Professional Nurse: Kebutuhan Spiritual Dalam Pelayanan Kesehatan
Professional Nurse: Kebutuhan Spiritual Dalam Pelayanan Kesehatan
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap orang dalam hidupnya pasti akan menghadapi yang namanya masalah, sikap
seseorang dalam menghadapi sangat ditentukan oleh keyakinan mereka masing-masing.
Keyakinan yang dimiliki setiap orang selalu dikaitkan dengan kepercayaan atau agama. Spiritual,
keyakinan dan agama merupakan hal yang berbeda namun seringkali diartikan sama. Penting
sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara Spiritual, keyakinan dan agama guna
menghindarkan salah pengertian yang akan mempengaruhi pendekatan perawat dengan pasien.
Pasien yang sedang dirawat dirumah sakit membutuhkan asuhan keperawatan yang holistik
dimana perawat dituntut untuk mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
bukan hanya pada masalah secara fisik namun juga spiritualnya. Untuk itulah materi spiritual
diberikan kepada calon perawat guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan spiritual.
Sehubungan dengan beberapa hal diatas, penulis mengangkat judul akan peran penting dari
“Kebutuhan Spiritual”. Hal ini dimaksudkan agar pembaca mengetahui lebih mengenai kebutuhan
spiritual dalam memberikan pelayanan kesehatan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
C. TUJUAN PENULISAN
D. MANFAAT PENULISAN
Sebagaimana mempunyai tujuan seperti yang tersebut diatas, penulis mempunyai manfaat
sebagai berikut :
1. Manfaat secara teoristis sangat diharapkan karya ini dapat memberikan informasi yang
berguna bagi para khalayak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pembaca
Sebagai bahan wacana yang dapat di gunakan untuk menambah pengetahuan dan
wawasan dalam mempelajari makalah model komunikasi Defleur.
b. Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menambah pengalaman dalam penulisan karya tulis ,serta untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang makalah model komunikasi Defleur.
Dapat menjadi bahan yang dapat digunakan sebagai tambahan informasi,dan referensi
apabila penulis lain melakukan penelitian serupa agar mampu membuat makalah yang
lebih sempurna.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Spiritual
a. Definisi
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta
atau sebagai Maha Kuasa.
b. Aspek spiritualitas
4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha
Tinggi.
c. Dimensi spiritual
Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi
agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan
dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha
Penguasa. Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan
dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan
dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain
dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi
tersebut. (Hawari, 2002).
2. Kebutuhan spiritual
Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berrti bernafas atau angin. Ini berarti
segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang (McEwan,
2005).
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta (Achir Yani, 2000).
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada
budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan
seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 cit Potter Perry, 2009)
b. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan makna
hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertikal)dan
sesama manusia(horisontat) serta alam sekitaraya
e. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan berdosa ini
merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa
seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal adalah
kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan. Kedua
secara horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain
f. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self
esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya.
g. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa
depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di
dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara
yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
h. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai
pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia didasarkan
pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar derajatnya lebih
tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan meningkatkan
keimanannya.
Dimensi spiritual adalah sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan dengan dimensi
yang lain dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang
dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual.
Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang perlu dipe/rhatikan oleh
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien. Keimanan atau
keyakinan religius adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Keyakinan
tersebut diketahui sebagai suatu faktor yang kuat dalam penyembuhan dan pemulihan
fisik.
(Hamid, 2000).
Oleh karena itu, menjadi suatu hal penting bagi perawat untuk meningkatkan
pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik
kepada klien. Setiap individu memiliki definisi dan konsep yang berbeda mengenai
spiritualitas. Kata-kata yang digunakan untuk menjabarkan spiritualitas termasuk makna,
transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan, dan eksistensi. (Potter & Perry, 2005).
Konsep spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius. Banyak perawat
dalam praktiknya tidak dapat membedakan kedua konsep tersebut karena menemui
kesulitan dalam memahami keduanya. Kedua hal tersebut memang sering digunakan
secara bersamaan dan saling berhubungan satu sama lain. Konsep religius biasanya
berkaitan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau proses melakukan suatu tindakan.
