Anda di halaman 1dari 19

Maret 23, 2017

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO setiap tahunnya, 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami

asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal.(JNPK-KR,2008). Kematian maternal dan

bayi tersebut terjadi terutama di negara berkembang sebesar 99%. Angka kematian bayi yang

mengalami asfiksia neonatorum yaitu 50 %-60%. (Manuaba,2012).

Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL

(usia di bawah 1 tahun). Setiap 6 menit terdapat satu BBL yang meninggal. Penyebab kematian

BBL di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus

neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital.(JNPK-KR,2008)

1
Pada Tahun 2013 di Provinsi Lampung terjadi 619 kematian perinatal,menurun di
bandingkan Tahun 2012 yaitu 787 kasus. Penyumbang tertinggi yaitu kabupaten Lampung
Tengah 118 kasus dan Kota Bandar Lampung 112 kasus. Tingginya kasus kematian perinatal
Lampung Tengah dan Kota Bandar Lampung ini mungkin karena jumlah penduduk yang
tinggi. Penyebab kematian perinatal yang banyak adalah Asfiksia dan BBLR .(Profil
Lampung 2013).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera

setelah lahir (Asuhan Persalinan Normal, 2008:146).

Etiologi yang menyebabkan terjadinya asfiksia antara lain : Keadaan ibu : Pre-eklampsia

dan eklampsia, perdarahan abnormal, partus lama atau partus macet, demam selama

persalinan, infeksi berat, kehamilan postmatur. Keadaan tali pusat : Lilitan tali pusat, tali pusat

pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat). Keadaan bayi : Bayi premature, persalinan

sulit(letak sungsang, bayi kembar distosia bahu, ekstaksi vakum, forsep), kelainan kongenital,

air ketuban bercampur mekonium (Asuhan Persalinan Normal, 2008:146).


Dampak asfiksia neonatorum adalah sekitar 10% bayi yang baru dilahirkan

memerlukan beberapa tingkatan resusitasi aktif untuk merangsang pernafasan,dan sekitar 1

persen membutuhkan resusitasi ekstensif. (Williams,2013:617)

Angka kejadian asfiksia dari data pra survey di Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar

Lampung pada tahun 2013 yaitu 14,06 % atau 544 kasus dari 3869 persalinan, pada tahun

2014 mengalami peningkatan menjadi 30,51 % atau 411 kasus dari 1347 persalinan, dan

kembali meningkat menjadi 31,03 % atau 423 kasus dari 1363 persalinan pada tahun 2015

(Rekam Medik Rumah Sakit Abdoel Moeloek). Berdasarkan latar belakang diatas, maka

peneliti tertarik mengambil judul Gambaran kejadian asfiksia neonatorum berdasarkan faktor

bayi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimanakah gambaran kejadian asfiksia neonatorum berdasarkan faktor bayi di Rumah

Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2015”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Gambaran kejadian asfiksia neonatorum

berdasarkan faktor bayi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2015”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Abdoel

Moeloek Bandar Lampung Tahun 2015 berdasarkan usia kehamilan.

1.3.2.2 Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Abdoel

Moeloek Bandar Lampung Tahun 2015 berdasarkan jenis persalinan.


1.3.2.3 Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Abdoel

Moeloek Bandar Lampung Tahun 2015 berdasarkan letak janin.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Tempat Peneliti

Hasil penelitian ini merupakan bahan masukan dan evaluasi bagi rumah sakit sebagai tolak

ukur rumah sakit dalam memberikan penyuluhan kesehatan yang baik dan bermutu terutama

tentang kejadian asfiksia neonatorum.

1.4.1 Bagi Akbid Wira Buana Metro

Dapat menjadi tambahan bahan bacaan diperpustakaan Akbid Wira Buana Metro mengenai

gambaran kejadian asfiksia neonatorum berdasarkan faktor bayi.

1.4.2 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis sebagai

peneliti pemula dalam program studi di Akademi Kebidanan Wirabuana.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan bahan informasi dan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan gambaran kejadian asfiksia neonatorum berdasarkan faktor bayi.

1.5 Ruang Lingkup

elitian : Deskriftif

enelitian : Seluruh bayi yang mengalami asfiksia neonatorum

nelitian : Gambaran kejadian asfiksia neonatorum berdasarkan faktor bayi.

enelitian : Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung

enelitian : Setelah proposal di setujui tanggal 11 mei-04 juni 2016


enelitian : Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL

(usia di bawah 1 tahun. Penyebab kematian BBL di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah

(29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital.

