Anda di halaman 1dari 22

Manusia dan Alam Semesta

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh:

Kelompok 6

1. Nabila Nur Aisyah 180810301031

2. Cindy Ayu Prima Habsari 180810301032

3. Siti Zulaikah 180810301068

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Jember

Tahun 2019/2020
DAFTAR ISI

Judul ......................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 4
2.1 Pengertian Manajemen Produksi ……………………………………. 6
2.2 Perkembangan Manajemen Produksi………………………………… 7
2.3 Fungsi Manajemen Produksi………………………………………… 7
2.4 Tujuan Manajemen Produksi………………………………………… 8
2.5 Ruang Lingkup Manajemen Produksi……………………………….. 9
2.6 Aspek-aspek Manajemen Produksi………………………………….. 10
BAB III PENUTUP……………………………………………………… 14
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………... 14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 15
BAB I

PENDAHULUAN

Semakin modern dan canggihnya ilmu pengetahuan, semakin majunya peredaran


zaman dan manusia pun menjadi beragam. Manusia memang harus mengetahui apa
yang akan di kerjakan sehingga bisa mendapatkan hal-hal yang baik dan
menggunakan akal sehatnya. Dalam hubungan manusia dan alam semesta, akan
timbul pertanyaan seperti, “Bagaimana saya ada?” Dalam perenungan tersebut
manusia akan berkesimpulan bahwa mereka telah diciptakan.
Pada pembahasan kali ini, kami akan memaparkan hal-hal yang berhubungan
dengan manusia dan alam semesta yang secara keseluruhan membahas tentang
berbagai jenis hakikat, tujuan dan makna kehidupan, alam semesta sebagai satu
kesatuan sistem, spiritualitas dan etika, serta kasus-kasus yang pernah terjadi.
Topik ini sangat menarik untuk dipelajari karena menurut kami topik ini dapat
menjawab pertanyaan yang selama ini manusia selalu pertanyakan mengenai hal-hal
yang ada di alam semesta. Selain itu, topik ini juga menjabarkan tentang hakikat-
hakikat termasuk hakikat manusia dan akal budinya, serta makna akan kehidupan
yang menjadi bekal ilmu dalam kehidupan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Kebenaran


Empat kebenaran besar menurut E.F. Schumacher (dalam Eko Wijayanto
dkk.,2002) yaitu sebagai berikut.
1. Kebenaran (hakikat) tentang eksistensi (dunia alam semesta)
Kebenaran tentang eksistensi menyangkut kebenaran tentang adanya
empat tingkat eksistensi dunia, yaitu benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
manusia. Yang membedakannya adalah unsur kesadaran yang dimiliki oleh
keempat kelompok eksistensi tersebut.
2. Kebenaran tentang alat (tools) yang dipakai untuk memahami dunia
Kebenaran tentang alat maksudnya adalah ketepatan menggunakan alat
(tools) yang dipakai untuk memahami keempat tingkat eksistensi tersebut. Di sini
hendaknya diterapkan asas ketepatan (adaequation). Ada kecenderungan bahwa
para ilmuan hanya mengakui pendekatan ilmiah (pendekatan rasional) sebagai
pendekatan tunggal untuk memahami eksistensi alam semesta, padahal
kebenaran ilmiah hanya berlandaskan pada fakta objektif (fakta yang dapat
dibuktikan oleh pancaindra). Misalnya, pendekatan rasio (pendekatan ilmiah)
paling tepat dipakai untuk memahami benda (fisik), namun tidak sepenuhnya tepat
dipakai untuk memahami pola kerja biologis etika, kesadaran spiritual, hakikat
manusia, apalagi untuk memahami Tuhan (potensi murni).
3. Kebenaran tentang cara belajar tentang dunia
Kebenaran tentang cara belajar yang menyangkut dunia akan berbeda
untuk empat bidang pengetahuan, yaitu:
a) saya-batin;
b) saya-lahiriah;
c) dunia-batin, dan
d) dunia-lahiriah material.
4. Yang dimaksud dengan hidup di dunia
Dalam kebenaran tentang hidup di dunia, dijumpai dua corak masalah,
yaitu:
a. Masalah konvergen (bertitik temu), yaitu sesuatu yang dapat dipecahkan
secara menyeluruh, serta
b. Masalah divergen (bertitik pisah), yaitu sesuatu yang selalu berlawanan.

Intinya adalah bahwa ada berbagai tingkat eksistensi alam dan tingkat eksistensi
kesadaran. Oleh karena itu, untuk menemukan hakikat kebenaran tidak cukup hanya
dengan mengandalkan pendekatan ilmiah atau rasional.