Konsep religius merupakan suatu sistem penyatuan yang spesifik mengenai praktik
yang berkaitan bentuk ibadah tertentu. Emblen dalam Potter dan Perry mendefinisikan
religi sebagai suatu sistem keyakinan dan ibadah terorganisasi yang dipraktikan seseorang
secara jelas menunjukkan spiritualitas mereka. (Hawari, 2002)
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa religi adalah proses
pelaksanaan suatu kegiatan ibadah yang berkaitan dengan keyakinan tertentu. Hal
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan spiritualitas diri mereka. Sedangkan
spiritual memiliki konsep yang lebih umum mengenai keyakinan seseorang. Terlepas dari
prosesi ibadah yang dilakukan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan tersebut.
(Hawari, 2002)
Keyakinan dan kepercayaan akan Tuhan biasanya dikaitkan dengan istilah agama. Di
dunia ini, banyak agama yang dianut oleh masyarakat sebagai wujud kepercayaan mereka
terhadap keberadaan Tuhan. Tiap agama yang ada di dunia memiliki karakteristik yang
berbeda mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan keyakinan sesuai
dengan prinsip yang mereka pegang teguh. Keyakinan tersebut juga mempengaruhi
seorang individu untuk menilai sesuatu yang ada sesuai dengan makna dan filosofi yang
diyakininya. Sebagai contoh, persepsi seorang Muslim mengenai perawatan kesehatan dan
respon penyakit tentunya berbeda dengan persepsi seorang Budhis. Semua itu tergantung
konsep spiritual yang dipahami sesuai dengan keyakinan dan keimanan seorang individu.
Konsep spiritual yang dianut atau dipahami oleh seorang klien dapat mempengaruhi cara
pandang klien mengenai segala sesuatunya, tak terkecuali dalam bidang kesehatan.
Paradigma mengenai sakit, tipe-tipe pengobatan yang dilakukan, persepsi mengenai
kehidupan dan makna yang terkandung di dalamnya adalah contoh penerapan konsep
spiritual secara normal pada diri seorang individu. Ada beberapa agama yang menerapkan
pola normal spiritualnya dengan cara:
a. Beberapa orang menjadi spiritual setelah usia 40 tahun. Pada satu tingkat pergi ke
kuil, menghadiri wacana-wacana dan membaca bukubuku atau kitab-kitab dianggap
sangat spiritual.
b. Tingkat kedua orang memiliki seorang guru mengikuti tradisi maka mereka memiliki
sadhana. Ini adalah zaman baru modern gaya
c. Ada tingkat ketiga orang yang mempunyai dewa dan mereka upsana. Beberapa
praktik seni seperti astrologi atau obat atau tari atau music dan kemudian mereka
menggunakan waktu luang ada dalam sadhana spiritual.
d. Beberapa orang menghadiri Bhajan dan kemudian melakukan pelayanan sosial yang
juga baik seperi pelayanan kesehatan.
Pola normal spiritual sangat erat hubungannya dengan kesehatan, karena dari pola
tersebut dapat menciptakan suatu bentuk perilaku adaptif ataupun maladaptif
berhubungan dengan penerimaan kondisi diri. Dimensi spiritual merupakan dimensi yang
sangat penting diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada semua klien. Carson (2002) menyatakan bahwa keimanan atau keyakinan religious
adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Lebih lanjut dikatakannya
bahwa keimanan diketahui sebagai suatu faktor yang sangat kuat (powerful) dalam
penyembuhan dan pemulihan fisik, yang tidak dapat diukur. Mengingat pentingnya
peranan spiritual dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan maka penting bagi
perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat
memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada semua klien.
5. Karakteristik Spiritual
Harmoni/ Suportif
2) Perlengkapan keagamaan
a. Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat
kesehatan dan prilaku klien. Beberapa pengaruh yang perlu dipahami:
2) Sumber dukungan
3) Sumber konflik
Pada suatu situasi bisa terjasi konflik antara keyakinan agama dengan praktik
kesehatan. Misalnya: ada yang menganggap penyakitnya adalah cobaan dari
Tuhan
Melepaskan
pakaian dalam
merupakan
tekanan
a. Verbalisasi distress
b. Perubahan perilaku
Perawat dapat melakukan beberapa hal yang dapat membantu kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan klien, diantaranya : Menciptakan rasa kekeluargaan dengan klien,
berusaha mengerti maksud klien, berusaha untuk selalu peka terhadap ekspresi non
verbal, berusaha mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya, berusaha
mengenal dan menghargai klien. Mengingat perawat merupakan orang pertama dan
secara konsisten selama 24 jam sehari menjalin kontak dengan pasien, sehingga dia
sangat berperan dalam membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
Kebutuhan spiritual klien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya
sebagai pemberi pelayanan atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh
peran spiritual bagi klienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan
spiritual yang memenuhi kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup,
mencintai, dan berhubungan serta pengampunan (Hamid, 2000).
Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran
sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien, pendidik, koordinator,
kolaborator, konsultan, dan peneliti yang dapat digambarkan sebagai berikut (Hidayat,
2008):
c. Peran Edukator
d. Peran Koordinator
e. Peran Kolaborator
f. Peran Konsultan
g. Peran Pembaharu
B. PERKEMBANGA SPIRITUAL
Perawat yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia
termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Berbagai cara dilakukan perawat untuk memenuhi
kebutuhan klien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritual sampai dengan memfasilitasi
klien untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya. Pemenuhan aspek spiritual pada klien
tidak terlepas dari pandangan terhadap lima dimensi manusia yang harus dintegrasikan dalam
kehidupan. Lima dimensi tersebut yaitu dimensi fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Dimensi-dimensi tersebut berada dalam suatu sistem yang saling berinterksi, interrelasi, dan
interdepensi, sehingga adanya gangguan pada suatu dimensi dapat mengganggu dimensi lainnya
(Carson, 2002).
Perawat harus mengetahui tahap perkembangan spiritual dari manusia, sehingga perawat
dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat dalam rangka memenuhi kebutuhan
spiritual klien. Tahap perkembangan klien dimulai dari lahir sampai klien meninggal dunia.
Perkembangan spiritual manusia dapat dilihat dari tahap perkembangan mulai dari bayi, anak-
anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja, desawa muda, dewasa pertengahan, dewasa akhir, dan
lanjut usia. Secara umum tanpa memandang aspek tumbuh-kembang manusia proses
perkembangan aspek spiritual dilhat dari kemampuan kognitifnya dimulai dari pengenalan,
internalisasi, peniruan, aplikasi dan dilanjutkan dengan instropeksi. Namun, berikut akan dibahas
pula perkembangan aspek spiritual berdasarkan tumbuh-kembang manusia. (Carson, 2002)
Perkembangan spiritual pada anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Manusia sebagai
klien dalam keperawatan anak adalah individu yang berusia antara 0-18 bulan, yang sedang
dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Anak adalah individu yang masih
bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat
memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. (Larson, 2009).
Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya dengan yang mengasuh dan
sejalan dengan perkembangan rasa aman, dan dalam hubungan interpersonal, karena
sejak awal kehidupan mengenal dunia melalui hubungan dengan lingkungan kususnya
orangtua. Bayi dan todler belum memiliki rasa bersalah dan benar, serta keyakinan
spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa tau arti kegiatan tersebut dan ikut
ketempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka.
2. Prasekolah
Sikap orang tua tentang moral dan agama mengajarkan pada anak tentang apa yang
dianggap baik dan buruk.anak pra sekolah belajar dari apa yang mereka lihat bukan pada
apa yang diajarkan. Disini bermasalah jika apa yang terjadi berbeda dengan apa yang
diajarkan.
3. Usia sekolah
Anak usia sekolah Tuhan akan menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang
baik akan diberi hadiah. Pada mas pubertas , anak akan sering kecewa karena mereka
mulai menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan
mulai mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja.
