OLEH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Pada
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
bahwa Beliaulah yang berada dibalik semua ini sehingga penulis dapat
Muhammad akil hasan paturusi dan Kartin Umar s.pd; M.M. Juga untuk
Mereka adalah orang- orang yang menjadi alsan utama bagi penulis untuk
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, selaku Rektor Universitas
vi
2. Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas
terselesaikan.
bantuan lainnya.
8. Keluarga tercinta putri juwits permata hati, suci resky, Aji, eka
persatu.
vii
9. Senior Andalan Arsyal Maulana M. S.pt yang telah memberikan
10. Sahabat Penulis , Asriani Damayanti, Iin Nur Indah Sahib, Dien
rezkia.
13. Kepada seluruh teman- teman penulis yang ada di Fakultas Hukum
14. Seluruh teman- teman Angkatan Mediasi 2011 yang tidak dapat
15. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang
viii
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
ucapan yang tidak berkenan dalam skripsi ini penulis memohon maaf.
ix
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL ......................................................................... i
ABSTRAK .......................................................................................... v
A. Viktimologi ............................................................................... 5
1. Pengertian Viktimologi ................................................... 6
2. Ruang Lingkup Viktimologi ............................................ 8
3. Manfaat Viktimologi ....................................................... 13
B. Korban dan Kejahatan ............................................................. 18
1. Ruang Lingkup Korban .................................................. 18
2. Pengertian Kejahatan .................................................... 21
3. Identifikasi Kejahatan .................................................... 23
C. Kejahatan Lingkungan ............................................................ 26
1. Dasar Hukum Kejahatan Lingkungan ............................ 27
2. Perlindungan Hukum Kejahatan Lingkungan ................. 28
x
D. Rumah Sakit ........................................................................... 31
1. Pengertian Rumah Sakit ............................................... 31
2. IPAL ............................................................................. 35
3. AMDAL ......................................................................... 35
E. Upaya Penanggulangan Kejahatan ........................................ 38
1. Preemtif ......................................................................... 39
2. Preventif ........................................................................ 40
3. Represif ......................................................................... 41
A. Kesimpulan ............................................................................. 56
B. Saran ...................................................................................... 57
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
klasik. Dikatakan klasik karena dari dulu hingga sekarang masih relevan
dibicarakan pada setiap zaman. Pada zaman kita, yaitu zaman globalisasi,
pembahasan masih menjadi salah satu topik utama dari sekian banyak
antara petani atau fakultas yang serius karena sudah menjadi suatu
seharusnya dan apa yang terjadi pada lingkungan sudah tidak sesuai lagi,
tersebut. Maka tidak heran jika akhir-akhir ini kemudian sering terdengar
1
Hukum lingkungan berbicara mengenai perlindungan hukum atas
atau institusi tertentu seperti perusahaan, lembaga non profit atau bahkan
rumah sakit.
Lain lagi dengan kasus yang ada di Porong, Sidoarjo. Akibat ulah
sekarang.
2
yang mengatasnamakan dirinya sebagai lembaga kesehatan masyarakat
lingkungan sekitar rumah sakit tersebut? Jika tidak, lalu dibuang ke mana?
B. Rumusan Masalah
masalah berikut;
pencemaran lingkungan?
3
C. Tujuan Penelitian
tujuan penelitian;
sakit.
D. Manfaat Penelitian
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Viktimologi
kejahatan menurut Arif Gosita, yang dikutip oleh (G. Widiartana, 2009; 7)
5
tepat (tidak melihat dan mengenai manusia pelaku dan manusia
1. Pengertian Viktimologi
sini jelas yang dimaksud “orang yang mendapat penderitaan fisik dan
penderitaan jasmaniah dan rohaniah (fisik dan mental) dari korban dan
2
juga bertentangan dengan hak asasi manusia dari korban.
6
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang
1. Setiap orang
3. Kerugian ekonomi
manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari
7
dalam lingkup rumah tangga”. Kemudian menurut Undang-undang Nomor
8
terhadap korban kejahatan ini kemudia merupakan embrio kelahiran dari
pidana tersebut.
sebagai cabang ilmu baru, merupakan bagian dari kriminologi dan ada
3
Romli, Atmasasmita. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Eresco, 1992, hal 7
4
Op, cit. Arif Gosita, hal 77.
9
dirumuskan sebagai suatu studi ilmiah mengenai para korban, dan bahwa
Bonger seperti dikutip ahli (Topo Santoso, 2006: 9), memberikan definisi
samping itu kriminologi juga dibagi beberapa cabang ilmu atau kajian,
para ahli berkaitan dengan viktimologi telah beberapa kali dilakukan. Hal
5
Ibid, hal 80.
10
(victim). Hal ini dirintis oleh Benyamin Mandelsohn Tahun 1937
6
Op.cit, Abdusalam, hal 1.
11
penderitaan korban, akan tetapi juga mengkaji bagaimana korban
Setelah kongres PBB yang dilakukan setiap lima tahun sejak tahun
Course on the Victim of Crime in The Criminal Justicw System, dan pada
Abuse of Power dan pada kongres ketujuh tahun 1985 di Milan dengan
Protection of The Human Rights and Redress for Victims of Crime and
Abuse Power.”7
7
Ibid, hal 2.
12
3. Manfaat Viktimologi
ilmu itu sendiri. Dengan demikian, apabila suatu ilmu pengetahuan dalam
13
beberapa penjelasan mengenai kedudukan dan peran korban serta
14
viktimisasi, mencari sarana menghadapi suatu kasus, mengetahui
(diagnosisi viktimologis)
korban
8
Op,cit. Arif Gosita.
15
permasalahan kejahatan, delikuensi dan deviasi sebagai satu proporsi
Negara yang mempunyai hak dan kewajiban asasi yang sama dan
16
viktimologi, hakim tidak hanya menempatkan korban sebagai saksi dalam
tindak pidana sehingga apa yang menjadi harapan dari korban terhadap
menurut hokum dan ilmu hokum, serta dapat dipahami dan diterima para
9
Dikdik M. Arief Mansur. Urgensi Perlindungan Korban dan Kejahatan. RajaGrafindo.
2008, hal 67.
17
B. Korban dan Kejahatan
pemerintah, bangsa, dan Negara. Hal ini juga dinyatakan Arif Gosita,
bahwa korban dapat berarti “individu atau kelompok baik swasta maupun
pemerintah”.11
berikut:
10
Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi. Sinar Grafika. 2011.
Hal 11.
11
Op, cit. Arief Gosita. Hal 75-76.
18
3. Korban lingkungan hidup adalah setiap lingkungan alam yang di
pembangunan serta hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak social,
12
Op.Cit. Abdussalam. Hal 6-7.
19
3. Dalam tindak pidana narkotika, dapat menjadi korban rusaknya
sebagainya
13
Op,cit. Romli Atmasasmita. Hal 7.
20
Bahkan korban dan pelaku adalah tunggal atau satu dalam pengertian
bahwa pelaku adalah korban dan korban adalah pelaku juga. Sebagai
2. Pengertian Kejahatan
14
J.E. Sahetapy. Kejahatan Korporasi. Refika Aditama. 2002. Hal 1.
21
perbuatan atau tingkah laku yang sangat ditentang oleh masyarakat dan
makes punishable; the breach of a legal duty treated as the subject matter
kelakuan tersebut.
Pidana.
a. An actor
22
c. Who cause
d. Harm
3. Identifikasi Kejahatan
15
Op,cit. Dikdik Arief. hal 57.
23
budaya Madura, membunuh orang sebagai bentuk balas dendam yang
“pahlawan”.
bagi masyarakat.16
kerugian ini pun hanya merupakan angka dari tiga jenis kejahatan saja,
Angka ini belum lagi ditambah dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk
16
Ibid, hal 58.
17
R.A. Koesnoen, Pengantar Tentang Kriminologi. Pembangunan. 1995. Hal 23.