2.2 Hakikat Eksistensi (Dunia atau Alam Semesta)


Schumacher mengemukakan adanya tingkatan-tingkatan eksistensi alam semesta
sebagai berikut :
1. Benda, dapat dituliskan P
2. Tumbuhan, dapat dituliskan P+X
3. Hewan, dapat dituliskan P+X+Y
4. Manusia, dapat dituliskan P+X+Y+Z
Keterangan:
Simbol P: untuk benda mati
Simbol X: untuk unsur hidup
Simbol Y: untuk kesadaran
Simbol Z: untuk kesadaran diri (kesadaran transendenta/spiritual)

Eksistensi alam semesta memiliki jenjang terbagi kedalam empat tingkat, yaitu:
1. Tingkat pertama adalah benda mati, yang hanya memiliki unsur P (substandi,
materi).
2. Tingkat kedua dalah tumbuh-tumbuhan, yang mempunyai unsur P dan unsur X
(kehidupan)
3. Tingkat ketiga adalah golongan hewan, yang memiliki unsur P, X, dan Y
(kesadaran)
4. Tingkat keempat adalah golongan manusia, yang memiliki unsur P, X, Y, dan Z
(unsur kesadaran diri atau unsur kesadaran transendenta/spiritual)

Beberapa tingkat keberadaan menurut para Ahli:


1. Chopra (2004) mengemukakan tiga tingkat keberadaan yaitu :
a. Domain fisik, yaitu domain substansi, materi, dan alam semesta yang
dapat diketahui oleh panca indera (dapat diraba, dilihat, didengar, dibau,
dan dikecap). Domain fisik, segalanya dibatasi oleh ruang dan waktu.
Segalanya mengikuti siklus: lahir, tumbuh, dan mati.
b. Domain kuantum, segalanya terdiri atas informasi dan energi.
c. Domain non local, tidak ada lagi identitas individual, semuanya membaur,
luluh dan menyatu.
2. Ilchi Lee (2006) mengemukakan keberadaan yang bertingkat dengan
menganalogikan lapisan keberadaan mirip dengan sistem komputer, yaitu
lapisan tubuh fisik (sebagai peranti keras), lapisan energi (arus listrik), dan
lapisan spiritual/informasi (peranti lunak).
3. Erbe Sentanu (2007) dengan memanfaatkan pengetahuan fisika kuantum,
mengemukakan lapisan/tingkat keberadaan suatu benda (alam semesta)
dikaitkan dengan alam kehidupan manusia.

Dapat disimpulkan bahwa hakikat keberadaan alam semesta tidak hanya terbatas
pada pada sesuatu yang bersifat fisik, tetapi hal-hal yang tidak tampak oleh
pancaindra juga merupakan bagian dari tak terpisahkan dari hakikat kebenaran
seperti pikiran, perasaan, dan sedaran murni (bisa juga disebut potensi tak terbatas,
kesadaran murni, roh, spirit, Tuhan, atau sebutan lainnya).

2.3 Hakikat Manusia


Menurut Karl Marx (dalam Stevenson dan Haberman, 2001) hakikat riil manusia
adalah keseluruhan hubungan sosial dengan menolak adanya Tuhan dan
menganggap bahwa tiap pribadi adalah produk dari tahapan ekonomis tertentu dari
masyarakat manusia tempat manusia itu hidup.
Mc David dan Harari (dalam Jalaludi Rahmat, 2001) mengelompokkan empat teori
psikologi dikaitkan dengan konsepsinya sebagai manusia sebagai berikut:
1) Psikoanalisis, yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan
oleh keinginan-keinginan terpendam (homo volensi). Tokoh tokoh dalam
aliran ini antara lain: Freud, Jung, Abraham, Horney, dan Bion.
2) Behaviorisme, yang menganggap manusia sebagai makhluk yang
digerakkan semuanya oleh lingkungan (homo mechanicus). Manusia
sebagai manusia mensin (homo mechanicus) karena perilaku manusia
sepenuhnya ditentukan/dibentuk oleh lingkungan. Tokoh tokoh dalam aliran
ini antara lain: Hull, Miller, dan Dollard, Rotter, Sklinner, serta Bandura.
3) Kognitif, yang menganggap semua semua sebagai makhluk berpikir yang
aktif mengorganisasikandan mengolah stimulasi yang diterimanya (homo
sapiens). Manusia tidak lagi dianggap sebagai makhluk yang bereaksi
secara pasif terhadap lingkungannya. Tokoh tokoh dalam aliran ini antara
lain: Lewin, Heider, Festinger, Piaget, dan Kohlberg.
4) Humanisme, yang melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam
merumuskan strategi transaksional dengan ligkungannya (homo ludens).
Tokoh tokoh dalam aliran ini antara lain: Rogers, Combs dan Snygg,
Maslow, May, Satir, serta Peris.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menduduki tingkat eksistensi