Pada masa ini anak mulai mengambil keputusan akan meneruskan atau melepaskan
agama yang dianutnya karena ketergantungannya pada orang tua. Remaja dengan orang
tua berbeda agama akan memutuska memilih pilihan agama yang dianutnya atau tidak
memilih satupun dari agama orangtuanya.
4. Dewasa
Kelompok dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat keagamaan dari
anaknya akan menyadari apa yang diajarkan padanya waktu kecil dan masukan tersebut
dipakai untuk mendidik anakya.
5. Usia pertengahan
Usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama
dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang di yakini oleh generasi muda.
C. MASALAH-MASALAH SPIRITUAL
1. Penyakit Akut
2. Penyakit Kronis
Seseorang dengan penyakit kronis sering menderita gejala yang melumpuhkan dan
mengganggu kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup normal mereka. Kemandirian
dapat sangat terancam,yang menyebabkan ketakutan,ansietas,kesedihan yang
menyeluruh. Kekuatan tentang spiritualitas seseorang dapat menjadi factor penting dalam
cara seseorang menghadapi perubahan yang iakibatkan oleh penyakit kronis. Keberhasilan
dalam mengatasi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit kronis dapat menguatkan
seseorang secara spiritual. Reevaluasi tentang hidup mungkin terjadi. Mereka yang kuat
secara spiritual akan membantuk kembali identitas diri dan hidup dalam potensi mereka.
3. Penyakit Terminal
4. Individuasi
D. PROSES KEPERAWATAN
Berikut ini akan diuraikan mengenai proses keperawatan pada aspek spiritual (Hamid, 2000):
1. Pengkajian
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu dilakukan setelah
pengkajian aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan
interpersonal yang baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan
setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang
terdekat dengan pasien, atau perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya.
Pengkajian yang perlu dilakukan meliputi:
Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam Kozier, 2005) mencakup (a)
konsep tentang ketuhanan, (b) sumber kekuatan dan harapan, (c) praktik agama
dan ritual, dan (d) hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
2) Perilaku
Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau
buku keagamaan? dan apakah pasien seringkali mengeluh, tidak dapat
tidur, bermimpi buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta
bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya
terhadap agama?
3) Verbalisasi
4) Hubungan interpersonal
5) Lingkungan
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
Menurut (Kozier, 2005) perencanaan pada pasien dengan distress spiritual dirancang
untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan: 1) membantu pasien memenuhi
kewajiban agamanya, 2) membantu pasien menggunakan sumber dari dalam dirinya
dengan cara yang lebih efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialami, 3) membantu
pasien mempertahankan atau membina hubungan personal yang dinamik dengan Maha
Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan, 4) membantu
pasien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya, 5) meningkatkan
perasaan penuhharapan, dan 6) memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.
4. Implementasi
5. Evaluasi
Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada
fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan
asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien :
1) mampu beristirahat dengan tenang, 2) mengekspresikan rasa damai berhubungan
dengan Tuhan, 3) menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka
agama, 4) mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya, dan 5)
menunjukkan afek positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Spiritual dan Religi berperan penting dalam menjalankan pelayanan kesehatan. Kebutuhan
spiritual adalah bentuk pemberian asuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan.
Kebutuhan spiritual klien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya
sebagai pemberi pelayanan atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh peran
spiritual bagi klienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan spiritual yang
memenuhi kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai, dan
berhubungan serta pengampunan (Hamid, 2000).
B. SARAN
Keyakinan dan kepercayaan akan Tuhan biasanya dikaitkan dengan istilah agama. Di dunia
ini, banyak agama yang dianut oleh masyarakat sebagai wujud kepercayaan mereka terhadap
keberadaan Tuhan. Oleh karena itu, peran perawat harus mampu menghormati keyakinan
pasienya, dan lebih mengingatkan akan jiwa spiritualnya agar tetap ingat kepada tuhanya dalam
apapun kondisinya.
DAFTAR PUSTAKA
.
Iftitahun Nabilah di 06.05
Berbagi
‹
›
Beranda
Iftitahun Nabilah
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.