24
Sebagai perbandingan di Indonesia, akibat dari terjadinya kasus
peledakan bom di Legian Bali pada 12 Oktober Tahun 2002 (Bom Bali I),
kerugian yang diderita adalah korban jiwa lebih kurang 192 orang, korban
Sari Club dan Paddy’s Pub, dan merusakkan bangunan lainnya berjumlah
kurang lebih 422 unut, serta merusak fasilitas public atau fasilitas umum
drastis.
hubungan antara pelaku dan korban tidak eklihatan akibatnya. Tidak ada
tanpa korban (victimless crime) ini sebetulnya tidak tepat karena semua
25
perbuatan yang masuk ruang lingkup kejahatan pasti mempunyai korban
atau dampak baik secara langsung maupun tidak langsung, atau dalam
C. Kejahatan Lingkungan
semakin meningkat.
manusia.19
18
. Op.cit. Dikdik Arief, hal 60.
19
Ibid, hal 104.
26
1. Dasar Hukum Kejahatan Lingkungan
dasar pijakan yang kuat. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 4 dari Undang-
lingkungan hidup.
mendatang
27
menetapkan setiap orang mempunyai hak atas lingkungan yang baik dan
sanksi perdata, dan sanksi pidana. Apabila lingkungan hidup tidak dikelola
secara baik dan benar tentu akan membawa dampak negative tidak saja
pada lingkungan hidup itu sendiri, tetapi juga makhluk hidup yang ada di
day air.
20
Ibid, hal 105.
28
baik korban manusia maupun lingkungan atau alam. Oleh karena itu,
21
Ibid, hal 106.
29
kepada pihak-pihak yang telah melakukan pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup.
korban dapat dibedakan menjadi dua, yakni ganti rugi yang diberikan
22
Siswanto Sunarno, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian
Sengketa. Rineka Cipta, 2005. Hal 130-131.
30
Terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup dapat pula dibebani
pembayaran atau uang paksa. Hal tersebut diatur dalam Pasal 34 ayat (2)
yang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehatnya dilanggar,
D. Rumah Sakit
31
Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah
Rumah Sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
Rumah Sakit Privat adalah Rumah Sakit yang dikelola oleh badan hukum
badan yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin
berbagai masalah etik yang timbul dalam rumah sakit. KERS dapat
berbagai pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan
muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit. Ada tiga fungsi KERS
23
Peraturan Menteri Kesehatan No. 147 tahun 2010 tentang Perijinan Rumah Sakit
32
terkait dengan permasalahan ini. Dengan dibentuknya KERS,
tindakan yang profesional etis. Komite tidak akan mampu mengajari orang
lain, jika ia tidak cukup kemampuannya. Oleh sebab itu tugas pertama
Indonesia etika kedokteran relatif baru dan yang berminat tidak banyak
sehingga lebih sulit mencari bahan bacaan yang berkaitan dengan hal ini.
etika.
tebatas pada pimpinan dan staf rumah sakit saja. Pemilik dan anggota
33
bahwa rumah sakit bekerja untuk kepentingan pasien dan masyarakat
pada umumnya.
komite medik yang bertugas menangani masalah etika rumah sakit. Pada
umumnya anggota panitia ini adalah dokter dan masalah yang ditangani
kompleks maka keberadaan dan posisi panitia ini tidak lagi memadai.
masalah etika rumah sakit dan tanggung jawab langsung kepada direksi.
KERS ini, rumah sakit memulainya dengan membentuk tim kecil yang
24
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_sakit, diakses pada tanggal 28 Desember 2014
34
2. IPAL
dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut untuk digunakan
aktivitas pertambangan.
3. AMDAL
25
Frank R. Spellman, Handbook of Water and Wastewater Treatment Plant Operations,
Second Edition (2008), hal 8.
26
Dennis R. Heldman, Encyclopedia of Agricultural, Food, and Biological Engineering,
2005, hal 55.
35
sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan
tahun 1969. NEPA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Dalam
NEPA pasal 102 (2) (C) menyatakan: “Semua usulan legilasi dan aktivitas
usulan tersebut”.
36
menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27
optimal.
atau layak dari segi lingkungan, perlu dilakukan analisis atau studi
37
e) sifat kumulatif dampak
keputusan.27
tempat dan waktu. Dalam artian, tidak ada satupun tempat atau wilayah di
dunia ini yang bebas dari pengaruh kejahatan. Tidak ada pula suatu masa
berpikir jika kita berlepas tangan dari kejahatan. Justru, karena kejahatan
27
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
38
1. Preemtif
kota besar dunia yang disiplin dan taat hukum. Misalnya di Singapura,
pengandara jalan masih tetap tertib lalu lintas.Ini bisa terjadi karena niat
supaya tidak menjadi korban dan pelaku kejahatan. Upaya preemtif dapat
28
A.S. Alam. Pengantar Kriminologi. Pustaka Refleksi. 2010; hal 80.
39
ini tidak dapat dilakukan sendiri oleh pihak kepolisian, namun perlu
kejahatan.
2. Preventif
kejahatan.
40
kepolisian dan personil penegak hukum lainnya untuk lebih mencegah
korban yang lebih besar dan kerugian materi, sehingga upaya ini dinilai
lebih efektif. Pola preventif akan lebih terukur mengingat faktor-faktor yang
3. Represif
represif hanya dapat dilakukan jika sebuah kejahatan sudah pernah terjadi
29
Baharuddin Lopa. Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum. Kompas. 2001. Hal 67.
41
Tujuan pemidanaan dapat dilihat dari sudut pandang berbeda. Ada
yang membunuh harus dibunuh pula “. Ini yang dimaksud teori balas
dendam. Hal ini dimaksudkan agar pelaku menderita dan tidak ingin
untuk memperbaiki pelaku kejahatan itu sendiri. teori ini biasa juga disebut
30
Op.Cit, A.S. Alam. Pengantar Kriminologi. Pustaka Refleksi. 2010; hal 87.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
pada beberapa Rumah Sakit yang ada di Kota Makassar. Alasan memilih
lokasi tersebut karena sumber data yang berkaitan dengan judul hanya
1. Populasi
2. Sampel
Adapun jenis dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
43
2. Data sekunder yaitu merupakan data yang diperoleh melalui studi
diteliti.
adalah:
E. Analisis Data
pembahasan penulis.
44
BAB IV
PEMBAHASAN
hidup lain.
secara yuridis dan sudah positif hingga dapat diterima serta dipahami oleh
pihak-pihak yang berhubungan dengan limbah, baik itu pihak rumah sakit,
Jika mengacu pada definisi limbah di atas, maka dapat ditarik suatu
unsur-unsur yang ada pada limbah, yaitu sisa suatu usaha atau kegiatan,
45
Secara umum, kita semua memproduksi limbah, setidaknya limbah
rumah tangga berupa sampah. Sampai di situ, limbah tidak menjadi soal.
limbah yang beracun dan berbahaya (B3) dan mana limbah biasa. Salah
satu limbah yang kita buang dan anggap sepele pembuangannya adalah
kaleng pelumas atau aki bekas yang sebenarnya sangat beracun dan
sampah sejenis rumah tangga dan sampah spesifik. Nah, limbah yang
spesifik pula.
limbah rumah sakit tersebut haruslah sisa dari kegiatan rumah sakit yang
46
Berbicara mengenai korban (victim), dapat diidentifikasi dan
diklasifikasi kepada dua subyek sesuai dengan subyek hukum, yaitu orang
yang disebabkan oleh limbah rumah sakit bukan hanya manusia dan
luas lagi, air dan tanah juga merupakan entitas atau makhluk non hidup
limbah rumah sakit. Bayangkan jika air dan tanah tersebut tercemari oleh
limbah B3, tentu makhluk hidup yang mengomsumsi dan hidup disekitar
dampaknya.
rumah sakit tersebut. Lembaga yang dimaksud bisa saja kampus, jika
47
perhotelan atau yang paling penting adalah lembaga rumah sakit itu
bisa pasien yang sakit dapat sembuh dan terobati, jika rumah sakitnya
pengelola limbah. Hanya saja tetap saja ada beberapa rumah sakit yang
berdasar jam ataupun waktu pagi, siang dan malam, tapi bergantung pada
pembuangan.
oleh pemerintah.
48
Mengacu pada wawancara dari BLHD tersebut, penulis kemudian
9 Balai Besar Kesehatan Tidak Memiliki Izin TPS 2003 dan IPLC
Paru
Tabel 1. Perizinan untuk Rumah Sakit
(Sumber: Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Makassar, 2 April 2015,
Pukul 11.00 Wita
Hidup ). Izin IPLC juga dikenal dengan sebutan izin Instalasi Pengolahan
Air Limbah karena pada umumnya masyarakat lebih mengenal istilah air
mempunyai arti dan makna yang sama. Izin IPLC dikeluarkan oleh
49
usaha/ kegiatan yang membuang air limbah ke sumber air atau badan air
tercantum pada tabel 1 di atas, hanya 2 Rumah Sakit yang memiliki kedua
izin tersebut (TPS dan IPLC) yaitu Rumah Sakit Wahidin dan Rumah Sakit
Siloam. Selebihnya, izin TPS dan IPLC tersebut belum dilengkapi oleh
50
secara meluas agar mengurangi bahkan mencegah niat dari pelaku
pencurian motor.
makhluk hidup dan air. Adapun upaya preemtif yang dapat dilakukan
yang ketat, inspeksi mendadak (sidak) dari pihak pemerintah yang terkait
dan menetapkan peraturan dan perizinan dan sanksi yang tegas bagi
51
kejahatan. Pertanyaannya kemudian, bagaimana jika kejahatan tersebut
sudah terjadi? Ada lagi satu upaya hukum yang menanggulangi kejahatan
tersebut sudah terjadi. Jadi represif lebih kepada pemberian efek jera dan
efek jera agar tidak melakukan kejahatan tersebut lagi dan agar orang lain
yang disebabkan oleh limbah rumah sakit, maka upaya represif yang
tegas, baik itu sanksi pidana bagi kepala rumah sakit atau bagian
administrasi berupa pencabutan izin rumah sakit kepada rumah sakit yang
dilakukan agar rumah sakit yang melanggar mendapat efek jera dan juga
sakit tersebut.
52
C. Tanggung Jawab Pihak Rumah Sakit terhadap Pencemaran
Lingkungan
Hal yang paling mendasar yang harus dilakukan oleh pihak rumah
sakit adalah dengan melakukan evaluasi kinerja pihak rumah sakit itu
sendiri. Evaluasi adalah penilaian atas apa yang telah dikerjakan selama
ini. Evaluasi kinerja pihak rumah sakit menjadi begitu penting mengingat
dan penyehatan sulit dilakukan jika pihak yang bertugas untuk itu justru
53
kesadaran internal dari pihak rumah sakit sendiri dalam kasus
kembali kepada tujuan awal. Secara umum, tentunya tujuan mulia setiap
Sakit pada umumnya dewasa ini lebih fokus kepada profit oriented atau
realita di lapangan seolah jauh panggang dari api. Maka, tujuan utama
54
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
B3.”
4. Memenuhi Perizinan
yang paling mendasar seperti AMDAL dan IPAL, hingga perizinan yang
paling spesifik seperti IPCL dan TPS B3. Adanya izin dari pemerintah
merupakan bukti otentik dari pihak rumah sakit yang merupakan bentuk
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
limbah rumah sakit tersebut, termasuk pula lembaga rumah sakit itu
sendiri.
56
B. Saran
sakit dan memberi sanksi yang tegas bagi rumah sakit yang
sakit tersebut.
57
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ali. 2008 Edisi Kedua. Menguak Tabir Hukum. Jakarta. Ghalia
Indonesia.
Sumber Hukum
58
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Peradilan
terhadap Korban dan Saksi-saksi dalam Pelanggaran HAM
yang berat
59