Anda di halaman 1dari 12

PERATURAN DIREKTUR

RSIA ABDHI FAMILI


NOMOR:

TENTANG
PANDUAN PELAYANAN PASIEN GAWAT DARURAT

Menimbang :
a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kualitas dan keamanan
pelayanan pasien, maka diperlukan adanya Panduan Pelayanan
Pasien Gawat Darurat di Rumah Sakit Ibu dan Anak Abdhi Famili
b. Bahwa sesuai butir a diatas perlu menetapkan Peraturan Direktur
Rumah Sakit Ibu dan Anak Abdhi Famili tentang Panduan
Pelayanan Pasien Gawat Darurat
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2009
Tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktek Kedokteran
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1165.A/MenKes/SK/X/2004 tentang Komisi Akreditasi Rumah
Sakit
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERTAMA : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU
DAN ANAK ABDHI FAMILI TENTANG
PANDUAN PELAYANAN PASIEN GAWAT
DARURAT RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK
ABDHI FAMILI.
KEDUA : Panduan Pelayanan Pasien Gawat Darurat
dimaksudkan sebagaimana tercantum dalam
Panduan di Keputusan ini.
KETIGA : Pelaksanaan Panduan Pelayanan Pasien
Gawat Darurat dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas dan keamanan
pelayanan pasien sebagaimana dimaksud
dalam Diktum kesatu
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Banyuwangi
Pada tanggal 1 Maret 2016
Direktur,

Dr. M. Razief
KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah bagi Allah Subhanahuwata’ala, Tuhan


semesta alam yang telah memberikan Ridlo dan Petunjuk – Nya,
sehingga Panduan Pelayanan Pasien Gawat Darurat ini dapat
selesaikan dan dapat diterbitkan.
Panduan ini dibuat untuk menjadi panduan kerja bagi semua
staf dalam memberikan pelayanan yang terkait penanganan pasien
gawat darurat di Rumah Sakit Ibu dan Anak Abdhi Famili.
Untuk peningkatan mutu pelayanan diperlukan pengembangan
kebijakan, pedoman, panduan dan prosedur. Untuk tujuan
tersebut panduan ini akan kami evaluasi setidaknya setiap 2 tahun
sekali. Masukan, kritik dan saran yang konstruktif untuk
pengembangan panduan ini sangat kami harapkan dari para
pembaca.

Banyuwangi, 1 Maret 2016

Direktur
DAFTAR ISI

Halaman :
A. DEFINISI ...................................................................................
B. RUANG LINGKUP ......................................................................
C. TATA LAKSANA .........................................................................
a General Impressions ..........................................................
b Pengkajian Airway .............................................................
c Pengkajian Breathing (pernapasan) ...................................
d Pengkajian Circulation ......................................................
e Pengkajian Level of Consiousness and Disability ...............
f Pengkajian Expose, Examine and Evaluate .......................
D. DOKUMENTASI .........................................................................
LAMPIRAN
Peraturan Direktur Nomor
Tentang Panduan Pelayanan Pasien Gawat Darurat

PANDUAN PELAYANAN PASIEN GAWAT DARURAT

A. DEFINISI
1. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) Suatu
pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian
maupun kecatatan. Berasal dari istilah critical ill patient (pasien
kritis/gawat) dan emergency patient (pasien darurat).
2. Penderita Gawat Darurat Penderita yang mendadak berada
dalam keadaan gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya. Contoh : AMI, Fraktur terbuka, trauma kepala.
3. Penderita Gawat Tidak Darurat Penderita yang memerlukan
pertolongan “segera” tetapi tidak terancam jiwanya/
menimbulkan kecacatan bila tidak mendapatkan pertolongan
segera, misalnya kanker stadium lanjut.
4. Penderita Darurat Tidak Gawat Penderita akibat musibah yang
datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya, misanya luka sayat dangkal.
5. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Penderita yang menderita
penyakit yang tidak mengancam jiwa/kecacatan, Misalnya pasien
dengan DM terkontrol, flu, maag dan sebagainya.

B. RUANG LINGKUP.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
1. Penanggulangan penderita di tempat kejadian
2. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian
kesarana kesehatan yang lebih memadai.
3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan
penanggulangan penderita gawat darurat
4. Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan
(Unit Gawat Darurat dan ICU).

C. TATA LAKSANA
1. Triage
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat
kegawatannya untuk memperoleh prioritas tindakan. Pembagian
golongan pada musibah masal/ bencana :
a. Gawat darurat – merah Kelompok pasien yang tiba-tiba
berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
b. Gawat tidak darurat – putih Kelompok pasien berada dalam
keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
misalnya kanker stadium lanjut.
c. Tidak gawat, darurat – kuning Kelompok pasien akibat
musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam
nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
d. Tidak gawat, tidak darurat – hijau, Kelompok pasien yang
tidak luka dan tidak memerlukan intervensi medis.
e. Meninggal – hitam
2. Penanganan Pasien.
Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu
diagnostik kemudian dilanjutkan dengan Secondary Survey.
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat
trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary
survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan
segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
1) Airway maintenance dengan cervical spine protection
2) Breathing dan oxygenation
3) Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
4) Disability-pemeriksaan neurologis singkat
5) Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan
primary survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam
urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika
langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil.
Setiap anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan
sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran
tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan
sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam
keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997).
Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada
seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan
trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai
serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment,
intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain
(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :
a. General Impressions
1) Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
2) Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
3) Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat,
orang)
b. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas
pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal
jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada.
Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi
lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada
pasien antara lain:
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien
dapat berbicara atau bernafas dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxal
chest movements
 Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
3) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan
nafas pasien terbuka.
a) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak
perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami
cedera tulang belakang.
b) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan
jalan nafas pasien sesuai indikasi :
- Chin lift/jaw thrust
- Lakukan suction (jika tersedia)
- Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,
- Laryngeal Mask Airway
- Lakukan intubasi
c. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada
pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan
adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest
injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap
ventilasi dan oksigenasi pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting.
Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut :
cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking
chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur
ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi
berguna untuk diagnosis haemothorax dan
pneumotoraks.
c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada
dada.

2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding


dada pasien jika perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien;
kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas
pernafasan pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien.
5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak
adekuat dan/atau oksigenasi
a) Pemberian terapi oksigen
b) Bag-Valve Masker
c) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan
konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
d) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk
advanced airway procedures
7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam
jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
d. Pengkajian Circulation
Syok didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ
dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab
syok paling umum pada trauma. Diagnosis syok
didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia,
takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin,
penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.
Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi
merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk
mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan
perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac
tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua
perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola
dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status
sirkulasi pasien, antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi
siap untuk digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
a) Menentukan ada atau tidaknya
b) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
c) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
d) Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda
hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan
menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan
suara yang tidak bisa dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk
mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
f. Expose, Examine and Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera
pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher
atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk
dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien
adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan
eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang
(Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme
trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma
Assessment harus segera dilakukan: Lakukan
pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien.
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat
mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan
transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis.

D. DOKUMENTASI.
Pelayanan pasien unit gawat darurat yang dilakukan oleh dokter jaga IGD
atau perawat IGD wajib didokumentasikan di dalam status pasien atau
rekam medis pasien. Sebagai bentuk pertanggung jawaban dan
pertanggung gugatan terhadap segala tindakan yang sudah dilakukan
dokter jaga IGD atau perawat IGD terhadap pasien sesuai kebijakan yang
berlaku. Disamping itu, diharapkan melalui dokumentasi yang baik maka
informasi mengenai keadaan kesehatan klien dapat diketahui secara
berkesinambungan.

Anda mungkin juga menyukai