Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan
panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan
sebagai terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat
stimulus.
2. Tanda dan Gejala
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
c. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
d. Tidak dapat memusatkan perhatian
e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung(Budi Anna Keliat, 2005)
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru
mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-
mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitas
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.

C. Tahapan dan tingkatan halusinasi


1. Comporting → cemas sedang, halusinasi merupakan kesenangan
Karakteristik
Non psikotik, merasa cemas, kesepian, bersalah, takut sehinggamencoba
berpikir hal-hal menyenangkan, halusinasi masih dapat dikontrol
Observable patient behaviors
Tersenyum/tertawa sendiri, bicara tanpa bersuara, rapid eyes movement,
bicara pelan, diam dan preoccupied
2. Condemnine → cemas berat, halusinasi menjadi refulsif
Karakteristik
Nonspesifik pengalaman sensori menjadi menakuitkan, klien merasa
hilang kontrol dan merasa dilecehkan oleh pengalaan sensori tersebut,
menarik diri dari orang lain
Observable patient behaviors
Peningkatan aktivitas sistem saraf otonom, peningkatan denyut jantung,
respirasi dan tekanan darah.
3. Controlling → cemas berat, halusinasi tidak dapat ditolak
Karakteristik
Klien menyerah terhadap halusinasinya, halusinasi menjadi lebih
mengancam
Observable patient behavior
Mengikuti perintah halusinasinya, sulit berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak dapat mengikuti perintah dari perawat.
4. Conquering → panik, klien dikuasai oleh halusinasinya
Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi menakutkan dan mengancam jika tidak
mengikuti perintahnya
Observable patient behavior
Pelaku panik, resiko tinggi mencederai diri sendiri/orang lain,m,m
aktivitas menggambarkan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, gelisah,
isolasi sosial/katatonia.

D. Klasifikasi
1. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulkus yang nyata/lingkungan. Dengan kata lain yang berada disekitar
klien tidak mendengar bunyi atau suara yang didengar klien tersebut.
2. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang
nyata dari lingkungan\
3. Halusinasi penciuman
Klien mencium sesuatu yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus
yang nyata
4. Halusinasi pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak
5. Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata
E. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut
Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang
lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
1. Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
2. Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di
sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada.Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
G. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perceptual ; halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

H. Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan
social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
I. Analisa data
No Data Subyekstif Data Obyektif
1. Klien mengatakan melihat Tampak bicara dan ketawa sendiri.
atau mendengar sesuatu. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Klien tidak mampu Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat
mengenal tempat, waktu, sesuatu.
orang. Gerakan mata yang cepat.

2. Klien mengatakan merasa Tidak tahan terhadap kontak yang lama.


kesepian. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat
Klien mengatakan tidak bicara.
dapat berhubungan sosial. Tidak ada kontak mata.
Ekspresi wajah murung, sedih.
Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya
sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.
3. Klien mengungkapkan Wajah klien tampak tegang, merah.
takut. Mata merah dan melotot.
Klien mengungkapkan apa Rahang mengatup.
yang dilihat dan didengar Tangan mengepal.
mengancam dan Mondar mandir.
membuatnya takut.

J. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
1. Gangguan sensori perceptual : Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
K. Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah ....x pertemuan SP 1
- Mengenali halusinasi pasien dapat menyebutkan  Bantu pasien mengenal
yang dialaminya : halusinasinya (Isi,
- Mengontrol  Isi, waktu, frekuensi, waktu, frekuensi, situasi
halusinasinya situasi pencetus, pencetus, perasaan)
- Mengikuti program perasaan  Latih mengontrol
pengobatan  Mampu memperagakan halusinasinya dengan
cara dalam mengontrol cara menghardik.
halusinasi Tahapan tindakannya
meliputi :
- Jelaskan cara
menghardik
halusinasinya
- Peragakan cara
menghardik
- Minta pasien
memperagakan ulang
 Pantau peberapan cara
ini beri penguatan
perilaku pasien
 Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 2
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang
 Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1)
yang sudah dilakukan - Latih berbicara dengan
 Memperagakan cara orang lain saat halusinasi
bercakap-cakap dengan muncul
orang lain - Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 3
pasienmampu : - Evaluasi kegiatan yang
 Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1 dan SP 2)
yang sudah dilakukan - Latih kegiatan agar
 Membuat jadwal halusinasitidak muncul.
kegiatan sehari-hari dan Tahapannya :
mampu  Jelaskan pentingnya
memperagakannya aktivitas yang teratur
untuk mengatasi
halusinasi
 Diskusikan aktivitas
yang biasa dilakukan
oleh pasien
 Latih pasien
melakukan aktivitas
 Susun jadwal
aktivitas sehari-hari
sesuai dengan
aktivitas yang telah
dilatih (dari bangun
pagi sampai malam
hari)
 Pantau pelaksanaan
jadwal kegiatan,
berikan penguatan
terhdap perilaku
pasien yang positif
Setelah ...x pertemuan, SP 4
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang
 Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1, 2, 3)
yang sudah dilakukan - Tanyakan program
 Menyebutkan manfaat pengobatan
dari program pengobatan - Jelaskan pentingnya
penggunaan obat pada
gangguan jiwa
- Jelaskan akibat bila tidak
digunakan sesuai
program
- Jelaskan akibat putus
obat
- Jelaskan cara
mendapatkan
obat/berobat
- Jelaskan pengobatan
(5B)
- Latih pasien minum obat
- Masukan dalam jadwal
harian pasien
Keluarga mampu : Setelah...x pertemuan SP 1
- Merawat pasien di keluarga mampu - Identifikasi masalah
rumah dan menjadi menjelaskan tentang keluarga dalam merawat
sistem pendukung halusinasi pasien
yang efektif untuk - Jelaskan tentang
pasien. halusinasi :
 Pengertian hakusinas
 Jenis halusinasi dalam
pasien
 Tanda dan gejala’
 Cara merawat pasien
(cara komunikasi,
pemberian obat, dan
pembetrian aktivitas
kepada pasien)
 Sumber sumber
pelayanan kesehatan
yang bisa di jangkau
 Bermain peran cara
merawat
- Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat
pasien.
Setelah ...x pertemuan, SP 2
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan
 Menyelesaikan kegiatan keluarga (SP 1)
yang sudah dilakukan - Latih keluarga merawat
 Memperagakan cara pasien
merawat pasien - RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 3
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan
 Menyebutkan kegiatan keluarga (SP 2)
yang sudah dilakukan - Latih keluarga merawat
 Memperagakan cara pasien
merawat pasien serta - RTL keluarga/jadwal
mampu membuat RTL keluarga untuk merawat
pasien
Setelah ...x pertemuan SP 4
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan
 Menyebutkan kegiatan keluarga
yang sudah dilakukan - Evaluasi kemampuan
 Melaksanakan follow up pasien
rujukan - RTL keluarga :
 Follow up
 Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Ade Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika


Aditama
Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta :
Nuha

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :
Salemba Medika

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan


Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan


Jiwa (Terjemahan).Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana
Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

2. Rentang respon marah


Adaptif maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Marah/Amuk
Keterangan :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan
b. Frustasi : individu gagal mencapai kepuasaan saat marah dan tidak
menemukan alternatif
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk
menuntut tertapi masih terkontol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku
kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat
perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku
perilaku kekerasan
2) Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu
maka kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung
hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
3) Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak
pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
kekerasan adalah hal yang wajar
4) Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.

4. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
1) Tidak adekuat
2) Tidak aman dan nyaman
3) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
4) Tidak berdaya
5) Bermusuhan
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
1) Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan
kasar.
2) Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran.
3) Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

C. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

D. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Phenotizin
b. Obat anti depresi : Amitriptyline
c. Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian :
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan
masalah yang dialami
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan
dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien.

E. Pohon Masalah

Resiko
Resikotinggi
tinggimencederai
mencederaidiri,
diri,orang
oranglain,
lain,dan
danlingkungan
lingkungan

Perilaku Kekerasan

Perubahan sensori perseptusl: halusinasi

F. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
Keluhan utama
2. Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan
social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.
e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medis
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan sensori persepsi: halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social
f. Berduka disfungsional
g. Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif

G. Intervensi
Tujuan
Pasien mampu :
- Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan
- Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
- Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
- Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
- Mengontrol perilaku kekerasannya dengan cara :
- Fisik
- Sosial / verbal
- Spiritual
- Terapi psikofarmaka (patah obat)
Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah
Kriteria Evaluasi Intervensi
Setelah ….x SP I
pertemuan, pasien - Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat
mampu : perilaku kekerasan
- Menyebutkan - Latih cara fisik 1 : Tarik nafas dalam
penyebab, tanda, - Masukkan dalam jadwal harian pasien
gejala dan akibat
perilaku kekerasan
- Memperagakan
cara fisik 1 untuk
mengontrol
perilaku kekerasan
Setelah ….x SP 2
pertemuan, pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
mampu : - Latih cara fisik 2 : Pukul kasur / bantal
- Menyebutkan - Masukkan dalam jadwal harian pasien
kegiatan yang
sudah dilakukan
- Memperagakan
cara fisik untuk
mengontrol
perilaku kekerasan
Setelah ….x SP 3
pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
mampu : - Latih secara sosial / verbal
- Menyebutkan - Menolak dengan baik
kegiatan yang - Meminta dengan baik
sudah dilakukan - Mengungkapkan dengan baik
- Memperagakan - Masukkan dalam jadwal harian pasien
cara sosial / verbal
untuk mengontrol
perilaku kekerasan
Setelah ….x SP 4
pertemuan, pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3)
mampu : - Latih secara spiritual:
- Menyebutkan  Berdoa
kegiatan yang  Sholat
sudah dilakukan - Masukkan dalam jadwal harian pasien
- Memperagakan
cara spiritual
Setelah ….x SP 5
pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2,3&4)
mampu : - Latih patuh obat :
- Menyebutkan  Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B
kegiatan yang  Susun jadwal minum obat secara teratur
sudah dilakukan  Masukkan dalam jadwal harian pasien
- Memperagakan
cara patuh obat
Setelah ….x SP 1
pertemuan keluarga - Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam
mampu: merawat pasien
- Menjelaskan - Jelaskan tentang Perilaku Kekerasan :
penyebab, tanda
- Penyebab
dan gejala, akibat
- Akibat
serta mampu - Cara merawat
- Memperagakan - Latih 2 cara merawat
cara merawat. - RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien
Setelah ….x SP 2
pertemuan keluarga - Evaluasi SP 1
mampu: - Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien
- menyebutkan - Latih langsung ke pasien
kegiatan yang - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
sudah dilakukan
dan mampu
merawat serta dapat
membuat RTL
Setelah ….x SP 3
pertemuan keluarga - Evaluasi SP 1 dan 2
mampu : - Latih langsung ke pasien
- Menyebutkan - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
kegiatan yang
sudah dilakukan
dan mampu
merawat serta dapat
membuat RTL
Setelah ….x SP 4
pertemuan keluarga - Evaluasi SP 1,2 &3
mampu : - Latih langsung ke pasien
- Melaksanakan - RTL Keluarga :
Follow Up dan
- Follow Up
rujukan serta
- Rujukan
mampu
menyebutkan
kegiatan yang
sudah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk,2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.


Amino Gonohutomo.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan),
Widya Medika, Jakarta

Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Isolasi Sosial
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok
mengalamiatau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk
membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi sosial adalah suatu sikap individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).

2. Tanda dan Gejala


a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghidar dari orang lain (menyendiri)
c. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat
makan.
d. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
e. Komunikasi kurang / tidak ada.
f. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
g. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
h. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam
mobilitas.
i. Menolak berhubungan dengan orang lain.
j. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan
kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
3. Penyebab
a. Faktor Predis Posisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial
adalah:
1) Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari ibu /pengasuh kepada bayi akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi
kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap
bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek –
jelekkan anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua atau
anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil /
spele, sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi
masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tidak memberi
pujian atas keberhasilan anak .
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
berhubungan. Contoh : Individu yang berpenyakit kronis,
terminal, menyandang cacat atau lanjut usia. Demikianlah
kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak keluar
ruman (pingit) dapat menyebabkan isolasi sosial.
4) Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa, insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya
yang anggota keluarga menderita skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor Internal maupun eksternal meliputi.
1) Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti :
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara.
2) Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia
3) Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan,
maupun biologis.
4) Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius
antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.
5) Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan
kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan suara yang
tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat
mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
6) Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat
menimbulkan konflik, di satu sisi anak ingin mengembangkan
kemandiriannya.

C. Akibat
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila
tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan
persepsi sensori : halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain juga
bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap
kemempuan untuk melakukan perawatan secara mandiri

D. Pohon Masalah

Gangguan sensori persepsi :Halusinasi

Isolasi sosial ; menarik diri

Gangguan konsep diri : HDR

E. Masalah Keperawatan dan Fokus Pengkajian


No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
1 Resiko perubahan sensori - Data Subjektif :
persepsi : halusinasi - Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran
tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien mengatakan mencium bau
tanpa stimulus
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya
- Klien takut pada suara/ bunyi/
gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/ melempar
barang-barang
Data Objektif :
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/
melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- Disorientasi
2. Isolasi Sosial : menarik diri Data Subjektif :
- Sukar didapat jika klien menolak
komunikasi. Terkadang hanya berupa
jawaban singkat ya atau tidak.
Data Objektif :
- Klien terlihat apatis, ekspresi sedih,
afek tumpul, menyendiri, berdiam
diri di kamar dan banyak diam.

3. Gangguan konsep diri : harga Data subyektif:


diri rendah - Klien mengatakan: saya tidak
mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai
diri/ ingin mengakhiri hidup.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : Menarik diri
2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
3. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

G. Intervensi

Tujuan
Pasien mampu :
- Menyadari penyebab isolasi sosial
Berinteraksi dengan orang lain
Keluarga mampu :
Merawat pasien isolasi sosial di rumah

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x pertemuan SP I
klien mampu: - Identifikasi penyebab
- Membina hubungan
- Siapa yang satu rumah dengan pasien
saling percaya - Siapa yang dekat dengan pasien
- Menyadari penyebab
- Siapa yang tidak dekat dengan pasien
isolasi sosial, - Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi
keuntungan dan dengan orang lain
kerugian berinteraksi - Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
dengan orang lain berinteraksi dengan orang lain
- Melakukan interaksi - Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
dengan orang lain berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap - Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak
teman dan bergaul akrab dengan mereka
- Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung
diri dan tidak bergaul dengan orang lain
- Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan
fisik pasien
- Latih berkenalan
- Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan
orang lain
- Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
- Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara
berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di
hadapan perawat
- Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu
orang teman / anggota keluarga
- Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan,
tingkatkan jumlah interaksi dengan 2,3,4 orang dan
seterusnya
- Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang
telah dilakukan oleh pasien
- Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah
berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien
akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar
pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
- Masukkan jadwal kegiatan pasien
SP 2
- Evaluasi SP1
- Latih berhubungan sosial secara bertahap
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi SP1 dan 2
- Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah ….x pertemuan SP 1
keluarga mampu - Identifikasi masalah yang dihadapi keluarga dalam
menjelaskan tentang : merawat pasien
- Masalah isolasi sosial - Penjelasan isolasi sosial
dan dampaknya pada - Cara merawat pasien isolasi sosial
pasien - Latih (simulasi)
- Penyebab isolasi sosial - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
- Sikap keluarga untuk pasien
membantu pasien SP 2
mengatasi isolasi - Evaluasi SP 1
sosialnya - Latih (langsung ke pasien)
- Pengobatan yang - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
berkelanjutan dan pasien
mencegah putus obat SP 3
- Tempat rujukan dan - Evaluasi SP 1 dan SP 2
fasilitas kesehatan - Latih (langsung ke pasien)
yang tersedia bagi - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
 Rencana tindak lanjut keluarga
 Follow Up
 Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah


Psikososial dengan gangguan jiwa

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan PohonMasalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, GW. 2002. Buku Saku
Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)
(Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa
merupakan deficit peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan
proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis.
2. Tanda dan Gejala
a. Fisik:
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut yang bau
5) Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina
c. Social
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berprilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat ,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
3. Penyebab
a. Faktor prediposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri
adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-
lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat
diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya

C. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti
pasien dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi
sosial dan bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi dalam melakukan
perawatan terhadap tubuhnya.

D. Pohon Masalah

resiko tinggi isolasi sosial : menarik diri

Deficit perawatan diri

Gangguan konsep diri : HDR

E. Masalah Keperawatan Dan Data yang perlu dikaji


No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
1. Defisit perawatan diri  Data mayor :
 DS :
Menyatakan malas mandi, tidak tahu
cara makan yang baik, tidak tahu
cara dandan, dan tidak tahu cara
eliminasi yang baik

 DO :
Badan kotor, dandan tidak rapih,
makan berantakan, BAB/BAK
sembarangan.
 Data minor :
 DS :
Merasa tidak berguna, merasa tidak
perlu merubah penampilan, merasa
tidak ada yang peduli
 DO :
Tidak tersedia alat kebersihan, tidak
tersedia alat makan, tidak tersedia
alat toileting

2. Gangguan konsep diri : HDR  Data mayor


 DS :
Klien hidup tak bermakna, tidak
memiliki kelebihan apapun, merasa
jelek.
 DO :
Kontak mata kurang, tidak
berinisiatif berinteraksi denbgan
orang lain.
- Data minor
 DS :
Klien mengatakan malas, putus as,
ingin mati.
 DO :
Klien malas-malasan, produktivitas
menurun
3. Resiko tinggi isolasi sosial : - Data mayor
menarik diri  DS :
Klien mengatakan malas
berinteraksi, mengatakan orang lain
tidak mau menerima dirinya, merasa
orang lain tidak selevel.
 DO :
Menyendiri, mengurung diri, tidak
mau bercakap-cakap dengan orang
lain.
- Data minor
 DS :
Curiga dengan orang lain,
mendengar suara/melihat
bayangan, merasa tidak berguna
 DO:
Mematung, mondar-mandir, tanpa
arah, tidak berinisiatif, berhubunganb
dengan orang lain.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Perawatan Diri
2. Isolasi Sosial : MD
3. Gangguan konsep diri : HDR

G. Intervensi

Tujuan
Pasien mampu :
- Melakukan kebersihan diri secara mandiri
- Melakukan berhias / berdandan secara baik
- Melakukan makan dengan baik
- Melakukan BAB / BAK secara mandiri
Keluarga mampu :
- Merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ...x pertemuan, SP 1
pasien mampu: - Identifikasi kebersihan diri, berdandan, makan dan
menjelaskan BAB / BAK
pentingnya : - Jelaskan pentingnya kebersihan diri
Kebersihan diri - Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
Berdandan - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Makan SP 2
BAB / BAK - Evaluasi SP 1
- mampu melakukan - Jelaskan pentingnya berdandan
cara merawat diri - Latih cara berdandan
 Untuk laki – laki meliputi cara :
Berpakaian
Menyisir rambut
Bercukur
 Untuk perempuan meliputi cara :
Berpakaian
Menyisir rambut
Berhias
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi kegiatan SP 1 dan SP 2
- Jelaskan cara dan alat makan yang benar
- Jelaskan cara mempersiapkan makan
- Jelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah
makan
- Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang
baik
- Latih kegiatan makan
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 4
- Evaluasi kemampuan pasien yang lalu (SP1, 2, dan
3)
- Latih cara BAB dan BAK yang baik
- Menjelsakan tempat BAB/BAK yang sesuai
- Menjelskan cara membersihkan diri setelah
BAB/BAK
Setelah ...x pertemuan, SP 1
keluarga mampu - Identifikasi masalah keluarga dalam merawat
meneruskan melatih pasien dengan masalah kebersihan diri, berdandan,
pasien dan mendukung makan, BAB/BAK
agar kemampuan - Jelaskan defisit perawatan diri
pasien dalam perawatan - Jelaskan cara merawat kebersihan diri, berdandan,
dirinya meningkat makan, BAB/BAK
- Bermain peran cara merawat
- Rencana tindak lanjut keluarga/jadwal keluarga
untuk merawat pasien

SP 2
- Evaluasi SP 1
- Latih keluarga merawat langsung ke pasien,
kebersihan diri dan berdandan
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien
SP 3
- Evaluasi kemampuan SP 2
- Latih keluarga merawat langsung ke pasien cara
makan
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
- Evaluasi kemampuan keluarga
- Evaluasi kemampuan pasien
- RTL keluarga
Follow up
Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.


Amino Gonohutomo, 2003

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon
Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 –


2006. Jakarta : Prima Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Harga Diri Rendah
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri
(Stuart, 2005).
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya
negative dan merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani,
2005).
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri
(Yoeddhas, 2010).
2. Tanda dan Gejala
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
a. Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
b. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
c. Gangguan dalam berhubungan
d. Rasa diri penting yang berlebihan
e. Perasaan tidak mampu
f. Rasa bersalah
g. Pandangan hidup yang pesimis
h. Penolakan terhadap kemampuan personal
i. Menarik diri secara social
j. Khawatir dan menarik diri dari realitas
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak
realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks,
tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak
percayaan orang tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan
dalam stuktural sosial.
b. Faktor Presipitasi
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi
3) Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
4) Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat
ke sakit dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan
ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik
berhubungan dengan tumbang normal moral dan prosedur medis
keperawatan.

C. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
D. Pohon Masalah

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : HDR

Berduka disfungsional

E. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
1. Gangguan konsep diri : - Data Mayor :
HDR  DS :
Klien hidup tidak bermakna, tidak
memiliki kelebihan apapun,
merasa jelek
 DO :
Kontak mata kurang, tidak
berinisiatif untuk berinteraksi dengan
orang lain.
- Data Minor :
 DS :
Klien mengatakan malas, putus asa,
ingin mati
 DO :
Klien malas-malasan, Produktivitas
menurun

2. Isolasi Sosial : Menarik diri - Data Mayor :


 DS :
Klien mengatakan malas
berinteraksi, mengatakan orang lain
tidak mau menerima dirinya, merasa
orang lain tidak selevel.
 DO :
Menyendiri , mengurung diri, tidak
mau bercakap-cakap dengan orang
lain
- Data Minor :
 DS :
Curiga dengan orang lain,
mendengar suara/melihat bayangan,
merasa tidak berguna
 DO :
Mematung, mondar-mandir tanpa
arah, tidak berinisiatif berhubungan
dengan orang lain.

3. Berduka disfungsional - Data Mayor :


 DS :
Mengungkapkan tak berdaya dan tak
ingin hidup lagi
 DO :
Mengungkapkan sedih karena tidak
naik kelas/ kehilangan seseorang
- Data Minor :
 DS :
Ekspresi Wajah sedih
 DO :
Tidak ada kontak mata ketika diajak
bicara
F. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : HDR
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Berduka disfungsional

G. Intervensi
Tujuan
Pasien mampu :
- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Menetapkan / memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan
- Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
- Merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.
-
Keluarga mampu :
- Merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan menjadi sistem
pendukung yang efektif bagi pasien

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x pertemuan SP I
klien mampu: - Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki.
- Mengidentifikasi - Diskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah
kemampuan aspek kemampuan dan aspek positif seperti kegiatan
positif yang dimiliki pasien di rumah adanya keluarga dan lingkungan
- Memiliki kemampuan terdekat pasien.
yang dapat digunakan - Beri pujian yang realistis dan hindarkan setiap kali
- Memilih kegiatan bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.
sesuai kemampuan - Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
- Melakukan kegiatan - Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih
yang sudah dipilih digunakan saat ini
- Merencanakan - Bantu pasien menyebutkannya dan memberi
kegiatan yang sudah penguatan terhadap kemampuan diri yang
dilatih diungkapkan pasien
- Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi
pendengar yang aktif
- Pilih kemampuan yang akan dilatih
- Diskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang
dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang
akan pasien lakukan sehari-hari.
- Bantu pasien menetapkan aktivitas mana yang dapat
pasien lakukan secara mandiri.
- Aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari
keluarga
- Aktivitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari
keluarga atau lingkungan terdekat pasien.
- Beri contoh cara pelaksanaan aktivitas yang dapat
dilakukan pasien
- Susun bersama pasien aktivitas atau kegiatan sehari-
hari pasien
- Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
- Diskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan
kegiatan (yang sudah dipilih pasien) yang akan
dilatihkan.
- Bersama pasien dan keluarga memperagakan
beberapa kegiatan yang akan dilakukan pasien.
- Berikan dukungan atau pujian yang nyata sesuai
kemajuan yang diperlihatkan pasien
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
- Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba
kegiatan.
- Beri pujian atas aktivitas / kegiatan yang dapat
dilakukan pasien setiap hari
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi dan
perubahan sikap
- Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan
bersama pasien dan keluarga.
- Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya
setelah pelaksanaan kegiatan.
- Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap
aktivitas yang dilakukan pasien
SP 2
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
- Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan
- Latih kemampuan yang dipilih
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
- Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

Setelah ….x pertemuan SP 1


keluarga mampu : - Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat
- Mengidentifikasi pasien
kemampuan yang - Jelaskan proses terjadinya HDR
dimiliki pasien - Jelaskan tentang cara merawat pasien
- Menyediakan fasilitas - Main peran dalam merawat pasien HDR
untuk pasien - Susun RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
melakukan kegiatan merawat pasien
- Mendorong pasien SP 2
melakukan kegiatan - Evaluasi kemampuan SP 1
- Memuji pasien saat - Latih keluarga langsung ke pasien
pasien dapat - Menyusun RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
melakukan kegiatan merawat pasien
- Membantu melatih SP 3
pasien - Evaluasi kemampuan keluarga
- Membantu menyusun - Evaluasi kemampuan pasien
jadwal kegiatan pasien - RTL keluarga :
- Membantu - Follow Up
perkembangan pasien - Rujukan

DAFTAR PUSTAKA

Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta:


EGC.

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Jogjakarta: Nuha Medika Press.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta
: Salemba Medika

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Waham
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat
terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat,
2006).
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal. (Stuart dan sundeen, 2004).
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan. (Harold K, 2004).
2. Tanda dan Gejala
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas
penggolongan waham, yaitu:
a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
b. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
c. Curiga
d. Bermusuhan
e. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
f. Takut, sangat waspada
g. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
h. Ekspresi wajah tegang
i. Mudah tersinggung
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan
system syarafyang berhubungan dengan respon biologis yang
maladaptif.
2) Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan
korteks limbic.
3) Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan
glutamat.
4) Virus : paparan virus influensa pada trimester III
5) Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
b. Faktor Presipitasi
1) Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2) Mekanisme penghantaran listrik abnormal
3) Adanya gejala pemicu

C. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan
secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan
kedalam fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan
walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan
secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.

D. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

E. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan


lingkungan

Perubahan prose pikir : waham

Isolasi sosial : menarik diri


F. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
1. Resiko mencederai diri, DS :
orang lain dan Klien mengatakan marah dan jengkel
lingkungan kepada orang lain, ingin membvunuh, ingin
membakar dan mengacak – ngacak
lingkungan
DO :
Klien mengamuk, merusak, dan melempar
barang, melakukan tindakan kekerasan
kepada orang disekitarnya.
2. Peruibahan proses pikir : DS :
waham Klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya (agama, kebesaran, kecurigaan,
keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetap tidak sesuai dengan
kenyataan
DO :
Klien tampak tidak memiliki orang lain,
curiga, bermusuhan, merusak, takut,
waspada, paniki, sangat waspada, mudah
tersinggung, ekspresi wajah klien tegang

G. Diagnose Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubunganb dengan
perubahan proses pikir : waham
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
H. Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Paien mampu : Setelah ...x pertemuan, SP 1
- Berorientasi kepada pasien dapat memenuhi - Identifikasi kebutuhan
realitas secara kebutuhannya pasien
bertahap - Bicara konteks realita
- Mampu berinteraksi (tidak mendukung atau
dengan orang lain dan membantah waham
lingkungan pasien)
- Menggunakan obat - Latih pasien untuk
dengan prinsip 6 benar memenuhi
kebutuhannya “dasar”
- Masukan dalam jadwal
harian pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 2
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang
- Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1)
yang sudah dilakukan - Identifikasi potensi /
- Mampu menyebuitkan kemampuan yang
serta memilik dimiliki
kemampuan yang - Pilih dan latih potensi /
dimiliki kemampuan yang
dimilki
- Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 3
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang
- Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1 dan 2)
yang sudah dilakukan - Pilih kemampuan yang
dan mampu memilih dapat dilakukan
kemampuan lain yang - Pilih dan latih potensi
dimiliki kemampuan lain yang
dimiliki
- Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Keluarga mampu : Setelah ...x pertemuan SP 1
- Mengidentifikasi keluarga mampu - Identifikasi masalah
waham pasien mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat
- Memfasilitasi pasien dan menjelaskan cara pasien
untuk memenuhi merawat pasien - Jelaskan proses
kebutuhannya terjadinya waham
- Mempertahankan - Jelaskan tentang cara
program pengobatan merawat pasien waham
pasien secara optimal - Latih (stimulasi) cara
merawat
- RTL keluarga / jadwal
merawat pasien
Setelah ...x pertemuan SP 2
keluarga mampu : - Evaluasi kegiatan yang
- Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1)
yang sesuai dilakukan - Latih keluarga cara
- Mampu memperagakan merawat pasien
cara merawat pasien (langsung ke pasien)
- RTL keluarga
Setelah ...x pertemuan SP 3
keluarga mampu - Evaluasi kemampuan
mengidentifikasi masalah keluarga
dan cara merawat pasien - Evaluasi kemampuan
pasien
- RTL keluarga :
Follow Up
Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.


Amino Gonohutomo, 2003

Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima


Medika.

Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta
:EGC

Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.


2006

Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Resiko Bunuh Diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami
risiko untuk menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam
jiwa (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya
untuk mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini
meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995
dalam Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian (Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious,
2009.
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap
diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. (Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa ).
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah dan mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

3. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku
destruktif diri sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):
1) Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang
mengakhirihidupnya dengan bunuh diri mempunyai ganggguan
jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
2) Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya
dengan risiko bunuh diri adalah antipasti, impulsive, dan
depresi.
3) Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kkejadian
negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan
perceraian.
4) Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan
bunuh diri merupakan faktor penting yang dpaat menyebabkan
seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.
5) Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan
risiko bunuh diri terdapat peningkatan zat-zat kimia yang
terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan
dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.
Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang
berpengaruh dalam bunuh diri, anatara lain:
1) Faktor mood dan biokimia otak.
2) Faktor riwayat gangguan mental.
3) Faktor meniru, imitasi, dan factor pembelajaran.
4) Faktor isolasi sosial dan human relations.
5) Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar.
6) Faktor religiusitas.
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang
berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya seringkali
kejadian hidup yang memalukan, melihat atau membaca melalui
media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan
bunuh diri (Fitria, 2009).

C. Akibat
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri
adalah mencederai diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup.
Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada
diri sendiri.
D. Pohon Masalah
Bunuh diri

Resiko Bunuh diri

Isolasi sosial : menarik diri

Harga diri rendah kronis

E. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Resiko bunuh diri Subjektif :
- Mengungkapkan keinginan untuk
bunuh diri
- Mengungkapkan keinginan untuk
mati
- Mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan
- Ada riwayat berulang percobaan
bunuh diri sebelumnya dari keluarga
- Berbicara tentang kematian,
menanyakan tentang dosis obat yang
mematikan
- Mengungkapkan adanya konflik
interpersonal
- Mengungkapkan telah menjadi
korban perilaku kekerasan saat kecil
Objektif :
- Impulsif
- Menunjuukan perilaku yang
mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh)
- Ada riwayat penyakit mental
(depresi, psikois, dan
penyalahgunaan alkohol)
- Adanya riwayat penyakit fisik
(penyakit kronis atau penyakit
terminal).
- Pengangguran
- Umur 15-19 tahun atau diatas 45
tahun
- Status perkawinan yang tidak
harmonis

F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko bunuh diri berhubungan dengan isolasi sosial : menarik diri
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah kronis

G. Intervensi

Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat
Keluarga mampu :
- Merawat pasien dengan resiko bunuh diri

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah .....x pertemuan SP 1
pasien mampu : - Identifikasi benda – benda yang dapat
- Mengidentifikasi membahayakan pasien
benda – benda yang - Amankan benda – benda yang dapat membahayakan
dapat membahayakan pasien
pasien - Lakukan kontrak treatment
- Mengendalikan - Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuih diri
dorongan bunuh diri - Latih cara mengendalikan dorongan bunuih diri
Setelah ....x pertemuan,
pasien mampu :
- Mengidentifikasi SP 2

aspek positif dan - Identifikasi aspek positif pasien


mampu menghargai - Dorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri
diri sebagai individu - Dorong pasien untuk menghargai diri sebagai
yang berharga individu yang berharga

Setelah ....x pertemuan,


pasien mampu : SP 3
- Mengidentifikasi pola - Identifikasi pola koping yang biasa diterapkan
koping yang pasien
konsruktif dan - Nilai pola koping yang biasa dilakukan
mampu - Identifikasi pola koping yang konstruktif
menerapkannya - Dorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
- Anjurkan pasien menerapkan pola koping yang
konsruktif dalam kegiatan

SP 4
Setelah ....x pertemuan,
- Buat rencana masa depan yang realistis bersama
pasien mampu :
pasien
- Mengudentifikasi pola
- Identifikasi cara mencapai rencana masa depan yang
koping yang konstruktif
realistis
dan mampu
- Beri dorongan pasien melakukan kegiatan dalam
menerapkannya
rangka meraih masa depan
Setelah ....x pertemuan SP 1
keluarga mampu : - Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
- Merawat pasien dan merawat pasien
mampu menjelaskan - Jelaskan pengertian tanda dan gejala resiko bunuh
pengertian, tanda dan dan jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien
gejala serta jenis beserta proses terjadinya
perilaku bunuh diri - Jelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri
SP 2
Setelah ....x pertemuan - Latih keluarga mempraktekan cara merawat pasien
keluarga mampu: dengan resiko bunuh diri
- Merawat pasien dan - Latih keluarga melakukan cara merawat langsung
mampu melakukan kepada pasien resiko
langsung cara
merawat pasien SP 3
- Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
Setelah ....x pertemuan termasuk minum obat
keluarga mampu : - Jelaskan follow up pasien setelah pulang
- Membuat jadwal
aktivitas di rumah dan
mampu melakukan
follow up

DAFTAR PUSTAKA

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC.

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan


Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan
SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah


Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.

Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.
KUMPULAN LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh :

Elvis Guntur Setiawan

NIM : P180712

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2019

Anda mungkin juga menyukai