(JNPK-KR,2008). Etiologi yang menyebabkan terjadinya asfiksia antara lain : Keadaan ibu,

Keadaan tali pusat dan keadaan bayi meliputi bayi premature, persalinan sulit (letak sungsang,

bayi kembar distosia bahu, ekstaksi vakum, forsep), kelainan kongenital, air ketuban

bercampur mekonium (Asuhan Persalinan Normal, 2008:146).

Dampak yang menimbulkan dari asfiksia neonatorum adalah apnea sekunder, jika apnea

dibiarkan akan berdampak terhadap kematian bayi. (Williams, 2013:617)

Angka kejadian asfiksia dari data pra survey di Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar

Lampung tercatat pada tahun 2013 yaitu 14,06 % atau 544 kasus dari 3869 persalinan, pada

tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 30,51 % atau 411 kasus dari 1347 persalinan, dan

kembali meningkat menjadi 31,03 % atau 423 kasus dari 1363 persalinan pada tahun 2015

asfiksia neonatorum (Rekam Medik RS Abdoel Moeloek Bandar Lampung).

1.6 Keterbatasan Penelitian

Batasan penelitian digunakan untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas

sehingga penelitian dapat terarah dengan baik sesuai tujuan penelitian serta dengan adanya

keterbatasan waktu penelitian maka perlu adanya batasan penelitian.Batasan dalam penelitian

ini adalah :

1.6.1 Penelitian yang akan dilakukan hanya terbatas pada faktor bayi.

1.6.2 Penelitian ini menggunakan data sekunder berdasarkan rekam medis untuk angka kejadian

asfiksia tahun 2015.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asfiksia Neonatorum

2.2.1 Pengertian Asfiksia Neonatorum

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah

lahir (Asuhan Persalinan Normal, 2008:146). Asfiksia adalah suatu kedaan bayi yang tidak

dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan

CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba,

2012:421).Asfiksia adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat setelah saat

lahir yang di tandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (IDAI,2004:296 )

2.2.2 Penyebab Asfiksia

Penyebab asfiksia menurut (Manuaba,2012: 421) adalah

a. Gangguan sirkulasi menuju janin, seperti :

Gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat,

ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu), Pengaruh obat, karena narkosa saat persalinan.

b. Faktor-faktor dari ibu :

Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani

Penurunan tekanan darah dapat mendadak : perdarahan,pada plasenta previa dan solusio

plasenta

Vasokontriksi arterial : hipertensi pada hamil dan gestosis pre-eklampsia-eklampsia,gangguan

pertukaran nutrisi/O² (solusio plasenta)

Sedangkan menurut JNPK-KR (2008) etiologi yang menyebabkan terjadinya asfiksia antara

lain :

a. Keadaan ibu :

Pre-eklampsia dan eklampsia, perdarahan abnormal, partus lama atau partus macet, demam

selama persalinan, infeksi berat, kehamilan post matur.


b. Keadaantali pusat :

Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat).

c. Keadaan bayi:

Bayi premature, persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar distosia bahu, ekstaksi vakum,

forsep), kelainan congenital, air ketuban bercampur mekonium

(Asuhan Persalinan Normal, 2008:146).

2.2.3 Patofisiologi Asfiksia

Bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam

periode yang singkat. Jika asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung

juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromukular berkurang secara berangsur-angsur dan

bayi memasuki periode apnue yang dikenal sebagia apnue primer. Pemberian perangsangan

dan oksigen selama periode apnue dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan (Saifuddin,

2009:347).

Apabila asfiksia pada periode apnue primer berlanjut, bayi akan menunjukan

pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun dan bayi akan terlihat

lemah (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnue

yang disebut apnue sekunder. Selama apnue sekunder ini, denyut jantung, tekanan darah dan

kadar oksigen didalam darah terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan

dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali

apabila rerusitasi dengan penafasan buatan pemberian oksigen dimulai dengan segera

(Saifuddin, 2009:347).
2.2.4 Klasifikasi Asfiksia

2.2.4.1 Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

Memerlukan resusitasi segera secara aktif,dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu

disertai asidosis,maka perlu diberikan natrikus bikarbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg

berat badan,dan cairan glukosa 40% 1-2 ml per kg berat badan, diberikan via vena umbilikus

2.2.4.2 Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)

Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal kembali.

2.2.4.3 Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-9)

Bayi normal atau sedikit asfiksia

2.2.4.4 Bayi normal (APGAR 10) (Mochtar,2012:293)

Sedangkan menurut maryunani,puspita 2013 nilai apgar score adalah :

Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut jantung Tidak ada <100 >100
Biru atau Tubuh merah jambu,
Warna kulit Merah jambu
pucat dan kaki tangan biru
Gerakan/tonus otot Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi
Rekleks(menangis) Tidak ada Lemah/lambat Kuat

Menurut (JNPK-KR, 2008:151) bidan harus mampu melakukan penilaian untuk

mengambil keputusan guna menentukan tindakan resusitasi. Keputusan Resusitasi Bayi Baru

Lahir :

a) Penilaian

1) Sebelum bayi lahir :

a. Apakah kehamilan cukup bulan?

2) Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah :

a. Apakah bayi ketuban jernih, tidak bercampur mekonium (warna kehijauan)?


3) Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan):

a. Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/megap-megap?

b. Menilai apakah tonus otot baik?

b) Keputusan

1. Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :

a. Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap/ tidak berdasarkan dan atau tonus otot

bayi tidak baik.

b. Air ketuban bercampur mekonium.

c) Tindakan

Mulai lakukan resusitasi segera jika:

1. Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap/tidak bernafas dan atau tonus otot bayi

tidak baik:

Lakukan tindakan resusitasi BBL.

2. Air ketuban bercampur mekonium:

Lakukan resusitasi sesuai dengan indikasi.

2.2.5 Prognosis

Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi

yang dalam asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkannya menderita cacat mental seperti

epilepsi dan bodoh pada masa mendatang (Mochtar, 2012:292).

2.2.6 Diagnosis

a. Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas.

b. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka da gejala neurologik seperti kejang,

nistagmus, dan menangis kurang baik/tidak menangis (Mochtar, 2012:292).

2.2.7 Penanganan Asfiksia


a. Jangan biarkan bayi kedinginan (balut dengan kain), bersihkan mulut dan jalan nafas

b. Lakukan resusitasi dengan alat yang dimasukan kedalam mulut untuk mengalirkan oksigen

dengan tekanan 12mmH. Dapat juga dilakukan mouth to mouth respiration, heart massage,

atau menekan dan melepaskan dada bayi.

c. Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari post partum, jadi kepala dapat

direndahkan, supaya lendir yang menyumbat pernafasan dapat keluar.

d. Berikan coramine, lobeline, sekarang tidak dilakukan lagi

e. Kalau ada dugaan perdarahan otak berikan injeksi vitamin K 1-2 mg

f. Berikan tranfusi darah via tali pusat atau pemberian glukosa (Mochtar, 2012:292).

2.2.8 Persiapan Alat Resusitasi

Sebelum menolong persalianan, selain menyiapakan alat-alat persalinan juga harus disiapkan

alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :

a. Satu helai kain untuk mengeringkan bayi

b. Kain yang kedua untuk menyelimuti bayi

c. Kain yang ketiga untuk ganjal bahu bayi

d. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet

e. Tabung dan sungkup/balon dan sungkup

f. Kotak alat resusitasi

g. Sarung Tangan

h. Jam atau pencatat waktu (JNPK-KR, 2008:148).

2.2.9. Manajemen Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia (Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial,
2012)

Asuhan Bayi Normal


BAYI LAHIR
YA
PENILAIAN
Sambil meletakkan & menyelimuti bayi diatas perut ibu atau dekat perineum, lakukan penilaian BBL :
1. 1. Apakah bayi cukup bulan ?
2. 2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium
3. 3. Apakah bayi bernafas atau menangis
4. 4. Apakah bayi aktif ?