tertinggi karena memiliki semua unsur (P, X, Y) yang dimiliki oleh tingkat eksistensi
yang lebih rendah, namun sekaligus juga memiliki unsur Z yang tidak ada pada
tingkat eksistensi yang lebih rendah.

Steiner (1999), membagi hakikat manusia berdasarkan lapisan lapisan energi yang
melekat pada tubuh manusia sebagai satu kesatuan, yaitu:

1) Benda fisik (physical body)


2) Badan eterik (etheric body)
Merupakan lapisan/unsur hidup yang memungkinkan sesuatu itu
mengalami siklus hidup, tumbuh, matang, berkembang dan mati
3) Badan astral (astral body)
Merupakan lapisan yang memungkinkan sesuatu memiliki nafsu (passion),
keinginan (desire), serta merasakan senang dan sakit.
4) Badan ego (consciousness-body)
5) Manas (spirit-self)
6) Buddhi (life-spirit)
7) Atma (spirit-man)
Hawley (2001) menganalogikan suatu organisasi seperti manusia memiliki empat
agenda (bagian) yang saling melengkapi dan mempunyai saling ketergantungan,
yaitu:
1. Agenda tubuh
Berkaitan dengan kesehatan fisik anggota (karyawan) organisasi dan
kesehatan kolektif organisasi secara keseluruhan.
2. Agenda kepala
Merupakan pikiran rasional yang menjadi fungsi dari otak bagian kiri yang
berurusan dengan memecahkan berbagai persoalan organisasi (struktur, uraian
dan pembagian tugas, dan hubungan antar bagian), pemecahan pemecahan
masalah yang berkaitan dengan efiensi dan produktifitas, serta pengambilan
keputusan yang bersifat linier/logis.
3. Agenda hati
Merupakan pikiran emosional yang menjadi fungsi otak bagian kanan yang
berurusan dengan masalah emosional/perasaan, serta hubungan antar pribadi
dalam suatu organisasi.
4. Agenda semangat
Merupakan agenda roh (spiritual), yang belum pernah disinggung dalam
organisasi/manajemen. Agenda semangat berkaitan dengan cara setiap anggota
memaknai kehidupan, hal yang berkaitan dengan aspek spiritual/ketenangan
batin.

Menurut Agustian (2001) dan Kustara (2005), Manusia terbagi kedalam tiga
lapisan, yaitu:
a) Fisik
b) Mental (jiwa, mind)
c) Spiritual (roh, soul)

Skema hubungan Lapisan-lapisan Manusia menurut Ardana (2005).

Steiner Hawley Schumacher Gustian dan Kustara


Fisik P
Tubuh (body) Fisik
Eterik X
Astral
Hati (heart)
Ego Jiwa (mind, psikis-
Y
Manas mental)
Kepala (head)
Buddhi
Atma Semangat (spirit) Z Roh (soul, spirit)

2.4 Hakikat Otak (Brain) dan Kecerdasan (Intelligence)


Otak merupakan organ tubuh paling kompleks dan memiliki kemampuan yang
sangat luar biasa, antara lain: memproduksi pikiran-sadar, menyimpan ingatan,
memungkinkan memiliki perasaan, menjembatani kehidupan spiritual dengan
kehidupan fisik, kemampuan mengaktifkan pancraindra, berbahasa, mengendalikan
berbagai organ tubuh, dan sebagainya.
Menurut Agus Nggermanto (2001), paling tidak ada sembilan subkomponen di
dalam otak manusia yaitu:

1) Neocortex (lapisan paling luar), memiliki kemampuan memungkinkan manusia


untuk menulis, membaca, berhitung, menguasai Bahasa, melukis, dan
sebagainya.
2) Corpus callasum, lapisan penghubung belahan kiri neocortex (left cerebral
hemisphere) dan belahan kanan (right cerebral hemisphere).
3) Cerebellum (otak kecil), fungsinya mengatur gerakan dan gerak refleks.
4) Otak reptile (lapisan paling dalam), fungsinya mengendalikan pernapasan,
peredaran darah, detak jantung, pencernaan, dan kesadaran.
5) Hippocampus, hubungannya dengan ingatan jangka panjang.
6) Amigdala, berfungsi menngatur emosi.
7) Pituitary gland, berfungsi memeranguhi dan mengatur kerja hormone-hormon.
8) Hypothalamus, mengontrol hormon-hormon seksual, agresi, tekanan darah,
suhu badan, serta rasa haus.
9) Thalamus, berfungsi mengaktifkan sensor indra yang sedang menerima
informasi dari luar.

