Anda di halaman 1dari 11

POKOK BAHASAN 4

MARTABAT DAN CITRA MANUSIA

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengkaji Buku Ajar Pendidikan Agama Katolik (MPK423) pokok
bahasan ini diharapkan mahasiswa dapat: (1) menjelaskan martabat manusia menurut
ajaran gereja; (2) memberikan pandangan tentang dimensi penderitaan Yesus; (3)
menjelaskan bahwa manusia memiliki citra Allah, citra Anak Allah, dan citra pribadi
sosial.

2. BAHAN AJAR
A. Hakikat Hidup Manusia
Manusia dari mana asal saya? Inilah pertanyaan besar yang selalu menggugah
pikiran manusia dari abad ke abad. Usaha untuk menjawab pertanyaan ini menjadi
pangkal lahirnya mitos-mitos, berbagai macam aliran filsafat dan agama. Dengan
segala kemampuanya, meskipun meraba-raba dalam gelap, manusia berusaha
memuaskan kehausan untuk mengetahui asal usulnya sendiri. Bangsa-bangsa di
Eropa, Afrika, dan Asia Barat berbicara tentang “Tuhan” yang menciptakan manusia.
Kalau agama–agama monoteis, seperti agama Yahudi, Kristen, dan Islam memandang
satu Tuhan saja sebagai pencipta, agama-agama politeis, dari zaman kuno maupun
modern membayangkan adanya “Tuhan jamak”, dewa -dewi yang menciptakan dunia
dan manusia. Sebaliknya, aliran filsafat Timur, yang terasa pengaruhnya dalam agama
Hindu dan Budha, kurang memberi perhatian mengenai adanya ciptaan, melainkan
memandang manusia dalam kesatuan dengan kenyataan ilahi, yang sudah selalu ada
Saat sang bayi dilahirkan, saat itulah kepadanya disampaikan “panggilan
agung”, yakni panggilan untuk menjadi manusia. Sejak bayi, seseorang sudah
dipanggil, diundang, dan diajak untuk memenuhi seruan menjadi manusia seutuhnya
seturut martabatnya sebagai citra Allah. Dapat diibaratkan bagai seorang pelukis yang
siap menggoreskan pena di atas kanvas putih dalam waktu-waktu kehidupannya.
Anugerah panggilan itu bukan berarti pasif, artinya manusia hanya penikmat saja
tanpa melakukan apa-apa. Manusia dengan kebebasannya tetap harus aktif untuk
memanfaatkan dan menumbuhkembangkan anugerah itu sebaik mungkin. Jadi
anugerah itu bagi manusia membawa konsekuensi suatu tugas dan tanggungjawab
atas hidup. Dalam kitab suci, tidak hanya dikatakan bahwa manusia diciptakan

32
sebagai citra Allah , tetapi juga ditegaskan mengenai panggilannya sebagai citra Allah.
Setelah selesai mencipta manusia, Allah memberkati manusia dan memanggilnya
untuk beranak cucu dan bertambah banyak; memenuhi bumi dan menaklukkannya,
menguasai ciptaan Allah lainnya (lih. Kej 1: 26-30. 2: 15-16).
“Siapa yang menumpahkan darah manusia , darahnya akan tertumpah oleh manusia,
sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar- Nya sendiri” (lih. Kej. 9:6). Oleh
karena itu pada hakikatnya: (1) manusia itu sangat berbeda dengan ciptaan lainnya
(batu, tumbuhan, dan binatang); (2) manusia bukan hanya puncak karya keselamatan
Allah dan diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, tetapi manusia itu dijunjung
lebih tinggi dengan inkarnasi dan penebusan Kristus; (3) manusia diciptakan sebagai
citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya “sesuatu”,
melainkan seseorang; (4) manusia mengenal dirinya sendiri, menjadi tuan atas dirinya
sendiri, mengabdikan diri dalam kebebasan, dan hidup dalam kebersamaan dengan
orang lain, dan dipanggil membangun relasi dengan Allah, Pencipta-Nya; (5) dalam
dunia modern sekarang ini, manusia menghadapi ancaman-ancaman berat yang tak
terbilang jumlahnya; (6) manusia merasa terlindas oleh perasaan tak berdaya; (7)
mereka merasa seolah-olah kebaikan tak pernah dapat memadai kekuatannya untuk
mengalahkan kejahatan; (8) dalam perjalanan perwujudan sebagai citra Allah,
manusia kerap dihadapkan dengan berbagai macam pertanyaan ada pertanyaan bersifat
“dangkal”, namun ada pula yang sungguh “mendalam”; dan (9)
apa pertanyaan yang bersifat “dangkal” dan apa pertanyaan yang bersifat “mendalam” tersebut?