SALAH SATU ATAU TIDAK

Bayi bernafas normal


Asuhan pasca resusitasi
1. Pemantauan
2. Pencegahan hipotermi
3. Inisiasi menyusu dini
4. Pemberian Vit. K
5. Pencegahan infeksi
6. Pemeriksaan fisik
7. Pencatatan dan pelaporan
Bayi mulai bernafas
1. Konseling
2. Lanjutkan resusitasi
3. Pemantauan
4. Pencegahan hipotermi
5. Pemberian Vit K
6. Pencegahan infeksi
7. Pencatatan & pelaporan
Bila tidak mau dirujuk & tidak berhasil
1. Sesudah 10 menit pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi
2. Konseling
3. Pencatatan & pelaporan
Bayi tidak bernafas / bernafas megap-megap
1. Ulangi ventilasi sebanyak 20 x selama 30 detik
2. Hentikan ventilasi dan nilai kembali nafas setiap 30 detik
3. Bila bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan rujukan
Nilai nafas
Bayi tidak bernafas / bernafas megap – megap
VENTILASI
1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan
2. Ventilasi 2x dengan tekanan 30cm air
3. Bila dada mengembang lakukan ventilasi 20 x dengan tekanan 20cm air selama 30 detik
LANGKAH AWAL
1. Jaga bayi tetap hangat
2. Atur posisi bayi
3. Isap lender
4. Keringkan dan ransang taktil
5. Reposisi
Bila dirujuk

Gambar 2.1. Manajemen BBL dengan Asfiksia

2.2 Faktor Bayi yang Mengalami Asfiksia Neonatorim

Asfiksia bisa terjadi tanpa didahuluinya gejala dan tanda gawat janin, hal ini disebabkan oleh

faktor bayi seperti bayi prematur, persalian sulit (sungsang, distosia bahu, bayi kembar, vakum

dan forsep), kelainan kongenital, dan air ketuban bercampur mekonium (JNPK-KR, 2008).

Definisi gambaran (KBBI) adalah hasil menggambar,lukisan bayangan,uraian, keterangan

dan penjelasan.

2.3.1 Usia Kehamilan

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi

dan berakhir sampai permulaan persalinan.(Manuaba,2010:38).

a) Bayi kurang bulan (preterm) adalah masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari). Pada

bayi kurang bulan pada sistem pusat pernafasannya belum sempurna,surfaktan paru-paru masih
kurang, sehingga perkembangnya tidak sempurna. Dan janin mengalami penyakit hialin

membran dan gagal pernafasan. Penyulit yang terjadi pada bayi kurang bulan ini adalah

asfiksia/iskemia otak (Manuaba,2010:437).

b) Bayi cukup bulan (aterm) adalah masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259-

293 hari). Dalam usia kehamilan aterm ini asfiksia sedikit lebih menurun di karenakan bayi

cukup bulan sehingga sistem pernafasan janin pun sudah sempurna.

c) Bayi lebih bulan (post-term) adalah masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau

lebih). Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi

dan pertukaran CO2/02 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia sampai kematian dalam

rahim. (Manuaba,1998:222)

Bayi dengan usia kehamilan 28-37 minggu atau disebut dengan bayi premature, sistem pusat

pernafasan nya belum sangat sempurna, surfaktan pada paru-paru masih kurang, sehingga

perkembangannya belum sempurna. Maka dari itu bayi mengalami asfiksia di karenakan sistem

pernafasan nya belum sempurna.(Manuaba,2012:437) Sedangkan pada bayi usia kehamilan

antara 37 minggu dan 42 minggu atau disebut dengan bayi aterm, bayi aterm bisa terjadi

asfiksia di karenakan partus lama itu sendiri.(Oxon,2010:616)

2.3.2 Jenis Persalinan

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang

cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin

dari tubuh ibu. (obstetri fisiologi,1983:221). Jenis persalinan ada 3 yaitu :

2.3.2.1 Persalinan spontan

Persalinan spontan adalah persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan

melalui jalan lahir.


Asfiksia pada persalinan spontan disebabkan karna adanya dari faktor maternal yaitu

preeklampsia, eklampsia, solusio plasenta, plasenta previa, partus lama atau partus macet,

demam selama persalinan.

2.3.2.2 Persalinan buatan

Persalinan buatan adalah persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi

dengan forceps, vakum atau dilakukan Sectio Caesarea. Pada persalinan vakum,kegagalan

ekstraksi vakum dapat diteruskan dengan tindakan ekstraksi forsep atau seksio sesaria dan

dapat menimbulkan gangguan peredaran darah otak yang akan menyebabkan asfiksia

intrauteri. Dan Komplikasi yang akan terjadi adalah asfiksia pada bayi. (Manuaba, 2012:485).

Komplikasi yang terjadi pada persalinan dengan forceps adalah Komplikasi segera pada

bayi adalah asfiksia Terlalu lama didasar panggul, terjadi rangsangan pernafasan menyebabkan

aspirasi lendir dan air ketuban. Jepitan langsung forsep yang menimbulkan perdarahan

intrakranial, edema intrakranial, kerusakan pusat vital dimedula oblongata, dan trauma

langsung jaringan otak.Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menular ke bayi sehingga bayi akan

mengalami asfiksia. (Manuaba, 2012:481).

Sedangkan persalinan dengan sectio caesarea akan terjadi kegagalan pernafasan pada

bayi dengan faktor ibu yaitu hipoksia ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan

segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat

analgetika atau anestesia dalam.(IKA,Vol3:1072)

2.3.2.3 Persalinan Anjuran

Persalinan Anjuran (partus presipitatus) adalah persalinan ditimbulkan dari luar dengan

jalan rangsangan.(Manuaba,2010:164)

a. Memecahkan ketuban

1) Mengurangi keregangan otot rahim sehingga, kontraksi segera dapat dimulai.


2) keregangan yang melampaui batas melemahkan kintraksi rahim, sehingga perlu diperkecil,

agar his dapat di mulai.

b. Induksi persalinan secara hormonal atau kimiawi

1) Dengan oksitosin drip

2) Dengan prostaglandin

c. Induksi persalinan dengan mekanis

1) Memakai laminariastiff (Manuaba,1998:159)

Menurut buku Manuaba, 2010:167), Induksi persalinan secara hormonal/kimiawi dengan

oksitosin drip dengan prostagladin dapat memberikan kekuatan yang mendorong janin dalam

persalinan. Sehingga perlu dilakukan observasi yang seksama karena dorongan persalinan

dapat menutup pembuluh darah sehingga dapat mengurangi oksigen ke peredaran darah

sehingga menimbulkan asfiksia intrauterin, dan dapat mengakibatkan asfiksia pada janin.

(Manuaba, 2010:167).

2.3.2.4 Letak Janin

letak adalah letak sumbu panjang anak terhadap sumbu panjang ibu.(obstetri:185)

Letak janin atau malpresentasi adalah bagian terendah janin yang berada di segmen

bawah rahim, bukan belakang kepala. (Sarwono,2012:581)

a. Letak Kepala

Letak kepala adalah letak sumbu panjang anak terhadap sumbu panjang ibu. Setelah

persalinan kepala, badan janin akan mengalami kesulitan. Pada beberapa kasus dengan janin

besar pada ibu dengan diabetes militus, terjadi kegagalan persalinan bahu. Persalinan bahu

yang berat cukup berbahaya karena dapat terjadi asfiksia. Karena persendian leher yang masih

lemah dapat merusak pusat-pusat vital janin yang berakibat fatal. (Manuaba,2010:374)

Asfiksia dapat terjadi pada persalinan normal dengan letak kepala karna dari faktor ibu,

seperti preeklampsia dan eklampsia, plasenta previa, solusio plsenta, partus lama atau partus
macet, kehamilan post matur, demam saat persalinan dan infeksi.(JNPK-KR:146). Berbagai

posisi kepala janin dalam kondisi defleksi dengan lingkaran yang melalui jalan lahir bertambah

panjang sehingga menimbulkan kerusakan yang makin besar, semakin turun kepala maka akan

terjepit tali pusat sehingga dapat menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.(

Manuaba,2012:375).

b. Letak Sungsang

Letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim,

kepala berada di fundus dan bokong di bawah.(Mochtar,1998:350)

Pada letak sungsang dengan mekanisme persalinan kepala dapat mengalami kesulitan karena

persalinan kepala terbatas dengan waktu sekitar 8 menit. Namun apabila dalam 8 menit bayi

tidak segera lahir bayi akan mengalami asfiksia dikarenakan adanya gangguan peredaran darah

plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir,tali pusat terjepit antara kepala dan

panggul,dan bayi bisa mengalami asfiksia.

(Mochtar,1998:356)

c. Letak Lintang

Letak lintang adalah bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu memanjang ibu

secara tegak lurus atau mendekati 90 derajat. Jika sudut yang dibentuk kedua sumbu ini tajam

disebut oblique lie,yang terdiri dari deviated head presentation (letak kepala mengolak) dan

deviated breech presention (letak bokong mengolak).

Pada keadaan ini, janin biasanya berada pada presentasi bahu/akromnion. Punggung janin

dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior), atas (dorsosuperior), atau

bawah (dorsoinferior) (Icesmi, 2014:71). Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan,bahu

akan masuk ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-

bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul.

Sehingga janin mengalami hipoksia atau asfiksia .(Mochtar,1998:371)


d. Letak serong/obliq adalah sumbu panjang anak serong terhadap sumbu panjang ibu. Letak

serong/obliq ini diketemukan dalam kehamilan, tapi dalam persalinan biasanya berubah

menjadi letak memanjang atau letak lintang.(Obstetri Fisiologi, 1983:185)

e. Air Ketuban Bercampur Mekonium

Komplikasi lain yang sering ditemui dan membahayakan kesehatan bayi baru lahir adalah

terdapatnya mekonium pada cairan ketuban, dalam hal ini bayi akan mengalami asfiksia.

Sangat sulit untuk memperkirakan dengan tepat kapan terjadinya pengeluaran mekonium.

Untuk itu penolong harus siap terhadap adanya mekonium dalam cairan ketuban pada setiap

kelahiran. Mekonium dalam cairan ketuban merupakan indikasi adanya gangguan pada bayi

yang berkaitan dengan masalah intrauterin ataupun gangguan pernafasan karena aspirasi

mekonium setelah bayi lahir.(Icesmi,2014:176)

2.3 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah tinjauan teori yang berkaitan dengan rumusan masalah yang akan

diteliti ( Notoatmodjo,2010 ). Adapun kerangka teori penelitian ini adalah sebagai berikut :

ETIOLOGI ASFIKSIA : FAKTOR IBU


a. Preeklamsia dan eklamsia
b. Perdarahan abnormal
c. Partus lama/macet
d. Demam selama persalinan
e. Infeksi berat
f. Kehamilan post matur

FAKTOR TALI PUSAT


a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
FAKTOR BAYI
a. Bayi prematur
b. Persalinan sulit (distosia, letak sungsang, bayi kembar, vakum, forsep)
c. Kelainan kongenital
d. Air ketuban bercampur mekonium

ASFIKSIA NOENATORUM

(Sumber : JNPK-KR (2008)

Gambar 2.2. Kerangka Teori


2.4 Kerangka Konsep

Mengingat peneliti membatasi ruang lingkup penelitian maka peneliti membuat kerangka

konsep. Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainya, atau antara variabel yang satu dengan variabel

yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep penelitian ini

adalah

Faktor bayi
a. Usia Kehamilan
b. Jenis Persalinan
c. Letak Janin
d. Air ketuban bercampur mekonium

Asfiksia Neonatorum

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

2.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau

tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Definisi

operasional penelitian ini adalah :

Tabel 2.1. Definisi Operasinal


Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat Hasil ukur Skala
ukur Ukur
Gambaran Gambaran tentang
sesuatu keadaan secara
obyektif (KBBI)
Asfiksia Keadaan dimana bayi
neonatorum tidak bernafas secara
spontan dan teratur
segera setelah lahir
(APN,2008)
a.usia kehamilan Usia kehamilan mulai Study Chek1. Beresiko Nomina
dari HPHT sampai saat dokumenta list (preterm,post l
persalinan. si term)
2. Kurang beresiko
(aterm)
b.jenis persalinan Cara persalinan yang di Study Chek 1. Normal (Spontan) Nomina
alami oleh ibu bersalin dokumenta list 2. Buatan l
si (Sc,Vorcep,Vaku
m)
3. Anjuran (drip
oksitosin)
c.letak Bagian terendah janin Study Chek1. Normal/Letak Nomina
janin/malpresent yang berada di segmen dokumenta list belakang kepala l
asi bawah rahim. si 2. sungsang
(Sarwono,2012:581) 3. lintang
d.air ketuban Air ketuban yang Study Chek 1.Ada mekonium Nomina
bercampur bercampur dengan feses dokumenta list 2.Tidak ada l
memonium janin si mekonium

Anda mungkin juga menyukai