Anda di halaman 1dari 24

Professional Nurse

JUMAT, 05 MEI 2017

Kebutuhan Spiritual dalam Pelayanan


Kesehatan

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap orang dalam hidupnya pasti akan menghadapi yang namanya masalah, sikap
seseorang dalam menghadapi sangat ditentukan oleh keyakinan mereka masing-masing.
Keyakinan yang dimiliki setiap orang selalu dikaitkan dengan kepercayaan atau agama. Spiritual,
keyakinan dan agama merupakan hal yang berbeda namun seringkali diartikan sama. Penting
sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara Spiritual, keyakinan dan agama guna
menghindarkan salah pengertian yang akan mempengaruhi pendekatan perawat dengan pasien.

Pasien yang sedang dirawat dirumah sakit membutuhkan asuhan keperawatan yang holistik
dimana perawat dituntut untuk mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
bukan hanya pada masalah secara fisik namun juga spiritualnya. Untuk itulah materi spiritual
diberikan kepada calon perawat guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan spiritual.

Sehubungan dengan beberapa hal diatas, penulis mengangkat judul akan peran penting dari
“Kebutuhan Spiritual”. Hal ini dimaksudkan agar pembaca mengetahui lebih mengenai kebutuhan
spiritual dalam memberikan pelayanan kesehatan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Konsep spiritual dan religi ?

2. Bagaiman Perkembangan spiritual ?

3. Apa saja Masalah-masalah dalam spiritual ?


4. Bagaimana Proses keperawatan dalam kebutuhan spiritual ?

C. TUJUAN PENULISAN

Sebagaimana rumusan masalah diatas, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk memahami pengertian tentang Konsep spiritual dan religi

2. Untuk mengetahui perkembangan spiritual

3. Untuk memahami masalah-masalah dalam spiritual

4. Untuk memahami bagaimanakah proses keperawatan dalam spiritual

D. MANFAAT PENULISAN

Sebagaimana mempunyai tujuan seperti yang tersebut diatas, penulis mempunyai manfaat
sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoristis sangat diharapkan karya ini dapat memberikan informasi yang
berguna bagi para khalayak.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pembaca

Sebagai bahan wacana yang dapat di gunakan untuk menambah pengetahuan dan
wawasan dalam mempelajari makalah model komunikasi Defleur.

b. Bagi Penulis

Sebagai sarana untuk menambah pengalaman dalam penulisan karya tulis ,serta untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang makalah model komunikasi Defleur.

c. Bagi Penulis lain

Dapat menjadi bahan yang dapat digunakan sebagai tambahan informasi,dan referensi
apabila penulis lain melakukan penelitian serupa agar mampu membuat makalah yang
lebih sempurna.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP SPIRITUAL DAN RELIGI

1. Konsep Spiritual

a. Definisi

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta
atau sebagai Maha Kuasa.

Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan


menggunakan instrumen (medium)sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya
(Hawari, 2002).

b. Aspek spiritualitas

Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk


menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian, kebutuhan akan harapan dan
keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5
dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan, misteri,
pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan. (Hawari, 2002).

Menurut Burkhardt (dalam Hamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai


berikut:

1) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam


kehidupan

2) Menemukan arti dan tujuan hidup

3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri


sendiri

4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha
Tinggi.

c. Dimensi spiritual

Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan


dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika
sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual
juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia. (Kozier,
2004).

Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi
agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan
dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha
Penguasa. Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan
dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan
dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain
dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi
tersebut. (Hawari, 2002).

2. Kebutuhan spiritual

Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berrti bernafas atau angin. Ini berarti
segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang (McEwan,
2005).

Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta (Achir Yani, 2000).
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada
budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan
seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 cit Potter Perry, 2009)

Menurut Burkhardt (1993) spiritual meliputi aspek sebagai berikut:

a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidk diketahui

b. Menemukan arti dan tujuan hidup

c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam


diri sendiri.

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau


mengembalikan keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk
mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa
percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan
hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan
mendapatkan maaf (Kozier, 2004).

Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebell dalam


Hawari, 2002), yaitu :

a. Kebutuhan akan kepercayaan dasar(basic trust),kebutuhan ini secara terus-


menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.

b. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan makna
hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertikal)dan
sesama manusia(horisontat) serta alam sekitaraya

c. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian,


pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari.

d. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan


hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah.

e. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan berdosa ini
merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa
seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal adalah
kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan. Kedua
secara horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain

f. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self
esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya.
g. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa
depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di
dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara
yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.

h. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai
pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia didasarkan
pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar derajatnya lebih
tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan meningkatkan
keimanannya.

i. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesame manusia.


Manusia hidup saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu, hubungan
dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga tidak dapat dipisahkan
dari lingkungan alamnya sebagai tempat hidupnya. Oleh karena itu manusia
mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan alam ini.

j. Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai-nilai religius.


Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengan sering berkumpul
dengan orang yang beriman akan mampu meningkatkan iman orang tersebut.

3. Pola Normal Spiritual

Dimensi spiritual adalah sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan dengan dimensi
yang lain dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang
dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual.
Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang perlu dipe/rhatikan oleh
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien. Keimanan atau
keyakinan religius adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Keyakinan
tersebut diketahui sebagai suatu faktor yang kuat dalam penyembuhan dan pemulihan
fisik.

(Hamid, 2000).

Oleh karena itu, menjadi suatu hal penting bagi perawat untuk meningkatkan
pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik
kepada klien. Setiap individu memiliki definisi dan konsep yang berbeda mengenai
spiritualitas. Kata-kata yang digunakan untuk menjabarkan spiritualitas termasuk makna,
transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan, dan eksistensi. (Potter & Perry, 2005).

Setiap individu memiliki pemahaman tersendiri mengenai spiritualitas karena


masing-masing memiliki cara pandang yang berbeda mengenai hal tersebur. Perbedaan
definisi dan konsep spiritualitas dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman
hidup seseorang, serta persepsi mereka tentang hidup dan kehidupan. Pengaruh tersebut
nantinya dapat mengubah pandangan seseorang mengenai konsep spiritulitas dalam
dirinya sesuai dengan pemahaman yang ia miliki dan keyakinan yang ia pegang teguh
(Hawari, 2002).

Konsep spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius. Banyak perawat
dalam praktiknya tidak dapat membedakan kedua konsep tersebut karena menemui
kesulitan dalam memahami keduanya. Kedua hal tersebut memang sering digunakan
secara bersamaan dan saling berhubungan satu sama lain. Konsep religius biasanya
berkaitan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau proses melakukan suatu tindakan.

Konsep religius merupakan suatu sistem penyatuan yang spesifik mengenai praktik
yang berkaitan bentuk ibadah tertentu. Emblen dalam Potter dan Perry mendefinisikan
religi sebagai suatu sistem keyakinan dan ibadah terorganisasi yang dipraktikan seseorang
secara jelas menunjukkan spiritualitas mereka. (Hawari, 2002)

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa religi adalah proses
pelaksanaan suatu kegiatan ibadah yang berkaitan dengan keyakinan tertentu. Hal
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan spiritualitas diri mereka. Sedangkan
spiritual memiliki konsep yang lebih umum mengenai keyakinan seseorang. Terlepas dari
prosesi ibadah yang dilakukan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan tersebut.
(Hawari, 2002)

Konsep spiritual berkaitan dengan nilai, keyakinan, dan kepercayaan seseorang.


Kepercayaan itu sendiri memiliki cakupan mulai dari atheisme (penolakan terhadap
keberadaan Tuhan) hingga agnotisme (percaya bahwa Tuhan ada dan selalu mengawasi)
atau theism (Keyakinan akan Tuhan dalam bentuk personal tanpa bentuk fisik) seperti
dalam Kristen dan Islam. Keyakinan merupakan hal yang lebih dalam dari suatu
kepercayaan seorang individu. Keyakinan mendasari seseorang untuk bertindak atau
berpikir sesuai dengan kepercayaan yang ia ikuti. (Hawari, 2004).

