Anda di halaman 1dari 22

PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN

BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD)

PENDAHULUAN

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah menjelaskan bahwa SKPD atau Unit

Kerja dapat membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) apabila tugas dan fungsinya

adalah menyelenggarakan pelayanan umum. Pelayanan umum tersebut diantaranya adalah

penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas

pelayanan kepada masyarakat. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum di atas

diutamakan untuk pelayanan kesehatan. Maka untuk menjalankan amanat tersebut,

Pemerintah Daerah mendorong agar instansi-instansi kesehatan yang melakukan pelayanan

kesehatan secara langsung kepada masyarakat untuk menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). Instansi kesehatan yang dapat menerapkan

PPK BLUD menurut peraturan tersebut di antaranya adalah Rumah Sakit dan Puskesmas.

Tujuan dari adanya PPK BLUD ini adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa. Dalam penerapan BLUD terdapat fleksibilitas bagi pengelola BLUD untuk

melakukan pengelolaan keuangannya, khususnya dalam memanfaatkan pendapatan yang

diterima dari masyarakat. Pendapatan yang diterima tidak lagi disetor ke kas daerah,

melainkan dapat langsung dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran BLUD. Namun

dengan fleksibilitas tersebut, pemerintah menegaskan bahwa PPK-BLUD bukanlah BUMD

yang sudah mengedepankan keuntungan perusahaan (profit-oriented). Hal ini karena


akuntabilitas pengelolaan keuangan BLUD masih dalam entitas pemerintah daerah dan tidak

dipisahkan dengan pengelolaan keuangan pemerintah daerah.

Sehingga untuk meningkatkan pelayanan khususnya di bidang kesehatan, maka

Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri terus mendorong kepada

pemerintah daerah untuk menerapkan PPK-BLUD bidang kesehatan khususnya kepada

Rumah Sakit dan Puskesmas. Namun masih banyak Rumah Sakit dan Puskesmas-puskesmas

yang belum menerapkan PPK-BLUD, khususnya Puskesmas di daerah terpencil. Pemerintah

mengharapkan dengan berubahnya status Rumah Sakit atau Puskesmas menjadi BLUD,

jangkauan masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu dan komprehensif dapat

dipercepat guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dan

kualitas hidup rakyat Indonesia yang sebaik-baiknya.

PEMBAHASAN

Pada pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah menyebutkan bahwa salah satu pengelolaan keuangan daerah adalah pengelolaan

keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 ini

merupakan pelaksanaan dari pasal 182 dan Pasal 194 Undang- Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah serta pasal 69 dan pasal 86 Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Daerah, yang secara khusus mengatur tentang pengelolaan Keuangan Daerah.

Selanjutnya, pedoman teknis pelaksanaan BLUD diatur dalam Peraturan Menteri

Dalam Negeri No. 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum Daerah. Permendagri No. 61 tahun 2007 ini juga mengacu pada Peraturan
1
Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU).

Badan Layanan Umum Daerah merupakan bagian dari pemerintahan daerah dengan

pengelolaan keuangan daerah, sedangkan Badan Layanan Umum merupakan bagian dari

Pemerintah Pusat dengan pengelolaan keuangan negara.

Pengertian BLUD

Menurut Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah pengertian Badan Layanan Umum Daerah yang disingkat dengan BLUD adalah

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau unit kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah

daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan

barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam

melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Makna dari

definisi ini adalah sebagai berikut1:

1. BLUD merupakan perangkat daerah, mempunyai makna bahwa asset BLUD

merupakan aset daerah yang tidak dipisahkan.

2. Perangkat daerah yang dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD adalah

SKPD (sebagai Pengguna Anggaran) atau Unit Kerja pada SKPD (sebagai Kuasa

Pengguna Anggaran).

3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa

yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, mempunyai pengertian

bahwa SKPD atau Unit Kerja tersebut memberi pelayanan langsung kepada

masyarakat dan tidak semata-mata mencari keuntungan.

1
PKMK FK UGM. 2013. Tanya Jawab Seputar BLUD. Diakses melalui http://manajemenrumahsakit.net/
2013/04/tanya-jawab-seputar-blud., pada tanggal 18 Mei 2015.

2
4. Kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, mempunyai arti

bahwa BLUD dterapkan dalam rangka efisiensi anggaran dan peningkatan

pelayanan pada masyarakat.

