam pasar yang tidak diregulasi/an
unregulated market) – dimana kondisi tersebut dalam biaya yang unorganized,
kebanyakan adalah konsumer.
Meier (1988) mengkritisi teori Stigler yang mendasarkan asumsi
pertukaran mutual benefit antara regulator dan industri yang diatur, dimana dalam
kenyataannya tidak semua industri membutuhkan regulasi, misalnya dalam
industri asuransi di Amerika Serikat bahwa negara-negara bagian mempunyai
regulasi masing-masing karena negara bagian mempunyai kepentingan yang harus
diperjuangkan bagi warga negaranya. Hal ini juga terkait dengan 4 (empat)
kelompok yang mempunyai kepentingan dalam industri asuransi yaitu industri
asuransi itu sendiri, konsumen sebagai pemegang polis asuransi, para birokrat
pembuat kebijakan/regulasi dan elit politik.
Dalam rejim regulasi, maka konsentrasi yang tinggi bukanlah syarat cukup
untuk menyatakan adanya perilaku yang anti persaingan. Sebab, regulasi pun juga
dapat menyebabkan hambatan bagi perusahaan untuk masuk maupun keluar dari
pasar. Kelly Bird menegaskan :35

35
Kelly Bird, “Review of Redecon’s Report on Concentration Ratio”, 8 Oktober 1999

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


58

most economists acknowledge that high concentration is not a sufficient


for the possibility of anti-competitive behavior. Concentration measures
are one element of market structure; others include entry barriers and exit
costs (including regulations restricting entry and exit of firm) that may
effect the level of competition in an individual market. In fact, barriers to
entry more important influences on firm behavior than concentration
measures.

Mengenai regulasi, dalam hal ini ada beberapa tipe yang dapat
dijelaskan.36 Pertama, antitrust policy. Kebijakan ini diciptakan bertujuan untuk
menjaga lingkungan persaingan dalam perekonomian secara keseluruhan. Kedua,
economic regulation. Dalam regulasi ekonomi ini terdapat keyakinan bahwa pada
tingkat tertentu pasar bekerja secara kompetitif. Hal ini disebabkan oleh
karakteristik pasar yang terkonsentrasi. Padahal, barang tersebut sangat
dibutuhkan oleh masyarakt. Karena itulah, perlu mengundang campur tangan
pemerintah melalui tingkat harga dan produksi. Misalnya, kasus produksi gas dan
tenaga listrik. Karena alasan-alasan tertentu (misal keamanan), pemerintah dapat
memberikan lisensi pada pelaku usaha yang terbatas. Ketiga, social regulation,
Regulasi ini tidak memiliki hubungan langsung dengan penentuan harga dan
output perusahaan. Tindakan regulasi social dilakukan sebagai koreksi
pemerintah, meski harga yang tercipta adalah kompetitif. Keempat, competition
policy. Kebijakan ini diciptakan untuk membatasi hal monopoli yang diperoleh
perusahaan tertentu. Hal ini dapat ditemukan, misalnya karena suatu alasan
tertentu suatu bidang usaha ditutup bagi investor baru. Kebijakan persaingan ini
juga dilakukan karena alasan adanya cara-cara bersaing yang cenderung menjurus
kearah penghancuran diri sendiri atau perang harga (cut throat competition).
Kebijakan persaingan juga diarahkan untuk membatasi hambatan persaingan yang
bersifat lisan (kesepakatan tidak formal). Dengan demikian, kebijakan tersebut
tidak selalu harus ditujukan untuk mencegah pemusatan ekonomi, namun juga
perilaku potensial yang diperkirakan dapat menghambat persaingan.
Berdasarkan argumen regulasi dalam industri asuransi tersebut yang
crucial diperlukan karena industri asuransi terkait dengan pengumpulan dana

36
Ine Mirana S. Ruky, “Regulasi Pemerintah” bahan kuliah, hal. 1

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


59

masyarakat serta pengelolaan pengalihan resiko terutama yang dihadapi baik oleh
pelaku usaha maupun masyarakat pada umumnya. Melalui sudut pandang teoritis
maka prinsip umum untuk asuransi umum terkait dengan sumber dan penggunaan
dana – yang berhubungan dengan mobilisasi dana masyarakat dalam bentuk premi
dan pengelolaan dana tersebut untuk tujuan investasi. Prinsip tersebut selanjutnya
dikaitkan dengan posisi asuransi umum sebagai lembaga keuangan dalam
mekanisme circular flow of income – sebuah model ekonomi sederhana yang
menggambarkan saling keterhubungan antara pelaku ekonomi.37 Prinsip
pengelolaan dana asuransi umum mencakup dua sisi atau perspektif yang saling
terkait. Fungsi pertama adalah memberikan perlindungan terhdap kekayaan
individu atau institusi – yang pembiayaan klaimnya bersumber dari akumulasi
nilai premi yang diberikan oleh individu atau institusi. Fungsi kedua adalah
penggunaan akumulasi dana premi yang terkumpul tersebut – yang selain
berfungsi sebagai sumber utama cadangan klaim, juga dapat dimanfaatkan sebagai
sumber pembiayaan untuk lembaga keuangan lainnya – melalui prinsip circular
flow of income.

2.5. Best Practice Regulasi Industri Asuransi Umum


Dalam penelitian ini akan menggunakan perangkat analisa berdasarkan
best practice dari regulasi yang diimplementasikan oleh beberapa Negara dalam
industri asuransi umum dan kerugian.

2.5.1 Inggris
Negara Inggris merupakan contoh Negara yang mengaplikasikan regulasi
dalam industri asuransnya bersifat Light Regulation. Pengaturan industri asuransi
di Inggris dilakukan melalui Insurance Companies Acts 1982. Dimana secara
prinsip undang-undang ini mengatur dalam hal kepastian kecukupan modal dan
pengawasan prudential perusahaan asuransi untuk menjaga kestabilan pasar
industri asuransi. Regulator yang melakukan pengawasan industri keuangan
termasuk didalamnya industri asuransi di Inggris adalah Financial Services

37
Hermana, Budi (2007), “Asuransi Umum dan Perkembangan Ekonomi Indonesia : Secercah Asa
ditengah Badai Menghadang”, Pengajar Universitas Sanata Dharma, hal. 1

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


60

Authority (FSA) yang dibentuk berdasarkan the Financial Service Act 1986.
Financial Services Authority (FSA) yang mengatur dan mengawasi semua bisnis
di bidang jasa keuangan. Lembaga ini juga bertanggung jawab atas safety and
soundness of financial institution serta regulasi. Inggris menggunakan integrated
approach dalam system pengawasan lembaga keuangan negaranya.
Industri asuransi di Inggris cukup terfragmentasi, dimana tidak ada
perusahaan yang mendominasi, perilaku anti-competitive yang menyalahgunakan
dominant power mudah diindentifikasi oleh the Office of Fair Trading (OFT)
sebagai lembaga pengawas persaingan. Secara praktis regulasi tidak langsung
diterapkan terhadap perusahaan asuransi, mereka lebih didorong untuk
38
memperhatikan aspek prudential dan solvency di industri tersebut. Tarif premi
tidak diatur, bahkan produk, kontrak dan kepemilikan dan struktur perusahaan
tidak dilakukan pengaturan. Akan tetapi khusus mengenai kontrak dan persyaratan
polis asuransi ada aturan yang perlu diperhatikan sesuai dengan the EU Directive
on Unfair Term in Consumer Contract. Perusahaan asuransi di Inggris juga
berasal dari asing yang merupakan anggota EU. Dari lini usaha industri asuransi
yang tidak terlalu ketat regulasinya, terdapat satu lini usaha yang mendapat
pengaturan melalui regulasi langsung dari pemerintah yaitu automobile
insurance.39 Pengaturan dalam automobile insurance itu pun terkait dengan
kompensasi kerugian yang harus dibayarkan kepada pihak korban kecelakaan
serta kerusakan kendaraan.

