BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO setiap tahunnya, 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami
asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal.(JNPK-KR,2008). Kematian maternal dan
bayi tersebut terjadi terutama di negara berkembang sebesar 99%. Angka kematian bayi yang
Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL
(usia di bawah 1 tahun). Setiap 6 menit terdapat satu BBL yang meninggal. Penyebab kematian
BBL di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus
1
Pada Tahun 2013 di Provinsi Lampung terjadi 619 kematian perinatal,menurun di
bandingkan Tahun 2012 yaitu 787 kasus. Penyumbang tertinggi yaitu kabupaten Lampung
Tengah 118 kasus dan Kota Bandar Lampung 112 kasus. Tingginya kasus kematian perinatal
Lampung Tengah dan Kota Bandar Lampung ini mungkin karena jumlah penduduk yang
tinggi. Penyebab kematian perinatal yang banyak adalah Asfiksia dan BBLR .(Profil
Lampung 2013).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
Etiologi yang menyebabkan terjadinya asfiksia antara lain : Keadaan ibu : Pre-eklampsia
dan eklampsia, perdarahan abnormal, partus lama atau partus macet, demam selama
persalinan, infeksi berat, kehamilan postmatur. Keadaan tali pusat : Lilitan tali pusat, tali pusat
pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat). Keadaan bayi : Bayi premature, persalinan
sulit(letak sungsang, bayi kembar distosia bahu, ekstaksi vakum, forsep), kelainan kongenital,
Angka kejadian asfiksia dari data pra survey di Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar
Lampung pada tahun 2013 yaitu 14,06 % atau 544 kasus dari 3869 persalinan, pada tahun
2014 mengalami peningkatan menjadi 30,51 % atau 411 kasus dari 1347 persalinan, dan
kembali meningkat menjadi 31,03 % atau 423 kasus dari 1363 persalinan pada tahun 2015
(Rekam Medik Rumah Sakit Abdoel Moeloek). Berdasarkan latar belakang diatas, maka
peneliti tertarik mengambil judul Gambaran kejadian asfiksia neonatorum berdasarkan faktor
Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Gambaran kejadian asfiksia neonatorum
berdasarkan faktor bayi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2015”.
1.3.2.1 Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Abdoel
1.3.2.2 Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Abdoel
Hasil penelitian ini merupakan bahan masukan dan evaluasi bagi rumah sakit sebagai tolak
ukur rumah sakit dalam memberikan penyuluhan kesehatan yang baik dan bermutu terutama
Dapat menjadi tambahan bahan bacaan diperpustakaan Akbid Wira Buana Metro mengenai
Penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis sebagai
Dapat dijadikan bahan informasi dan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya yang
elitian : Deskriftif
(usia di bawah 1 tahun. Penyebab kematian BBL di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah
(29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital.
(JNPK-KR,2008). Etiologi yang menyebabkan terjadinya asfiksia antara lain : Keadaan ibu,
Keadaan tali pusat dan keadaan bayi meliputi bayi premature, persalinan sulit (letak sungsang,
bayi kembar distosia bahu, ekstaksi vakum, forsep), kelainan kongenital, air ketuban
Dampak yang menimbulkan dari asfiksia neonatorum adalah apnea sekunder, jika apnea
Angka kejadian asfiksia dari data pra survey di Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar
Lampung tercatat pada tahun 2013 yaitu 14,06 % atau 544 kasus dari 3869 persalinan, pada
tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 30,51 % atau 411 kasus dari 1347 persalinan, dan
kembali meningkat menjadi 31,03 % atau 423 kasus dari 1363 persalinan pada tahun 2015
Batasan penelitian digunakan untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas
sehingga penelitian dapat terarah dengan baik sesuai tujuan penelitian serta dengan adanya
keterbatasan waktu penelitian maka perlu adanya batasan penelitian.Batasan dalam penelitian
ini adalah :
1.6.1 Penelitian yang akan dilakukan hanya terbatas pada faktor bayi.
1.6.2 Penelitian ini menggunakan data sekunder berdasarkan rekam medis untuk angka kejadian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asfiksia Neonatorum
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir (Asuhan Persalinan Normal, 2008:146). Asfiksia adalah suatu kedaan bayi yang tidak
dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan
CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba,
2012:421).Asfiksia adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat setelah saat
Gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat,
ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu), Pengaruh obat, karena narkosa saat persalinan.
Penurunan tekanan darah dapat mendadak : perdarahan,pada plasenta previa dan solusio
plasenta
Sedangkan menurut JNPK-KR (2008) etiologi yang menyebabkan terjadinya asfiksia antara
lain :
a. Keadaan ibu :
Pre-eklampsia dan eklampsia, perdarahan abnormal, partus lama atau partus macet, demam
Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat).
c. Keadaan bayi:
Bayi premature, persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar distosia bahu, ekstaksi vakum,
Bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat. Jika asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung
juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromukular berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apnue yang dikenal sebagia apnue primer. Pemberian perangsangan
dan oksigen selama periode apnue dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan (Saifuddin,
2009:347).
Apabila asfiksia pada periode apnue primer berlanjut, bayi akan menunjukan
pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun dan bayi akan terlihat
lemah (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnue
yang disebut apnue sekunder. Selama apnue sekunder ini, denyut jantung, tekanan darah dan
kadar oksigen didalam darah terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan
dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali
apabila rerusitasi dengan penafasan buatan pemberian oksigen dimulai dengan segera
(Saifuddin, 2009:347).
2.2.4 Klasifikasi Asfiksia
Memerlukan resusitasi segera secara aktif,dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu
disertai asidosis,maka perlu diberikan natrikus bikarbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg
berat badan,dan cairan glukosa 40% 1-2 ml per kg berat badan, diberikan via vena umbilikus
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal kembali.
Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut jantung Tidak ada <100 >100
Biru atau Tubuh merah jambu,
Warna kulit Merah jambu
pucat dan kaki tangan biru
Gerakan/tonus otot Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi
Rekleks(menangis) Tidak ada Lemah/lambat Kuat
mengambil keputusan guna menentukan tindakan resusitasi. Keputusan Resusitasi Bayi Baru
Lahir :
a) Penilaian
b) Keputusan
a. Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap/ tidak berdasarkan dan atau tonus otot
c) Tindakan
1. Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap/tidak bernafas dan atau tonus otot bayi
tidak baik:
2.2.5 Prognosis
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi
yang dalam asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkannya menderita cacat mental seperti
2.2.6 Diagnosis
b. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka da gejala neurologik seperti kejang,
b. Lakukan resusitasi dengan alat yang dimasukan kedalam mulut untuk mengalirkan oksigen
dengan tekanan 12mmH. Dapat juga dilakukan mouth to mouth respiration, heart massage,
c. Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari post partum, jadi kepala dapat
f. Berikan tranfusi darah via tali pusat atau pemberian glukosa (Mochtar, 2012:292).
Sebelum menolong persalianan, selain menyiapakan alat-alat persalinan juga harus disiapkan
g. Sarung Tangan
2.2.9. Manajemen Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia (Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial,
2012)
Asfiksia bisa terjadi tanpa didahuluinya gejala dan tanda gawat janin, hal ini disebabkan oleh
faktor bayi seperti bayi prematur, persalian sulit (sungsang, distosia bahu, bayi kembar, vakum
dan forsep), kelainan kongenital, dan air ketuban bercampur mekonium (JNPK-KR, 2008).
dan penjelasan.
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi
a) Bayi kurang bulan (preterm) adalah masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari). Pada
bayi kurang bulan pada sistem pusat pernafasannya belum sempurna,surfaktan paru-paru masih
kurang, sehingga perkembangnya tidak sempurna. Dan janin mengalami penyakit hialin
membran dan gagal pernafasan. Penyulit yang terjadi pada bayi kurang bulan ini adalah
b) Bayi cukup bulan (aterm) adalah masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259-
293 hari). Dalam usia kehamilan aterm ini asfiksia sedikit lebih menurun di karenakan bayi
c) Bayi lebih bulan (post-term) adalah masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau
lebih). Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi
dan pertukaran CO2/02 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia sampai kematian dalam
rahim. (Manuaba,1998:222)
Bayi dengan usia kehamilan 28-37 minggu atau disebut dengan bayi premature, sistem pusat
pernafasan nya belum sangat sempurna, surfaktan pada paru-paru masih kurang, sehingga
perkembangannya belum sempurna. Maka dari itu bayi mengalami asfiksia di karenakan sistem
antara 37 minggu dan 42 minggu atau disebut dengan bayi aterm, bayi aterm bisa terjadi
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang
cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin
Persalinan spontan adalah persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan
preeklampsia, eklampsia, solusio plasenta, plasenta previa, partus lama atau partus macet,
Persalinan buatan adalah persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi
dengan forceps, vakum atau dilakukan Sectio Caesarea. Pada persalinan vakum,kegagalan
ekstraksi vakum dapat diteruskan dengan tindakan ekstraksi forsep atau seksio sesaria dan
dapat menimbulkan gangguan peredaran darah otak yang akan menyebabkan asfiksia
intrauteri. Dan Komplikasi yang akan terjadi adalah asfiksia pada bayi. (Manuaba, 2012:485).