Manusia Dipanggil & Diutus Allah


Ada berbagai macam tantangan, rintangan, dan pertanyaan-pertanyaan hidup
yang ada. Apa tantangan, rintangan dan pertanyaan hidupmu? Manusia dari mulai
keberadaannya di dunia terus dipanggil untuk semakin menuju kepada martabat
sebagai citra Allah. Martabat inilah yang sering disebut sebagai ‘kesempurnaan’.
Kesempurnaan manusia sebagai citra Allah, yang disadari dan dipahami bukan dalam
arti manusia harus sama dengan Allah; melainkan justru dalam membuka diri dan menyambut
panggilan dunia, terutama sesamanya manusia. Dalam keterbukaan terhadap dunia, terutama
sesamanya, manusia semakin mewujudnyatakan panggilannya sebagai citra Allah.

33
Martabat Manusia menurut Ajaran Gereja (Gaudium et Spes artikel 12, 15, 16, 17,
24)
Sebagai citra-Nya, manusia sangat dikasihi Allah (G.S Art. 12). Manusia
"yang di dunia merupakan makhluk yang dikehendaki Allah demi diri-Nya sendiri"
(G.S Art. 24). Ia dipanggil untuk mengambil bagian dalam kehidupan Allah sendiri.
Karena semua manusia adalah citra Allah, berasal dari Allah yang sama, dan sama-
sama dikasihi Allah, maka semua manusia mempunyai ikatan kesatuan. Mereka harus
saling mengasihi, menghormati, tidak saling menghina dan merendahkan, serta hidup
sebagai saudara satu terhadap yang lain. Evangelium Vitae (Injil Kehidupan atau
dalam bahasa Inggris disebut "The Gospel of Life" adalah judul dari ensiklik yang
ditulis oleh Paus Yohannes Paulus II yang merupakan sikap Gereja Katolik terhadap
nilai-nilai kehidupan manusia yang tidak dapat diganggu gugat. Ensiklik tersebut
disebar luaskan pada tanggal 25 Maret 1995) . Artikel 1: Injil tentang hidup menjadi
inti ajaran Yesus. Artikel 2: manusia diberi martabat yang sangat berdasarkan ikatan
mesra dengan Sang Pencipta; dalam diri manusia terpancarlah gambar Allah sendiri, asal usul
dan tujuan hidup, yakni persatuan dengan Allah dalam pengetahuan dan kasih dengan-
Nya (art. 38). Dalam keadaan apa pun, hidup manusia tetap bernilai. Keadaan jasmani
dan rohani bukan ukuran bernilai tidaknya hidup manusia. Kerusakan jasmani
seseorang bukanlah dasar bagi seseorang untuk menilai bahwa hidupnya tak
bermakna. Demikian juga kecantikan dan ketampanan fisik seseorang bukan dasar
untuk menilai bahwa hidupnya bermakna. Demikian pula suka duka hidup bukan
ukuran dasar dari makna hidup manusia. Nilai tinggi hidup manusia terletak pertama-
tama pada relasinya dengan Allah sendiri; Citra Allah, Anugerah Allah, Milik Allah,
Kudus seperti Allah. Selain itu, hidup fana manusia juga memiliki nilai yang tinggi
karena hidup fana manusia mengandung benih keseluruhan dan kepenuhan yang akan
terpenuhi dalam hidup ilahi abadi (EV 31). Manusia memiliki kemampuan spiritual yang
khas, kemampuan untuk memilih yang baik dan yang jahat dan kehendak bebas. (Art 34)
Hidup manusia itu selalu sesuatu yang baik! Mengapa? Karena hidup itu berbeda jauh
dengan hidup makhluk hidup lainnya, kendati ia dibentuk dari debu tanah. (Kej. 1: 26-
27). Hidup manusia menampilkan Allah di dunia, menandakan kehadiran-Nya dan
mencerminkan kemuliaan-Nya. Manusia dikaruniai martabat yang amat luhur (EV
34). Dignitatis Humanae (Keluhuran Hidup Manusia, Paus Yohanes Paulus II) Artikel
2: Martabat sebagai seorang pribadi, yakni diberi akal budi dan kehendak bebas dan
oleh karena itu mendapatkan priveligi untuk tanggung jawab pribadi.