Keyakinan dan kepercayaan akan Tuhan biasanya dikaitkan dengan istilah agama. Di
dunia ini, banyak agama yang dianut oleh masyarakat sebagai wujud kepercayaan mereka
terhadap keberadaan Tuhan. Tiap agama yang ada di dunia memiliki karakteristik yang
berbeda mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan keyakinan sesuai
dengan prinsip yang mereka pegang teguh. Keyakinan tersebut juga mempengaruhi
seorang individu untuk menilai sesuatu yang ada sesuai dengan makna dan filosofi yang
diyakininya. Sebagai contoh, persepsi seorang Muslim mengenai perawatan kesehatan dan
respon penyakit tentunya berbeda dengan persepsi seorang Budhis. Semua itu tergantung
konsep spiritual yang dipahami sesuai dengan keyakinan dan keimanan seorang individu.
Konsep spiritual yang dianut atau dipahami oleh seorang klien dapat mempengaruhi cara
pandang klien mengenai segala sesuatunya, tak terkecuali dalam bidang kesehatan.
Paradigma mengenai sakit, tipe-tipe pengobatan yang dilakukan, persepsi mengenai
kehidupan dan makna yang terkandung di dalamnya adalah contoh penerapan konsep
spiritual secara normal pada diri seorang individu. Ada beberapa agama yang menerapkan
pola normal spiritualnya dengan cara:

a. Beberapa orang menjadi spiritual setelah usia 40 tahun. Pada satu tingkat pergi ke
kuil, menghadiri wacana-wacana dan membaca bukubuku atau kitab-kitab dianggap
sangat spiritual.

b. Tingkat kedua orang memiliki seorang guru mengikuti tradisi maka mereka memiliki
sadhana. Ini adalah zaman baru modern gaya

c. Ada tingkat ketiga orang yang mempunyai dewa dan mereka upsana. Beberapa
praktik seni seperti astrologi atau obat atau tari atau music dan kemudian mereka
menggunakan waktu luang ada dalam sadhana spiritual.

d. Beberapa orang menghadiri Bhajan dan kemudian melakukan pelayanan sosial yang
juga baik seperi pelayanan kesehatan.

4. Pola normal spiritual

Pola normal spiritual sangat erat hubungannya dengan kesehatan, karena dari pola
tersebut dapat menciptakan suatu bentuk perilaku adaptif ataupun maladaptif
berhubungan dengan penerimaan kondisi diri. Dimensi spiritual merupakan dimensi yang
sangat penting diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada semua klien. Carson (2002) menyatakan bahwa keimanan atau keyakinan religious
adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Lebih lanjut dikatakannya
bahwa keimanan diketahui sebagai suatu faktor yang sangat kuat (powerful) dalam
penyembuhan dan pemulihan fisik, yang tidak dapat diukur. Mengingat pentingnya
peranan spiritual dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan maka penting bagi
perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat
memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada semua klien.

5. Karakteristik Spiritual

a. Hubungan dengan diri sendiri

Kekuatan dalam dan self reliance

1) Pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya)


2) Sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan, ketenangan
pikiran, harmoni/ keselarasan dengan diri sendiri)

b. Hubungan dengan alami

1) Mengetahui tentang alam,iklim, margasatwa

2) Berkomunikasi dengan alam (berjalan kaki, bertanam), mengabdikan dan


melindungi alam

c. Hubungan dengan orang lain

Harmoni/ Suportif

1) Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik

2) Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit

3) Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat) tidak harmonis

d. Hubungan dengan Ketuhanan

Agamis atau tidak agamis

1) Sembahyang/ berdoa/ meditasi

2) Perlengkapan keagamaan

3) Bersatu dengan alam

6. Hubungan antara spiritual – kesehatan dan sakit

a. Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat
kesehatan dan prilaku klien. Beberapa pengaruh yang perlu dipahami:

1) Menuntun kebiasaan sehari-hari

praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan


mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien, sebagai contoh: ada agama
yang menetapkan diet makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan.

2) Sumber dukungan

pada saat stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan


agamanya. sumber kekuatan sangat diperlukan untuk dapat menerima
keadaan sakitnya khususnya jika penyakit tersebut membutuhkan waktu
penyembuhan yang lama.

3) Sumber konflik
Pada suatu situasi bisa terjasi konflik antara keyakinan agama dengan praktik
kesehatan. Misalnya: ada yang menganggap penyakitnya adalah cobaan dari
Tuhan

b. Kepercayaan agama tentang kesehatan

Agama/ Kepercayaan Respon terhadap Penerapan pada


Budaya terhadap pelayanan penyakit kesehatan dan
kesehatan perawatan

Hindu Menerima ilmu Dosa masa lalu Waktu untuk doa,


medis terkini menyebabkan jimat, ritual, simbol
penyakit

Shikhism Menerima ilmu Wanita diperiksa Waktu untuk doa,


medis terkini wanita jimat, ritual, symbol

Melepaskan
pakaian dalam
merupakan
tekanan

Buddha Menerima ilmu Menolak


medis terkini pengobatan pada
hari suci

Roh non manusia


yang menyerang
manusia
menyebabkan
penyakit

Islam Harus dapat Menggunakan Kesehatan dan spiritual


mempraktikkan 5 kepercayaan saling berhubungan
hukum islam penyembuhan
Tidak
Terkadang memiliki Tidak melakukan mempertimbangkan
pandangan eutanasia transplantasi organ
kesehatan yang
salah