Berbeda dengan pengelolaan keuangan pada SKPD pada umumnya, Pola Pengelolaan

Keuangan BLUD atau PPK-BLUD adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan

fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum

dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan

keuangan daerah pada umumnya. BLUD merupakan bagian dari perangkat kerja pemerintah

daerah, beroperasi untuk tujuan pemberian layanan umum secara lebih efektif dan efisien dan

sejalan dengan praktek bisnis yang sehat, yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan

kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah.

Tujuan dan Tanggung Jawab Pembentukan BLUD

Pada pasal 145 Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 menyebutkan bahwa

pemerintah daerah dapat membentuk BLUD untuk:

a. Menyediakan barang dan/atau jasa untuk layanan umum

b. Mengelola dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan

kepada masyarakat

c. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan

umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kepala daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan

pelayanan umum yang didelegasikan kepada BLUD terutama pada aspek manfaat yang

dihasilkan. Pejabat pengelola BLUD bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian

3
layanan umum yang didelegasikan oleh kepala daerah. Dalam menyelenggarakan dan

meningkatkan layanan kepada masyarakat, BLUD diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan

keuangannya, namun dalam melaksanakan kegiatannya, BLUD harus mengutamakan

efektivitas dan efisiensi serta kualitas pelayanan umum kepada masyarakat tanpa

mengutamakan pencarian keuntungan. Tujuan awal dibentuknya BLUD ini adalah untuk

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dan bukan mengutamakan keuntungan (profit-

oriented), sehingga BLUD tidak dapat disamakan dengan BUMD yang melaksanakan

kegiatannya untuk mencari keuntungan.

Persyaratan BLUD

Ada 3 (tiga) persyaratan supaya suatu unit kerja dapat ditetapkan sebagai BLUD,

yaitu persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif.

Persyaratan substantif mensyaratkan bahwa tugas dan fungsi SKPD atau Unit Kerja

bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan semi

barang/jasa publik (quasipublic goods). Pelayanan umum sebagaimana dimaksud di atas

berhubungan dengan:

a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan

kuantitas pelayanan masyarakat. Penyediaan dan/atau jasa layanan umum ini

diutamakan untuk pelayanan kesehatan.

b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian

masyarakat atau layanan umum.

c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau

pelayanan kepada masyarakat.

4
Persyaratan teknis penerapan BLUD adalah:

a. Kinerja pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan

pencapaiannya melalui BLUD atas rekomendasi sekretaris daerah untuk SKPD atau

kepala SKPD untuk Unit Kerja.

Kriteria layak dikelola ini antara lain: memiliki potensi untuk meningkatkan

penyelenggaraan pelayanan secara efektif, efisien, dan produktif; dan memiliki

spesifikasi teknis yang terkait langsung dengan layanan umum kepada masyarakat.

b. Kinerja keuangan SKPD atau Unit Kerja yang sehat.

Kriteria kinerja keuangan yang sehat yaitu ditunjukkan oleh tingkat kemampuan

pendapatan dari layanan yang cenderung meningkat dan efisien dalam membiayai

pengeluaran.

Sedangkan persyaratan administratif penerapan BLUD adalah SKPD atau Unit Kerja harus

membuat dan menyampaikan dokumen-dokumen berikut ini:

a. Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan

manfaat bagi masyarakat

b. Pola tata kelola

c. Rencana strategis bisnis

d. Standar pelayanan minimal

e. Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan

f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Pada pasal 23 disebutkan bahwa ada 2 (dua) macam status yang diberikan pada saat

penetapan persetujuan penerapan PPK-BLUD yaitu dapat berupa pemberian status BLUD

penuh atau status BLUD bertahap. Status BLUD penuh diberikan apabila seluruh persyaratan

telah dipenuhi dan dinilai memuaskan. Sedangkan status BLUD bertahap diberikan apabila
5
persyaratan substantif dan teknis terpenuhi, namun persyaratan administratif dinilai belum

terpenuhi secara memuaskan.

Manfaat Menjadi PPK-BLUD2

BLUD yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat memperoleh

pendapatan baik dari pendapatan jasa layanan BLUD maupun pendapatan yang bersumber

dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan atau dari dana Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendapatan jasa layanan BLUD bersumber dari

imbalan terkait dengan operasional pelayanan yang diberikan. Selain dari ketiga sumber

pendapatan di atas, BLUD juga dapat memperoleh pendapatan dari perjanjian Kerja Sama

Operasional (KSO) ataupun dari pendapatan hibah. Pendapatan yang diterima tidak lagi

disetor ke kas daerah, melainkan dapat langsung dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran

BLUD. Satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanan kepada publik secara

signifikan dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan

pelayanan yang diberikan. Hal ini merupakan upaya peng-agenan aktivitas yang tidak harus

dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi pemerintah daerah yang dikelola

“secara bisnis”, sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan

efektif.