M. Rukky Santoso (2001) mengatakan bahwa otak memiliki neuron yaitu sel saraf
yang terdiri tiga puluh miliar sel dan bagian-bagian sel ini membentuk kerja sama yang
rumt dengan bagian-bagian kecil lainnya. Dilihat dari neuroscience, otak manusia
diibaratkan komputer, dimana cara kerjanya yaitu menerima masukan melalui
pancaindra lalu disalurkan melalui sistem jaringan saraf ke otak untuk diolah dan
disimpan, dan nantinya hasil olahan tersebut disalurkan lagi melalui sistem jaringan
saraf ke seluruh organ tubuh (Semiawan, 1999).

Toger Wolkott Sperry merupakan ilmuwan yang pertama kali meneliti tentang
belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Otak
kiri menjalankan fungsi berpikir secara kognitif dan rasional dengan karateristik yang
bersifat logis, matematis, analitis, realitis, vertical, kuantitaif, intelektual, objektif, dan
mengontrol sistem motorik bagian tubuh kanan. Sementara itu, otak kanan memiliki
fungsi berpikir secara afektif dan relasional; memiliki karateristik kualitatif, impulsif,
spiritual, holistik, emosional, artistik, kreatif, subjektif, simbolis, imajinatif, simultan,
intuitif; dan mengontrol gerak tubuh sebeah kiri.

Gelombang otak dapat diukur dengan mesin EEG. Humpery (2000) membedakan
kerja otak berdasarkan gelombang elektro, yaitu:

1) Gelombang delta terjadi pada frekuensi yang paling rendah sekitar 0,5 – 4 Hz
putaran per detik, biasanya terjadi ketika seseorang tidur lelap atau sedang
melakukan meditasi mendalam.
2) Gelombang theta terjadi pada frekuensi 4 – 7 Hz, muncul pada saat tidur
disertai mimpi ringan, atau meditasi pada tingkat yang belum mendalam.
3) Gelombang beta timbul pada frekuensi 13 – 30 Hz, terjadi pada saat terjaga
dan perhatian terpusat secara aktif, misalnya pada saat memecahkan suatu
masalah.
4) Gelombang delta terjadi pada frekuensi 8 – 13 Hz, muncul pada saat
memenjamkan mata, mendengarkan musik, meditasi pada tahap awal, dan
dalam keadaan santai.

Ned Herrman (dalam Lumsdaine dan Lumsdaine, 1995) mengembangkan lebih


lanjut fungsi otak dengan membaginya ke dalam empat kuadran.

Bila dikaitkan dengan kecerdasan (intelligence), otak manusia mempunyai banyak


kecerdasan (multiple intelligence). Gardner (1999) mendefinisikan kecerdasan sebagai
potensi biopsikologis untuk memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam latar
(setting) kebudayaan untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk-produk
bermanfaat dalam suatu kebudayaan.

Awalnya, ilmuwan hanya mengenal kecerdasan tunggal atau yang disebut


kecerdasan intelektual (intellectual intelligence). Namun belakangan terbukti bahwa
manusia memiliki banyak kecerdasan. Gardner pada awalnya mengindentifikasi tujuh
kecerdasan manusia, yaitu: linguistic, logical-mathematic, musical, bodily-kinesthetical,
spatial, interpersonal, dan intrapersonal intelligence. Kemudian, Grander juga
menambahkan kemungkinan tiga potensi kecerdasan, yaitu naturalist, spiritual, dan
existential intelligence. Guildford (dalam Semiawan, 1997) membangun struktur
intelektual yang berjumlah 120 kemampuan berupa lima kemampuan operasi
(evaluasi, produksi konvergen, produksi divergen, memori, kognisi), enam kemampuan
produk (unit, kelas, relasi, sistem, transformasi, implikasi), dan empat kemampuan
konten (figurasi, simbolik, semantik, dan perilaku.