Yahudi Mempercayai Eutanasiaa dilarang Percaya penting hidup


kesucian hidup sehat
Ibadah hari sabath,
menolak
pengobatan hari
sabath

Kristiani Menerima ilmu Menggunakan doa, Mendukung donor


medis terkini kuas organ
penyembuhan

7. Manifestasi perubahan fungsi spiritual

a. Verbalisasi distress

Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual, biasanya akan


meverbalisasikan yang dialaminya untuk mendalatkan bantuan.

b. Perubahan perilaku

Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi


spiritual.. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan
kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita
distress spiritual. Untuk jelasnya berikut terdapat tabel ekspresi kebutuhan
spiritual.

TABEL EKSPRESI KEBUTUHAN SPIRITUAL ADAPTIF DAN MALLADAPTIF

Kebutuhan Tanda pola atau prilaku Tanda pola atau prilaku


adaptif maladaptif

Rasa Rasa percaya terhadap diri Merasa tidak nyaman


percaya sendiri dan kesabaran dengan kesadaran diri

Menerima bahwa yang lain Mudah tertipu


akan mampu memenuhi
Ketidakmampuan untuk
kebutuhan
terbuka dengan orang lain
Rasa percaya terhadap
Merasa bahwa hanya orang
kehidupan walaupun terasa
tertentu dan tempat
berat
tertentu yang aman
Keterbukaan terhadap Tuhan
Mengharapkan orang tidak
berbuat baik dan tidak
tergantung

Ingin kebutuhan dipenuhi


segera tidak dapat
menunggu

Tidak terbuka kepada Tuhan

Takut terhadap maksud


Tuhan

Kemampuan Menerima diri sendiri dan Merasa penyakit sebagai


memberi orang lain dapat berbuat salah suatu hukuman
maaf
Tidak mendakwa atau Merasa Tuhan sebagai
berprasangka buruk penghukum

Memandang penyakit sebagai Merasa maaf hanya


sesuatu yang nyata diberikan berdasar prilaku

Memaafkan diri sendiri Tidak menerima diri sendiri

Memaafkah orang lain Menyalahkan diri sendari


atau orang lain.
Menerima pengampunan
Tuhan.

Pandangan yang realistik


terhadap masa lalu

8. Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual

Menurut Undang-undang Kesehatan No.23 tahun 1992 bahwa Perawat adalah


mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberian asuhan atau pelayanan
keperawatan, praktek keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan, pendidikan klien
(individu, keluarga dan masyarakat) serta kegiatan penelitian dibidang keperawatan
(Gaffar, 1999).
Dalam hal ini klien dianggap sebagai tokoh utama (central figure) dan menyadari
bahwa tim kesehatan pada pokoknya adalah membantu tokoh utama tadi. Usaha
perawat menjadi sia-sia bila klien tidak mengerti, tidak menerima atau menolak atas
asuhan keperawatan, karenanya jangan sampai muncul klien tergantung pada
perawat/tim kesehatan. Jadi pada dasarnya tanggung jawab seorang perawat adalah
menolong klien dalam membantu klien dalam menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang
biasanya dia lakukan tanpa bantuan.

Perawat dapat melakukan beberapa hal yang dapat membantu kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan klien, diantaranya : Menciptakan rasa kekeluargaan dengan klien,
berusaha mengerti maksud klien, berusaha untuk selalu peka terhadap ekspresi non
verbal, berusaha mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya, berusaha
mengenal dan menghargai klien. Mengingat perawat merupakan orang pertama dan
secara konsisten selama 24 jam sehari menjalin kontak dengan pasien, sehingga dia
sangat berperan dalam membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien.

Menurut Andrew dan Boyle (2002) pemenuhan kebutuhan spiritual memerlukan


hubungan interpersonal, oleh karena itu perawat sebagai satu-satunya petugas
kesehatan yang berinteraksi dengan pasien selama 24 jam maka perawat adalah orang
yang tepat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.