34
Bagaimana dengan penderitaan ?

(1) Penderitaan kerapkali dinilai sebagai bencana atau bahkan mungkin buah dari
dosa, sehingga penderitaan itu sama sekali tak bermakna.
(2) Penderitaan hanya mensengsarakan manusia dan membuat manusia putus asa.
Apakah benar demikian?
(3) Menurut ajaran kristiani, penderitaan secara khusus pada waktu menjelang
kematian, memiliki tempat yang khusus dalam rencana keselamatan Allah.
(4) Penderitaan itu adalah tanda seseorang ikut ambil bagian dalam sengsara Kristus
dan bersatu dengan kurban penebusan Kristus yang mempersembahkan
ketaatannya pada kehendak Bapa.

Beberapa Pertanyaan Seputar Keluhuran Martabat Manusia


Apa akar martabat manusia? Martabat pribadi manusia berakar pada penciptaannya
menurut gambar dan rupa Allah. Dilengkapi dengan jiwa yang spiritual dan tak dapat
mati, intelek kebahagiaan kekal dalam jiwa dan badannya. Dalam arti apa kita
mengerti bahwa manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan menurut “gambaran Allah”?
Pribadi manusia diciptakan menurut gambar Allah dalam arti bahwa dia mampu
mengenal dan mencintai Penciptanya secara bebas. Manusia adalah satu-satunya
makhluk di dunia yang dikehendaki Allah demi mereka sendiri, dan dipanggil untuk
mengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya melalui pengenalan dan cinta kasih.
Semua manusia, karena diciptakan menurut gambaran Allah, mempunyai martabat
sebagai seorang pribadi. Seorang pribadi bukanlah sesuatu barang, tetapi seseorang
yang mampu mengenal dirinya sendiri dan memberikan dirinya dengan bebas dan
masuk ke dalam persatuan dengan Allah dan pribadi-pribadi lainnya. Apa tujuan Allah
menciptakan laki-laki dan perempuan? Allah menciptakan segala sesuatu bagi
mereka, tetapi Dia menciptakan mereka untuk mengenal, melayani, dan mencintai
Allah, untuk mempersembahkan untuk mengangkatnya ke dalam hidup bersama Dia
di surga. Hanya dalam misteri kodrat ciptaan itu merupakan prinsip kebijaksanaan dan
dasar moralitas. Penjelmaan Sang Sabda, misteri pribadi manusia dapat dimengerti
secara baru. Semua ciptaan di dunia ini sebagai rasa syukur dan terima kasih kepada-
Nya dan Laki-laki dan perempuan ditakdirkan untuk menghasilkan kembali gambar
Putra Allah yang menjadi manusia , Allah yang tidak kelihatan” (Kol 1:15). Hubungan
apa yang ditetapkan Allah antara laki-laki dan perempuan? Laki-laki dan perempuan

35
diciptakan Allah dalam martabat yang setara karena mereka adalah pribadi-pribadi
manusia. Sekaligus mereka diciptakan untuk saling melengkapi karena mereka laki-
laki dan perempuan. Allah menghendaki agar mereka juga dipanggil untuk
meneruskan kehidupan manusia dengan menjadi ”satu daging” dalam perkawinan (Kej
2:24). Mereka juga dipanggil untuk menaklukkan dunia sebagai ”pelayan” Allah. Apa
peranan martabat manusia berhadapan dengan suara hati?
Martabat pribadi manusia menuntut suara hati moral ini lurus dan benar (yang berarti
sesuai dengan apa yang adil dan baik menurut hukum Allah). Karena menyangkut
martabat manusia, tak seorang pun dapat dipaksa untuk melakukan tindakan yang
berlawanan dengan suara hatinya, atau dihalangi untuk bertindak sesuai dengan suara
hatinya, khususnya dalam hal-hal religius dan dalam batas-batas kebaikan umum.
Sebagai makhluk bermartabat, manusia mengembangkan diri dan menghayati
hidupnya berdasarkan pada beberapa unsur yang ada dalam dirinya. Dengan
berpedoman pada ajaran St. Paulus (1Tes 5:23), ada 3 unsur konstitutif: 1) tubuh, 2)
jiwa, dan 3) roh.

Tubuh.
Tubuh menunjuk pada seluruh bidang kehidupan manusia yang fisik-material, yang
berkaitan dengan jasmani atau badan. Segala sesuatu yang menyangkut tubuh adalah
makan dan minum, kesehatan dan kenyamanan. Tetapi pemenuhan bagi tubuh
manusia belum dapat membuat hidup manusia menjadi sungguh manusiawi. Menurut
St. Paulus, tubuh manusia mengarah pada percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan
berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri,
percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora (bdk. Galatia 5:19-21).
Manusia tidak hanya mempunyai tubuh. Manusia juga punya jiwa.

Jiwa.
Jiwa menyentuh sisi hati dan akal budi manusia. Melalui hati dan akal budi itu,
manusia mengusahakan kebebasan, pendidikan, kehidupan bersama, kebudayaan,
norma-norma hukum, pengetahuan dan teknologi. Usaha manusia untuk masuk pada
berbagai bidang tersebut tidak tanpa masalah. Ada tuntutan dan tantangan yang ada
dalam suara hati manusia. Dengan kemampuan suara hati, baik untuk mencermati
peristiwa yang dialami, memilih atau menolak untuk mensikapi, dan menentukan
sikapnya, manusia menyadari bahwa seluruh hidupnya melampaui seluruh ketegangan

36
yang dihadapi. Manusia menyadari ada dimensi kehidupan yang lebih unggul atau
transenden.

Roh.
Roh mencakup iman dan kepercayaan. Dengan beriman dan percaya, manusia
membuka dirinya pada kuasa Allah yang hadir dan ada dalam dirinya. Roh yang ada
dalam diri manusia memampukan pula untuk mengatasi kesengsaraan, kesedihan, dan
keterbatasan dirinya. Dalam Galatia (Gal. 5: 22-23), St. Paulus menegaskan bahwa
buah roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Hidup manusia meliputi tubuh, jiwa dan roh.
Ketiganya membentuk hidup manusia secara menyeluruh. Dengan demikian, secara
singkat dapat pula disebutkan bahwa tubuh menghubungkan manusia dengan dunia,
melalui indera manusia, kita dapat merasakan panas, dingin, dan sebagainya. Jiwa
adalah organ yang menghubungkan dan memberi kita kesadaran akan diri sendiri.
Roh adalah sesuatu yang membuat manusia sadar akan Allah dan yang
menghubungkan kita dengan Allah

B. Citra Manusia sebagai Allah, Anak Allah, dan Pribadi Sosial


Citra Allah
Berdasarkan kitab Kej. 1:26-28; dan Kej. 2:7-8, 15-18, 21-25 tampak bahwa
manusia diciptakan oleh Allah Sang Pencipta pada hari ke-6 dengan bersabda dan
bertindak. Dalam kisah penciptaan itu, manusia diciptakan dalam proses yang
terakhir setelah semua yang ada di alam semesta diciptakan. Artinya, manusia
diciptakan sebagai puncak ciptaan Allah. Manusia diciptakan sesuai dengan
gambar dan rupa Allah, dengan karunia istimewa yaitu akal budi, hati/perasaan,
dan kehendak bebas. Adanya karunia akal-budi menjadikan manusia bisa atau
memiliki kemampuan untuk memilih, karunia hati/perasaan menjadikan manusia
bisa merasakan, dan karunia kehendak bebas menjadikan manusia mampu
membangun niat-niat. Karunia-karunia itu menjadikan manusia sebagai akhluk
hidup yang memiliki kesadaran dan kebebasan. Kodrat/jatidiri manusia sebagai citra
Allah. Gambaran yang paling tepat mengenai siapakah manusia di hadapan
Allah secara iman Kristiani terdapat dalam Kitab Mazmur 8:1-10. Demikian juga
gambaran siapakah manusia di hadapan Allah secara iman Kristiani terdapat dalam
Kitab Yesus Bin Sirakh 17:1-11. Pandangan dan ajaran resmi Gereja Katolik

37
tentang manusia diuraikan dalam Gaudium et Spes artikel 12. Kitab Suci
mengajarkan bahwa manusia diciptakan “menurut gambar Allah”; ia mampu mengenal
dan mengasihi Penciptanya; oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua
makhluk di dunia ini (Kej 1:26; Keb 2:23), untuk menguasainya dan
menggunakannya sambil meluhurkan Allah (Sir. 17:3-10). “Apakah manusia,
sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau
mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan
memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau menjadikannya berkuasa atas
buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya” (Mzm 8:5-7).
Allah menempatkan martabat manusia di atas ciptaan yang lain. Hanya manusia
yang secitra dengan Allah. Dari segala ciptaan yang kelihatan, hanya manusia
"mampu mengenal dan mencintai Penciptanya dan oleh Allah manusia ditetapkan
sebagai tuan atas semua makhluk di dunia ini, untuk menguasainya dan
menggunakannya sambil meluhurkan Allah" (GS 12,3). Lebih tegas lagi para Bapa
Konsili menyatakan bahwa “Allah sebagai Bapa memelihara semua orang,
menghendaki agar mereka merupakan satu keluarga, dan saling menghargai dengan
sikap persaudaraan. Sebab mereka semua diciptakan menurut gambar Allah,
yang menghendaki segenap bangsa manusia dari satu asal mendiami muka bumi (Kis
17:26). Mereka semua dipanggil untuk satu tujuan, yakni Allah sendiri” (GS 24,1).
Manusia merupakan satu-satunya makhluk, yang Allah kehendaki demi dirinya sendiri
(bdk. GS 24,3). Hanya manusialah yang dipanggil, supaya dalam pengertian dan
cinta Martabat manusia itu mulia karena hidupnya tergantung pada Allah. Asal
mula dan sumber kehidupan manusia adalah Allah, yang menjadi pemberi dan
penopang kehidupan. Karena martabat manusia sangat mulia dan luhur, kehidupan
manusia harus dilindungi sejak pembuahan dalam kandungan. “Sebab Engkaulah
yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku
bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dasyat dan ajaib; ajaib apa yang kamu
buat dan jiwaku benar-benar menyadarinya” (Mzm. 139; 13 - 14).
Martabat manusia sebagai citra Allah merupakan landasan penghargaan
terhadap hak azasi manusia. Semua hak azasi berakar dalam kodrat
kemanusiaan yang lahir bersamaan dengan manusia. Nilai-nilai kemanusiaan itu
berasal dari Tuhan, pencipta alam semesta. Setiap manusia
memperkembangkan kepribadiannya dalam hubungannya dengan sesama atas dasar
nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Setiap diskriminasi, dan paksaan

38
dalam hal agama, misalnya, selalu bertentangan dengan kemanusiaan dan
ketuhanan. Oleh karena itu, para pemeluk agama harus menjadi pelopor dalam
menegakkan hak-hak asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan syarat mutlak
untuk perkembangan demokrasi yang sehat. Setiap penganut agama harus
menjunjung tinggi hak-hak asasi karena itu berasal dari Tuhan sendiri (Jacobus Tarigan,
2013).