Clark (dalam Munandar, 1999) mengembangkan model integratif empat fungsi


otak, yaitu:

1) Fungsi berpikir (kognitif), merupakan fungsi otak kanan dan otak kiri
(neocortex)
2) Fungsi afektif, mengelola emosi dan perasaan dari fungsi sistem limbik
3) Fungsi fisik, meliputi gerakan penglihatan, pendengaran, penciuman,
pencecapan, dan peradaban.
4) Fungsi intuisi/firasat, secara menyeluruh dan sebagian merupakan hasil
sintesis tingkat tinggi dari semua fungsi otak.

Keempatnya saling saling memunculkan kreavifitas. Bagi Clark , kreativitas


merupakan suatu kondisi dan sikap yang mencerminkan ekspresi tertinggi dari suatu
bakat yang dimiliki seseorang.

Zohar dan Marshall (2002) melihat fungsi otak dari tiga cara berpikir atau tiga
ragam kecerdasan, yaitu:

1) Berpikir seri (otak Intelligence Quotient—IQ), menggambarkan cara berpikir


linier, logis, dan tidak melibatkan perasaan. Kecerdasan ini mengeksplorasi
dunia materi serta untuk mengumpulkan modal materiil.
2) Berpikir asosiatif (otak Emotional Quotient—EQ), menciptakan asosiasi antar
hal, misalnya nasi dengan rasa lapar, rumah dengan kenyamanan, warna
marah dengan emosi, dan sebagainya. Kecerdasan ini berguna untuk
mengasah atau mengembangkan ketajaman rasa yang diperlukan dalam
membangun modal sosial.
3) Berpikir menyatukan (otak Spiritual Quotient—SQ), mengintegrasikan fungsi IQ
dan EQ sehingga dapat diperoleh suatu makna atau penyadaran diri.
Kecerdasan ini berguna untuk memupuk modal spiritual, yaitu modal atau
kekayaan yang merefleksikan nilai bersama, visi bersama dan tujuan mendasar
dalam kehidupan yang memperkaya aspek-aspek kehidupan umat manusia
yang lebih dalam.

Istilah kecerdasan emosinal (EQ) pertama kali dicetuskan oleh Peter Salovey,
psikolog dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hamshire
pada tahun 2000 (dalam Shapiro, 2001), untuk menggambarkan kualitas-kualitas
emosional. Kualitas-kualitas tersebut antara lain: empati, kemampuan mengungkapkan
dan memahami perasaan pengendalian amarah, kemandirian, kemampuan
menyesuaikan diri dan sebagainya. Kecerdasan emosi berhubungan dengan
kemampuan mengontrol impuls. Dengan kata lain, fokus dari kecerdasan emosi
adalah pengendalian diri yang berkaitan dengan kemampuan memahami diri sendiri
sehingga tidak kehilangan kendali diri, sedangkan empati berkaitan dengan
kemampuan memahami orang lain (Patton, 2002). Jadi, kecerdasan emosional
mencakup keterampilan mengendalikan diri (intrapersonal) dan keterampilan
berhubungan dengan orang lain (interpersonal).

Istilah kecerdasan spiritual (SQ) pertama kali diperkenalkan oleh Danar Zohar dan
Ian Marshall pada tahun 2000 dalam bukunya yang berjudul SQ: Spiritual
Intelligence—The Unlimited Intelligence. Zohar dan Marshall beum bisa
mendefinisikan arti SQ, namun hanya memberikan tanda-tanda SQ, yaitu kemampuan
bersikap fleksibel, tingkat kesadaran tinggi, kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan, kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa
sakit, dan sebagainya. Lama Surya Das (2002) juga mengungkapkan kehidupan
spiritualitas sebagai hal-hal yang berhubungan dengan kehadiran Ilahi, Tuhan, roh,
jiwa, kebenaran, pengetahuan diri, pengalaman mistis, kedamaian batin, dan
pencerahan.

2.5 Hakikat Pikiran (Mind) dan Kesadaran (Consciousness)


Menurut, Blaise Pascal, pikiran memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia (dalam Hart, 1997). Drever (dalam Sudibyo, 2001) memberikan
batasan mengenai pikiran (mind) atau mental sebagai keseluruhan struktur dan
proses-proses kejiwaan—baik yang disadari maupun tidak disadari. Jalaludin Rakhmat
(2001) melihat proses berpikir sebagai komunikasi intrapersonal yang meliputi:
1) Sensasi, alat pengindraan melalui pancaindra yang menghubungkan organisme
(manusia) dengan lingkungan. Proses sensasi terjadi saat alat pengindra merekam
informasi
2) Persepsi, proses pemberian makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh
pengetahuan baru. Persepsi mengubah sensasi menjadi informasi.
3) Memori, proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali.
4) Berpikir, mengolah informasi dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi
kebutuhan atau memberikan respons.

Pikiran menentukan siapa dan apa diri seseorang sebagai individu. Pikiran akan
menentukan apakah umat manusia akan menuju sakit atau sehat, emosi yang
bergejolak atau stabil, sikap dan perilaku negatif atau positif, watak yang baik atau
buruk, serta menuju ke kesadaran yang lebih tinggi atau menuju ke kesadaran yang
lebih rendah. Hart melukiskan beberapa pengaruh penting dari pikiran sebagaimana
terlihat di bawah ini.

Membentu
k Spiritual

Menerima
Sikap dan Membentu
Watak k Pikiran

Pikiran
Menentukan
Mempengaruhi
Sistem
Perilaku
kekebalan

Sistem
Erbe Sentanu (2007) mengatakan bahwa pikiran rasional bukanlah kemampuan
tertinggi yang dimiliki umat manusia. Di atas pikiran nasional masih ada kesadaran
murni (kesadaran transcendental). Sebagaiman dikatakan oleh Walters, kesadaran
dalam keadaannya yang murni bersifat mutlak, lebih mutlak dari kecepatan cahaya
yang melambat ketika memasuki medium fisik seperti atsmosfir bumi, serta lebih
mutlak dari keberadaan benda. Dalam kaitannya dengan kesadaran, Sigmund Freud
(dalam Hjelle dan Ziegler, 1992) membedakan tiga lapisan kesadaran, yaitu:

1) Lapisan sadar (conscious level), berhubungan dengan dunia luar dalam wujud
sensasi dan berbagai pengalaman yang disadari setiap saat.
2) Lapisan prasadar (preconscious level), menyangkut pengalaman-pengalaman
yang tidak disadari pada saat pengalaman tersebut terjadi, serta dapat muncul
kembali menjadi kesadaran secara spontan.
3) Lapisan tidak sadar (unconscious level), menyimpan semua dorongan insting
primitif serta emosi dan memori yang mengancam pikiran sadar yang telah
sedemikian ditekan.

Krishna (1999) membagi kesadaran manusia ke dalam lima tingkat kesadaran atau
lapisan utama. Kelima lapisan tersebut, antara lain.

1) Lapisan kesadaran fisik, ditentukan oleh makanan.


2) Lapisan kesadaran psikis, didasarkan atas energy dari udara yang disalurkan
melalui pernapasan.
3) Lapisan kesadaran pikiran, merupakan kesadaran pikiran rasional dan
emosional.
4) Lapisan intelegensia (bukan intelek), menyangkut kesadaran hati nurani atau
budi pekerti.
5) Lapisan kesadaran murni (kesadaran transcendental), merupakan hasil akhir
pemekaran kepribadian manusia, yang merupakan tingkat kesadaran tinggi
yang dapat dicapai oleh manusia.
2.6 Tujuan dan Makna Kehidupan
Menurut Sutrisna (2007) tingkat kesadaran manusia terbagi menjadi tiga,
diantaranya yaitu:
a. Kesadaran Hewani
b. Kesadaran Manusia
c. Kesadaran Tuhan.
Atribut/ciri-ciri Kesadaran Hewani Kesadaran Manusia Kesadaran Tuhan
Tujuan hidup Kenikmatan duniawi, Keseimbangan Kenimatan rohani,
kekayaan, antara kenikmatan keyaan hanya alat
kekuasaan, dan duniawi dan rohani untuk
kenikmatan fisik menyempurnakan
sebagai tujuan hidup tingkat kesadaran
rohani
Tingkat ego Tinggi Sedang Rendah/tidak ada ego
Karakter  Buruk sangka atau  Bergerak disekitar  Selalu berbaik
berpikir negatif dua sifat ekstrim, sangka/berpikir positif
 Tinggi hati/ tergantung tingkat  Rendah hati
sombong kesadarannya  Dermawan
 Kikir  Jujur
 Munafik  Penyabar
 Pemarah  Bekerja secara tulus
 Bekerja dengan dan tanpa pamrih
pamrih  Selalu pasrah dan
 Tidak menyerahkan diri
percaya/tidak ingat kepada Tuhan.
kepada Tuhan

Empat evolusi kesadaran yang dikemukakan Sutrisna, Ibnu Arabi (dalam Frager,
1999) berdasarkan pengalaman dan pemahaman akan hakikat kehidupan sebagai
berikut:
1. Jalan syari’ah yaitu tahap dimana seseorang secara taat asas mengikuti hukum
moral (hukum keagamaan) dalam kehidupan sehari-hari.
2. Jalan thariqah yaitu tahap dimana seseorang mencoba mencari kebenaran
melalui jalan tanpa rambu (upaya menggali kebenaran melalui pengalaman
langsung, melampaui hokum moral keagamaan).
3. Jalan haqiqah yaitu tahap dimana seseorang telah memahami makna terdalam
dari praktik syariah dan thariqah.
4. Jalan ma'rifah yaitu tahap dimana seseorang telah mempunyai kearifan dan
pengetahuan terdalam tentang kebenaran spiritual.