Kebutuhan spiritual klien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya
sebagai pemberi pelayanan atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh
peran spiritual bagi klienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan
spiritual yang memenuhi kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup,
mencintai, dan berhubungan serta pengampunan (Hamid, 2000).

Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran
sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien, pendidik, koordinator,
kolaborator, konsultan, dan peneliti yang dapat digambarkan sebagai berikut (Hidayat,
2008):

a. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat


dengan memperhatikan keadaan kebutuhan keadaan dasar manusia yang
dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dasar
manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.

b. Peran Sebagai Advokat Klien


Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada klien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasian yang meliputi hak atas peleyanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan
nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

c. Peran Edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat


pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang diberikan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah mendapatkan pendidikan
kesehatan.

d. Peran Koordinator

Peran ini dilaksakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta


mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

e. Peran Kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalaui tim


kesehatan yang terdiri dari dokter, fiisoterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk
diskusi, atau bertukar pendapat dalam bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Peran Konsultan

Peran perawat sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi


terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran
ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.

g. Peran Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan


perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan
metode pemberian pelayanan keperawatan. Peran perawat dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien merupakan bagian dari peran dan fungsi perawat
dalam pemberian asuhan keperawatan. Untuk itu diperlukan sebuah metode
ilmiah untuk menyelesaikan masalah keperawatan, yang dilakukan secara
sitematis yaitu dengan pendekatan proses keperawatan yang diawali dari
pengkajian data, penetapan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

B. PERKEMBANGA SPIRITUAL

Perawat yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia
termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Berbagai cara dilakukan perawat untuk memenuhi
kebutuhan klien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritual sampai dengan memfasilitasi
klien untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya. Pemenuhan aspek spiritual pada klien
tidak terlepas dari pandangan terhadap lima dimensi manusia yang harus dintegrasikan dalam
kehidupan. Lima dimensi tersebut yaitu dimensi fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Dimensi-dimensi tersebut berada dalam suatu sistem yang saling berinterksi, interrelasi, dan
interdepensi, sehingga adanya gangguan pada suatu dimensi dapat mengganggu dimensi lainnya
(Carson, 2002).

Perawat harus mengetahui tahap perkembangan spiritual dari manusia, sehingga perawat
dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat dalam rangka memenuhi kebutuhan
spiritual klien. Tahap perkembangan klien dimulai dari lahir sampai klien meninggal dunia.
Perkembangan spiritual manusia dapat dilihat dari tahap perkembangan mulai dari bayi, anak-
anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja, desawa muda, dewasa pertengahan, dewasa akhir, dan
lanjut usia. Secara umum tanpa memandang aspek tumbuh-kembang manusia proses
perkembangan aspek spiritual dilhat dari kemampuan kognitifnya dimulai dari pengenalan,
internalisasi, peniruan, aplikasi dan dilanjutkan dengan instropeksi. Namun, berikut akan dibahas
pula perkembangan aspek spiritual berdasarkan tumbuh-kembang manusia. (Carson, 2002)

Perkembangan spiritual pada anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Manusia sebagai
klien dalam keperawatan anak adalah individu yang berusia antara 0-18 bulan, yang sedang
dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Anak adalah individu yang masih
bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat
memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. (Larson, 2009).

1. Bayi dan todler (1-3 tahun)

Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya dengan yang mengasuh dan
sejalan dengan perkembangan rasa aman, dan dalam hubungan interpersonal, karena
sejak awal kehidupan mengenal dunia melalui hubungan dengan lingkungan kususnya
orangtua. Bayi dan todler belum memiliki rasa bersalah dan benar, serta keyakinan
spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa tau arti kegiatan tersebut dan ikut
ketempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka.

2. Prasekolah

Sikap orang tua tentang moral dan agama mengajarkan pada anak tentang apa yang
dianggap baik dan buruk.anak pra sekolah belajar dari apa yang mereka lihat bukan pada
apa yang diajarkan. Disini bermasalah jika apa yang terjadi berbeda dengan apa yang
diajarkan.

3. Usia sekolah

Anak usia sekolah Tuhan akan menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang
baik akan diberi hadiah. Pada mas pubertas , anak akan sering kecewa karena mereka
mulai menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan
mulai mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja.

Pada masa ini anak mulai mengambil keputusan akan meneruskan atau melepaskan
agama yang dianutnya karena ketergantungannya pada orang tua. Remaja dengan orang
tua berbeda agama akan memutuska memilih pilihan agama yang dianutnya atau tidak
memilih satupun dari agama orangtuanya.

4. Dewasa

Kelompok dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat keagamaan dari
anaknya akan menyadari apa yang diajarkan padanya waktu kecil dan masukan tersebut
dipakai untuk mendidik anakya.

5. Usia pertengahan

Usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama
dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang di yakini oleh generasi muda.

Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia.


Karena setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat
pengalaman dan pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan
mereka yang mereka percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu
menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda (Hamid, 2000).

C. MASALAH-MASALAH SPIRITUAL

Ketika penyakit,kehilangan atau nyeeri menyerang seseorang,kekuatan spiritual dapat


membantu seseorang ke arah penyembuhan. Distres spiritual dapat berkembang sejalandengan
seseorang mencari makna tentang apa yang sedang terjadi,yang mungkin dapat mengakibatkan
seseorang merasa sendiri dan terisolisasi dari orang lain.

1. Penyakit Akut

Penyakit yang mendadak,tidak diperkirakan,yang menghadapkan baik ancaman


langsung atau jangka panjang terhadap kehidupan,kesehatan dan kesejahteraan
klien,dapat menimbulkan distress spiritual yang bermakna. Kemarahan bukan hal yang
tidak wajar,dan klien mungkin mengekspresikannya terhadap Tuhan,keluarga
mereka,dan/atau diri mereka sendiri.

2. Penyakit Kronis

Seseorang dengan penyakit kronis sering menderita gejala yang melumpuhkan dan
mengganggu kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup normal mereka. Kemandirian
dapat sangat terancam,yang menyebabkan ketakutan,ansietas,kesedihan yang
menyeluruh. Kekuatan tentang spiritualitas seseorang dapat menjadi factor penting dalam
cara seseorang menghadapi perubahan yang iakibatkan oleh penyakit kronis. Keberhasilan
dalam mengatasi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit kronis dapat menguatkan
seseorang secara spiritual. Reevaluasi tentang hidup mungkin terjadi. Mereka yang kuat
secara spiritual akan membantuk kembali identitas diri dan hidup dalam potensi mereka.

3. Penyakit Terminal

Penyakit terminal umumnya menyebabkan ketakutan terhadap nyeri


fisik,ketidaktahuan,kematian,dan ancaman terhadap integritas (Turner et al, 1995). Klien
mungkin mempunyai ketidakpastian tentang makna kematian dan dengan demikian
mereka menjadi sangat rentan terhadap distress spiritual. Individu yang mengalami
penyakit terminal sering menemukan diri mereka menelaah kembali kehidupan mereka
dan mempertanyakan maknanya. Penyakit terminal menyebabkan anggota keluarga
mengajukan pertanyaan penting tentang maknanya dan bagaimana penyakit tersebut
akan mempengaruhi hubungan mereka dengan klien. Domain spiritual (mental-
emosi,spiritual dan fisik) dipandang sebagai hal yang penting dalam hal kesehatan dan
mencakup mempunyai hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi,menghargai
mortalitass seseorang,dan menumbuhkan aktualisasi-diri.

4. Individuasi

Ketika seseorang menjalani hidup mereka,sering mengajukan pertanyaan untuk


menemukan dan memahami diri (mereka) sebagai hal yang berbeda tetapi juga dalam
hubungan dengan orang lain. Psikolog Carl Jung (Storr,1983) menggambarkan proses ini
sebagai individuasiseseorang.juga digambarkan sebagaikrisis pertengahan
hidup,individuasi umum pada individu usia baya. Individuasi mungkin didahului oleh rasa
kekosongan dalam hidup atau kurang kemampuan untuk memotivasi diri Individuasi
adalah pengalaman manusia yang umum yang ditandai oleh
kebingungan,konflik,keptusasaan dan perasaan hampa.

5. Pengalaman mendeteksi kmatian

Perawat mungkin menghadapi klien yang telah mempunyai pengalaman mendekati


kematian (NDE/near-death experience). NDE tidak berkaitan dengan kelainan mental
(Basford, 1990). Klien yang telah mengalami NDE sering enggan untuk mendiskusikan hal
ini,mereka berfikir bahwa keluarga atau pemberi perawatan kesehatan tidak akan
memahami isolasi dan depresi dapat terjadi sebagai akibat tidak menceritakan
pengalaman.