2.5.2 Amerika Serikat


Negara Amerika Serikat merupakan contoh Negara yang menerapkan
Heavy Regulation dalam industri asuransi umum. Dalam tulisan ini selain
Amerika Serikat, makan Jepang juga akan menjadi contoh Negara yang
mengaplikasikan Heavy Regulation dalam industri asuransinya. Serta kelompok
Negara berkembang untuk memberikan gambaran umum pada best practice
regulasi yang diterapkan untuk industri asuransi.

38
OECD Publication (1998), “ Policy Rountables : Competition and Related Regulation Issues in
the Insurance Industry”, hal. 181
39
Ibid ., hal. 182

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


61

Industri asuransi Amerika Serikat adalah industri yang besar dan kompleks
dengan kurang lebih 7.700 perusahaan swasta memberikan berbagai jasa dan
produk asuransi. Badan Regulator yang menangani industri tersebut baik dalam
tingkat pemerintah Federal sebagai kebijakan nasional maupun lembaga regulator
di tingkat Negara Bagian. Akan tetapi regulasi dalam industri asuransi di Amerika
Serikat diwarnai dengan dominasi regulasi yang dikeluarkan oleh negara bagian.
Pengaturan kewenangan ini merupakan hasil dari McCarran-Ferguson Act tahun
1945. Sampai sekarang perdebatan terus berkembang pada pilihan pemegang
kewenangan regulator antara pemerintah negara bagian atau pemerintah federal.
Dalam sedikit kasus untuk pasar industri asuransi tertentu (lini usaha
asuransi tertentu), pemerintah mengaplikasikan tidak ada persaingan (misalnya
asuransi untuk program keselamatan sosial diatur oleh pemerintah federal dan
industri asuransi untuk kompensasi pekerja oleh beberapa negara bagian).
Regulasi yang dikeluarkan oleh negara bagian meliputi :
(1) aturan fair pricing of insurance;
(2) aturan insurance company solvency;
(3) aturan untuk mencegah praktek-praktek bisnis tidak sehat di industri
asuransi dan;
(4) aturan yang memastikan ketersediaan cakupan asuransi, misalnya negara
bagian mempunyai kekuasaan untuk menyetujui atau menolak tarif premi
asuransi, melakukan pemeriksaan keuangan terhadap perusahaan asuransi,
memberikan perijinan pendirian perusahaan asuransi, ijin agen dan broker
dan mengawasi dan mengatur proses penanganan klaim.

Biasanya regulator industri asuransi di negara bagian mempunyai sebuah


departemen dengan bagian tertentu yang diberi tugas untuk mengatur industri
asuransi. Pimpinan departemen tersebut biasanya disebut Commisioner atau
direktur asuransi.
Terkait dalam Market Regulation maka tariff premi dan produk asuransi
diatur oleh negara bagian bertujuan untuk menjelaskan informasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan asuransi and menjamin tingkat solvency perusahaan
asuransi. Dengan kata lain, lembaga regulator tidak hanya membutuhkan