SKPD Rumah Sakit atau UPTD Puskesmas yang menerapkan Pola Pengelolaan

Keuangan BLUD mempunyai manfaat sebagai berikut :

2
Hananto, Ilham. 2009. BPKP DIY: Narasumber Workshop Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) Puskesmas di Lingkungan Pemkab Sleman. Diakses melalui http://www.bpkp.go.id/
berita/read/4129/1640/BPKP-DIY-Narasumber-Work-shop-Pengelolaan-Keuangan-Badan-Layanan-Umum-
Daerah-BLUD-Puskesmas-di-lingkungan-Pemkab-Sleman.bpkp pada tanggal 18 Mei 2015.

6
1. Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instasi pemerintah daerah kepada masyarakat

dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Instasi pemerintah daerah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan

keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktek

bisnis yang sehat.

3. Dapat dilakukan pengamanan atas aset daerah yang dikelola oleh instansi terkait.

Fleksibilitas dalam pengelolaan BLUD antara lain berupa:

1. Pengelolaan pendapatan dan biaya;

2. Pengelolaan kas;

3. Pengelolaan utang;

4. Pengelolaan piutang;

5. Pengelolaan investasi;

6. Pengadaan barang dan/atau jasa;

7. Pengelolaan barang;

8. Penyusunan akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban;

9. Pengelolaan sisa kas di akhir tahun anggaran dan defisit;

10. Kerjasama dengan pihak lain;

11. Pengelolaan dana secara langsung

12. Perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.

Akan tetapi untuk status BLUD bertahap, sesuai dengan Permendagri No. 61/2007 pasal 27,

terdapat pembatasan yang diberikan dibandingkan BLUD penuh, yaitu :

7
1. Diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang

dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan

standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.

2. Status BLUD bertahap tidak diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi,

pengelolaan utang, serta pengadaan barang dan/atau jasa.

Permasalahan yang Dihadapi Terkait Penerapan BLUD3,4

Sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang

Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah tersebut, beberapa

SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang memberi pelayanan langsung pada masyarakat telah

menerapkan PPK-BLUD. Pelayanan tersebut, antara lain berkaitan dengan bidang kesehatan,

pendidikan, wisata daerah, air minum, pengelolaan kawasan, dan pengelolaan dana khusus.

Dari beberapa jenis pelayanan tersebut, pelayanan bidang kesehatan (Rumah Sakit Daerah

dan Puskesmas) yang paling banyak menerapkan PPK-BLUD. Hal ini untuk mendukung

percepatan peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Kementerian Dalam Negeri terus mendorong pemerintah daerah untuk menerapkan

PPK-BLUD bidang kesehatan. Namun masih banyak Rumah Sakit dan bahkan Puskesmas-

puskesmas yang belum menerapkan PPK-BLUD, khususnya Puskesmas di daerah terpencil.

Data dari Kementerian Dalam Negeri menyebutkan bahwa sampai Desember 2014 Rumah

Sakit daerah yang menerapkan BLUD sudah 279 RSD atau 44% dari total 639 Rumah Sakit

daerah yang ada di Indonesia. Sementara itu, untuk Puskesmas yang sudah menerapkan PPK-

3
Marsasi, Sugeng Y. 2011. BLUD, Enterprising the Government. Diakses melalui http://warungblud.
wordpress.com pada tanggal 18 Mei 2015.
4
PKMK FK UGM. op. cit.
8
BLUD sebanyak 209 Puskesmas atau 2 % dari total 9.671 Puskesmas di Indonesia. Berikut

ini adalah data jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas yang sudah menerapkan BLUD dengan

status BLUD Penuh dan BLUD Bertahap dan yang belum menerapkan PPK-BLUD sampai

dengan akhir tahun 2014.

Data Rumah Sakit dan Puskesmas di Indonesia yang Sudah dan Belum
Menerapkan PPK-BLUD

10000
9000
8000
7000
9462 Belum menerapkan BLUD
6000
5000 Status BLUD Penuh
4000 Status BLUD Bertahap
3000
2000 360
1000 260
19 118 91
0
Rumah Sakit Puskesmas

Sumber : keuda.kemendagri.go.id, depkes.go.id

Sumber : keuda.kemendagri.go.id

9
Dalam pengajuan pembentukan BLUD dan implementasinya belum semuanya

berjalan optimal. Hal ini disebabkan adanya kendala dan permasalahan, baik di lingkungan

internal maupun eksternal BLUD. Di lingkungan eksternal BLUD, antara lain Kepala Daerah,

Ketua/Anggota DPRD, pejabat di lingkungan Sekretariat Daerah seperti Biro/Bagian Hukum,

Biro/Bagian Organisasi, pejabat di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA), Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), pejabat di lingkungan

Inspektorat Daerah, dan SKPD lain yang terkait dalam penerapan PPK-BLUD, ada yang

belum memahami esensi, makna dan operasional dalam penerapan PPK-BLUD. Sedangkan

di lingkungan internal, masih terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang

memahami operasional BLUD.