D. PROSES KEPERAWATAN

Berikut ini akan diuraikan mengenai proses keperawatan pada aspek spiritual (Hamid, 2000):

1. Pengkajian

Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu dilakukan setelah
pengkajian aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan
interpersonal yang baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan
setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang
terdekat dengan pasien, atau perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya.
Pengkajian yang perlu dilakukan meliputi:

a. Pengkajian data subjektif

Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam Kozier, 2005) mencakup (a)
konsep tentang ketuhanan, (b) sumber kekuatan dan harapan, (c) praktik agama
dan ritual, dan (d) hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.

b. Pengkajian data objektif

Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi


pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan
lingkungan. Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi,
Pengkajian tersebut meliputi:

1) Afek dan sikap


Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis
atau preokupasi?

2) Perilaku

Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau
buku keagamaan? dan apakah pasien seringkali mengeluh, tidak dapat
tidur, bermimpi buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta
bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya
terhadap agama?

3) Verbalisasi

Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topic


keagamaan lainnya?, apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh
pemuka agama? dan apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya
terhadap kematian?

4) Hubungan interpersonal

Siapa pengunjung pasien? bagaimana pasien berespon terhadap


pengunjung? apakah pemuka agama datang mengunjungi pasien? Dan
bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang lain dan juga
dengan perawat?

5) Lingkungan

Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya?


apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsure keagamaan
dan apakah pasien memakai tanda keagamaan (misalnya memakai
jilbab?).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut North


American Nursing Diagnosis Association adalahdistress spiritual (NANDA, 2006).
Pengertian daridistres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dihubungkan dengan din, orang lain,
seni, musik, literature, alam, atau kekuatan yang lebih besar dari dirinya (NANDA, 2006).

Menurut North American Nursing Diagnosis Association(NANDA, 2006) batasan


karakteristik dari diagnosa keperawatandistress spiritual adalah 1) berhubungan dengan
diri, meliputi; pertama mengekspresikan kurang dalam harapan, arti dan tujuan hidup,
kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri, dan keberanian. Kedua marah, ketiga rasa
bersalah, dan keempat koping buruk. 2) Berhubungan dengan orang lain, meliputi;
menolak berinteraksi dengan pemimpin agama, menolak berinteraksi dengan teman dan
keluarga, mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan, mengekspresikan terasing. 3)
Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi; tidak mampu
mengekspresikan kondisi kreatif (bernyanyi, mendengar / menulis musik), tidak ada
ketertarikan kepada alam, dan tidak ada ketertarikan kepada bacaan agama. 4)
Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi; tidak mampu ibadah, tidak
mampu berpartisipasi 'alam aktifitas agama, mengekspresikan ditinggalkan atau marah
kepada Tuhan, tidak mampu untuk mengalami transenden, meminta untuk bertemu
pemimpin agama, perubahan mendadak dalam praktek keagamaan, tidak mampu
introspeksi dan mengalami penderitaan tanpa harapan.

Menurut North American Nursing Diagnosis Association(NANDA, 2006) faktor yang


berhubungan dari diagnosa keperawatandistress spiritual adalah; mengasingkan diri,
kesendirian atau pengasingan sosial, cemas, deprivasi/kurang sosiokultural, kematian dan
sekarat diri atau orang lain, nyeri, perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang
lain.

3. Perencanaan

Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan teridentifikasi,


selanjutnya perawat dan pasien menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi. Tujuan
asuhan keperawatan pada pasien dengan distress spiritual difokuskan pada menciptakan
lingkungan yang mendukung praktek keagamaan dan kepercayaan yang biasanya
dilakukan.Tujuan ditetapkan secara individual dengan mempertimbangkan riwayat pasien,
area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif yang relevan.

Menurut (Kozier, 2005) perencanaan pada pasien dengan distress spiritual dirancang
untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan: 1) membantu pasien memenuhi
kewajiban agamanya, 2) membantu pasien menggunakan sumber dari dalam dirinya
dengan cara yang lebih efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialami, 3) membantu
pasien mempertahankan atau membina hubungan personal yang dinamik dengan Maha
Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan, 4) membantu
pasien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya, 5) meningkatkan
perasaan penuhharapan, dan 6) memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.