Citra Anak Allah


Manusia sebagai makhluk ciptaan yang mempunyai citra dan rupa Allah mempunyai
tujuan yang diberikan oleh Allah sendiri. Tujuan hidup manusia sangat
mempengaruhi martabat manusia. Tujuan hidup manusia itu pada dasarnya di luar
segala daya pemikiran manusia, di luar segala perhitungan manusia bahkan di luar
pengertian manusia itu sendiri. Tujuan hidup manusia pada dasarnya bersifat
transendental (bersifat ilahi dan mengatasi segala-galanya), yaitu memenuhi
kerinduan manusia mencapai kesempurnaan dalam segala-galanya, yaitu suatu
kebahagiaan abadi berupa kehidupan kekal, hidup berbahagia bersama Allah Bapa
di surga (lihat Yoh. 17:1-3; 1Yoh. 3:2; 1Kor. 2:9). Dalam teks tersebut dilukiskan
bahwa tujuan hidup manusia masing-masing adalah persatuan dengan hidup Allah
Tritunggal untuk selama-lamanya. Sebagai anak Allah, manusia terpanggil untuk
hidup bersatu dengan Bapa-Nya sesuai dengan rencana Allah. Martabat manusia
sebagai anak Allah merupakan kunci untuk memahami sebenarnya siapa manusia.
Manusia dipanggil untuk hidup dalam persekutuan dengan Allah Bapa berkat wafat
dan kebangkitan Kristus yang memanggil manusia untuk lahir kembali sebagai anak
Allah. Maka martabat manusia tidak tergantung pada bangsa, jenis, usia, bakat,
kedudukan dan keberhasilan seseorang. Martabat manusia melebihi semua hal
tersebut. Allah telah mengangkat manusia sebagai anak-Nya dengan menyerahkan
Putra-Nya yang tunggal, Yesus Kristus. Maka, martabat manusia diangkat
dan disempurnakan dalam relasi dengan Yesus Kristus Putra Allah (1Yoh. 4:9-10).

Citra sebagai Pribadi Sosial


Apakah Anda pernah mendengar ada pepatah mengatakan: “No man is an
island”, artinya ‘manusia tidak ada yang hidup sendirian.’ Dalam kehidupannya
manusia sadar akan dirinya bersama dengan orang lain. Manusia bersama dengan
orang lain, secara bersama-sama memberikan arti dan nilai dan saling

39
memanusiawikan. Anda menjadi pribadi justru dalam pengakuan dari sesama.
Manusia diciptakan untuk berelasi dan bersekutu. Relasi dan persekutuan ini
memperlihatkan suatu ketergantungan mendasar hidupnya tergantung satu sama
lain. Allah tidak menciptakan manusia seorang diri: sebab sejak awal mula “Ia
menciptakan mereka pria dan wanita” (Kej. 1:27). Rukun hidup mereka
merupakan bentuk pertama persekutuan antarpribadi. Sebab dari kodratnya yang
terdalam, manusia bersifat sosial; dan tanpa berhubungan dengan sesama ia tidak
dapat hidup atau mengembangkan bakat-pembawaannya. Hidup di tengah-tengah
manusia lain merupakan sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, sebagai citra Allah
manusia adalah pribadi sosial, yang di satu sisi sebagai anugerah yang layak
“disyukuri” dan di lain pihak mengandung tugas panggilan/perutusan yaitu
“membangun”. Karenanya, kita perlu membangun kesadaran bahwa kita hidup
dalam suatu komunitas kebersamaan. Kesadaran itu, hendaknya dihayati dengan
sikap-sikap yang menunjang tercapainya kerja sama dan saling pengertian dan peduli
di antara sesama manusia.

Dari penjelasan dan uraian di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa relasi
sosial manusia dipahami dalam penilaian martabat manusia yang tidak bisa terpisah
dari kenyataan bahwa ia diciptakan oleh Allah. Hal itu berarti luhurnya martabat
manusia diakui, dihormati dan dijunjung tinggi karena iman akan Allah, maka
kepercayaan bahwa Allah itu Sang Pencipta sekaligus mengandung kepercayaan
bahwa Allah menjadikan manusia sebagai makhluk sosial yang mulia dan
bermartabat luhur. Karena martabat luhur manusia hanya diakui dalam iman akan
Allah sebagai Sang Pencipta dan dalam diri Yesus Kristus, Putera Allah yang
tunggal. Manusia menentukan sikap dan hubungannya dengan sesama. Dengan
akal budinya, dan kemampuan membedakan yang baik dan yang jahat, serta
dengan kehendak bebasnya, manusia bertanggungjawab atas perbuatannya.
Martabat setiap manusia diuji dalam relasi membina dirinya dengan sesamanya,
dan keberhasilan kemanusiaannya dinilai dari sisi kadar etis-moralnya, bukan pada
apa yang dimiliki dan melekat pada dirinya.

40
3. METODE DAN KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR
Metode yang dipergunakan dalam kegiatan perkuliahan Pendidikan Agama
Katolik (MPK423) pokok bahasan ini adalah metode penugasan, metode diskusi
kelompok kecil, metode presentasi kelompok, dan metode dikusi kelas.. Adapun
skenario perkuliahan dalam kuliah Pendidikan Agama Katolik (MPK423) pokok
bahasan ini mengikuti langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: (1) dosen
memberikan pengarahan dan tugas kepada salah satu kelompok (yang anggota
kelompoknya terdiri atas antara 3 d 5 orang) untuk mendiskusikan dan merangkum
materi yang terdapat dalam Buku Ajar Pendidikan Agama Katolik (MPK423) dalam
format presentasi (power point); (2) mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya di depan kelas dengan menggunakan media laptop dan LCD; (3)
mahasiswa mendiskusikan materi pembelajaran yang dipresentasikan kelompok
tersebut dalam forum diskusi kelas; (4) dosen memberikan balikan kepada
mahasiswa terhadap hasil diskusi kelas.

4. LATIHAN

1. Bagaimana martabat manusis menurut ajaran gereja? Jelaskan dengan contoh-


contoh.
2. Bagaimana pandangan Anda tentang dimensi penderitaan Yesus? Untuk apa
Yesus harus hidup menderita?
3. Coba Anda jelaskan bahwa manusia memiliki citra Allah, citra Anak Allah, dan
citra pribadi sosial

5. DAFTAR RUJUKAN

Dahler, Franz dan Candra, Julius. 1989.Asal dan Tujuan Manusia - Teori
Evolusi
yang Menggemparkan Dunia, Yogyakarta: Kanisius.

Gea, Antonius, dkk.(tanpa tahun). Relasi dengan Tuhan, Jakarta: Grasindo,

Habeahan, Salman.2006. Membangun Hidup Berpolakan Pribadi

41
Yesus.Yogyakarta: Nusatama:,

Hardawiryana. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Dokpen KWI &
Obor.

Mangunwijaya, A.M. Tanpa Tahun. Mengatasi Hambatan-hambatan


Kepribadian,.Yogyakarta: Yayasan Canisius.

kuliahdaring.dikti.go.id/.../pdf%20w%20KATOLIK/B...
https://www.scribd.com/doc/220529370/Materi-Mata-Kuliah-Agama-Katolik
http://www.search-document.com/pdf/1/3/bahan-kuliah-agama-katolik.html
http://serbalex.blogspot.co.id/2012/12/materi-mk-pend-agama-katolik.html

42

Anda mungkin juga menyukai