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


62

minimum harga premi untuk mencegah gangguan pasar secara internal yang
disebabkan oleh persaingan harga premi yang menyebabkan insolvency dari
sebuah perusahaan asuransi, akan tetapi juga harga maksimum premi untuk
mencegah tidak sehatnya dari tinggiya harga premi akibat dari persaingan pasar
yang dibatasi.
Lembaga rate making estimation seperti Insurance Service Office (ISO)
dibentuk untuk melakukan estimasi tarif premi di negara bagian New York. ISO
dimiliki dan dibawah kendali oleh perusahaan – perusahaan asuransi, memberikan
jasa aktuaritas dan rate making process untuk asuransi pertanggungan property
termasuk pengembangan bentuk kebijakan terkait lainnya. Akan tetapi secara
spesifik, tidak ada organisasi rate making dalam industri asuransi jiwa dan
kesehatan. Selain Isu penentuan rate premi asuransi, negara maju yang sudah
mapan dalam kesadaran berasuransi telah mengaturnya seperti Amerika Serikat
mempunyai National Association of Insurance Commission (NAIC) yang tersebar
di negara bagian. NAIC merupakan organisasi nirlaba yang melakukan pertemuan
secara regular untuk membahas isu perundang-undangan/aturan yang terkait
model law dalam rate making industri asuransi.40 Secara umum model law yang
dirumuskan oleh NAIC tersebut menjadi acuan bagi pemerintah Negara bagian
dalam membuat regulasi industri asuransi.
Rate making diformulasikan berdasarkan perhitungan data kerugian yang
diumumkan dimana lebih diutamakan untuk asuransi lini usaha property
dibandingkan asuransi pertanggungan kompensasi pekerja (karena regulasi dalam
asuransi ini ditangani oleh the National Council on Compensation Insurance
(NCCI). Pengurus/anggota lembaga/organisasi rate making tersebut bertanggung
jawab untuk melakukan pengawasan terhadap tariff premi para anggotanya yang
merupakan perusahaan asuransi. Keanggotaan terhadap lembaga/ organisasi
tersebut bersifat sukarela.
Dari total perusahaan asuransi yang beroperasi di Amerika Serikat, kurang
lebih terdapat 3.000 diantaranya merupakan perusahaan asuransi yang
mempunyai lini usaha pertanggungan property. Akan tetapi, hanya sedikit dari

40
Niehaus, R. Gregory & Harrington, E. Scoot (2003) - 2nd edition, Risk Management and
Insurance, McGraw-Hill Education (Asia), Singapore, hal. 100

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


63

perusahaan – perusahaan tersebut memiliki data profile resiko untuk melakukan


rate evaluation. Sehingga mereka harus mengacu pada data ISO ketika salah satu
faktor/elemen manajemen resiko asuransi tidak menunjukan kinerja yang baik.
Sehingga dalam prakteknya banyak perusahaan asuransi tergantung pada rate
estimation yang dikeluarkan ISO. Kebijakan rate making estimation tersebut
berjalan sampai pertengahan tahun 1980-an, karena sistem ini mendapat kritik
sebagai kebijakan yang anti-competitive. Kritik tersebut menyatakan bahwa
kebijakan rate making estimation yang dilakukan oleh lembaga/organisasi ISO
adalah bentuk price-fixing karena perusahaan – perusahaan asuransi yang menjadi
anggota ISO secara bersama-sama menerapkan tarif premi yang sama.
Menanggapi kritik tersebut, maka ISO pada tahun 1989 dan NCCI pada
tahun 1990 mengumumkan bahwa mereka akan memperhentikan pelayanan jasa
advisory rate making estimation terhadap para anggotanya. ISO dan NCCI hanya
akan mempublikasikan data trend biaya kerugian. Terhadap data tersebut,
perusahaan asuransi dapat menambah faktor mereka sendiri misal pengeluaran,
profit and contingencies. Secara umum, di negara maju terjadi kecenderungan
menuju deregulasi terhadap pengaturan insurance premium rate.41 Contohnya di
Amerika Serikat yang sebelumnya dominasi regulasi asuransi dipegang oleh
negara bagian yang menjelaskan bahwa kebijakan dan regulasi insurance
premium rate mengacu pada regulatory approval42 yang typically dalam
insurance states law berbasis pada pengaturan insurance premium rate yang
bersifat (i) not be inadequate, (ii) excessive or (iii) unfairly discriminatory,
kecuali pada pengaturan insurance premium rate dilakukan melalui competitive
rating approach pada lini usaha asuransi yang menangani workers’ compensation
and medical malpractice, property dan kecelakaan. Sedangkan insurance
premium rate untuk asuransi jiwa dan annuity product secara umum tidak
diberlakukan pengaturan melalui regulatory approval.