Kurangnya pemahaman terkait dengan penerapan BLUD, menimbulkan berbagai

macam permasalahan yang berasal dari lingkungan eksternal, antara lain:

1. Adanya anggapan Pemerintah Daerah bahwa dengan berubah status menjadi

BLUD, maka pendapatan Pemerintah Daerah dari retribusi khususnya retribusi

kesehatan akan berkurang

Hal ini karena RS/Puskesmas tidak lagi menyetorkan pendapatannya ke Kas Daerah,

sehingga menyebabkan Pendapatan Asli Daerah dari Retribusi Daerah akan berkurang.

Dengan tidak disetornya retribusi, maka pemda kekurangan uang kas/dana segar untuk

membiayai macam-macam operasional pemerintah daerah. Namun perlu

dipertimbangkan bahwa layakkah uang orang sakit dipakai untuk membiayai kegiatan

operasional pemerintah daerah, membayar honor DPRD, atau membiayai pembangunan.

Orang sakit sudah menderita karena sakitnya, harus jadi tambah miskin karena

membayar biaya pelayanan kesehatan yang mahal, karena uangnya akan digunakan oleh

10
pemerintah daerah. Untuk itulah dibentuk BLUD, agar pendapatan yang diperoleh dari

pelayanan kesehatan dapat langsung digunakan untuk membiayai operasional Rumah

Sakit/Puskesmas dan untuk peningkatan pelayanan pada masyarakat.

2. Fleksibilitas pengelolaan keuangan yang dimiliki BLUD, membuat BLUD

dipersamakan dengan BUMD

Fleksibilitas pengelolaan keuangan BLUD, khususnya dengan tidak disetornya

pendapatan BLUD ke Kas Daerah, maka Pemerintah Daerah menganggap APBD

sebaiknya langsung dihentikan atau alokasi anggaran dari APBD ke BLUD hanya untuk

belanja pegawai. Pemerintah daerah beranggapan dengan adanya perubahan menjadi

BLUD, Rumah Sakit/Puskesmas akan benar-benar mandiri dan lepas dari beban

pembiayaan pemerintah daerah, termasuk belanja modal bahkan pembayaran gaji

pegawai. Hal ini karena adanya pemahaman yang kurang pas, dimana BLUD

dipersamakan dengan BUMD. BLUD hanyalah instrumen yang diberikan kepada unit-

unit pelayanan milik pemerintah daerah dengan tujuan pembentukannya agar pelayanan

kepada masyarakat menjadi optimal. Sehingga, kewajiban Pemerintah Daerah dalam hal

ini APBD masih dimungkinkan, baik untuk Belanja Pegawai, Belanja Barang/Jasa,

maupun Belanja Modal. Namun demikian, setelah menerapkan PPK-BLUD mestinya

peran APBD untuk operasional BLUD secara persentase makin lama makin turun.

3. Kurangnya pemahaman dan peran DPRD dalam mendukung Penerapan BLUD

Peran DPRD bagi BLUD adalah pada saat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah

tentang APBD. Dalam rancangan peraturan tersebut, dewan akan melihat dan membahas

target kinerja pada RBA yang akan dicapai dalam satu tahun anggaran, dapat juga

membahas alokasi dana APBD bagi BLUD. Demikian juga waktu membahas laporan
11
pertanggungjawaban APBD, dewan akan melihat tercapai tidaknya target-target kinerja

yang tercantum dalam RBA. Kalau tidak tercapai dewan dapat memberikan rekomendasi

kepada kepala daerah untuk mengingatkan Pejabat Pengelola BLUD atau kalau perlu

mengusulkan penggantian pejabat pengelola. Tetapi dewan tidak selayaknya

mengusulkan agar BLUD dicabut, karena yang salah adalah pengelolanya bukan

institusinya.

4. Ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam Pemendagri No. 61 tahun

2007 berbeda dengan Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Perbedaan ketentuan pengadaan barang dan jasa di antara kedua peraturan di atas,

menimbulkan keragu-raguan dari para pejabat di daerah dalam mengimplementasikannya

pada pengelolaan keuangan BLUD. Hal ini cukup beralasan, karena di dalam hirarki

perundang-undangan di Indonesia, Peraturan Menteri tidak termasuk di dalamnya.

Sehingga muncul keraguan, bagaimana mungkin permendagri mengalahkan keputusan

presiden, khususnya dalam hal pengadaan barang dan jasa tersebut. Hal ini dapat

dijelaskan sebagai berikut, bahwa keberadaan Permendagri No 61/2007 tersebut ada

karena amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah, khususnya Pasal 150, dimana disebutkan “Pedoman Teknis

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah ditetapkan oleh Menteri Dalam

Negeri setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan”. Untuk itu, keberadaan

Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut sangat kuat karena sebagai turunan dari

Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005. Oleh karena itu, dalam memahami Peraturan

Menteri Dalam Negeri tersebut hendaknya bersamaan dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 58 Tahun 2005 sebagai satu kesatuan.


12
5. Adanya kekuatiran Pemerintah Daerah dengan adanya fleksibilitas keuangan

BLUD

Dengan adanya fleksibilitas pengelolaan keuangan BLUD, adanya kekuatiran bahwa

pemerintah daerah tidak lagi dapat mengontrol rumah sakit yang dapat mengakibatkan

rumah sakit tidak dapat berkembang, atau bahkan jika terlalu pesat berkembang, rumah

sakit tersebut tidak lagi dapat memberikan kontribusi terhadap pemerintah daerah

dikarenakan pendapatan rumah sakit tidak lagi disetorkan ke kas daerah. Hal ini tentu

saja tidak akan terjadi jika pemerintah daerah benar-benar mengerti dan memahami

esensi dan makna sebenarnya dari pembentukan BLUD.

6. Pengaruh lingkungan bisnis/pihak ketiga terkait dengan mitra rumah sakit dalam

menjalankan bisnis/pelayanan kesehatan kepada masyarakat

Pengaruh lingkungan bisnis/pihak ketiga ini terkait dengan mitra rumah sakit dalam

menjalankan bisnis/pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pihak ketiga berharap

“praktek bisnis swasta” yang biasa mereka lakukan bisa diterapkan juga di rumah sakit

pemerintah setelah menjadi BLUD. Misalnya, sebuah perusahaan tertentu siap menjalin

kerjasama layanan kesehatan bagi seluruh karyawannya asalkan ada imbal balik yang

bisa diperoleh “manajemen” dari setiap pembayaran layanan kesehatan terhadap para

karyawan tersebut (sedangkan tarif layanan kesehatan BLUD yang diberlakukan masih

tetap ditentukan oleh pemerintah daerah). Demikian juga persaingan rekanan dalam

penyediaan kebutuhan rumah sakit yang kerap kali tidak sesuai dengan prosedur.

Selain permasalahan yang ditemui dari pihak eksternal BLUD, terdapat juga

permasalahan dan tantangan dari lingkungan internal BLUD dalam penerapan BLUD, antara

lain:
13
1. Adanya pemahaman bahwa fleksibilitas pengelolaan keuangan BLUD sebagai

kebebasan pengelolaan keuangan,

Perubahan menjadi BLUD, tidak dapat dipahami secara sempit berkaitan dengan

kebebasan pengelolaan keuangan berupa fleksibilatas pengelolaan keuangan, dimana

pendapatan fungsional dapat langsung digunakan untuk operasional pelayanan tanpa

harus disetor ke kas daerah. Namun harus dipahami hal tersebut lebih kepada perubahan

pola manajemen dan paradigma seluruh unsur di dalam organisasi BLUD. Sehingga

perlu adanya perubahan mindset, kesadaran dan kesungguhan dari pengelola dan semua

pihak dalam BLUD.

Menjadi BLUD berarti mengubah budaya kerja dan paradigma baik dari pengelola

BLUD maupun seluruh karyawan dan pihak dalam BLUD, tidak hanya perubahan dari

“setor ke kas daerah” menjadi “tidak setor ke kas daerah”. Bukan masalah pengelolaan

keuangan saja, tapi mindset harus ikut berubah. Tadinya biasa dilayani, sekarang

melayani. Tadinya “pasien butuh RS” sekarang “RS butuh pelanggan”. Tadinya uang

disetor (ke Kas Daerah Pemda), sekarang bisa dikelola sendiri (di rekening RSUD). Jika

mindset tidak berubah, maka pelayanan kesehatan kepada masyarakat sulit untuk

ditingkatkan.

Untuk sebuah RSUD misalnya, setelah menjadi BLUD, kini tidak lagi hanya sekedar

melayani pasien/masyarakat namun harus dapat memberikan kepuasan terhadap

pelanggan. Pelaksanaan kegiatan bukan hanya sekedar pelaksanaan DPA tahun berjalan

sebesar anggaran yang telah ditetapkan, namun harus berhitung profit untuk

menghidupkan dan mengembangkan bisnis/usaha rumah sakit. Demikian juga

“kebiasaan” meminta dana dan menggunakan anggaran kepada pemerintah daerah baik

14
kota/kabupaten/provinsi, harus diimbangi dengan intensifikasi dan ekstensifikasi usaha

dan membangun jiwa enterpreneur, karena dengan BLUD, RSUD tersebut sudah sedikit

dilepaskan dari aturan birokrasi yang “membelenggu” dan diberikan keleluasaan

mengatur pendapatan fungsionalnya. Dan tentunya, perubahan pola manajemen dan

perubahan paradigma ini diharapkan mampu memberikan kesejahteraan dan kebanggaan

profesi bagi setiap insan rumah sakit dimanapun mereka diposisikan dalam memberikan

pelayanan kesehatan dan dukungan administrasi bagi masyarakat.

2. Pengelola dan semua pihak dalam BLUD perlu menyeimbangkan antara

paradigma baru menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat namun tujuan

utamanya bukan untuk pencarian keuntungan (profit-oriented) melainkan

peningkatan pelayanan kepada masyarakat (public service oriented)

Paradigma baru sebagai sebuah Badan Layanan Umum Daerah juga harus seimbang

antara arti mewiraswastakan instansi pemerintah dengan pengelolaan instansi pemerintah

ala bisnis, dengan “Public Service Oriented” yaitu tetap berorientasi pada peningkatan

pelayanan kepada masyarakat. Hal inilah yang harus tetap diingat oleh semua yang

terlibat dalam BLUD bahwa tujuan penerapan PPK-BLUD adalah lebih kepada

peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan masyarakat oleh instansi pemerintah

dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip

ekonomi dan produktivitas dan penerapan praktek bisnis yang sehat, bukan mencari

keuntungan semata.

3. Konsekuensi penerapan PPK-BLUD, maka Rumah Sakit/ Puskesmas perlu

mengoptimalkan kegiatan operasionalnya untuk peningkatan pelayanan pada

masyarakat

15
Keberadaan BLUD harus dapat memecahkan berbagai permasalahan yang selama ini

dihadapi dalam pelayanan kepada masyarakat. Sebuah rumah sakit yang harus

melakukan pelayanan setiap waktu tentunya tidak ingin setiap awal tahun anggaran

menghadapi kendala keterbatasan obat, alat kesehatan, makan-minum pasien dan lain-

lain hanya karena belum selesainya proses penganggaran di pemeritah daerah.

Optimalisasi pelayanan ini dapat diatasi manakala pendapatan fungsional bisa langsung

digunakan untuk pengadaan obat/alkes dan lain-lain serta penyederhanaan proses

pengadaan barang/jasa yang tetap menguntungkan rumah sakit. Lebih jauh dari itu,

keterbatasan dan kelancaran dana operasional serta ketergantungan terhadap subsidi

pemerintah akan sedikit teratasi manakala BLUD dapat memerankan diri sebagai sebuah

“bisnis swasta” yang mampu menarik sebanyak mungkin pelanggan, dan bersaing

dengan bisnis sejenis dalam cakupan wilayah yang telah diperhitungkan dalam Rencana

Strategi Bisnis. Untuk itu dibutuhkan sumber daya manusia yang handal dan profesional

baik dari sisi operasional (dokter, perawat, dsb), sisi manajemen, dan pengelolaan

keuangan. Manajer RS dituntut untuk menjadi seorang manajer sungguhan, bukan

sekedar Kepala RS. Demikian juga Kepala Keuangan, Kepala Perencanaan, Kepala Staf

dan seterusnya dituntut menjadi manajer keuangan, manajer SDM, manajer operasional.

Sehingga dengan pembentukan BLUD betul-betul membawa peningkatan efisiensi,

efektivitas serta produktivitas pelayanan.

4. Perubahan status menjadi sebuah BLUD seharusnya direspon oleh setiap individu

dalam Rumah Sakit/ Puskesmas, dimanapun posisi dan peran yang diemban dalam

memberikan kontribusi bagi kemajuan Rumah Sakit/Puskesmas

Momen penting pembentukan BLUD seringkali hanya diketahui oleh segelintir personil

dalam jajaran manajemen terutama yang berhubungan langsung dengan pengelolaan


16
keuangan, sedangkan sebagian besar pegawai yang melaksanakan pelayanan mungkin

tidak tahu apa itu BLUD sehingga tidak ada perubahan paradigma mengenai apa yang

seharusnya mereka lakukan setelah menjadi BLUD. Hal ini perlu sosialisasi dan usaha

pembelajaran terus menerus kepada seluruh pegawai dan pihak di dalam Rumah Sakit/

Puskesmas. Sehingga secara bersama-sama semua pihak saling bekerja sama untuk

mewujudkan tujuan awal pembentukan BLUD yaitu peningkatan pelayanan kepada

masyarakat.

Solusi terhadap Permasalahan BLUD5

Berikut ini dapat dijabarkan solusi-solusi yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi

permasalahan yang timbul dalam penerapan BLUD, antara lain:

1. Meningkatkan sosialisasi dan pemahaman pihak-pihak eksternal terhadap esensi, makna

dan operasional dalam penerapan PPK-BLUD. Dukungan dari pemerintahan daerah

seperti Kepala Daerah, Ketua/Anggota DPRD, pejabat di lingkungan Sekretariat Daerah

seperti Biro/Bagian Hukum, Biro/Bagian Organisasi, pejabat di lingkungan Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

(PPKD), pejabat di lingkungan Inspektorat Daerah, dan SKPD lain yang terkait dalam

penerapan PPK-BLUD sangat diperlukan dalam pembentukan dan implementasi BLUD

sehingga secara bersama-sama semua pihak dapat bekerja sama untuk meningkatkan

pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

5
Marsasi, Sugeng Y, op. cit.

17
2. Menjadikan momen lahirnya BLUD sebagai titik tolak membangun paradigma baru bagi

seluruh insan Rumah Sakit/Puskesmas untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan,

sejak pelanggan masuk gerbang rumah sakit hingga kembali ke rumah dengan

kesembuhan dan perasaan puas. Image yang buruk yang selama ini diterima rumah sakit

pemerintah ataupun puskesmas harus segera diubah. Sikap santun dan ramah serta

profesionalisme pelayanan harus mulai ditunjukkan oleh satpam, tukang parkir, petugas

pendaftaran, perawat, dokter, apoteker, kasir, dan seterusnya. Hal ini yang akan

memberikan kepuasan pelanggan sehingga dapat mempertahankan pasien lama dan

menarik pasien baru melalui tenaga pemasaran gratis, yaitu pasien dan keluarga pasien.

Namun membangun paradigma baru perlu sosialisasi yang berkesinambungan. Cara yang

lebih efektif adalah menumbuhkan rasa memiliki bisnis rumah sakit dan menunjukkan

bahwa kedudukan tiap individu dalam rumah sakit adalah penting. Dengan melibatkan

secara langsung dalam perumusan visi dan misi rumah sakit pada saat penyusunan

Rencanan Strategi Bisnis, merupakan salah satu cara memberikan penghargaan atas

peran dan keterlibatan insan rumah sakit. Selanjutnya keterlibatan dalam pengaturan

kode etik dan perumusan Standar Operating dan Prosedur (SOP) juga merupakan media

sosialisasi yang cukup efektif, terlebih rumusan remunerasi penghasilan yang akan

diperjuangkan bersama dari kegigihan kerja dan dan kontribusi nyata setiap insan rumah

sakit.

3. Terhadap perbedaan persepsi dengan pemerintah daerah, dokumen Rencana Strategi

Bisnis (RSB) lima tahunan merupakan media komunikasi yang cukup efektif manakala

pihak rumah sakit mampu memaparkan hitungan-hitungan bisnis kepada pemerintah

daerah, didukung dengan Rencanan Bisnis dan Anggaran (RBA) untuk tiap-tiap

tahunnya. Rencana bisnis selama lima tahun dengan trend kenaikan prosentase tingkat

18
kemandirian yang menggambarkan kenaikan pendapatan fungsional untuk menutupi

biaya operasional layanan, diharap dapat memberikan persamaan persepsi antara

penyelenggara pemerintahan dengan pengelola BLUD. Tidak menutup kemungkinan

BLUD RSUD suatu saat kelak mampu memberikan pilihan kepada pegawainya, apakah

akan berstatus sebagai pegawai BLUD atau tetap menjadi PNS. Dan semua masih tetap

dalam kontrol pemerintah daerah melalui dewan pengawas dan kinerja BLUD dapat

dipertanggungjawabkan karena selalau dilakukan audit oleh auditor independent. Bahkan

evaluasi kinerja terhadap BLUD dapat memberikan korekis perbaikan dan juga

memungkinkan pengembalian status SKPD (penurunan/pencabutan status BLUD).

4. Menghadapi persaingan bisnis dengan rumah sakit sejenis dalam menarik pelanggan,

dapat dilakukan dengan pelayanan prima secara profesional dengan selalu

memperhatikan kebutuhan pelanggan. Profesionalisme layanan dari para perawat dan

dokter/dokter ahli (dan tenaga pendukung lainnya) serta peralatan medis yang modern

hingga saat ini masih menjadi faktor utama dalam menarik pelanggan/pasien, dan RSUD

harus segera merancang investasi ke arah sana, misalnya dengan menghimpun dana,

mencari donatur atau melakukan kerja sama operasi (KSO) dengan pihak swasta.

19
KESIMPULAN

Penerapan PPK-BLUD diharapkan tidak sekedar perubahan format belaka, yaitu

mengejar remunerasi, fleksibilitas, atau menghindari peraturan perundang-undangan dalam

pengadaan barang dan jasa. Penerapan PPK-BLUD hendaknya lebih kepada tercapainya

peningkatan kualitas pelayanan publik, kinerja keuangan dan kinerja manfaat bagi

masyarakat secara berkesinambungan sejalan dengan semangat BLUD yang dikelola

berdasarkan praktik-praktik bisnis yang sehat yang tidak mengutamakan pada pencarian

keuntungan (profit-oriented). Kontribusi BLUD bagi Pemerintah Daerah adalah ketika

menerapkan PPK BLUD, Rumah Sakit/Puskesmas dapat menekan pemborosan, mengurangi

miss-allocation, melakukan penghematan pada segala aspek dan perlahan-lahan dapat

mengurangi subsidi APBD bila kemampuan atau daya beli masyarakatnya meningkat.

Tujuan pembentukan BLUD adalah sebagai alat untuk membenahi pelayanan publik

agar lebih efisien, dikelola secara transparan, menjadi lembaga yang akuntabel dan

memberikan pelayanan yang efektif. Penerapan PPK-BLUD dalam rangka peningkatan

kinerja pelayanan, kinerja manfaat, dan kinerja keuangan. Keberhasilan penerapan BLUD ini

sangat membutuhkan dukungan dan kerjasama semua pihak tidak hanya dari internal BLUD

tetapi juga dari Pemerintah Daerah secara keseluruhan.

20
REFERENSI

Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah


Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum.

Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI. 2013. Implementasi
PPK-BLUD dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Diakses melalui http://
keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/28-implementasi-ppk-blud-dan-peningkatan-
kualitas-pelayanan-publik pada tanggal 18 Mei 2015.

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan – Fakultas Kedokteran UGM. 2013. Tanya
Jawab Seputar BLUD. Diakses melalui http://manajemenrumahsakit.net/ 2013/04/tanya
-jawab-seputar-blud/ pada tanggal 18 Mei 2015.

Hananto, Ilham. 2009. BPKP DIY: Narasumber Workshop Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) Puskesmas di Lingkungan Pemkab Sleman. Diakses
melalui http://www.bpkp.go.id/berita/read/4129/1640/BPKP-DIY-Narasumber-Work-
shop-Pengelolaan-Keuangan-Badan-Layanan-Umum-Daerah-BLUD-Puskesmas-di-
lingkungan-Pemkab-Sleman.bpkp pada tanggal 18 Mei 2015.

Marsasi, Sugeng Y. BLUD, 2011. Enterprising the Government. Diakses melalui http://
warungblud.wordpress.com pada tanggal 18 Mei 2015.

Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI. 2014. Daftar dan
Implementasi PPK-BLUD Provinsi, Kabupaten/Kota. Diakses melalui http://keuda.
kemendagri.go.id/datin/index/3/2014 pada tanggal 23 Mei 2015.

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Data Puskesmas di Indonesia. Diakses melalui


http://www.depkes.go.id/article/view/13060100013/informasi-publik-wajib-tersedia-
setiap-saat.html pada tanggal 23 Mei 2015.

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Data dan Klasifikasi RS di Indonesia. Diakses melalui
http://www.depkes.go.id/article/view/13060100013/informasi-publik-wajib-tersedia-
setiap-saat.html pada tanggal 23 Mei 2015.

21

Anda mungkin juga menyukai