2.7 Alam Semesta sebagai Satu Kesatuan Sistem


Pengertian sistem menurut KBI karangan Poerwadarminta (1976) yaitu sebagai
berikut.
a) Sekelompok bagian yang bekerja bersama untuk melakukan suatu maksud,
misalnya urat syaraf dalam tubuh;
b) Sekelompok pendapat, peristiwa, kepercayaan, dan sebagainya yang disusun
dan diatur baik-baik, misalnya filsafat;
c) Cara yang teratur untuk melakukan sesuatu, misalnya pengajaran bahasa.

Jogiyanto (1988) menyebutkan bahwa setiap sistem mempunyai karakteristik


sebagai berikut.

a. Mempunyai komponen-komponen
b. Ada batas suatu sistem
c. Ada lingkungan luar sistem
d. Ada penghubung
e. Ada masukan, proses, dan keluaran
f. Ada sasaran atau tujuan

Inti dari pemahaman konsep sistem adalah setiap elemen saling bekerja sama,
saling mendukung, saling memerlukan, dan saling memengaruhi satu sama lain dalam
rangka mencapai tujuan sistem secara keseluruhan. Apabila ada gangguan pada
salah satu elemen maka akan berpengaruh pada pencapaian tujuan sistem secara
keseluruhan sebagai satu kesatuan. Manusia dan alam merupakan satu kesatuan
sistem yang tidak dapat dipisahkan. Perilaku umat manusia akan sangat menentukan
nasib keberadaan bumi, alam semesta, dan seluruh isinya.

2.8 Spiritualitas dan Etika


Etika adalah adat, kebiasaan, dan ilmu yang mempelajari hubungan perilaku
manusia yang bersifat horizontal yaitu hubungan manusia dengan manusia, manusia
dengan lembaga, manusia dengan alam, dan lembaga organisasi dengan lembaga
organisasi lainnya. Spiritualitas berhubungan dengan perilaku manusia yang bersifat
vertikal dalam arti hubungan manusia dengan Tuhan/kekuatan tak terbatas.
Seseorang yang telah mempelajari teori etika dan telah mengikuti pelatihan kode etik,
tidak menjamin bahwa perilakunya bersifat etis selama kecerdasan spiritualnya masih
rendah. Tetapi orang yang mempunyai SQ tinggi sudah pasti mempunyai perilaku etis
yang tinggi pula. Pada tahap awal, perilaku etis akan mempengaruhi kesadaran
spiritual seseorang, namun pada langkah selanjutnya kesadaran spiritual akan
menentukan tingkat kesadaran etis seseorang.

2.9 Kasus
Berikut beberapa kasus yang ada di Indonesia, yaitu:

A. EKSPLORASI MIGAS DI JAWA


1. Apakah kegiatan ekplorasi minyak di pulau Jawa yang padat penduduk ini
masih dapat dibenarkan bila dilihat dari sudut manusia dan alam sebagai satu
kesatuan sistem?
Kegiatan eksplorasi minyak dan gas di pulau jawa yang padat penduduk
bila dilihat dari sudut pandang manusia dan alam menurut kelompok kami
adalah sebagai berikut:
Tidak seharusnya pemerintah menyetujui pemberian ijin konsesi
eksplorasi migas khususnya kepada daerah yang memiliki tingkat kepadatan
penduduk paling tinggi di Indonesia. Hal tersebut merupakan sebuah
kesalahan yang fatal karena dapat berdampak buruk bagi alam dan penduduk
sekitar. Contoh yang bisa kita lihat dari kasus yang pernah terjadi yaitu
semburan lumpur lapindo di Jawa yang disebabkan oleh pengeboran sumur
yang tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik dan benar. PT
Lapindo Brantas tidak memasang casing sesuai dengan spesifikasi teknik
pengeboran. Genangan lumpur telah menenggelamkan 6 desa, ada ratusan
ribu orang yang harus kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, lahan, dan juga
berdampak kepada psikologis korban. Dampak negatif yang diperoleh dari
eksplorasi migas lebih tinggi dibandingkan dampak positif yang diterima
pemerintah. Walaupun dampak positif dari eksplorasi migas dapat
menghasilkan pendapatan negara dan keuntungan finansial, namun hanya
untuk beberapa orang saja. Hal ini tidak sebanding dengan apa yang diterima
oleh warga sekitar. Dampak lain dari eksplorasi migas yaitu pencemaran
lingkungan, berkurangnya resapan air, dan rusaknya ekosistem yang kelak
akan menjadi bencana seperti timbulnya penyakit, kekeringan, dan lain
sebagainya.