41
Ranade, Ajit & Ahuja, Rajeev (2000), op.cit.
42
Regulatory approval disini mengacu bahwa perusahaan asuransi dalam mengatur tariff premi
berdasarkan acuan yang dikeluarkan oleh Lembaga rate making estimation seperti Insurance
Service Office (ISO)

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


64

2.5.3 Jepang

Pengaturan juga dilakukan oleh pemerintah Jepang dalam industri


asuransi. Pelaku usaha yang akan mendirikan perusahaan asuransi maka harus
memiliki ijin pendirian usaha dalam industri asuransi dikeluarkan oleh
Departemen Keuangan dimana prinsip yang dipegang dalam pengeluaran ijin
tersebut adalah tarif premi (i) tidak terlalu tinggi (ii) tidak terlalu rendah dan (iii)
tidak melakukan diskriminasi.

Di Jepang sesuai dengan Insurance Business Law yang telah dilakukan


revisi pada bulan April 1996 juga dikenal dengan lembaga penyusun tarif premi
(rating organization) dimana anggota rating organization wajib mengacu tarif
premi yang telah ditentukan. Rating organization ini mengatur 5 (lima) lini usaha
asuransi yaitu asuransi kebakaran, asuransi kecelakaan, asuransi kendaraan
bermotor, asuransi pertanggungan dan asuransi wajib pertanggungan kendaraan
bermotor.

Asuransi kendaraan bermotor di Jepang diatur melalui The Automobile


Liability Security Law yang disahkan pada bulan Desember 1955 bertujuan untuk
memberikan jaminan keamanan bagi korban kecelakaan lalu lintas dan
mengawasi penerapan tarif premi. Dibawah undang-undang ini, asuransi
Compulsory Automobile Liability Insurance (CALI) mulai diperkenalkan ke
publik pada bulan Februari 1956. Asuransi CALI meliputi pertanggungan korban
dan luka kecelakaan lalu lintas. Justifikasi dilakukan pengaturan ketat terhadap
standard rating activities adalah melindungi konsumen pemegang polis karena
ansuransi sudah menjadi kewajiban. Di Jepang, coverage asuransi kendaraan
bermotor terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu (i) asuransi kendaraan bermotor yang
bersifat sukarela dan (ii) asuransi kendaraan bermotor yang merupakan kewajiban
atau compulsory automobile liability insurance (CALI).

Jepang memiliki 2 (dua) sistem untuk pengaturan pada pengawasan tarif


premi yaitu (i) tarif premi yang diatur oleh masing-masing perusahaan asuransi
sesuai dengan undang-undang bisnis asuransi dan (ii) pengaturan tarif premi yang
dilakukan dan disetujui oleh Departemen Keuangan. Akan tetapi ada juga tarif

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


65

premi yang diatur oleh rating organization sesuai dengan rating organization law
dimana tarif premi ini harus melalui notifikasi dan pengecekan lebih dahulu oleh
Departemen Keungan. The Automobile Insurance Rating Organization system di
Jepang disahkan pada tahun 1964. Sistem ini dibentuk berdasarkan undang-
undang mengenai Non-life Insurance Rating Organization dan memfokuskan
pada penghitungan acuan tarif premi murni untuk asuransi kendaraan bermotor
yang bersifat sukarela dan asuransi kendaraan bermotor yang merupakan
kewajiban atau compulsory automobile liability insurance (CALI).

Rejim asurnasi kendaraan bermotor di Jepang yang sangat regulated,


mulai diwacanakan untuk melakuan deregulasi mulai tahun 1998 seiring dengan
program regulatory reform yang diperkenalkan bagi negara-negara anggota
OECD. Langkah – langkah perubahan mulai dilakukan pada tahun 2000-an
terhadap industri non-life insurance dimana asuransi kendaraan bermotor juga
mengalami perubahan tersebut. Perubahan regulasi tersebut antara lain
diperkenalkan pada isu untuk menjaga kepentingan pemegang polis yaitu (i)
mengenalkan pada rasio margin solvency (ii) mengenalkan pengukuran sistem
early-warning system terhadap rasio margin solvency dan (iii) penjaminan
perlindungan terhadap terhadap para pemegang polis apabila perusahaan asuransi
mengalami kemungkinan insolvency. Bentuk perlindungan ini terkait dengan
penggantian klaim 100% bagi konsumen CALI dan 90% terhadap konsumen
voluntary automobile insurance. Perubahan penting lainnya adalah tarif premi
asuransi non-life insurance tidak dilakukan regulasi, dimana tidak ada kewajiban
lagi untuk menggunakan acuan perhitungan tarif premi yang dikeluarkan oleh
rating organization.43

2.5.4 Negara Berkembang


Banyak negara berkembang menjaga tariff premi di industri asuransi yang
dilakukan oleh sebuah institusi rate setting (sebuah bentuk mensahkan kartel),
membuat tarif premi yang dapat diterima atau memberlakukan faktor-faktor yang

43
Dinonne, George (2001), “Commitment and Automobile Insurance Regulation in France,
Quebec and Japan”, Working Paper 01-04 April 2001, hal. 29

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


66

longgar untuk menentukan perkiraan tarif premi. Lembaga rate-making tersebut


memegang peran penting dalam melakukan estimasi tarif premi. Secara umum, di
negara berkembang regulasi industri asuransi khususnya terkait penentuan rate
masih memerlukan persetujuan dalam bentuk suggested tariff dari lembaga rate
making. Dalam kasus industri asuransi umum, misal di negara maju asuransi yang
bersifat sosial (contohnya asuransi pertanggungan wajib bagi pengendara
kendaraan bermotor, asuransi pertanggungan kompensasi pekerja) dimana dalam
industri tersebut secara ketat diatur dalam hal tarif premi.
Regulasi pengaturan tarif premi dapat didefinisikan sebagai bentuk
penekanan pemerintah terhadap tarif premi asuransi dibawah level yang ada tanpa
adanya regulasi harga, hal ini seperti melakukan beberapa pengurangan dalam
kualitas tetapi beberapa faktor membatasi pengurangan cost-saving yang besar
sebagai bentuk respon dari kebijakan pembatasan/penekanan tarif premi. Dampak
bentuk pengurangan tersebut antara lain pertama, pengurangan dalam kualitas
mungkin akan berdampak negatif pada reputasi perusahaan asuransi di pasar
asuransi. Contohnya, pengurangan dalam modal dan peningkatan resiko dalam
insolvency akan berdampak semua konsumen perusahaan asuransi. Kedua,
perusahaan asuransi mungkin dapat memotong biaya dengan menerapkan
standard yang lebih ketat untuk proses klaim akan tetapi tindakan ini dapat
menyebabkan masalah litigasi antara perusahaan asuransi dan konsumen
pemegang polis. Ketiga, perubahan pengurangan biaya dalam tingkat dan jenis
jasa sebagai respon terhadap rate suppression tersebut akan menyebabkan
pertama-tama mengurangi kerugian dan tekanan perusahaan asuransi, sedangkan
tarif selanjutnya dapat disesuaikan penurunannya untuk merefleksikan
penghematan biaya.
Rate suppression can be defined broadly as government suppression of
insurance rates below levels that would exist without price regulation.44

Berdasarkan best practices negara lain regulasi terhadap harga tariff premi
sudah mulai ditinggalkan. Karena apabila regulator terlalu turut campur dalam

44
Scott E. Harrington (1992), “Rate Supression” Journal of Risk and Insurance, June 1, 1992, page
: 185 – 189

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


67

membuat regulasi yang terkait harga akan memberikan pengaruh pada mekanisme
pasar. Dimana regulasi dikeluarkan dikhawatirkan hanya menguntungkan pelaku
pasar yang merasa dirugikan dengan adanya penerapan harga yang diserahkan ke
mekanisme pasar.
Best practice negara lain menunjukan bahwa regulator lebih fokus pada
regulasi penegakan solvency perusahaan asuransi misalnya, Jepang, Amerika
Serikat yang asuransi umum sangat kompetitif yang sebelum tahun 1998-an
industri asuransinya sangat regulated mulai melonggarkan regulasi yang lebih
fokus pada regulasi penegakan solvency perusahaan asuransi umum. Penegakan
regulasi yang memfokuskan pada solvency tersebut mulai diterapkan karena hal
tersebut untuk menghindari terjadinya kegagalan pasar.

2.6 Peran Pemerintah sebagai Regulator dalam Industri Asuransi Umum


di Indonesia
Sebuah perusahaan asuransi merupakan sebuah perusahaan yang
multiproduct yang memiliki fungsi utama adalah menjual dan memberikan jasa
penjualan polis asuransi. Dalam perkembangannya, asuransi menjadi industri jasa
keuangan non-bank. Warisan sejarah deregulasi sektor perbankan yang berhasil
memacu pertumbuhan ekonomi dan menggairahkan sektor keuangan selama
periode 1988 – 1998 ikut mengakselerasi laju pertumbuhan permintaan industri
asuransi umum sejak periode tersebut. Namun, barriers to entry yang lemah telah
memikat lebih banyak investor untuk mendirikan perusahaan asuransi umum baru
ketimbang kecukupan objek pertanggungan di pasar.

Mencermati semakin tumbuhnya industri asuransi maka memaksa disatu


sisi pihak, regulator yang memiliki kepentingan pertama (i) meningkatkan daya
saing industri nasional agar defisit neraca pembayaran (akibat selisih negative
antara klaim dan premi reasuransi ke luar negeri) dapat ditekan, yang kedua (ii)
konsumen tetap dapat dilayani dengan prima. Asumsi dasar yang digunakan untuk
menjaga dua kepentingan tersebut sekaligus adalah bila modal perusahaan
meningkat, kebutuhan reasuransi akan menurun karena kemampuan retensi

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


68

sendiri akan meningkat.45 Sedangkan dilain pihak, para pelaku industri asuransi
umum berkepentingan untuk menjaga kelangsungan hidup (survival) perusahaan
masing-masing dengan segala keterbatasan modal yang ada. Asumsi dasar yang
digunakan adalah penciptaan lapangan kerja dan pelayanan yang baik kepada
konsumen yang menjadi prioritas utama dalam jangka pendek, sementara prioritas
selanjutnya adalah peningkatan retensi sendiri.

Kementrian Keuangan sebagai regulator melalui Biro Perasuransian yang


merupakan unit eselon 2 dilingkunagn Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) yang mempunyai tugas pokok melakukan
pembinaan dan pengawasan perusahaan perasuransian Indonesia.
Dalam melaksanakan tugasnya, Biro Perasuransian menyelenggarakan 3 (tiga)
kegiatan utama yaitu :

1. Merumuskan kebijakan teknis yang berkaitan dengan usaha perasuransian,


antara lain :
a. Menyusun peraturan perasuransian dalam bentuk rancangan undang-
undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan ketua badan,
surat edaran ketua badan dan lain-lain.
b. Mereview atau melakukan kajian atas hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan keuangan dan operasional perusahaan perasuransian

2. Mendukung upaya sosialisasi dan promosi jasa perasuransian kepada


masyarakat antara lain ikut serta dalam kegiatan edukasi masyarakat yang
diselenggarakan oleh Bapepam – LK dan berpartisipasi dalam kegiatan
insurance goes to campus yang diselenggarakan oleh industri asuransi.
3. Melakukan pengawasan dan penegakan hukum dibidang perasuransian.
Dalam melaksanakan kegiatan ini, Biro Perasuransian melakukan aktifitas
antara lain :

45
Hanani, Alberto D., “Menegakkan Compliance pada Industri Asuransi Umum”, InfoBank No.
355 Edisi Oktober 2008

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


69

a. Menganalisis laporan yang disampaikan oleh perusahaan perasuransian


b. Melaksanakan kegiatan pemeriksaan langsung rutin dan khusus terhadap
perusahaan perasuransian.
c. Memfasilitasi penanganan pengaduan nasabah perusahaan
perasuransian.
d. Mengadministrasikan pendaftaran tenaga ahli asuransi dan atau aktuaris
perusahaan yang wajib dipekerjakan oleh perusahaan perasuransian.
e. Memproses pemberian/penolakan izin usaha perusahaan perasuransian,
izin pembukaan kantor cabang dan unit syariah.
f. Memelihara dan memutakhirkan company profile perusahaan
perasuransian.
g. Memberikan peringatan dan atau sanksi administrasi kepada perusahaan
perasuransian yang tidak memenuhi peraturan perasuransian.
h. Memproses persetujuan atas Produk yang akan dipasarkan oleh
perusahaan asuransi.

Bapepam – LK sebagai regulator telah menyusun arah kebijakan regulasi yaitu


dalam rangka harmonisasi kebijakan sektor asuransi dengan sektor lainnya dan
untuk menyesuaikan dengan perkembangan industri asuransi, Biro Perasuransian
menitikberatkan beberapa aspek sebagai arah kebijakan regulasi. Tahun 2008,
aspek yang menjadi arah kebijakan regulasi adalah :46
1. Penerapan sistem pengawasan berbasis resiko (risk-based supervision, RBS).
Biro Perasuransian sedang mengembangkan kerangka kerja pengawasan
berbasis resiko (RBS framework). Tujuan dari pengembangan RBS adalah
untuk memastikan bahwa :
a. Resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi dan reasuransi telah
dikelola dan dikontrol dengan baik;
b. Perusahaan asuransi dan reasuransi dapat memenuhi seluruh kewajiban
finansial di masa mendatang kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

46
Buku Laporan Tahunan (2008), Perasuransian Indonesia , Biro Perasuransian, Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Jakarta, November 2009, hal. 28

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


70

c. Perusahaan asuransi dan reasuransi telah meminimalisasi dengan optimal


dampak kerugian finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
apabila terjadi kegagalan.

Sistem ini diharapkan dapat membantu mendeteksi resiko, khususnya dalam


hal :
• Probability, yaitu kemungkinan perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajibannya kepada pemegang polis;
• Impact, yaitu akibat dari kegagalan yang ditimbulkan perusahaan apabila
mengalami kegagalan.
Metode RBS yang sedang dikembangkan dan diterapkan oleh Biro
Perasuransian adalah early warning system (EWS). EWS dapat mendeteksi
lebih dini adanya resiko – resiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan
perasuransian sekaligus dapat menilai kinerja keuangan dan tingkat kesehatan
keuangan perusahaan.
2. Pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance,
GCG) oleh perusahaan perasuransian.
Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2008 mengamanatkan perusahaan
perasuransian agar memiliki dan menerapkan prinsip pengelolaan tata kelola
yang baik. Tujuan penerapan GCG antara lain :
• Untuk mendukung terselenggaranya praktek usaha perasuransian yang
transparan, akuntabel dapat dipertanggungjawabkan, mandiri setara dan
wajar.
• Untuk meningkatkan kepercayaan tertanggung dan pemangku
kepentingan lainnya terhadap industri asuransi.
Biro Perasuransian telah mewajibkan perusahaan asuransi untuk
melakukan self assesment atas pedoman GCG.
3. Implementasi kebijakan transparansi premi bagi semua pelaku pasar asuransi
Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1982 mengamanatkan bahwa polis
asuransi yang dijual harus mencantumkan besaran premi. Pada tanggal 27
Juni 2008 Biro Perasuransian mengeluarkan surat No. S-4140/BL/2008

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.


71

perihal Pedoman Transparansi Premi sebagai upaya untuk mendorong


terciptanya iklim usaha yang sehat.

Universitas Indonesia

Analisa regulasi..., Isty Prisniwi Listyowatie, FE UI, 2010.

Anda mungkin juga menyukai