4. Implementasi

Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan


prinsip-prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut : 1) periksa keyakinan
spiritual pribadi perawat, 2) fokuskan perhatian pada persepsi pasien terhadap kebutuhan
spiritualnya, 3) jangan beranggapan pasien tidak mempunyai kebutuhan spiritual, 4)
mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual pasien, 5) berespon secara
singkat, spesifik, dan aktual, 6) mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang
berarti menghayati masalah pasien, dan 7) membantu memfasilitasi pasien agar dapat
memenuhi kewajiban agama, 8) memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah
sakit. Pada tahap implementasi ini, perawat juga harus memperhatikan 10 butir kebutuhan
dasar spiritual manusia seperti yang disampaikan oleh Clinebell (Hawari, 2002) yang
meliputi: 1) kebutuhan akan kepercayaan dasar, 2) kebutuhan akan makna dan tujuan
hidup, 3) kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, 4)
kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan
dengan Tuhan, 5) kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa, 6) kebutuhan akan
penerimaan diri dan harga diri, 7) kebutuhan akan rasa aman terjamin dan keselamatan
terhadap harapan masa depan, 8) kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang
makin. tinggi sebagai pribadl yang utuh, 9) kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan
alam dan sesama manusia, 10) kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh
dengan nilainilai religius.

Perawat berperan sebagai communicatorbila pasien menginginkan untuk bertemu


dengan petugas rohaniawan atau bila menurut perawat memerlukan bantuan rohaniawan
dalam mengatasi masalah spirituahiya.

Menurut McCloskey dan Bulechek (2006) dalam Nursing Interventions


Classification (NIC), intervensi keperawatan dari diagnose distresspiritual salah satunya
adalah support spiritual. Definisi support spiritual adalah membantu pasien untuk merasa
seimbang dan berhubungan dengan kekuatan Maha Besar. Adapun aktivitasnya meliputi:
1) buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan, 2) beri semangt untuk
menggunakan sumber-sumber spiritual, jika diperlukan, 3) siapkan artikel tentang spiritual,
sesuai pilihan pasien, 4) tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien, 5) gunakan teknik
klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi kepercayaan dan nilai, jika
diperlukan, 6) mampu untuk mendengar perasaan pasien, 7) berekspersi empati dengan
perasaan pasien, 8) fasilitasi pasien dalam meditasi, berdo'a dan ritual keagamaan lainnya,
9) dengarkan dengan baik-baik komunikasi pasien, dan kembangkan rasa pemanfaatan
waktu untuk berdo'a atau ritual keagamaan, 10) yakinkan kepada pasien bahwa perawat
akan dapatmensupport pasien ketika sedang menderita, 11) buka perasaan pasien
terhadap keadaan sakit dan kematian, dan 12) bantu pasien untuk berekspresi yang sesuai
dan bantu mengungkapkan rasa marah dengan cara yang baik (McCloskey dan Bulechek,
2006).

5. Evaluasi

Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada
fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan
asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien :
1) mampu beristirahat dengan tenang, 2) mengekspresikan rasa damai berhubungan
dengan Tuhan, 3) menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka
agama, 4) mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya, dan 5)
menunjukkan afek positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Spiritual dan Religi berperan penting dalam menjalankan pelayanan kesehatan. Kebutuhan
spiritual adalah bentuk pemberian asuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan.

Kebutuhan spiritual klien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya
sebagai pemberi pelayanan atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh peran
spiritual bagi klienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan spiritual yang
memenuhi kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai, dan
berhubungan serta pengampunan (Hamid, 2000).

B. SARAN

Keyakinan dan kepercayaan akan Tuhan biasanya dikaitkan dengan istilah agama. Di dunia
ini, banyak agama yang dianut oleh masyarakat sebagai wujud kepercayaan mereka terhadap
keberadaan Tuhan. Oleh karena itu, peran perawat harus mampu menghormati keyakinan
pasienya, dan lebih mengingatkan akan jiwa spiritualnya agar tetap ingat kepada tuhanya dalam
apapun kondisinya.
DAFTAR PUSTAKA

Hamid Acir Yani, 1999. AspekSpiritual dalam Keperawatan.Jakarta: Widya Medika

Perry Potter, 2005.Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

.
Iftitahun Nabilah di 06.05
Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar



Beranda

Lihat versi web


MENGENAI SAYA

Iftitahun Nabilah
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai