PENDAHULUAN
************** 1
(air dan elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa.2,4,5 Gejala dari
defisit cairan ini belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya
adalah rasa haus, perasaan mengantuk, dan pusing kepala.2,6 Gejala dehidrasi
ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap memanjangnya waktu
perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17638 pasien dengan
hasil bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor
prediktor yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan
pasca bedah.7
************** 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
************** 3
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah
usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga
dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda
dengan berat rata-rata 70kg.6
Cairan ekstraselular dibagi menjadi: 6
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-
12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali
lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa. 6
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L
dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah,
sel darah putih dan platelet.6
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler
adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan
keluar dari ruang transeluler.6
************** 4
Keseimbangan cairan
Tubuh memerlukan air untuk tetap mempertahankan homeostasis. Agar
hal ini dapat berlangsung, diperlukan keseimbangan cairan masuk dan keluar
tubuh. Cairan yang masuk ke tubuh hampir sebagian besar berasal dari
makanan dan minuman. Hanya sebagian kecil saja yang berasal dari hasil
metabolisme sel, terutama glukosa yang melalui proses aerob.
Pengeluaran cairan dari tubuh dapat melalui beberapa cara. cairan yang
masuk melalui saluran pencernaan, selanjutnya akan masuk ke ruang
interstisial, dan bergerak keluar dan masuk ke sitoplasma dan lumen
pembuluh darah. Hampir 60 % pengeluaran air dari tubuh melalui ginjal,
yaitu berupa urin. Sebagian yang lain melalui penguapan yang tidak terlihat
yaitu dari paru, kulit (insesible water loss), keringat, dan feses.
Kehilangan cairan dan pemasukan cairan ke dalam tubuh, akan
mempengaruhi osmolaritas atau kepekatan zat terlarut dalam cairan .
osmolaritas yang tinggi akan menyebabkan rasa haus dan pelepasan
antidiuretik hormone (ADH) sehingga ginjal akan menahan cairan dalam
tubuh agar tetap terkumpul dalam kompartemen.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan
non elektrolit.6
a. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus
listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif
************** 5
(anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur
dalam miliekuivalen).6
! Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu
sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium
dan potassium ini.
! Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3 -), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO4 3-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan
cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma
mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.5
1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma:
135-145mEq/liter.13 Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa
mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat
************** 6
antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel.
Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan
pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai
kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan
diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan
cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.8
2. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99%
dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium
yang terikat dengan protein didalam sel. 8
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter,
faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. 8
3. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran
ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin.
Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid,
tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan
didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam
sel.8
4. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 7
5. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah
satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh
************** 7
ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam
bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam
keseimbangan asam basa. 8
b. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.6
************** 8
melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan
konsentrasi dan tekanan hidrostatik.6,8,9
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan
memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium
kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 6,8,9
************** 9
D. Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif 3,14,15
************** 10
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio
plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan
penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan
pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup,
meja operasi dan lantai kamar bedah.
b. Kehilangan Cairan Lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih
menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan
translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan
(evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka
pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau
lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara
masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang
mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan
sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan
serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang
terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat
merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler
dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan Fungsi Ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
• Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate)
menurun.
• Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan
oleh meningkatnya kadar aldosteron.
• Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes
(collecting tubules) meningkat.
• Ginjal tidak mampu mengekskresikan ³free water´ atau untuk
menghasilkan urin Hipotonis
************** 11
E. Penatalaksanaan Terapi 3,14,15
************** 12
2. Cairan Selama Pembedahan
Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan
penggantian sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama
operasi. Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian
cairan pada trauma ringan, sedang dan berat. Pada pembedahan dengan
trauma ringan diberikan cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar
ditambah 4 ml/kg BB/jam sebagai pengganti akibat trauma pembedahan.
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan
pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma
pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6
ml/kgBB/jam.
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur
pembedahan dan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah
perdarahan yang terjadi selama pembedahan sering mengalami kesulitan.,
dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang
terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan lain-lain.
Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah
perdarahan dengan mengukur jumlah darah di dalam botol suction
ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu
lembar duk dapat menampung 100 – 150 ml darah, sedangkan untuk kain
kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1
gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan
dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara
serial.
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat
diberikan kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena
anemia. Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi
sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun
hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%. 20 –
25% pada individu sehat atau anemia kronis.
************** 13
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan
nilai hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB,
fullterm 85 ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75
ml/kgBB, perempuan 85 ml/kgBB.
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct
menjadi 30% dapat dihitung sebagai berikut :
• EBV
• Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
• Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
• Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop –
RBVC 30%)
• Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3
Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.
Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian
cairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut :
Berdasar berat-ringannya perdarahan :
• Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 – 15%, cukup
diganti dengan cairan elektrolit.
• Perdarahan sedang, perdarahan 10 – 20% EBV, 15 – 30%, dapat
diganti dengan cairan kristaloid dan koloid.
• Perdarahan berat, perdarahan 20 – 50% EBV, > 30%, harus diganti
dengan transfusi darah.
************** 14
Klasifikasi Shok Akibat Perdarahan :
Intravenous fluid replacement in haemorrhagic shock
Class I 2.5 l Ringer-lactate solution or 1.0 L
(haemorrhage 750 ml (15%)) polygelatin
************** 15
F. Macam-macam Cairan yang Dapat Digunakan dalam Terapi
Cairan 2,13,14,15
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =
CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan
mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak
menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat
disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan
koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di
ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan
bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang
interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat
terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang
mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain menunjukkan pemberian
sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat.
Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan
edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid
akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid
maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang
interstitiel. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling
banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan
susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang
terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah
NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis
hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar
bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
************** 16
1. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute´ atau plasma expander´. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein
yang banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal
dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat
menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5
dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C
selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi
protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa
globulin dan beta globulin.Prekallikrein activators (Hageman’s factor
fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan
dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein
plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
************** 17
2. Koloid Sintesis yaitu:
• Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi
oleh bakteri Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media
sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih
baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu
memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat
menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran
mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangiplatelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis
dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20
ml/kgBB/hari dapat mengganggucro match, waktu perdarahan
memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran
1 (Promit) terlebih dahulu.
• Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ± 1.000.000,
rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30
mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan
dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam
waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau
jarang).Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch)
mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena
potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas
yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih
sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
• Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang terbuat dari gelatin,
biasanya berasal dari collagen bovine serta dapat memberikan reaksi.
************** 18
Larutan gelatin adalah urea atau modifikasi succinylated cross-linked
dari kolagen sapi. Berat molekul gelatin relatif rendah, 30,35 kDa, jika
dibandingkan dengan koloid lain. Pengangkut berisi NaCl 110 mmol/l.
Efek ekspansi plasma segera dari gelatin adalah 80-100% dari volume
yang dimasukkan dibawah kondisi hemodilusi normovolemik. Efek
ekspansi plasma akan bertahan 1-2 jam. Tidak ada batasan dosis
maksimum untuk gelatin. Gelatin dapat memicu reaksi hipersensitivitas,
lebih sering daripada larutan HES. Meskipun produk mentahnya
bersumer dari sapi, gelatin dipercaya bebas dari resiko penyebaran
infeksi. Kebanyakan gelatin dieskskresi melalui ginjal, dan tidak ada
akumulasi jaringan
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3
macam gelatin, yaitu:
- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak
digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golonganurea linked gelatin
G. Transfusi 2,3,14,15
************** 19
masuk ke tubuh penerima dapat lebih pendek sehingga menurunkan
manfaatnya. Karena transfusi dapat menimbulkan efek yang merugikan,
transfusi hanya diberikan jika terdapat indikasi yang tepat. Pada batas-batas
tertentu, dapat digunakan cairan pengganti seperti kristaloid dan koloid.
Transfusi dapat lebih bermanfaat apabila digunakan secara selektif dan pada
keadaan yang memerlukan penurunan angka morbiditas dan mortalitas.
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan,
dan lama perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh
pada respon yang diberikan. Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10%
jumlah volume darah tidak menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya.
Frekuensi nadi, tekanan darah, sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak
berubah. Reseptor dalam jantung akan mendeteksi penurunan volume ini dan
menyebabkan pusat vasomotor menstimulasi sistem saraf simpatik yang
selanjutnya menyebabkan vasokonstriksi.
Tranfusi darah sering menyelamatkan kehidupan, misalnya dalam kasus-
kasus yang gawat, perawatan neonatus premature yang intensif modern, anak
dengan kanker, penerima cangkok organ merupakan kasus yang tidak
mungkin tanpa tranfusi. Tranfusi darah merupakan tindakan pengobatan pada
pasien (anak, bayi dan dewasa) yang diberikan atas indikasi. Kesesuaian
golongan darah antara resipien dan donor merupakan salah satu hal mutlak.
Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan
perpindahan cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi
ginjal menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume
darah kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat menjadi
normal dalam waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang
menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai
perdarahan sebanyak 30%.
Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di
atas 20%, darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau
kombinasi koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah
yaitu Ringer Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%, biasanya
diperlukan transfusi.
************** 20
H. Tujuan dari transfusi darah adalah untuk:
1. Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor.
2. Memelihara keadaan biologis darah atau komponen – komponennya
agar tetap bermanfaat.
3. Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada
peredaran darah (stabilitas peredaran darah).
4. Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
5. Meningkatkan oksigenasi jaringan.
6. Memperbaiki fungsi Hemostatis.
7. Tindakan terapi kasus tertentu
************** 21
4. Plasma beku ( fresh frozen plasma)
5. Fresh frozen plasma (FFP) adalah plasma segar yang diberkukan
dalam waktu 8 jam dan disimpan pada suhu minimal -200c dapat
bertahan 1 tahun, yang berisi semua faktor koagulasi kecuali
trombosit, FFP diberikan untuk mengatasi kekurangan faktor
koagulasi yang masih belum jelas dan defisiensi anti –thrombin
III.FFP berisi plasma , semua faktor pembekuan stabil dan labil,
komplemen dari protein plasma. Volume sekitar 200-500 ml. Setiap
unit FFP biasanya dapat menaikkan masing-masing kadar faktor
pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa, dosis inisial adalah
10-15 ml/kg.
************** 22
b. Tujuan transfusi whole blood
Whole blood berguna untuk meningkatkan jumlah eritrosit dan plasma
secara bersamaan. Dilakukannya transfusi whole blood harus melalui uji
cocok serasi mayor dan minor antara darah donor dan pasien. Peningkatan
hemoglobin post transfusi 450 ml darah lengkap adalah sebesar 0,9-1,2 g/dl
dan peningkatan hematokrit 3-4 %.
c. Indikasi
Wb harus dicadangkan untuk perdarahan medis atau bedah yang
parah, misalnya selama perdarahan saluran makanan yang cepat atau pada
trauma mayor saat diperlukan pemulihan daya angkut oksigen. , volume,
dan faktor pembekuan. Bahkan pada syok hemoragik, kombinasi sel darah
merah dan larutan kristaloid atau koloid biasanya efektif, pada keadaan
darurat, pergantian volum secara cepat biasanya mendahului penggantian sel
darah merah dan cairan resusitasi bebas sel harus digunakan apabila jenis
darah resipien sedang ditentukan, bila deficit sel darah merah kritis,
diindikasikan pemberian sel darah merah tipe O atau untuk spesifik tipe
yang tidak dicocokkan terlebih dahulu. Darah lengkap berguna untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma dalam waktu
yang bersamaan, misalnya pada pendarahan aktif dengan kehilangan darah
lebih dari
25-30 % volume darah total .
d. Kontra Indikasi
Darah lengkap sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia
kronik yang normovolemik atau yang bertujuan meningkatkan sel darah
merah.
************** 23
filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung keadaan klinis pasien,
namun setiap unitnya sebaiknya diberikan dalam 4 jam.
a. Pengertian
PRC merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen lain sehingga
mencapai hematokrit 65-70%, yang berarti menghilangnya 125-150 ml
plasma dari satu unitnya. PRC merupakan pilihan utama untuk anemia kronik
karena volumenya yang lebih kecil dibandingkan dengan whole blood. Setiap
unit PRC mempunyai volume kira-kira 128-240 ml, tergantung volume kadar
hemoglobin donor dan proses separasi komponen awal. Volume darah
diperkirakan mengandung plasma 50 ml atau antara 20-150 ml .
PRC dibuat khusus di dalam kantong plastik pada saat segera setelah
donasi darah diputar secara khusus sehingga terpisah dari komponen-
komponen lain, jauh lebih baik dan lebih tahan lama disimpan. Packed cells
dibuat dengan cara pengendapan darah didalam botol lalu bagian plasmanya
disedot keluar tidak menghasilkan komponen yang ideal karena sudah
terbuka resiko kontaminasi pada waktu penghisapan. Waktu penyimpanannya
hanya sampai 24 jam didalam alat pendingin darah.
************** 24
b. Indikasi
PRC digunakan pada pasien anemia yang tidak disertai penurunan
volume darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik
kronik, leukemia akut, leukimia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal
ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda “oxygen
need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing dan gelisah). PRC
diberikan sampai tanda oxygen need hilang, biasanya pada hemoglobin 8-10
gr/dl.
c. Dosis
Sel darah merah ada tiga jenis yaitu sel darah merah pekat (packed red
cell=PRC ), suspensi sel darah merah, dan sel darah merah yang dicuci.
Indikasi mutlak pemberian PRC adalah bila Hb penderita 5 g/dl. Jumlah PRC
yang diperlukan untuk menaikkan Hb dapat dihitung dengan menggunakan
rumus
sebagai berikut :
Jumlah PRC = Hb x 3 x BB
************** 25
C. Hemoglobin (Hb)
a. Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul protein yang ada dalam eritrosit yang
berfungsi membawa oksigen keseluruh jaringan tubuh, memiliki afinitas
(daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah, melalui fungsi ini maka oksigen
dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan. Hemoglobin merupakan senyawa
pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara
kimia dan jumlah Hb/100 ml darah digunakan sebagai indeks kapasitas
pembawa oksigen pada darah.
Hemoglobin berfungsi antara lain untuk mengikat dan membawa oksigen dari
paru paru ke seluruh jaringan tubuh, mengikat dan membawa CO2 dari
seluruh jaringan tubuh ke paru paru, memberi warna merah pada darah, dan
mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh (Arisman, 2004).
************** 26
c. Struktur Hemoglobin (Hb)
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus
heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein
hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut
hemoglobinopati, diantaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel
sabit dan talasemia. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein
(globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang
dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains,
sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir
terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2
rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Hemoglobin pada
manusia dewasa berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), terdiri dari
masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara non kovalen.
Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap
subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat
molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton.
************** 27
Hemoglobin juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel
darah yang bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka
keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal.
Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kekurangan zat besi bisa
mengakibatkan anemia. Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan
anemia, dan apabila nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis
************** 28
dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk diekskresikan ke dalam udara
pernafasan, sitokrom, dan komponen lain pada sistem enzim pernafasan
seperti sitokrom oksidase, katalase, dan peroksidase.
Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan
mioglobin dalam sel otot. Kandungan ± 0,004 % berat tubuh (60-70%)
terdapat dalam hemoglobin yang disimpan sebagai feritin di dalam hati,
hemosiderin didalam limfa dan sumsum tulang .
Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah lebih
dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau
hemoglobin (lebih dari 2,5 g), mioglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome,
hati, limfa dan sumsum tulang (> 200-1500 mg).
Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang dipakai
untuk keperluan metabolik dan bagian yang merupakan cadangan.
Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim hem dan non hem adalah
bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan,
sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis
dan jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan. Feritin dan hemosiderin adalah
bentuk besi cadangan yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum
tulang. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi,
pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran .
************** 29
dalam 24 jam. Fakor pembatas dalam menentukan simpanan sel darah merah
bank darah adalah kemampuan sel darah merah beredar normal menjadi sferis
karena perubahan dalam metabolisme energi. Hal ini disertai peningkatan
kekakuan sel darah merah dan setelah beberapa lama kerusakan sel menjadi
tidak reversibel, jika sel darah merah ditransfusi pada saat penyimpanan
maksimum sampai 20-30 %, sel darah merah dapat rusak dalam 24 jam,
sisanya memperlihatkan umur hampir normal, sehingga dibutuhkan waktu
untuk pemeriksaan hemoglobin pasca transfusi darah pasien diambil pada 6
jam dan/atau 24 jam setelah transfusi .
4. Spesimen
Spesimen atau bahan pemeriksaan kadar hemoglobin adalah darah
lengkap (whole blood) yang diperoleh dari darah vena maupun darah kapiler.
Darah lengkap yaitu darah yang sama bentuk atau kondisinya seperti ketika
beredar dalam aliran darah.
5. Antikoagulan EDTA
Antikoagulan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate) merupakan
antikoagulan yang baik dan sering digunakan untuk berbagai macam
pemeriksaan hematologi. Digunakan dalam bentuk garam Na2EDTA atau
K2EDTA. K2EDTA lebih banyak digunakan karena daya larut dalam air
kira-kira 15 kali lebih besar dari Na2EDTA. EDTA dalam bentuk kering
dengan pemakaian 1-1,5 mg EDTA / ml sedang dalam bentuk larutan EDTA
10 % pemakaiannya 0,1 ml / ml darah. Garam-garam EDTA mengubah ion
kalsium dari darah menjadi bentuk yang bukan ion. Tiap 1 miligram EDTA
menghindarkan membekunya 1 mililiter darah.
************** 30
• Tidak mengganggu homeostasis
• Tidak mengganggu blood grouping dan cross matching
• Akumulasi minimal pada sistem retikuloendotelial
• Lama penyimpanan produk panjang
• Ekonomis
************** 31
Overload Mungkin Tidak Tidak Mungkin Mungkin Tidak
cardiovaskuler mungkin mungkin
K. Golongan Darah. 17
************** 32
transfusi. Antibodi dapat menjadi “alami” atau sebagai respon atas
sensitisasi dari suatu kehamilan atau transfusi sebelumnya.
a. Sistem ABO
Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua alleles: A dan
B. Masing-masing merepresentasikan suatu enzim yang merupakan
modifikasi dari suatu permukaan sel glycoprotein, menghasilkan
antigen yang berbeda. (Sebenarnya, ada berbagai varian A dan B.) Hampir
semua individu tidak mempunyai A atau B " natural" yang menghasilkan
antibody [ sebagian besar immu-noglobulin M ( IgM)] melawan antigens (
Tabel 29-7) di dalam tahun pertama kehidupan. Antigen H adalah
precursor dari system ABO tetapi diproduksi oleh suatu chromosom
tempat berbeda. Tidak adanya antigen H( hh genotype, juga
disebut Bombay pheno-type) mencegah munculny gen A atau B; individu
dengan kondisi sangat jarang ini akan mempunyai anti-A, anti-B, dan
anti-H antibodi.
b. Sistem Rh
Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome. Ada
sekitar 46 Rh-berhubungan dengan antigens, tetapi secara klinis, ada lima
antigen utama ( D, C, c, E, dan e) dan menyesuaikan dengan antibody
.Biasanya, ada atau tidak allele yang paling immunogenic dan umum, D
antigen, dipertimbangkan. Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit
putih mempunyai antigen D. Individu yang kekurangan allele ini disebut
Rh-Negative dan biasanya antibodi akan melawan antigen D hanya setelah
terpapar oleh ( Rh-Positive) transfusi sebelumnya atau kehamilan (
seorang Ibu Rh-Negative melahirkan bayi Rh-Positive).
c. Sistem Lain
Sistem lain ini meliputi antigen Lewis, P, li, MNS, Kidd, Kell, Duffy,
Lutheran, Xg, Sid, Cartright, YK, dan Chido Rodgers antigens. Kebetulan,
************** 33
dengan beberapa perkecualian ( Kell, Kidd, Duffy, Dan), alloantibodi
melawan sistem ini jarang menyebabkan reaksi hemolytic serius.
L. Tes Kompatibilitas
Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi
antigen-
antibody sebagai hasil transfusi sel darah merah. Donor dan penerima
donor darah harus di periksa adanya antibody yang tidak baik.
************** 34
" Crossmatching
Suatu crossmatch transfusi: sel donor dicampur dengan serum penerima.
Crossmatch mempunyai tiga fungsi: ( 1) Konfirmasi jenis ABO dan Rh (
kurang dari 5 menit), ( 2) mendeteksi antibodi pada golongan darah lain ,
dan ( 3) mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi
aglutinasi mudah. Yang dua terakhir memerlukan sedikitnya 45 menit.
************** 35
M. KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH
1. Berdasarkan Cakupannya
a. Komplikasi Local
Pada proses transfuse darah dapat terjadi suatu komplikasi, pada
komplikasi transfuse darah local dapat terjadi suatu reaksi atau komplikasi
yang meliputi :
- Kegagalan memperoleh akses vena
- Fiksasi vena tidak baik
- Masalah ditempat tusukan
- Vena pecah saat ditusuk, dll
b. Komplikasi Umum
Tidak semua reaksi transfusi dapat dicegah. Ada langkah-langkah
tertentu yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi,
walaupun demikian tetap diperlukan kewaspadaan dan kesiapan untuk
mengatasi setiap reaksi transfusi yang mungkin terjadi. Ada beberapa jenis
reaksi transfusi dan gejalanya bermacam-macam serta dapat saling tumpang
tindih. Oleh karena itu, apabila terjadi reaksi transfusi, maka langkah umum
yang pertama kali dilakukan adalah menghentikan transfusi, tetap memasang
infus untuk pemberian cairan NaCl 0,9% dan segera memberitahu dokter jaga
dan bank darah.
2. Berdasarkan Cepat Lambanya
a. Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24
jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu
ringan, sedang berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan
ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini
disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan
adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri
kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di
kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi ringan diatasi dengan
pemberian antipiretik, antihistamin atau kortikosteroid, dan pemberian
************** 36
transfusi dengan tetesan diperlambat. Reaksi sedang-berat biasanya
disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi
non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi
pirogen dan/atau bakteri. Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan
gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas
pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda
kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik),
takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas.
Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri,
syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena
ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi jenis IgM yang beredar) dan
sekitar 90%-nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien
atau unit darah yang akan diberikan.
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHA adalah demam
dengan atau tanpa menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas,
urine berkurang, hemoglobinuria, dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih
berat dapat terjadi renjatan (shock), koagulasi intravaskuler diseminata (KID),
dan/atau gagal ginjal akut yang dapat berakibat kematian. Untuk mengatasi
hal tersebut perlu dilakukan tindakan meningkatkan perfusi ginjal,
mempertahankan volume intravaskuler, mencegah timbulnya DIC.
b. Reaksi Lambat
Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan oleh
adanya antibodi yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi
dilakukan karena titernya rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya
selang waktu untuk meningkatkan produksi antibodi tersebut. Hemolisis yang
terjadi biasanya ekstravaskuler.
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat,
ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal yang
perlu dikuatirkan karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi ekstravaskuler,
tetapi dapat pula terjadi seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan,
************** 37
biasanya tanpa pengobatan. Bila terjadi hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal,
penatalaksanaannya sama seperti pada RTHA.
************** 38
Tindakan yang segera dilakukan adalah penghentian transfusi, atasi
syok dengan posisi, oksigenasi, vasopresor, dan infus bila ada tanda-tanda
hipovolemia. Memaksa timbulnya diuresis dengan infus manitol 20 % dan
furosemid serta pemberian steroid. Lapor ke bank darah untuk pengulangan
pemeriksaan ulang golongan darah ABO, rhesus, dan cross match dari sisa
darah.
Reaksi hemolitik ini terdiri dari reaksi hemolitik akut dan reaksi
hemolitik lambat.
************** 39
melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari
darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Gejala yang berat dapat terjadi setelah infuse 10 – 15 ml darah yang
ABO inkompatibel. Pada orang sadar, gejala yang dialami berupa menggigil,
demam, mual, serta nyeri dada dan panggul. Pada orang dalam keadaan
terbius, gejala berupa peningkatan suhu tubuh, takikardia yang tidak
diketahui penyebabnya, hipotensi, hemoglobinuria, dan perdarahan difus pada
daerah lapangan operasi. Koagulasi intravaskular disseminata, syok, dan
gagal ginjal terjadi dengan cepat. Berat ringannya gejala tersebut tergantung
dari seberapa banyak darah inkompatibilitas ABO yang ditransfusikan.
Manajemen reaksi hemoiytic dapat simpulkan sebagai berikut:
• Jika dicurigai suatu reaksi hemolytic, transfusi harus dihentikan dengan
segera.
• Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.
• Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.
• Osmotic diuresis harus diaktipkan dengan mannitol dan cairan kedalam
pembuluh darah.
• Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP.
• Ambil darah pasien untuk diperiksa kadar Hb, trombosit, uji kompatibilitas,
dan tes koagulasi.
************** 40
Reaksi hemolitik lambat disebut sebagai hemolisis ekstravaskular.
Reaksi hemolitik yang terjadi pada tipe ini umumnya ringan. Penyebabnya
adalah antibodi terhadap antigen non-D dari sistem RH atau terhadap alel
asing dari sistem lain seperti Kell, Duffy, atau antigen Kidd.
Reaksi hemolytic pada tipe lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi,
dan gejala biasanya ringan, terdiri dari malaise, jaundice, dan demam.
Hematocrit pasien tidak meningkat setelah transfusi dan tidak adanya
perdarahan. Serum bilirubin unconjugated meningkat sebagai hasil
pemecahan hemoglobin.
Diagnosa antibody - reaksi hemolytic lambat mungkin
difasilitasi oleh antiglobulin (Coombs) Test. Coombs test mendeteksi adanya
antibody di membrane sel darah. Test ini tidak bisa membedakan antara
membrane antibody resipien pada sel darah merah dengan membrane
antibody donor pada sel darah merah. Jadi, ini memerlukan suatu
pemeriksaan ulang yang lebih terperinci pretransfusi pada kedua spesimen :
pasien dan donor.
Penanganan reaksi hemolytic lambat adalah suportif. Frekwensi reaksi
transfusi hemolytic lambat diperkirakan kira-kira 1:12,000 transfusi.
Kehamilan ( terpapar sel darah merah janin) dapat juga menyebabkan
pembentukan alloan-tibodies pada seldarah merah. Pencegahan dilakukan
dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma
pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
************** 41
IL6). Umumnya reaksi demam tergolong ringan dan akan hilang dengan
sendirinya
Sensitisasi terhadap sel darah putih atau trombosit umumnya
bermanifestasi sebagai demam. Insiden terjadi 1-3% dari episode transfusi.
Ciri-ciri adalah peningkatan suhu tubuh tanpa disertai bukti adanya hemolisis.
Pasien dengan riwayat demam berulang paska transfusi perlu mendapat
transfusi sel darah merah murni (tanpa ada sel darah putih). Komponen darah
tersebut bisa didapat dengan cara melakukan sentrifugasi, filtrasi, atau teknik
freeze-thaw.
2) Reaksi alergi (Urtikaria)
Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering
muncul, yang tidak disertai gejala lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu
sampai harus menghentikan transfusi. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat
adanya bahan terlarut di dalam plasma donor yang bereaksi dengan antibodi
IgE resipien di permukaan sel-sel mast dan eosinofil, dan menyebabkan
pelepasan histamin. Reaksi alergi ini tidak berbahaya, tetapi mengakibatkan
rasa tidak nyaman dan menimbulkan ketakutan pada pasien sehingga dapat
menunda transfusi. Pemberian antihistamin dapat menghentikan reaksi
tersebut.
Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh erythema, penyakit
gatal bintik merah dan bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam.
Pada umumnya ( 1% tentang transfusi) dan dipikirkan berkaitan dengan
sensitisasi pasien ke transfusi protein plasma. Reaksi Urticaria dapat
diatasi dengan obat antihistamine ( H, dan mungkin H2 blockers) dan
steroids.
Ditandai dengan eritema, bintik merah, dan gatal tanpa demam.
Diduga terjadi karena sensitisasi terhadap protein plasma. Reaksi urtikaria
dapat ditangani dengan antihistamin dan steroid
************** 42
3) Reaksi anafilaktik
Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul
pada pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti
IgA dengan titer tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa
menit setelah transfusi dimulai. Aktivasi komplemen dan mediator kimia
lainnya meningkatkan permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos
terutama pada saluran napas yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda
reaksi anafilaktik biasanya adalah angioedema, muka merah (flushing),
urtikaria, gawat pernapasan, hipotensi, dan renjatan.
Penanganan dini adalah epinefrin, cairan, kortikosteroid, dan
antihistamin. Pasien defisiensi IgA sebaiknya mendapat transfusi washed
packed red cell, sel darah merah beku deglycerolized, atau darah tanpa IgA.
************** 43
2. Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan.
Biasanya terjadi pada pasien imunodefisiensi, terutama pasien dengan
transplantasi sumsum tulang; dan pasien imunokompeten yang diberi
transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel (HLA: human
leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah. Gejala dan
tanda, seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis,
pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah transfusi. Tidak ada terapi
spesifik, terapi hanya bersifat suportif.
Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised.
Produk sel darah berisi lymfosit mampu mengaktifkan respon imun.
Penggunaan filter leukosit khusus sendiri tidak dapat dipercaya mencegah
penyakit graft-versus-host; iradiasi ( 1500-3000 cGy) sel darah merah,
granulocyte, dan transfusi platelet secara efektif menginaktifasi lymfosit
tanpa mengubahefikasi dari transfusi.
3. Edema Pulmonary Noncardiogenic
Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury)
merupakan komplikasi yang jarang terjadi(< 1:10,000). Ini berkaitan
dengan transfusi antileukocytic atau anti-HLA antibodi yang saling
berhubungan dan menyebabkan sel darah putih pasien teragregasi di sirkulasi
pulmoner.Tranfusi sel darah putih dapat berinteraksi dengan leukoaglutinin.
Perawatan Awal TRALI adalah sama dengan Acute Respiratory distress
syndrome ( ARDS), tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan therapy
suportif.
4. Imun Supresi
Transfusi leukosit-merupakan produk darah dapat sebagai
immunosuppressi. Ini adalah terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di
mana transfusi darah preoperatif nampak untuk meningkatkan survival dari
graft. Beberapa studi menyatakan bahwa rekurensi dari pertumbuhan
malignan mungkin lebih mirip pada pasien yang menerima transfusi darah
selamapembedahan. Dari kejadian yang ada juga menyatakan bahwa tranfusi
leukocyte allogenic dapat mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada
************** 44
akhirnya, transfusi darah dapat meningkatkan timbulnya infeksi yang serius
setelah pembedahan atau trauma.
a) Koagulopati
Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah
dilutional thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari factor koagulasi tidak
biasa terjadi pada pasien normal. Studi Koagulasi dan hitung trombosit, jika
tersedia, idealnya menjadi acuan transfusi trombosit dan FFP. Analisa
Viscoelastic dari pembekuan darah (thromboelastography dan Sonoclot
Analisa) juga bermanfaat.
" Trombositopenia
Terjadi setelah transfusi darah simpan lama lebih dari 80 ml/kgBB.
Diatasidengan pemberian trombosit bila jumlah trombosit
************** 45
<50.000/mm3 atau memberi unit darah utuh segar setiap transfusi 4
unit darah simpan.
" Turunnya faktor koagulasi labil (faktor V dan faktor VIII. Dapat
diatasi dengan pemberian 1 unit FFP setiap transfusi 5 unit
WB/PRC.
b) Keracunan Sitrat
Tubuh memiliki kemampuan yang besar untuk metabolisme sitrat,
kecuali pada keadaan shock, penyakit hati, dan lanjut usia. Pada kasus ini
dapat diberikan Calcium Glukonas 10% 1 gram IV pelan-pelan setiap telah
masuk 4 unit darah.
Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat
menjadi penting setelah transfusi darah dalam jumlah besar. Secara klinis
hypocalcemia penting, karena menyebabkan depresi jantung, tidak terjadi
pada pasien normal kecuali jika transfusi melebihi 1 U tiap-tiap 5 menit.
Sebab metabolisme sitrat terutama di hepar, pasien dengan penyakit atau
disfungsi hepar ( dan kemungkinan pada pasien hipothermi) memerlukan
infuse calcium selama transfusi massif ).
c) Hiperkalemia
Kalium dalam darah simpan 21 hari dapat naik setinggi 32 mEq/L,
sedangkan batas dosis infus kalium adalah 20 mEq/jam. Hiperkalemia
menyebabkan aritmia sampai fibrilasi ventrikel/cardiac arrest. Untuk
mencegah hal ini diberikan Calsium Glukonas 5 mg/kgBB I.V pelan-pelan.
Maksud pemberian kalsium disini karena kalsium merupakan antagonis
terhadap hiperkalemia.
Konsentrasi kalium Extracellular dalam darah yang disimpan
meningkat dengan waktu. Jumlah kalium extracellular yang transfusi pada
unit masing-msaing kurang dari 4 mEq perunit. Hyperkalemia dapat
berkembang dengan mengabaikan umur darah ketika transfusi melebihi 100
************** 46
mL/min. Hypokalemia biasanya ditemui sesudah operasi, terutama sekali
dihubungkan dengan alkalosis metabolisme.
d) Hypothermia
Transfusi Darah massif adalah merupakan indikasi mutlak untuk
semua produk darah cairan intravena hangat ke temperatur badan normal.
Arhitmia Ventricular dapat menjadi fibrilasi ,sering terjadi pada temperatur
sekitar 30°C. Hypothermia dapat menghambat resusitasi jantung. Penggunaan
alat infus cepat dengan pemindahan panas yang efisien sangat efisien telah
sungguh mengurangi timbulnya insiden hypothermia yang terkait dengan
transfusi.
Keseimbangan asam basa
Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan
dengan antikoagulan asam sitrat dan akumulasi dari metabolit sel darah
merahs (carbondioxida dan asam laktat), berkenaan dengan
metabolisme acidosis metabolik yang berkaitan dengan transfusi tidaklah
umum. Yang terbanyak dari kelainan asam basa setelah tranfusi darah massif
adalah alkalosis metabolic postoperative.Ketika perfusi normal diperbaiki,
asidosis metabolic berakhir dan alkalosis metabolic progresif terjadi, sitrat
dan laktat yang ada dalam tranfusi dan cairan resusitasi diubah menjadi
bikarbonat oleh hepar
************** 47
organ tubuh. Pada saat yang bersamaan,
terjadi pemakaian trombosit dan protein dari
DIC ( disseminated intravaskular coagulation) merupakan keadaan
yang termasuk dalam kategori kedaruratan medic.
Tindakan dan penanganan yang diberikan tergantung dari
patofisiologi penyakit yang mendasarinya. Namun yang utama dalam
memberikan penanganan tersebut adalah
mengetahui proses patologi, yakni terjadinya proses trombosis
mikrovaskular dan kemungkinan terjadi perdarahan (diatesa hemoragik)
secara bersamaan. Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita DIC
yang disertai dengan perdarahan misalnya: petekie, ekimosis, hematuria,
melena, epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi, penurunan kesadaran
hingga terjadi koma yang disebabkan oleh perdarahan otak. Sementara
tanda-tanda yang dapat dilihat pada trombosis mikrovaskular adalah
gangguan aliran darah yang mengakibatkan terjadi iskemia pada organ dan
berakibat pada kegagalan fungsi
organ tersebut, seperti: gagal ginjal akut, gagal nafas akut, iskemia
fokal, gangren pada kulit.
Berikut ini adalah kondisi klinik yang dapat menyebabkan
terjadinya DIC yaitu Sepsis, Trauma, Cidera jaringan berat, Cidera kepala,
Emboli lemak, Kanker ( Myeloproliferative disorder, Tumor padat),
komplikasi Obstetrik (Emboli cairan amnion, Abruptio Placenta), Kelainan
pembuluh darah (Giant hemangioma, Aneurysma Aorta), Reaksi terhadap
toksin, Kelainan Imunologik.
Pada pasien dengan DIC, terjadi
pembentukan fibrin oleh trombin yang diaktivasi oleh
faktor jaringan. Faktor jaringan,berupa sel mononuklir dan sel endotel
yang teraktivasi, mengaktivasi faktor VII. Kompleks
antara faktor jaringan dan faktor VII yang teraktivasi tersebut akan
mengaktivasi faktor X baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan cara mengaktivasi faktor IX dan VIII.
Faktor X yang teraktivasi bersama dengan faktor V akan mengubah
************** 48
protrombin menjadi trombin. Di saat yang bersamaan terjadi
konsumsi faktor antikoagulan sepertiantitrombin III, protein C dan j
alur penghambat-faktor jaringan, mengakibatkan kurangnya faktor-faktor
tersebut. Pembentukan fibrin yang terjadi tidak diimbangi dengan
penghancuran fibrin yang adekuat, karena
sistem fibrinolisis endogen (plasmin) tertekan oleh penghambat-
aktivasi plasminogen tipe 1 yang kadarnya tinggi di dalam plasma
menghambat pembentukan plasmin dariplasminogen. Kombinasi antara
meningkatnya pembentukan fibrin dan tidak adekuatnya
penghancuran fibrin menyebabkan terjadinya trombosis intravaskular
yang menyeluruh.
Dalam praktik klinik diagnosis DIC dapat ditentukan atas dasar temuan
sebagai berikut:
" Adanya penyakit yang mendasari terjadinya DIC.
" Pemeriksaan trombosit kurang dari 100.000/mm³.
Trombosit: > 100000 = 0 50000-100000 = 1 <50000 = 2
" Pemanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT).
PT memanjang: <3 detik = 0 4-6 detik = 1 >6 detik = 2
" Adanya hasil degradasi fibrin di dalam
plasma (ditandai dengan peningkatan D-dimer)
D-dimer: < 500 = 0 500-1000 = 1>10000=2.
" Rendahnya kadar penghambat koagulasi (Antitrombin III)
Fibrinogen: <100mg/dl = 1 >100 mg/dl = 0
Penatalakasanaan DIC yang utama
adalah mengobati penyakit yang mendasari
terjadinya DIC.
" Antikogulan
" Plasma dan trombosit
" Penghambat pembekuan (AT III)
" Obat-obat antifibrinolitik
************** 49
2. Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini
dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu
cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada
pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
3. Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu
panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis).
Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung dan hati). Tidak ada
mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat
besi seperti desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi
dan mempertahankan kadar serum feritin <2.000 mg/l.
• Komplikasi Infeksi
Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung
pada berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan
skrining yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit
darah. Saat ini dipergunakan model matematis untuk menghitung risiko
transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C, hepatitis B
dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV), malaria, sifilis, bruselosis,
tripanosomiasis. Model ini berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit
terutama timbul pada saat window period (periode segera setelah infeksi
dimana darah donor sudah infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).
a) Hepatitis virus
Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi
timbulnya hepatitis setelah transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang
kasus ini adalah dalam kaitan dengan hepatitis C virus. Timbulnya
hepatitis posttransfusi antarab 1:63,000 dan 1:1,600,000; 75% tentang kasus
ini adalah anicteric, dan sedikitnya 50% berkembang;menjadi penyakit hati
kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok yang terakhir ini, sedikitnya 10-20%
berkembang menjadi cirrhosis.
************** 50
Penularan virus hepatitis merupakan salah satu bahaya/ resiko besar
pada transfusi darah. Diperkirakan 5-10 % resipien transfusi darah
menunjukkan kenaikan kadar enzim transaminase, yang merupakan bukti
infeksi virus hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis pasca transfusi
disebabkan oleh virus hepatitis non A non B. Meski sekarang ini sebagian
besar hepatitis pasca transfusi ini dapat dicegah melalui seleksi donor yang
baik dan ketat, serta penapisan virus hepatitis B dan C, kasus tertular masih
tetap terjadi. Perkiraan resiko penularan hepatitis B sekitar 1 dari 200.000 dan
hepatitis C lebih besar yaitu sekitar 1:10.000.
************** 51
Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV dari
transfusi dari darah yang leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang
CMV negative. Oleh karena itu, pemberian darah dengan leukosit yang
dikurangi secara klinis cocok diberikan pada pasien seperti itu. Human T sel
virus lymphotropic I dan II ( HTLV-1 dan HTLV-2) adalah leukemia dan
lymphoma virus, kedua-duanya telah dilaporkan ditularkan melalui transfusi
darah; leukemia dihubungkan dengan myelopathy. Penularan Parvovirus telah
dilaporkan setelah transfusi faktor pembekuan. dan dapat mengakibatkan
krisis transient aplastic pada pasient immunocompromised. Penggunaan filter
leukosit khusus nampaknya mengurangi tetapi tidak mengeliminasi timbulnya
komplikasi di atas.
d) Infeksi parasit
Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti
malaria, toxoplasmosis, dan Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut
jarang terjadi.
************** 52
f). Penyakit infeksi lain yang jarang
Beberapa penyakit walaupun jarang, dapat juga ditularkan melalui
transfusi adalah malaria, toxoplasmosis, HTLV-1, mononucleosis infeksiosa,
penyakit chagas (disebabkan oleh trypanosoma cruzi), dan penyakit CJD (
Creutzfeldt Jakob Disease). Pencemaran oleh bakteri juga mungkin terjadi
saat pengumpulan darah yang akan ditransfusikan. Pasien yang terinfeksi ini
dapat mengalami reaksi transfusi akut, bahkan sampai mungkin renjatan.
Keadaan ini perlu ditangani seperti pada RTHA ditambah dengan pemberian
antibiotic yang adekuat.
************** 53
5. Antihistamin dan epinefrin
6. Steroid dosis tinggi
7. Jika perlu exchange transfusion
8. Tetap infus dengan NaCl 0,9% atau kristaoid,
9. Pemberian dopamin dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan.
************** 54
dibutuhkan. Tindakan yang dapat dilakukan adalah menghentikan transfusi
darah, memberikan oksigen, tidur dengan posisi setengah duduk, pemberian
obat-abatan misalnya diuretik, digitalis dan aminofilin. Untuk pencegahan
timbulnya peningkatan beban sirkulasi dapat dilakukan penetesan yang
lambat yaitu 6-8 tetes permenit, dan atau penggunaan kcmponen darah.
************** 55
keadaan hangat merupakan medium biakan bakteri. Dalam keadaan tertentu
perlu diberikan diuretik sebelum transfusi.
************** 56
BAB III
KESIMPULAN
************** 57
DAFTAR PUSTAKA
************** 58
15. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-
58.14
16. Niemi TT, Miyasitha R, Yamakage M. Colloid solutions: a clinical
update. Japanese Society of Anesthesiologist. 2010.
17. Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc
Graw-Hill Companies, Inc. United State.
18. https://www.academia.edu/9045609/komplikasi_transfusi_darah
************** 59