Komplikasi yang terjadi pada persalinan dengan forceps adalah Komplikasi segera pada
bayi adalah asfiksia Terlalu lama didasar panggul, terjadi rangsangan pernafasan menyebabkan
aspirasi lendir dan air ketuban. Jepitan langsung forsep yang menimbulkan perdarahan
intrakranial, edema intrakranial, kerusakan pusat vital dimedula oblongata, dan trauma
langsung jaringan otak.Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menular ke bayi sehingga bayi akan
Sedangkan persalinan dengan sectio caesarea akan terjadi kegagalan pernafasan pada
bayi dengan faktor ibu yaitu hipoksia ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
Persalinan Anjuran (partus presipitatus) adalah persalinan ditimbulkan dari luar dengan
jalan rangsangan.(Manuaba,2010:164)
a. Memecahkan ketuban
2) Dengan prostaglandin
oksitosin drip dengan prostagladin dapat memberikan kekuatan yang mendorong janin dalam
persalinan. Sehingga perlu dilakukan observasi yang seksama karena dorongan persalinan
dapat menutup pembuluh darah sehingga dapat mengurangi oksigen ke peredaran darah
sehingga menimbulkan asfiksia intrauterin, dan dapat mengakibatkan asfiksia pada janin.
(Manuaba, 2010:167).
letak adalah letak sumbu panjang anak terhadap sumbu panjang ibu.(obstetri:185)
Letak janin atau malpresentasi adalah bagian terendah janin yang berada di segmen
a. Letak Kepala
Letak kepala adalah letak sumbu panjang anak terhadap sumbu panjang ibu. Setelah
persalinan kepala, badan janin akan mengalami kesulitan. Pada beberapa kasus dengan janin
besar pada ibu dengan diabetes militus, terjadi kegagalan persalinan bahu. Persalinan bahu
yang berat cukup berbahaya karena dapat terjadi asfiksia. Karena persendian leher yang masih
lemah dapat merusak pusat-pusat vital janin yang berakibat fatal. (Manuaba,2010:374)
Asfiksia dapat terjadi pada persalinan normal dengan letak kepala karna dari faktor ibu,
seperti preeklampsia dan eklampsia, plasenta previa, solusio plsenta, partus lama atau partus
macet, kehamilan post matur, demam saat persalinan dan infeksi.(JNPK-KR:146). Berbagai
posisi kepala janin dalam kondisi defleksi dengan lingkaran yang melalui jalan lahir bertambah
panjang sehingga menimbulkan kerusakan yang makin besar, semakin turun kepala maka akan
terjepit tali pusat sehingga dapat menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.(
Manuaba,2012:375).
b. Letak Sungsang
Letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim,
Pada letak sungsang dengan mekanisme persalinan kepala dapat mengalami kesulitan karena
persalinan kepala terbatas dengan waktu sekitar 8 menit. Namun apabila dalam 8 menit bayi
tidak segera lahir bayi akan mengalami asfiksia dikarenakan adanya gangguan peredaran darah
plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir,tali pusat terjepit antara kepala dan
(Mochtar,1998:356)
c. Letak Lintang
Letak lintang adalah bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu memanjang ibu
secara tegak lurus atau mendekati 90 derajat. Jika sudut yang dibentuk kedua sumbu ini tajam
disebut oblique lie,yang terdiri dari deviated head presentation (letak kepala mengolak) dan
Pada keadaan ini, janin biasanya berada pada presentasi bahu/akromnion. Punggung janin
akan masuk ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-
bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul.
serong/obliq ini diketemukan dalam kehamilan, tapi dalam persalinan biasanya berubah
Komplikasi lain yang sering ditemui dan membahayakan kesehatan bayi baru lahir adalah
terdapatnya mekonium pada cairan ketuban, dalam hal ini bayi akan mengalami asfiksia.
Sangat sulit untuk memperkirakan dengan tepat kapan terjadinya pengeluaran mekonium.
Untuk itu penolong harus siap terhadap adanya mekonium dalam cairan ketuban pada setiap
kelahiran. Mekonium dalam cairan ketuban merupakan indikasi adanya gangguan pada bayi
yang berkaitan dengan masalah intrauterin ataupun gangguan pernafasan karena aspirasi
Kerangka teori adalah tinjauan teori yang berkaitan dengan rumusan masalah yang akan
diteliti ( Notoatmodjo,2010 ). Adapun kerangka teori penelitian ini adalah sebagai berikut :
ASFIKSIA NOENATORUM
Mengingat peneliti membatasi ruang lingkup penelitian maka peneliti membuat kerangka
konsep. Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainya, atau antara variabel yang satu dengan variabel
yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep penelitian ini
adalah
Faktor bayi
a. Usia Kehamilan
b. Jenis Persalinan
c. Letak Janin
d. Air ketuban bercampur mekonium
Asfiksia Neonatorum
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau
tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Definisi