2. Bagaimana Anda mengaitkan proses keputusan pemberian ijin konsesi


ekplorasi migas oleh pemerintah tersebut dengan tingkat kesadaran pejabat
pemerintah?
Lalu jika dikaitan proses keputusan pemberian izin konsesi eksplorasi
migas oleh pemerintah dengan tingkat kesadaran pejabat pemerintah.
Pemberian ijin konsesi eksplorsi migas oleh pemerintah , khususnya kepada
daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk paling tinggi di indonesia
adalah sebuah kesalahan yang fatal. Yang dilakukan oleh pemerintah dengan
memberikan izin konsesi eksplorasi jika dilihat dari segi kesadaran, pemerintah
masih berada pada level kesadaran paling rendah karena dengan begitu
pemerintah mendorong rakyatnya masuk ke dalam bom waktu yang mana
akan terjadi bencana besar di masa yang akan datang. Pemerintah tidak
berpikir jauh dalam mengambil keputusan itu yang cakupannya lebih luas dan
hanya berfikir untuk saat ini saja yang hanya pada oriantasi semata.

3. Bagaimana Anda menilai tindakan PT. Lapindo Brantas yang tidak memasang
casing dalam proses pengeboran sumur eksplorasi tersebut bila dilihat dari
hakikat manusia secara utuh?
Tindakan yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas menunjukan bahwa
manusia adalah makhluk yang tidak sempurna, walaupun pengeboran sumur
eksplorasi ini telah memakai tenaga ahli yang berpengalaman dibidangnya,
tindakan PT Lapindo Brantas yang tidak memasang casing sesuai dengan
spesifikasi standar tehnik pengeboran memperlihatkan bahwa didalam diri
manusia juga terdapat sifat sombong dan tamak. Meminimalkan keselamatan
dan mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat dampak buruk yang
akan terjadi.
B. LEDAKAN SUMUR PT LAPINDO BRANTAS
1. Bagaimana anda menilai seorang Hery dalam mengelola bisnis tanaman
hias wisata situ diatas bila dilihat dari tingkat kesadaran sebagai manusia,
makna, dan tujuan hidup?
Bila dilihat dari tingkat kesadaran, Hery berada dalam lapisan
kesadaran Intelegensia. Henry membeli tanah dan memanfaatkan sumber
dana yang ada dengan tujuan untuk membuka lapangan pekerjaan untuk
warga sekitar. Bisnis Hery sangat bermanfaat dalam pelestarian
lingkungan dan penghijuan juga membudidayakan ikan hias yang ada di
taman tersebut. Hal itu menunjukan bahwa Hery adalah orang yang
berpikir positif, dermawan, dan bekerja secara tulus dan tanpa pamrih.
Makna dan tujuan hidup Hery terdapat keseimbangan antara kenikmatan
duniawi dan rohani dengan tingkat ego sedang. Kenikmatan duniawi yang
didapat oleh Hery adalah dia mendapat keuntungan material dan dia
memiliki pekerjaan. Sedangkan kenikmatan rohaninya adalah dia bangga
karena dapat menciptakan lapangan kerja untuk warga dan mampu
menciptakan nilai kehidupan lahan.
BAB III

KESIMPULAN

Pada hakikatnya manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurana. Manusia
mempunyai hakikat seperti otak dan kecerdasan, pikiran dan kesadaran, kebenaran, dan
eksistensi. Hakikat tersebut saling keterkaitan antara satu dengan yang lain. Dalam
kesadaran manusia, tujuan makna hidup manusia adalah keseimbangan antara
kenikmatan duniawi dan rohani. Manusia dan alam merupakan satu kesatuan sistem yang
tidak dapat dipisahkan. Perilaku umat manusia akan sangat menentukan nasib
keberadaan bumi, alam semesta, dan seluruh isinya.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai